Efektivitas Penyuluhan Terhadap Pola Konsumsi Jajanan Anak Sekolah Yang Mengandung Pemanis Buatan Di SD Negeri No. 2 Lhoksukon Kabupaten Aceh Utara

(1)

EFEKTIVITAS PENYULUHAN TERHADAP POLA KONSUMSI JAJANAN ANAK SEKOLAH YANG MENGANDUNG PEMANIS

BUATAN DI SD NEGERI NO. 2 LHOKSUKON KABUPATEN ACEH UTARA

T E S I S

Oleh

DEDY AHMADY 087033020/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

EFEKTIVITAS PENYULUHAN TERHADAP POLA KONSUMSI JAJANAN ANAK SEKOLAH YANG MENGANDUNG PEMANIS

BUATAN DI SD NEGERI NO. 2 LHOKSUKON KABUPATEN ACEH UTARA

T E S I S

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Promosi Kesehatan dan Perilaku pada Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Oleh

DEDY AHMADY 087033020/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

Judul Tesis : EFEKTIVITAS PENYULUHAN TERHADAP POLA KONSUMSI JAJANAN ANAK SEKOLAH YANG MENGANDUNG PEMANIS BUATAN DI SD NEGERI NO. 2 LHOKSUKON

KABUPATEN ACEH UTARA Nama Mahasiswa : Dedy Ahmady

Nomor Induk Mahasiswa : 087033020

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi : Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Dr. Fikarwin Zuska) (Drs. Panal Sitorus, M.Si)

Ketua Anggota

Ketua Program Studi Dekan

(Dr. Drs. Surya Utama, M.S) (Dr. Drs. Surya Utama, M.S)


(4)

Telah diuji

Pada tanggal : 23 Agustus 2010

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Fikarwin Zuska

Anggota : 1. Drs. Panal Sitorus, M.Si

2. Dr. Ir. Zulhaida Lubis, M.Kes 3. Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, M.K.M


(5)

PERNYATAAN

EFEKTIVITAS PENYULUHAN TERHADAP POLA KONSUMSI JAJANAN ANAK SEKOLAH YANG MENGANDUNG PEMANIS

BUATAN DI SD NEGERI NO. 2 LHOKSUKON KABUPATEN ACEH UTARA

T E S I S

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Oktober 2010

(Dedy Ahmady) 087033020


(6)

ABSTRAK

Pemanis buatan adalah bahan tambahan yang dapat memberikan rasa manis dalam makanan. Berdasarkan pendataan awal yang dilakukan oleh peneliti terhadap jenis jajanan yang dijual di kantin SD Negeri No. 2 Lhoksukon pada bulan Januari 2010, ditemukan 11 jenis jajanan mengandung pemanis buatan yang telah diklaim berbahaya oleh Lembaga Konsumen Jakarta. Dari hasil pengamatan awal diketahui pula bahwa makanan/minuman yang paling digemari oleh para siswa adalah makanan/minuman yang mengandung bahan pemanis buatan.

Tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk menganalisis efektivitas penyuluhan terhadap pola konsumsi jajanan anak sekolah yang mengandung pemanis buatan di SD Negeri No. 2 Lhoksukon Kabupaten Aceh Utara. Jenis penelitian ini adalah quasi experiment dengan rancangan non equivalent control group, yang populasinya adalah seluruh siswa di sekolah tersebut yang masih duduk di kelas IV dan masih berusia 10-12 tahun, besar sampel adalah 88 orang yang diambil secara total. Data yang diperoleh secara statistik diuji dengan independent t-test.

Hasil penelitian pada derajat kepercayaan 95% atau (p<0,05) menunjukkan bahwa penyuluhan efektif untuk menurunkan angka rata-rata pola konsumsi jajanan anak sekolah yang mengandung pemanis buatan.

Efektivitas yang terlihat pada penelitian ini masih tergolong perubahan paling dasar apabila dilihat dari tingkatan perilaku, mengingat pelaksanaannya yang tergolong singkat. Untuk lebih menambah kualitas hasil dalam penelitian ini perlu adanya tindak lanjut dari pihak sekolah dan dinas kesehatan setempat melalui unit kerjanya, sedangkan untuk memperkaya khasanah keilmuan perlu memunculkan variabel lain dalam penelitian dan disarankan menggunakan disain penelitian yang lebih kompleks.


(7)

ABSTRACT

Fabricated sweetener is an additional material that can give a sweet taste to a food. Based on the result of preliminary survey conducted by the researcher on all kinds of eleven (11) kinds of snacks sold in the cafeteria of SD Negeri No. 2 Lhoksukon in January 2010, found out Jakarta Consumers Boards. The result of preliminary study also showed that the snacksand soft drinks mostly liked by the primary school students were those containing the fabricated sweetener.

The purpose of this quasi experimental study with non-equivalent control group was to analyze the effectiveness of extension on the pattern of the primary school students in consuming snack containing fabricated sweetener at SD Negeri No. 2 Lhoksukon District of Aceh Utara. The populations of this study were all of grade IV primary school students of 10-12 years of age and 88 of them were selected to be the samples for this study through total sampling technique. The data obtained were statistically tested through the independent t-test.

The result of this study with the level of confidence of 95% or p<0.05 showed that the extension was effective to minimize the average rate of pattern of the primary school students in consuming snack containing fabricated sweetener..

The effectiveness seen in this study is still the very basic change if viewed from the level of behavior considering its short implementation. To improve the quality of the result of this study, the management of the school and Lhoksukon Health Service through their working units need to do a follow-up and to enrich the knowledge by employing the other variables are a more complex research design.

Key word: Extention , Fabricated Sweetener, Primary School Student.


(8)

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah yang membebaskan kita dari rasa gundah dan sedih. Yang maha menjawab doa orang-orang yang tertindas, syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala berkah dan rahmat-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan tesis dengan judul “Efektivitas Penyuluhan terhadap Pola Konsumsi Jajanan Anak Sekolah yang Mengandung Pemanis Buatan di SD Negeri No. 2 Lhoksukon Kabupaten Aceh Utara”.

Peneliti menyadari bahwa penulisan ini tidak dapat terlaksana dengan baik tanpa bantuan dan kerjasama dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini peneliti banyak menyampaikan rasa terima kasih yang tidak terhingga kepada: 1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM & H, M.Sc (CTM), Sp.A (K) selaku Rektor

Universitas Sumatera Utara.

2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat dan Ketua Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Dr. Fikarwin Zuska selaku Ketua Komisi Pembimbing yang dengan penuh perhatian, kesabaran dan ketelitian memberikan bimbingan dan arahan hingga selesainya penelitian ini.

4. Drs. Panal Sitorus, M.Si selaku pembimbing II yang juga telah banyak membantu dalam memberikan masukan demi kesempurnaan tesis ini.


(9)

5. Dr. Ir. Zulhaida Lubis, M.Kes selaku Pembantu Dekan I Fakultas Kesehatan Masyarakat dan pembanding I yang juga telah sangat banyak memberi masukan yang bermanfaat dalam penyelesaian tesis ini.

6. Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, M.K.M selaku Sekretaris Minat Studi Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku Universitas Sumatera Utara dan pembanding II yang telah banyak memberi masukan demi kesempurnaan penulisan tesis ini. 7. Prof. Dr. Ida Yustina, M.Si selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu Kesehatan

Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

8. Seluruh staf dan pengajar di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara yang telah banyak memberikan bantuan yang sangat berarti dalam penulisan melalui pendidikan. 9. Seluruh teman-teman seangkatan yang telah menyumbangkan masukan dan saran

serta kritikan untuk kesempurnaan tesis ini.

10. Dra. Hj. Azizah selaku Kepala Sekolah SD Negeri No. 2 Lhoksukon yang telah memberikan izin kepada peneliti untuk melakukan penelitian di SD Negeri No. 2 Lhoksukon.

11. Syamsiah Ama yang telah sudi memberikan penyuluhan kepada sampel dalam penelitian ini dan seluruh staf/dewan guru SD Negeri No. 2 Lhoksukon yang telah banyak memberikan bantuan selama dilakukan penelitian.

12. Dr. Kemala Sayuti, Effendi, M.Si, Yadi, S.P, Majid, Raihan, Nanda, Ozi dan Fajri yang turut membantu dalam penyelesaian tesis ini.


(10)

13. Drs. H. Bukhari Yusuf selaku Ketua Yayasan Bina Bumi Persada yang telah memberikan kelapangan waktu dan motivasi kepada peneliti.

Teristimewa buat Ayahanda, Ibunda dan istri tercinta Lindawati, S.T serta buah hati ananda Muhammad Delloviera Nesiano, pada kesempatan ini peneliti mengucapkan terima kasih yang tak terhingga karena berkat do’a restu dan motivasi kalian semua peneliti dapat menyelesaikan tesis ini.

Akhirnya hanya kepada Allah SWT kita berserah dan memohon ampunan-Nya, semoga apa yang kita perbuat selama ini mendapat ridha-Nya. Amiin ya Rabbal ‘Alamiin.

Medan, Oktober 2010


(11)

RIWAYAT HIDUP

Peneliti bernama Dedy Ahmady dilahirkan di Lhoksukon Kabupaten Aceh Utara pada tanggal 6 Juni 1970, beragama Islam, anak keempat dari lima bersaudara dari bapak H. Boesman Asmowijoyo dan ibu Rukiah.

Peneliti menamatkan Sekolah Dasar pada tahun 1983 di SD Negeri No. 2 Lhoksukon, pada tahun 1986 menamatkan Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri Lhoksukon, tahun 1989 peneliti menamatkan pendidikan di SMA Negeri Lhoksukon. Pada tahun 1990 peneliti bekerja di perusahaan Mobil Oil Indonesia (MOI) sebagai karyawan di Mobil Equipment Maintenance (MEM) Landing, Lhoksukon sampai tahun 2000. Dari tahun 2000 sampai tahun 2003 peneliti bekerja di perusahaaan Exxon Mobil juga sebagai karyawan di MEM.

Peneliti menikah pada tahun 2000 dan dikaruniai seorang putera. Tahun 2006 peneliti menamatkan pendidikan Program Studi Ilmu Keperawatan (PSIK) di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKes) Deli Husada Delitua Kabupaten Deli Serdang Propinsi Sumatera Utara, tahun 2007 peneliti menamatkan program profesi Ners pada STIKes Deli Husada Delitua. Dalam tahun yang sama peneliti bekerja di perusahaan CARDI pada bagian kesehatan masyarakat di Lhokseumawe.

Pada tahun 2007 s/d Agustus 2009 peneliti menjadi staf di STIKes Darussalam Lhokseumawe sebagai Sekretaris Pogram Studi pada PSIK. Pada tahun 2008 peneliti melanjutkan pendidikan pasca sarjana di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara pada minat studi Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Dari Agustus 2009 sampai Agustus 2010 peneliti menjadi staf di STIKes Bumi Persada Lhokseumawe sebagai Pembantu Ketua III. Dari September 2010 sampai sekarang peneliti menjabat sebagai Ketua STIKes Bumi Persada Lhokseumawe.


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP... vi

DAFTAR ISI... vii

DAFTAR TABEL... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN... xii

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Permasalahan... 7

1.3. Tujuan Penelitian... 7

1.4. Hipotesis... 8

1.5. Manfaat Penelitian... 8

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA... 9

2.1. Penyuluhan... 9

2.2. Bahan Pemanis Buatan ... 19

2.3. Makanan/Jajanan Anak Berbahaya... 27

2.4. Perilaku Kesehatan... 34

2.5. Landasan Teori... 41

2.6. Kerangka Konsep... 42

BAB 3. METODE PENELITIAN... 43

3.1. Jenis Penelitian... 43

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 43

3.3. Populasi dan Sampel Penelitian ... 44

3.4. Metode Pengumpulan Data... 46

3.5. Variabel dan Definisi Operasional... 46

3.6. Metode Pengukuran ... 47

3.7. Metode Analisis Data... 51

BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 52

4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 52


(13)

4.3. Gambaran Umum Karakteristik Responden ... 57

4.4. Gambaran Perilaku Konsumsi Jajanan yang Mengandung Pemanis Buatan oleh Siswa SD Negeri No. 2 Lhoksukon ... 59

BAB 5. PEMBAHASAN ... 61

5.1. Efektivitas Penyuluhan terhadap Pola Konsumsi Jajanan Anak Sekolah yang Mengandung Pemanis Buatan di SD Negeri No. 2 Lhoksukon... 61

5.2. Keterbatasan Penelitian... 67

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 69

6.1. Kesimpulan ... 69

6.2. Saran ... 69

DAFTAR PUSTAKA ... 71


(14)

DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman

2.1. Beberapa Pemanis Buatan yang direkomendasikan oleh Depkes RI…….20 3.1. Distribusi Jumlah Siswa SD di Kota Lhoksukon Tahun 2010………….. 44 3.2. Distribusi Jumlah Kelas IV SD Negeri No. 2 Lhoksukon Tahun 2010….45 4.1. Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan Jenis Kelamin……….57 4.2. Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan Umur………..58 4.3. Perbedaan Perilaku Konsumsi Jajanan yang Mengandung Pemanis

Buatan antara Kelompok Perlakuan dengan Kelompok Kontrol


(15)

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Halaman

2.1. Hubungan Sikap dan Tindakan……….. 40


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Halaman

1. Disain Penyuluhan……… 74

2. Kuesioner Penelitian…...………. 79

3. Materi Penyuluhan………. 81

4. Leaflet……… 86

5. Surat Izin Penelitian dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara……… 87

6. Surat Rekomendasi dari SD Negeri No. 2 Lhoksukon……… 88

7. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas……… 89

8. Absensi Penyuluhan Bahaya Pemanis Buatan pada Kelompok Perlakuan………. 90

9. Master Data……… 92


(17)

ABSTRAK

Pemanis buatan adalah bahan tambahan yang dapat memberikan rasa manis dalam makanan. Berdasarkan pendataan awal yang dilakukan oleh peneliti terhadap jenis jajanan yang dijual di kantin SD Negeri No. 2 Lhoksukon pada bulan Januari 2010, ditemukan 11 jenis jajanan mengandung pemanis buatan yang telah diklaim berbahaya oleh Lembaga Konsumen Jakarta. Dari hasil pengamatan awal diketahui pula bahwa makanan/minuman yang paling digemari oleh para siswa adalah makanan/minuman yang mengandung bahan pemanis buatan.

Tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk menganalisis efektivitas penyuluhan terhadap pola konsumsi jajanan anak sekolah yang mengandung pemanis buatan di SD Negeri No. 2 Lhoksukon Kabupaten Aceh Utara. Jenis penelitian ini adalah quasi experiment dengan rancangan non equivalent control group, yang populasinya adalah seluruh siswa di sekolah tersebut yang masih duduk di kelas IV dan masih berusia 10-12 tahun, besar sampel adalah 88 orang yang diambil secara total. Data yang diperoleh secara statistik diuji dengan independent t-test.

Hasil penelitian pada derajat kepercayaan 95% atau (p<0,05) menunjukkan bahwa penyuluhan efektif untuk menurunkan angka rata-rata pola konsumsi jajanan anak sekolah yang mengandung pemanis buatan.

Efektivitas yang terlihat pada penelitian ini masih tergolong perubahan paling dasar apabila dilihat dari tingkatan perilaku, mengingat pelaksanaannya yang tergolong singkat. Untuk lebih menambah kualitas hasil dalam penelitian ini perlu adanya tindak lanjut dari pihak sekolah dan dinas kesehatan setempat melalui unit kerjanya, sedangkan untuk memperkaya khasanah keilmuan perlu memunculkan variabel lain dalam penelitian dan disarankan menggunakan disain penelitian yang lebih kompleks.


(18)

ABSTRACT

Fabricated sweetener is an additional material that can give a sweet taste to a food. Based on the result of preliminary survey conducted by the researcher on all kinds of eleven (11) kinds of snacks sold in the cafeteria of SD Negeri No. 2 Lhoksukon in January 2010, found out Jakarta Consumers Boards. The result of preliminary study also showed that the snacksand soft drinks mostly liked by the primary school students were those containing the fabricated sweetener.

The purpose of this quasi experimental study with non-equivalent control group was to analyze the effectiveness of extension on the pattern of the primary school students in consuming snack containing fabricated sweetener at SD Negeri No. 2 Lhoksukon District of Aceh Utara. The populations of this study were all of grade IV primary school students of 10-12 years of age and 88 of them were selected to be the samples for this study through total sampling technique. The data obtained were statistically tested through the independent t-test.

The result of this study with the level of confidence of 95% or p<0.05 showed that the extension was effective to minimize the average rate of pattern of the primary school students in consuming snack containing fabricated sweetener..

The effectiveness seen in this study is still the very basic change if viewed from the level of behavior considering its short implementation. To improve the quality of the result of this study, the management of the school and Lhoksukon Health Service through their working units need to do a follow-up and to enrich the knowledge by employing the other variables are a more complex research design.

Key word: Extention , Fabricated Sweetener, Primary School Student.


(19)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Banyak keberhasilan yang dicapai di berbagai bidang, seperti di bidang pertanian, ekonomi, kesehatan dan lain-lain setelah dilakukan penyuluhan, sehingga Wiraatmadja (1976) menyimpulkan bahwa penyuluhan sebagai pendidikan luar-sekolah sebagai alat demi terwujudnya kehidupan yang lebih sejahtera bagi keluarga dan masyarakat (Yustina dan Sudradjat, 2003). ”Penyuluhan adalah proses perubahan sosial, ekonomi dan politik untuk memberdayakan dan memperkuat kemampuan masyarakat melalui proses belajar bersama yang partisipatif, agar terjadi perubahan perilaku pada diri semua stakeholder (individu, kelompok, kelembagaan) yang terlibat dalam proses pembangunan, demi terwujudnya kehidupan yang semakin berdaya, mandiri dan partisipatif yang semakin sejahtera secara berkelanjutan” (Mardikanto, dalam Yustina dan Sudrajat, 2003). Penyuluhan merupakan keterlibatan seseorang untuk melakukan komunikasi informasi secara sadar dengan tujuan membantu sesamanya memberikan pendapat sehingga bisa membuat keputusan yang benar (Ban dan Hawkins, 1999).

Penyuluhan dengan metode ceramah merupakan cara yang baik dilakukan untuk menyampaikan pesan kepada sasaran lebih dari 15 orang (kelompok besar) dan baik untuk sasaran yang berpendidikan tinggi maupun rendah. Penyuluhan kesehatan dilakukan dengan cara menyebarkan pesan, menanamkan keyakinan, sehingga


(20)

masyarakat tidak saja sadar, tahu dan mengerti, tetapi juga mau dan bisa melakukan suatu anjuran yang ada hubungannya dengan kesehatan (Notoatmodjo, 2005). Penyuluhan kesehatan merupakan suatu proses yang ditujukan kepada individu atau kelompok agar mereka bisa berperilaku sehat dalam menjaga dan memelihara kesehatan mereka, dimulai dari masyarakat dalam keadaan seperti apa adanya (pandangan mereka selama ini terhadap masalah kesehatan). Dengan diberikan penyuluhan kesehatan, diharapkan mereka dapat mengembangkan sikap dan tanggung jawab sebagai individu, anggota keluarga, anggota masyarakat dalam masalah kesehatan (Guntur, 2007).

Direktorat Surveilance dan Penyuluhan Keamanan Pangan Deputi Bidang Pengawasan dan Keamanan Pangan dan Bahan-Bahan Berbahaya BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan) RI untuk meningkatkan mutu dan keamanan pangan di kantin sekolah memperkenalkan Program Piagam Bintang Satu Keamanan Pangan. Sebagai langkah nyata, pada tahun 2008 dua sekolah di Mataram telah menerima Piagam Bintang Satu Keamanan Pangan di Kantin Sekolah (Anonim1, 2009). Hal tersebut menunjukkan bahwa masih ada harapan bagi kita untuk menurunkan konsumsi jajanan yang mengandung pemanis buatan oleh anak-anak sekolah dasar (SD).

Pemanis buatan banyak dipakai oleh pedagang kecil dan home industry karena dapat menghemat biaya produksi. Harga pemanis buatan jauh lebih murah dibandingkan dengan gula asli, dengan sedikit pemanis buatan diperoleh rasa manis yang kuat (Anonim(1), 2009). Oleh sebab itu, sangat banyak produsen jajanan anak


(21)

yang tidak memperhatikan keamanan produknya, mereka lebih memikirkan keuntungan yang akan diperolehnya, yaitu dengan modal sekecil-kecilnya tetapi mendapatkan untung yang sebesar-besarnya dengan tanpa memperhatikan aspek keamanan dan keselamatan konsumen (Billy, 2008). Hasil temuan dari survei yang dilakukan oleh Lembaga Konsumen Jakarta (LKJ) pada tahun 2007, 9 jenis makanan dari 48 jenis makanan yang diteliti yang umumnya dikonsumsi oleh anak-anak menggunakan pemanis buatan yang dapat menimbulkan kanker dan keterbelakangan mental, di antaranya Okky Jelly Drink, Okky Bolo Drink, Happydent White, Yulie Jelly, Donna Jelly, Lotte Juicy Fresh, Yuppy Gummy Candies, Alloy Jelly dan Inaco Jelly. Berdasarkan hasil uji laboratorium, pada semua jajanan tersebut terdapat kandungan aspartam, sakarin dan siklamat yang sudah dilarang penggunaannya di negara-negara Eropa (Anonim(2), 2007).

Dalam sebuah penelitian oleh Environmental Protection Agency (EPA) Amerika, tikus yang diberi sakarin 5% setiap hari selama dua tahun terbukti menderita kanker kantung kemih. Efek dari pemanis buatan pada manusia memang tak mewujud seketika, ia terus berakumulasi dan akan diketahui akibatnya setelah si anak menjadi dewasa (Mycale, 2006).

Aspartam banyak dipakai pada produk diet, padahal sebenarnya tak ada hubungannya dengan diet sama sekali, malah bisa menambah berat badan karena ketagihan rasa pemanis. Tak banyak orang yang tahu jika hampir semua produk, terutama minuman instant saat ini mengandung aspartam yang bisa terurai menjadi


(22)

metanol yang bisa menyebabkan kebutaan bila digunakan dengan air mendidih dan fenil alanin yang berbahaya bagi penderita fenilketonurik (Sianturi, 2002).

Menurut Eddy Setyo Mudjajanto (Anonim (1), 2009), di Amerika dan Jepang penggunaan siklamat sudah dilarang. Demikian juga dengan sebagian besar negara-negara di Eropa. Penggunaan siklamat juga sudah dilarang di ASEAN, kecuali Indonesia yang masih membolehkan penggunaan siklamat. Jumlah jenis pemanis buatan yang diizinkan penggunaannya di Amerika Serikat hanya 4 (empat) jenis saja, di masing-masing negara ASEAN berkisar antara 2 -5 jenis, sedangkan di Indonesia ada 13 jenis pemanis buatan yang diizinkan penggunaannya dalam produk-produk pangan.

Pada mulanya, pemanis buatan diproduksi untuk memenuhi kebutuhan pemanis bagi penderita diabetes mellitus. Dalam perkembangannya, pemanis buatan mengalami diversifikasi fungsi (Anwar & Khomsan, 2009). Banyak orang menggunakan permen atau sejenisnya yang mengandung pemanis buatan sebagai hadiah bagi anak-anak untuk suatu prestasi tertentu atau sebagai ungkapan rasa cinta. Hal ini selanjutnya dimanfaatkan oleh para industriawan yang khususnya bergerak dalam bidang makanan-makanan bergula (convectionery), seperti permen, coklat, minuman, kue-kue dan lain sebagainya.

Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya BPOM RI Dedi Fardiaz mengungkapkan, di Indonesia masih banyak permasalahan terkait dengan penggunaan pemanis buatan. Penggunaan pemanis buatan masih sering dilakukan semena-mena melebihi batas maksimum yang diperbolehkan.


(23)

Produk-produk yang melanggar ketentuan ini, menurut Dedi, umumnya dibuat oleh para perajin dan pedagang makanan jajanan serta industri rumah tangga yang belum mendapat pembinaan atau penyuluhan (Anonim(1), 2009).

Pada uji penggunaan pemanis buatan yang dilakukan Dinas Kesehatan (Dinkes) Jakarta Barat terhadap 92 sampel jajanan sekolah, terbukti bahwa 51 % jajanan sekolah menggunakan bahan pemanis buatan sakarin (Purwoko, 2009). Berdasarkan pantauan yang dilakukan oleh media massa “Pikiran Rakyat” Bandung di salah satu sekolah di daerah Buah Batu, Bandung, Rabu (17/6/09), pedagang jajanan setempat mengakui, gula yang digunakan pada sirup buatannya bukan gula murni, melainkan pemanis buatan dengan tujuan agar dagangannya terjangkau oleh anak-anak sekolah (Anonim (3), 2009).

Hasil kajian terbatas yang dilakukan BPOM di beberapa Sekolah Dasar (SD) di Malang, Jawa Timur, menemukan ada konsumsi pada level yang tidak aman pada penggunaan bahan pemanis buatan sakarin dan siklamat. Dari anak-anak SD yang diteliti, ada konsumsi siklamat mencapai 240 persen dari nilai ADI (acceptable daily intake). Sedangkan konsumsi sakarin ditemukan sebesar 12,2 persen nilai ADI. (Anonim(1), 2009).

Dari hasil pengamatan awal yang dilakukan oleh peneliti di SD Negeri No. 2 Lhoksukon diketahui bahwa makanan/minuman yang paling digemari oleh para siswa adalah makanan/minuman yang mengandung bahan pemanis buatan, baik yang diproduksi oleh pabrik maupun yang diproduksi oleh home industry seperti sirup, cendol, sutra manis, bakso-baksoan yang kerap menggunakan saus yang


(24)

dicurigai ditambahkan pemanis buatan kedalamnya. Setelah dilakukan pendataan terhadap jenis jajanan yang dijual dikantin sekolah tersebut, ditemukan 11 jenis jajanan yang telah diklaim berbahaya oleh LKJ, seperti Okky Jelly Drink, Yulie Jelly, Hore, Jas Jus, Nutrisari Hangat, Segar Dingin, Frutillo Magic, Pop Ice, Kola-Kola, Pop Drink. 1 produk minuman mengandung aspartam, yaitu Aqua Splash of Fruit dan Kacang Telur Garuda selain mengandung gula murni juga mengandung aspartam. Sampai sejauh ini, menurut informasi dari Kepala Sekolah dan guru setempat, anak-anak di SD tersebut belum pernah mendapatkan informasi tentang bahaya pemanis buatan baik dari pihak sekolah maupun dari luar sekolah, padahal ini adalah masalah bagi kesehatan mereka yang harus ditanggulangi, paling tidak mengurangi konsumsi mereka terhadap pemanis buatan. Tidak hanya di sekolah, di lingkungan luar sekolah juga anak-anak tetap saja dihadang oleh bahaya pemanis buatan, karena dari pengalaman sehari-hari yang dialami oleh peneliti yang setiap harinya berinteraksi dengan anak-anak di lingkungan perumahan penduduk di sekitar SD Negeri No. 2 Lhoksukon juga diketahui bahwa jajanan yang paling digemari oleh anak-anak SD yang jajan di kios-kios/warung penjual jajanan anak-anak adalah jenis makanan/minuman yang mengandung pemanis buatan.

Menurut tim LKJ, As’ad Nugroho; ”saat minta izin BPOM, produsen jajanan memberikan produk yang komposisinya tepat, tetapi ke pasar mereka meluncurkan produk yang lain” (Mycale, 2006). Pemerintah seharusnya membuat kebijakan berupa peraturan yang mencakup standar, evaluasi pra dan pasca distribusi serta perizinan sedangkan produsen wajib menerapkan total manajemen mutu dan good


(25)

manufacturing practises dalam proses produksinya (perlu manajemen keamanan pangan yang baik dan sistematis antara pemerintah dan produsen untuk melindungi konsumen).

1.2.Permasalahan

Permasalahan dalam penelitian ini adalah belum diketahui efektivitas penyuluhan terhadap pola konsumsi jajanan anak sekolah yang mengandung pemanis buatan di SD Negeri No. 2 Lhoksukon. Peraturan penggunaan pemanis buatan telah dibuat, tetapi pelanggaran masih saja terjadi. Diharapkan konsumsi terhadap jajanan yang mengandung pemanis buatan oleh siswa akan berkurang setelah mereka mendapatkan penyuluhan.

1.3.Tujuan penelitian

Berdasarkan permasalahan di atas, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk menganalisis efektivitas penyuluhan terhadap pola konsumsi jajanan anak sekolah yang mengandung pemanis buatan di SD Negeri No. 2 Lhoksukon.

1.4.Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah ada perbedaan rata-rata perilaku konsumsi jajanan yang mengandung pemanis buatan di SD Negeri No. 2 Lhoksukon sebelum dan sesudah intervensi penyuluhan.


(26)

1.5.Manfaat penelitian

1. Penelitian ini sebagai masukan bagi manajemen SD Negeri No. 2 Lhoksukon Kabupaten Aceh Utara dalam upaya meningkatkan kesehatan siswa di masa yg akan datang.

2. Penelitian ini sebagai bahan studi kepustakaan dan memperkaya penelitian ilmiah di Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat.

3. Penelitian ini sebagai bahan pengetahuan untuk memperluas wawasan penelitian dalam bidang ilmu Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku, khususnya kinerja pegawai bagian Promosi Kesehatan di Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Utara. 4. Penelitian ini sebagai bahan referensi bagi peneliti selanjutnya dan informasi bagi

pihak yang berkepentingan untuk mengkaji masalah yang sama di masa mendatang.


(27)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Penyuluhan

2.1.1. Definisi Penyuluhan

Menurut Effendy (1998) penyuluhan kesehatan adalah gabungan berbagai kegiatan dan kesempatan yang berlandaskan prinsip-prinsip belajar untuk mencapai suatu keadaan, dimana individu, keluarga, kelompok atau masyarakat secara keseluruhan ingin hidup sehat, tahu bagaimana caranya dan melakukan apa yang bisa dilakukan, secara perseorangan maupun secara kelompok dan meminta pertolongan. Sedangkan Suliha, dkk (2002) menyamakan arti penyuluhan dengan pendidikan, menyatakan bahwa pendidikan kesehatan adalah suatu proses perubahan pada diri seseorang yang dihubungkan dengan pencapaian tujuan kesehatan individu dan masyarakat. Pendidikan kesehatan sesungguhnya merupakan suatu proses perkembangan yang berubah secara dinamis, yang didalamnya seseorang menerima atau menolak informasi, sikap, maupun praktek baru, yang berhubungan dengan tujuan hidup sehat (Notoatmodjo, 2005).

2.1.2. Tujuan Penyuluhan

Penyuluhan disampaikan oleh komunikator kepada komunikan dengan suatu tujuan, dengan harapan agar terjadinya suatu perubahan pada diri sang komunikan.


(28)

Menurut Effendy (1998) tujuan penyuluhan kesehatan adalah:

1. Tercapainya perubahan perilaku individu, keluarga dan masyarakat dalam membina dan memelihara perilaku hidup sehat, serta berperan aktif dalam upaya mewujudkan derajat kesehatan yang optimal.

2. Terbentuknya perilaku sehat pada individu, keluarga, kelompok dan masyarakat yang sesuai dengan konsep hidup sehat baik fisik, mental dan sosial sehingga dapat menurunkan angka kesakitan dan kematian.

3. Menurut WHO tujuan penyuluhan kesehatan adalah untuk merubah perilaku perseorangan dan atau masyarakat dalam bidang kesehatan.

2.1.3. Faktor-faktor Penentu Keberhasilan Penyuluhan 2.1.3.1. Sasaran

Menurut Effendy (1998), faktor-faktor yang perlu diperhatikan terhadap sasaran dalam keberhasilan penyuluhan kesehatan adalah:

1. Tingkat Pendidikan.

Pendidikan dapat mempengaruhi cara pandang seseorang terhadap informasi baru yang diterimanya, semakin tinggi tingkat pendidikannya, semakin mudah seseorang menerima informasi yang didapatnya.

2. Tingkat Sosial Ekonomi.

Semakin tinggi tingkat sosial ekonomi seseorang, semakin mudah pula dalam menerima informasi baru.


(29)

3. Adat Istiadat.

Pengaruh dari adat istiadat dalam menerima informasi baru merupakan hal yang tidak dapat diabaikan, karena masyarakat kita masih sangat menghargai dan menganggap sesuatu yang tidak boleh diabaikan.

4. Kepercayaan Masyarakat.

Masyarakat lebih memperhatikan informasi yang disampaikan oleh orang-orang yang sudah mereka kenal, karena sudah timbul kepercayaan masyarakat dengan penyampai informasi.

5. Ketersediaan Waktu di Masyarakat.

Waktu penyampaian informasi harus memperhatikan tingkat aktifitas masyarakat untuk menjamin tingkat kehadiran masyarakat dalam penyuluhan.

2.1.3.2. Sumberdaya penyuluhan

Yang perlu dipertimbangkan dalam hal ini antara lain: 1. Kemampuan penyuluh

Pengalaman dan kemampuan penyuluh yang meliputi penguasaan ilmu dan keterampilan serta sikap yang dimilikinya perlu dipertimbangkan.

2. Materi penyuluhan

Dalam menerapkan suatu metode penyuluhan perlu diperhatikan materi yang akan disampaikan.


(30)

3. Sarana dan biaya penyuluhan

Keadaan peralatan alat-alat bantu pengajaran yang dipunyai, fasilitas yang ada serta biaya yang tersedia akan menentukan dalam menentukan metode penyuluhan.

2.1.4. Metode Penyuluhan

Kemampuan seseorang untuk mempelajari sesuatu berbeda-beda, demikian juga tahap perkembangan mental, keadaan lingkungan dan kesempatannya berbeda-beda, sehingga perlu ditetapkan suatu metode penyuluhan kesehatan yang berdaya guna dan berhasil guna. Tahap perkembangan mental seseorang dapat digolongkan dalam tahap penumbuhan kesehatan, tahap penumbuhan minat, tahap menilai, tahap mencoba dan tahap menerapkan. Oleh karena itu perlu dilakukan pemilihan metode penyuluhan yang tepat, sesuai dengan kebutuhan dan kondisi sasarannya, yang bertujuan untuk meningkatkan efektifitas penyuluhan kesehatan.

Menurut Notoatmodjo (2002), metode yang dapat dipergunakan dalam memberikan penyuluhan kesehatan adalah:

1. Metode Ceramah.

Adalah suatu cara dalam menerangkan dan menjelaskan suatu ide, pengertian atau pesan secara lisan kepada sekelompok sasaran sehingga memperoleh informasi tentang kesehatan. Metode yang baik untuk kelompok besar (peserta penyuluhan lebih dari 15 orang). Metode ini juga baik untuk sasaran yang berpendidikan tinggi maupun rendah. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menggunakan metode ceramah:


(31)

a. Persiapan

Ceramah akan berhasil apabila penceramah menguasai materi yang akan diceramahkan. Untuk itu penceramah harus mempersiapkan diri dengan: 1) Mempelajari materi dengan sistematika yang baik. Lebih baik bila disusun

dalam bentuk diagram atau skema.

2) Mempersiapkan alat-alat bantu pengajaran, misalnya makalah singkat, slide, transparan, sound system, dan sebagainya.

b. Pelaksanaan

Kunci dari keberhasilan pelaksanaan ceramah adalah apabila penceramah dapat menguasai sasaran ceramah. Untuk itu penceramah dapat melakukan hal-hal sebagai berikut:

1) Sikap dan penampilan yang meyakinkan, tidak boleh bersikap ragu-ragu dan gelisah.

2) Suara hendaknya cukup keras dan jelas.

3) Pandangan harus tertuju ke seluruh peserta ceramah. 4) Berdiri di depan (di pertengahan), tidak boleh duduk. 5) Menggunakan alat-alat bantu lihat semaksimal mungkin.

2. Metode Diskusi Kelompok.

Adalah pembicaraan yang direncanakan dan telah dipersiapkan tentang suatu topik pembicaraan diantara 5-20 peserta (sasaran) dengan seorang pemimpin diskusi yang telah ditunjuk.


(32)

3. Metode Curah Pendapat.

Adalah suatu bentuk pemecahan masalah dimana setiap anggota mengusulkan semua dan kemungkinan pemecahan masalah yang terpikirkan oleh masing-masing peserta, dan evaluasi atas pendapat-pendapat tadi dilakukan kemudian. 4. Metode Panel.

Adalah pembicaraan yang telah direncanakan di depan pengunjung atau peserta tentang sebuah topik, diperlukan 3 orang atau lebih panelis dengan seorang pemimpin.

5. Metode Bermain Peran.

Adalah memerankan sebuah situasi dalam kehidupan manusia dengan tanpa diadakan latihan, dilakukan oleh 2 orang atau lebih untuk dipakai sebagai bahan pemikiran oleh kelompok.

6. Metode Demonstrasi

Adalah suatu cara untuk menunjukkan pengertian, ide dan prosedur tentang sesuatu hal yang telah dipersiapkan dengan teliti untuk memperlihatkan bagaimana cara melaksanakan suatu tindakan, adegan dengan menggunakan alat peraga. Metode ini digunakan terhadap kelompok yang tidak terlalu besar jumlahnya.

7. Metode Simposium.

Adalah serangkaian ceramah yang diberikan oleh 2 - 5 orang dengan topik yang berlebihan tetapi saling berhubungan erat.


(33)

8. Metode Seminar.

Adalah suatu cara dimana sekelompok orang berkumpul untuk membahas suatu masalah dibawah bimbingan seorang ahli yang menguasai bidangnya (Creasoft, 2008).

2.1.4.1. Langkah-langkah pemilihan metode penyuluhan

Langkah-langkah yang harus dilakukan adalah menghimpun dan menganalisa data dari:

1. Sasaran

a) Golongan umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan. b) Adat kebiasaan, norma-norma.

c) Kesediaan.

2. Penyuluh dan kelengkapannya

a) Kemampuan penyuluh, jumlah penyuluh, pengetahuan dan keterampilan penyuluh.

b) Materi penyuluhan/pesan.

c) Sarana dan prasarana penyuluhan. d) Biaya yang ada (Rohman, 2008). 2.1.5. Langkah-langkah Penyuluhan

Menurut Effendy (1998), dalam melakukan penyuluhan kesehatan, maka penyuluh yang baik harus melakukan penyuluhan sesuai dengan langkah-langkah dalam penyuluhan kesehatan masyarakat sebagai berikut:


(34)

2. Menetapkan masalah kesehatan masyarakat.

3. Memprioritaskan masalah yang terlebih dahulu ditangani melalui penyuluhan kesehatan masyarakat

4. Menyusun perencanaan penyuluhan -Menetapkan tujuan.

-Penentuan sasaran.

-Menyusun materi/isi penyuluhan. -Memilih metoda yang tepat.

-Menentukan jenis alat peraga yang akan digunakan. -Penentuan kriteria evaluasi

5. Pelaksanaan penyuluhan. 6. Penilaian hasil penyuluhan.

7. Tindak lanjut dari penyuluhan (Creasoft, 2008).

Dalam rangka pembinaan dan peningkatan perilaku kesehatan masyarakat, tampaknya pendekatan edukasi (pendidikan kesehatan) lebih tepat dibandingkan dengan pendekatan koersi. Dapat disimpulkan bahwa pendidikan atau promosi kesehatan adalah suatu bentuk intervensi atau upaya yang ditujukan kepada perilaku, agar perilaku tersebut kondusif untuk kesehatan. Dengan kata lain, promosi kesehatan mengupayakan agar perilaku individu, kelompok atau masyarakat mempunyai pengaruh positif terhadap pemeliharaan dan peningkatan kesehatan. Agar intervensi atau upaya tersebut efektif, maka sebelum dilakukan intervensi perlu dilakukan diagnosis atau analisis terhadap masalah perilaku tersebut. Konsep umum


(35)

yang digunakan untuk mendiagnosis perilaku adalah konsep dari Lawrence Green (1980). Menurut Green, perilaku dipengaruhi oleh 3 faktor utama, yaitu:

1. Faktor predisposisi (Predisposing factor)

Faktor ini mencakup pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap kesehatan, tradisi dan kepercayaan masyarakat terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan, sistem nilai yang dianut masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi dan sebagainya.

2. Faktor pemungkin (Enabling factor)

Faktor ini mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan bagi masyarakat, misalnya air bersih, tempat pembuangan sampah, tempat pembuangan tinja, ketersediaan makanan yang bergizi dan sebagainya.

3. Faktor penguat (Reinforcing factor)

Faktor ini meliputi faktor sikap dan perilaku tokoh masyarakat (toma), tokoh agama (toga), sikap dan perilaku para petugas termasuk petugas kesehatan. Termasuk juga undang-undang, peraturan-peraturan, baik dari pusat maupun pemerintah daerah, yang terkait dengan kesehatan. Untuk berperilaku sehat, masyarakat kadang-kadang bukan hanya perlu pengetahuan dan sikap positif dan dukungan fasilitas saja, melainkan diperlukan perilaku contoh (acuan) dari para tokoh masyarakat, tokoh agama dan para petugas, lebih-lebih para petugas kesehatan. Disamping itu undang-undang juga diperlukan untuk memperkuat perilaku masyarakat tersebut.


(36)

2.1.6. Batasan Promosi Kesehatan

Pendidikan secara umum adalah segala upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain, baik individu, kelompok atau masyarakat, sehingga mereka melakukan apa yang diharapkan oleh pelaku pendidik. Dari batasan ini tersirat unsur-unsur pendidikan yakni:

1. Input, adalah sasaran pendidikan (individu, kelompok, masyarakat) dan pendidik (pelaku pendidikan).

2. Proses (upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain) 3. Output (melakukan apa yang diharapkan atau perilaku)

Output (hasil) yang diharapkan dari suatu promosi kesehatan adalah perilaku kesehatan, atau perilaku untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan yang kondusif (Notoatmodjo, 2007).

2.2. Bahan Pemanis Buatan 2.2.1. Definisi Pemanis Buatan

Pemanis buatan (sintetis) merupakan bahan tambahan yang dapat memberikan rasa manis dalam makanan, tetapi tidak memiliki nilai gizi (Yuliarti, 2007). Di Indonesia, menurut Keputusan Kepala Badan POM No HK 00.05.5.1.4547 tahun 2004 pasal 2 butir 2 bahwa pemanis buatan digunakan pada pangan rendah kalori dan pangan tanpa penambahan gula. Selain itu pemanis buatan sebenarnya hanya untuk penderita diabetes mellitus atau orang-orang yang sedang diet saja


(37)

(Permenkes No.208 tahun 1985 pasal 10 ayat 4 dan pasal 11 ayat 2 butir butir c). Pembatasan penggunaan ini juga dilakukan dengan keharusan mencantumkan peringatan dalam label, pencantuman kadar dan kegunaan. Hal ini dikarenakan adanya potensi bahaya jangka panjang penggunaan pemanis buatan dalam produk pangan. Sakarin dan siklamat misalnya, diduga dapat menyebabkan kanker (Rizal, 2007).

Penggunaan pemanis buatan tidak bisa dilakukan sembarangan, makanan tradisional buatan home industry yang menggunakan pemanis buatan jelas melanggar aturan. Pasalnya, pemanis buatan bukan untuk konsumsi orang sehat. Disarankan agar masyarakat lebih berhati-hati dalam memilih makanan, terutama makanan yang mempunyai rasa manis, agar terhindar dari pemanis buatan. Ada beberapa ciri dari produk yang menggunakan pemanis buatan, yaitu:

- Makanan/minuman yang diberi pemanis buatan mempunyai rasa pahit ikutan (after taste), terutama sakarin.

- Minuman menggunakan pemanis buatan lebih encer dibandingkan dengan minuman yang menggunakan gula.


(38)

Tabel 2.1. Beberapa Pemanis Buatan yang direkomendasikan oleh Depkes RI

No. Nama Pemanis

Buatan

Penggunaan dalam Pangan Batas Maksimum yang diizinkan 1. Sakarin (dan

garam natrium sa-

1. Saus, es lilin, minuman ringan dan minuman yogurt berkalori rendah

300 mg/kg bahan pangan (Na-sakarin karin). 2. Es krim, es puter dan sejenisnya

serta jem dan jelly berkalori rendah

200 mg/kg bahan pangan (Na-sakarin 3. Permen berkalori rendah 100 mg/kg bahan

pangan (Na-sakarin 4. Permen karet dan minuman ringan

terfermentasi berkalori rendah

50 mg/kg bahan pangan (sakarin) 2. Siklamat

(dan garam natrium dan kalsium si-

1. Saus berkalori rendah 3 g/kg bahan pangan dihitung sebagai asam siklamat klamat). 2. Es krim, es puter dan sejenisnya

berkalori rendah

2 g/kg bahan pangan dihitung sebagai asam siklamat 3. Permen, es lilin, jem, jelly,

minuman ringan dan minuman yogurt serta minuman ringan terfermentasi berkalori rendah.

1 g/kg bahan pangan dihitung sebagai asam siklamat

4. Permen karet berkalori rendah. 500 mg/kg bahan pangan dihitung sebagai asam siklamat

3. Aspartam - -

(Cahyadi, 2008).

2.2.2. Jenis-jenis Bahan Pemanis Buatan 1. Sakarin

Sakarin merupakan bahan pemanis buatan yang memiliki rasa manis 250 kali manis gula, sering digunakan dengan alasan utama harganya yang murah,


(39)

disamping nilai kalorinya yang rendah. Sakarin sering dikombinasikan pemakaiannya dengan siklamat dengan perbandingan sakarin:siklamat (1:3). Disamping akan menutupi rasa pahitnya, kombinasi ini juga akan meningkatkan rasa manis sakarin. Biasanya kedua Bahan Tambahan Makanan ini banyak dicampurkan pada berbagai macam minuman ringan (soft drink), selai, permen, tak terkecuali berbagai jenis jajan pasar dan berbagai macam produk kesehatan mulut seperti pasta gigi dan obat penyegar mulut.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh National Academy of Science pada tahun 1968, dinyatakan bahwa konsumsi sakarin oleh orang dewasa sebanyak 1 gram atau lebih rendah dapat mengakibatkan gangguan kesehatan. Kemudian, dalam penelitian yang lain juga disebutkan bahwa sakarin dapat mengakibatkan kanker pada hewan percobaan. Tikus-tikus percobaan yang diberi makan 5% sakarin selama lebih dari 2 tahun, menunjukkan kanker mukosa kandung kemih (dosisnya kira-kira setara 175 gram sakarin sehari untuk orang dewasa seumur hidup). Sekalipun hasil penelitian ini masih kontroversial, namun kebanyakan para epidemiolog dan peneliti berpendapat, sakarin memang meningkatkan derajat kejadian kanker kandung kemih pada manusia kira-kira 60% lebih tinggi pada para pemakai, khususnya pada kaum laki-laki. Oleh karena itu FDA Amerika Serikat menganjurkan untuk membatasi penggunaan sakarin hanya bagi para penderita diabetes mellitus dan obesitas. Dosisnya agar tidak melampaui 1 gram setiap harinya (Rizky, 2009). Pada penelitian yang lain disebutkan bahwa sakarin dapat melewati sawar darah plasenta dan bisa menetap


(40)

dalam jaringan janin. Hal ini disebabkan masih lambatnya kemampuan janin untuk melakukan pembersihan. Walaupun belum semua ahli sepakat dengan hal tersebut, sebaiknya wanita hamil berhati-hati bila menggunakan produk yang mengandung sakarin. Perbedaan pendapat tentang efek sakarin terhadap kesehatan masih berlangsung hingga saat ini. Di Indonesia, pemerintah mengeluarkan peraturan melalui Menteri Kesehatan RI no.722/Menkes/Per/IX/1988 tentang bahan tambahan pangan bahwa sakarin dapat diberikan dalam pangan olahan khusus berkalori rendah dan untuk penderita diabetes mellitus dengan kadar maksimal 300 mg/BB (Yuliarti, 2007).

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah menetapkan batas-batas yang disebut ADI werte (kebutuhan per orang tiap harinya), yaitu sejumlah yang dapat dikonsumsi tanpa menimbulkan resiko. Nilai ini untuk orang dewasa tidak terlalu banyak berarti, tetapi bagi anak-anak relatif menimbulkan kepekaan yang besar. Untuk sakarin batas tersebut adalah 5 mg/ BB, artinya jika 1 tablet mengandung 16,5 mg sakarin, maka untuk seorang yang berberat badan 70 kg jumlah yang disarankan untuk dikonsumsinya per hari tidak lebih dari 21 tablet sakarin (Suprayatmi, 1996).

2. Siklamat

Berbeda dengan sakarin yang memiliki rasa manis dengan meninggalkan rasa pahit, siklamat hanya berasa manis tanpa meninggalkan rasa pahit. Pada berbagai jenis industri makanan, siklamat sering kali digunakan untuk menggantikan sukrosa. Pemanis ini sering digunakan untuk makanan kaleng ataupun makanan


(41)

lain yang diproses dalam suhu tinggi karena merupakan pemanis yang tahan panas.

Walaupun rasanya enak (manis tanpa ikutan rasa pahit), penggunaan siklamat harus dibatasi karena dapat membahayakan kesehatan. Dalam sebuah penelitian, tikus yang diberi siklamat dan sakarin menderita kanker kantung kemih. Hasil metabolisme siklamat yang sering disebut sikloheksiamin bersifat karsinogenik sehingga ekskresi (pembuangannya) melalui air kencing dapat merangsang pertumbuhan tumor. Pada penelitian yang lebih baru dinyatakan bahwa konsumsi siklamat dapat mengakibatkan pengecilan testis (buah pelir) dan kerusakan kromosom (Yuliarti, 2007).

Setiap negara mempunyai aturan tersendiri dalam membatasi jumlah konsumsi siklamat. Di Indonesia melalui peraturan Menteri Kesehatan RI no.722/Menkes/per/IX/88 diatur bahwa kadar siklamat dalam makanan dan minuman berkalori rendah dan penderita diabetes mellitus adalah 3 mg/kg bahan makanan atau minuman. Adapun Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) membatasi konsumsi harian siklamat yang aman (acceptable daily intake) adalah 11 mg/BB, artinya jika 1 tablet mengandung 70 mg siklamat, maka untuk seorang yang berberat badan 70 kg jumlah yang disarankan untuk dikonsumsinya per hari tidak lebih dari 11 tablet siklamat (Suprayatmi, 1996).

Adanya peraturan yang masih memperbolehkan penggunaan siklamat dan sakarin, serta begitu mudahnya kedua bahan ini didapatkan dengan harga yang lebih murah dibandingkan dengan gula alami, mengakibatkan produsen


(42)

makanan dan minuman sangat sering menggunakan Bahan Tambahan Makanan ini dibandingkan dengan gula alami. Mereka tetap melakukannya tanpa peduli bahwa masalah ada atau tidaknya gangguan kesehatan yang disebabkan oleh konsumsi pemanis buatan ini masih kontroversial (Yuliarti, 2007).

3. Aspartam

Aspartam adalah pemanis buatan yang dihasilkan dari dua jenis asam amino dan metil alkohol. Aspartam punya kekuatan manis 160 hingga 220 kali lebih tinggi daripada gula sukrosa. Aspartam adalah nama umum dari produk yang bernama Nutra Sweet, Equal, Spoonful, Equal-Measure dan Tropicana Slim. Aspartam banyak digunakan sebagai pemanis buatan pada berbagai jenis makanan dan minuman, terutama makanan dan minuman maupun susu rendah kalori. Pada penggunaan dalam minuman ringan, aspartam kurang menguntungkan karena penyimpanan dalam waktu lama akan mengakibatkan turunnya rasa manis. Selain itu, aspartam tidak tahan panas sehingga tidak baik digunakan dalam bahan pangan yang diolah melalui pemanasan.

Aspartam merupakan salah satu bahan tambahan pangan yang telah melalui berbagai uji yang mendalam dan menyeluruh dan telah dinyatakan aman digunakan untuk penderita diabetes mellitus (Cahyadi, 2008). Namun demikian, penggunaan aspartam berbahaya bagi penderita penyakit fenilketonurik, penderita penyakit ini tidak dapat memetabolisme fenil alanin. Penderita yang mengonsumsi pemanis buatan ini akan menderita kerusakan otak akibat penimbunan fenil piruvat yang dibentuk dari fenil alanin dalam otak yang


(43)

kemudian akan diakhiri dengan kecacatan mental. Fenilketonurik adalah penyakit keturunan dimana tubuh penderita tidak dapat memetabolisme fenil alanin secara baik kekurangan enzim fenil alanin oksidase dan oleh karena itu perlu mengontrol asupan fenil alanin yang didapatnya. Pada setiap produk yang mengandung aspartam harus dicantumkan peringatan bagi penderita fenilketonurik. Meski sempat diisukan berbahaya bagi kesehatan, dalam berbagai penelitian telah ditegaskan bahwa aspartam tidak terbukti sebagai penyebab sakit kepala, gangguan penglihatan, meningkatkan berat badan, kejang, alzheimer, gangguan janin, lupus, sklerosis multipel maupun kanker otak.

Karena banyak isu miring yang menyatakan aspartam berbahaya, maka European Commission's Scientific Committee on Food (SCF) melakukan analisis data terhadap 500 studi tentang aspartam yang pernah ada sejak tahun 1998 hingga 2001. Untuk menepis isu yang menghubungkan aspartam dengan kanker sebuah penelitian dilakukan terhadap manusia (bukan hewan/tikus) mengenai aspartam dan laporannya di beritakan 4 April 2006 dalam pertemuan American Association for Cancer Research. Penelitian besar ini menjelaskan bahwa tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa minuman soda yang mengandung pemanis aspartam dapat meningkatkan risiko terjadinya kanker. Hasil penelitian ini memperbaiki anggapan tentang risiko buruk penggunaan aspartam, kata Michael Jacobson, pemimpin dari Center for Science in the Public Interest (Anonim(4), 2006).


(44)

Untuk meningkatkan faktor keamanan dalam penggunaannya, FDA memberikan batas-batas pemakaian yang dianjurkan (acceptable daily intake) yang berarti asupan harian yang dibolehkan yang merupakan ukuran yang digunakan pemanis buatan (mg/BB) per hari yang dapat dikonsumsi secara aman sepanjang hidupnya tanpa menimbulkan resiko. ADI adalah tingkat yang konservatif, yang umumnya menggambarkan jumlah 100 kali lebih kecil dibandingkan tingkat maksimal yang tidak memperlihatkan efek samping dalam penelitian binatang. ADI untuk aspartam adalah 40 mg/BB (Yuliarti, 2007). Berbeda dengan Indonesia, yang menetapkan ADI untuk aspartam adalah 50 mg/BB.

4. Dulsin

Dulsin dikenal dengan nama sucrol dalam perdagangan. Dulsin dalam bahan makanan digunakan sebagai pengganti sukrosa bagi orang yang perlu berdiet. Konsumsi dulsin yang berlebihan akan menimbulkan dampak yang membahayakan bagi kesehatan seiring dengan penelitian pada anjing bahwa dosis letal (kematian) dulsin adalah 1 gram/2 kg BB. Artinya, pemberian 1 gram/2 kg BB dapat menimbulkan kematian pada anjing sehingga ada kekhawatiran akan mengganggu kesehatan jika digunakan untuk manusia. Oleh karena itu, saat ini melalui Permenkes no.722/1998, peggunaan dulsin telah dilarang di Indonesia (Yuliarti, 2007).


(45)

2.3. Makanan/Jajanan Anak Berbahaya

Keputusan melarang penggunaan pemanis buatan pada produk makanan (terutama jajanan anak-anak) telah dilakukan di Uni Eropa sejak pertengahan 2005, disusul oleh Jepang, Malaysia, Brunei dan Vietnam, melarang penggunaan siklamat sebagai jenis pemanis buatan yang diduga dapat memicu kanker. Survei Lembaga Konsumen Jakarta (LKJ) sepanjang Juni hingga Juli 2007 di sejumlah titik di DKI Jakarta membuktikan bahwa dari 49 (empat puluh sembilan) sampel jajanan anak yang diambil, lebih dari separuhnya mengandung pemanis buatan dalam konsentrasi tinggi, yang telah dikonfirmasi laboratorium Sucofindo. Disebut berkonsentrasi tinggi karena produk tersebut memuat kadar gula berlipat-lipat, selain mengandung gula murni, juga ditambahi pemanis buatan. Padahal BPOM jelas-jelas mengatakan bahwa pemanis buatan hanya digunakan pada pangan rendah kalori dan pangan tanpa penambahan gula. Adapun sampel-sampel yang disisir LKJ meliputi produk jelly, permen dan minuman. Ada 15 merek jelly, 22 merek minuman serbuk dan 10 (sepuluh) merek permen yang diteliti.

Kelebihan zat pemanis ditemukan bukan hanya pada merek-merek tak terkenal, tetapi juga brand-brand yang sering muncul di layar televisi. Bukan cuma mengandung konsentrasi pemanis tinggi, beberapa produk juga seperti berupaya menyembunyikan sesuatu, tidak mencantumkan batas maksimum penggunaan pemanis buatan.

Survei Produk Pemanis Buatan Dalam Jajanan Anak hasil temuan LKJ terhadap 15 jelly yang diteliti:


(46)

1. Okky Jelly Drink, 2. Okky Bolo Drink, 3. Inaco Jelly, 4. Wong Coco, 5. Tropicool, 6. Jeli Jus, 7. Alloy Jelly, 8. Yulie Jelly, 9. Donna Jelly, 10. OK Jelly,

11. Yeko Jelly Puding, 12. Cocon Puding, 13. Okky Jelly, 14. Vita Jelly, 15. Jelly Joy Stick

Survei terhadap 22 serbuk yang diteliti: 1. Hore,

2. Jas Jus,

3. Disney SegarSari, 4. Nutrisari Hangat, 5. Segar Dingin, 6. Frutillo Magic,


(47)

7. Forty Plus, 8. Nutrisari Bergizi, 9. Vidoran Freshdrink, 10. Hemaviton Jreng, 11. Pop Ice,

12. Ice Milk Jus, 13. Naturade Gold, 14. Marimas, 15. Finto, 16. Buah Sari, 17. Mariteh Instant, 18. Teh Sisri, 19. Marimas Degan, 20. Kola-Kola, 21. Sparta, 22. Pop Drink

Survei terhadap 10 permen yang diteliti: 1. Happydent White,

2. Lotte Juicy Fresh, 3. Yupi Gummy Candies, 4. Station Yoghurt,


(48)

5. Sugus Single,

6. Lody Permen Lunak, 7. Fruitella,

8. Disney Assorted Sweet, 9. Bon Bon Fruity Candy, 10. Big Babo

Hasil temuan dari survei yang dilakukan adalah:

1. Dua produk tidak mencantumkan peringatan untuk pasien PKU (phenyl ketonuria). Berdasarkan Peraturan Kepala POM No. HK 00.05.5.1.4547/2004 pasal 6 ayat 3: untuk produk pangan yang mengandung aspartam wajib mencantumkan peringatan untuk pasien PKU yang tertulis jelas pada kemasan produk. Terjadi pelanggaran labeling pada merk produk:

1) Marimas, 2) Teh Sisri.

2. Sembilan produk tidak mencantumkan batas maksimum penggunaan (ADI) aspartam. Berdasarkan Peraturan Kepala POM No. HK 00.05.5.1.4547/2004 ADI aspartam 50 mg/kg BB perhari. Pelanggaran labeling terjadi pada merk produk: 1) Okky Jelly Drink,

2) Okky Bolo Drink, 3) Happydent White, 4) Yulie Jelly,


(49)

5) Donna Jelly, 6) Lotte Juicy Fresh, 7) Vidoran Freshdrink, 8) Mariteh Instant, 9) Naturade Gold.

3. Empat produk tidak mencantumkan jumlah pemanis buatan yang digunakan, Peraturan Kepala POM No. HK 00.05.5.1.4547/2004 pasal 6 ayat 1 yang menyebutkan bahwa produk pangan yang mengandung pemanis buatan harus mencantumkan jenis dan jumlah pemanis buatan dalam komposisi bahan atau daftar bahan pada label. Pelanggaran labeling terjadi pada merk produk:

1) Okky Jelly Drink, 2) Mariteh Instant, 3) Naturade Gold, 4) Vidoran Freshdrink.

4. Dua puluh empat produk mengandung gula, juga mengandung pemanis buatan. Keputusan Kepala BPOM No. HK 00.05.5.1.4547/2004 pasal 2 ayat 2: pemanis buatan digunakan pada pangan rendah kalori dan pangan tanpa penambahan gula. Merk produk yang mengandung gula murni dan pemanis buatan antara lain:

1) Okky Jelly Drink, 2) Okky Bolo Drink, 3) Happydent White, 4) Alloy Jelly,


(50)

5) Donna jelly, 6) Lotte Juicy Fresh, 7) Hore,

8) Jas Jus,

9) Disney Segarsari, 10) Nutrisari Hangat, 11) Segar Dingin, 12) Frutillo Magic, 13) Vidoran Freshdrink, 14) Pop Ice,

15) Ice Milk Jus, 16) Marimas, 17) Finto, 18) Buah Sari, 19) Mariteh Instant, 20) Teh Sisri, 21) Marimas Degan, 22) Kola-kola, 23) Sparta, 24) Pop Drink.

5. Satu produk pada label tidak dituliskan mengandung sakarin. Hasil analisis laboratorium: kandungan sakarin sebesar 197,96 mg/kg (batas maksimum sakarin


(51)

pada produk jelly 200 mg/kg berdasarkan Permenkes No.722 th 1988). Terjadi pelanggaran pada merk produk:

1) Alloy Jelly (Rizal, 2007).

Berdasarkan hasil survei di salah satu supermarket di Bandung, produk-produk minuman yang mengandung aspartam tetapi tidak mencantumkan label berbahaya bagi penderita fenilketonurik diantaranya Extra Joss, Es Blender, Sari Vit. C, Aqua Splash of Fruit (Fadliyanto, 2005).

2.4. Perilaku Kesehatan

2.4.1. Definisi Perilaku Kesehatan

Menurut Skinner perilaku kesehatan (healthy behavior) adalah respon seseorang terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sehat-sakit, penyakit dan faktor-faktor yang mempengaruhi sehat-sakit (kesehatan) seperti lingkungan, makanan, minuman dan pelayanan kesehatan. Perilaku kesehatan adalah semua aktivitas atau kegiatan seseorang, baik yang dapat diamati (observable) maupun yang tidak dapat diamati (unobservable), yang berkaitan dengan pemeliharaan dan peningkatan kesehatan, mencakup mencegah atau melindungi diri dari penyakit dan masalah kesehatan lain, meningkatkan kesehatan dan mencari penyembuhan apabila sakit atau terkena masalah kesehatan (Notoatmodjo, 2005).

2.4.2. Klasifikasi Perilaku Kesehatan

Menurut Skinner (1938), perilaku kesehatan pada garis besarnya dikelompokkan menjadi dua, yakni:


(52)

1. Perilaku orang yang sehat agar tetap sehat dan meningkat. Perilaku ini disebut perilaku sehat (healthy behavior), yang mencakup perilaku terbuka (overt behavior) dan perilaku tertutup (covert behavior) dalam mencegah atau menghindar dari penyakit dan penyebab penyakit/masalah, atau penyebab masalah kesehatan (perilaku preventif), dan perilaku dalam mengupayakan meningkatnya kesehatan (perilaku promotif).

2. Perilaku orang yang sakit atau telah terkena masalah kesehatan untuk memperoleh penyembuhan atau pemecahan masalah kesehatannya. Perilaku ini disebut perilaku pencarian pelayanan kesehatan (health seeking behavior). Perilaku ini mencakup tindakan-tindakan yang diambil seseorang bila sakit atau terkena masalah kesehatan untuk memperoleh kesembuhan atau terlepas dari masalah kesehatan yang dideritanya (Notoatmodjo, 2005).

Klasifikasi perilaku kesehatan menurut Becker (1979): 1. Perilaku sehat (healthy behavior)

Perilaku sehat adalah perilaku-perilaku atau kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan upaya mempertahankan dan meningkatkan kesehatan, antara lain:

a. Makan dengan menu seimbang (approriate diet). Menu seimbang adalah pola makan sehari-hari yang memenuhi kebutuhan nutrisi yang memenuhi kebutuhan tubuh baik menurut jumlahnya (kuantitas), maupun jenisnya (kualitas).

b. Kegiatan secara teratur dan cukup. Kegiatan fisik disini tidak harus olah raga. Bagi seseorang yang pekerjaannya memang sudah memenuhi gerakan-gerakan


(53)

fisik secara rutin dan teratur, sebenarnya sudah dapat dikatagorikan berolah raga. Bagi seseorang yang pekerjaannya tidak melakukan kegiatan fisik seperti manager, administrator, sekretaris dan sebagainya, memerlukan olah raga secara teratur.

c. Tidak merokok dan meminum minuman keras serta menggunakan narkoba. Merokok adalah kebiasaan yang tidak sehat, namun di Indonesia jumlah perokok cenderung meningkat. Hampir 50% pria dewasa di Indonesia adalah perokok. Sedangkan peminum minuman keras dan penggunaan narkoba meskipun masih rendah (sekitar 1,0%), tetapi makin meningkat.

d. Istirahat yang cukup; Istirahat cukup bukan saja berguna untuk memelihara kesehatan fisik, tetapi juga untuk kesehatan mental. Istihat yang cukup adalah kebutuhan dasar manusia untuk mempertahankan kesehatannya.

e. Pengendalian atau manajemen stres. Stres adalah bagian dari kehidupan setiap orang, tanpa pandang bulu. Stres tidak dapat dihindari oleh siapa saja, namun yang dapat dilakukan adalah mengatasi, mengendalikan atau mengelola stres tersebut agar tidak mengakibatkan gangguan kesehatan, baik kesehatan fisik maupun kesehatan mental.

f. Perilaku atau gaya hidup positif yang lain untuk kesehatan. Inti dari perilaku ini adalah tindakan atau perilaku seseorang agar dapat terhindar dari berbagai macam penyakit dan masalah kesehatan, termasuk perilaku untuk meningkatkan kesehatan.


(54)

2. Perilaku sakit (Illness behavior)

Perilaku sakit adalah berkaitan dengan tindakan atau kegiatan seseorang yang sakit dan/atau terkena masalah kesehatan pada dirinya atau keluarganya, untuk mencari penyembuhan, atau untuk mengatasi masalah kesehatan yang lainnya. Pada saat orang sakit atau anaknya sakit, ada beberapa tindakan atau perilaku yang muncul, antara lain:

a. Didiamkan saja (no action), artinya sakit tersebut diabaikan, dan tetap menjalankan kegiatan sehari-hari.

b. Mengambil tindakan dengan melakukan pengobatan sendiri (self treatment atau self medication). Pengobatan ada 2 cara, yakni: cara tradisional dan cara modern.

c. Mencari penyembuhan atau pengobatan keluar yakni ke fasilitas pelayanan kesehatan, yang dibedakan menjadi 2, yakni: fasilitas pelayanan kesehatan tradisional (dukun, sinshe dan paranormal), dan fasilitas atau pelayanan kesehatan modern atau profesional (puskesmas, poliklinik, dokter atau bidan praktik swasta, rumah sakit, dan sebagainya).

3. Perilaku peran orang sakit (the sick role behavior)

Dari segi sosiologi, orang yang sedang sakit mempunyai peran (roles), yang mencakup hak-haknya (rights) dan kewajiban sebagai orang sakit (obligation). Hak dan kewajiban orang yang sedang sakit adalah merupakan perilaku peran orang sakit (the sick role behavior). Perilaku peran orang antara lain:


(55)

b. Tindakan untuk mengenal atau mengetahui fasilitas kesehatan yang tepatuntuk memperoleh kesembuhan.

c. Melakukan kewajibannya sebagai pasien antara lain mematuhi nasihat-nasihat dokter atau perawat untuk mempercepat kesembuhannya.

d. Tidak melakukan sesuatu yang merugikan bagi proses penyembuhannya. e. Melakukan kewajiban agar tidak kambuh penyakitnya, dan sebagainya

(Notoatmodjo, 2005). 2.4.3. Domain Perilaku

Bloom (1908) membedakan adanya 3 domain perilaku, yakni: 1. Pengetahuan (knowledge)

Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga dan sebagainya). Pengetahuan seseorang terhadap objek mempunyai intensitas atau tingkat yang berbeda-beda, yang secara garis besarnya dibagi dalam 6 tingkat pengetahuan, yaitu:

a. Tahu (know); diartikan hanya sebagai recall (memanggil) memori yang telah ada sebelumnya setelah mengamati sesuatu.

b. Memahami (comprehension); memahami suatu objek bukan sekadar dapat menyebutkan, tetapi orang tersebut harus dapat menginterpretasikan secara benar tentang objek yang diketahui tersebut.


(56)

c. Aplikasi (application); diartikan apabila orang yang telah memahami objek yang dimaksud dapat menggunakan atau mengaplikasikan prinsip yang diketahui tersebut pada situasi yang lain.

d. Analisis (analysis); adalah kemampuan seseorang untuk menjabarkan dan/atau memisahkan, kemudian mencari hubungan antara komponen-komponen yang terdapat dalam suatu masalah atau objek yang diketahui. e. Sintesis (synthesis); menunjukkan suatu kemampuan seseorang untuk

merangkum atau meletakkan dalam satu hubungan yang logis dari komponen-komponen pengetahuan yang dimiliki atau suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang telah ada. f. Evaluasi (evaluation); berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk

melakukan jastifikasi atau penilaian terhadap suatu objek tertentu. 2. Sikap (attitude)

Sikap adalah respon tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek tertentu, yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan (senang-tidak senang, setuju-(senang-tidak setuju, baik-(senang-tidak baik, dan sebagainya).

Menurut Allport (1954) sikap terdiri dari 3 komponen pokok, yaitu: a. Kepercayaan atau keyakinan, ide dan konsep terhadap objek.

b. Kehidupan emosional atau evaluasi orang terhadap objek, artinya bagaimana penilaian orang terhadap objek.

c. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave), artinya sikap adalah merupakan komponen yang mendahului tindakan atau perilaku terbuka.


(57)

Tingkatan sikap berdasarkan intensitas:

a. Menerima (receiving); diartikan bahwa seseorang mau menerima stimulus yang diberikan.

b. Menanggapi (responding); diartikan memberikan jawaban atau tanggapan terhadap pertanyaan atau objek yang dihadapi.

c. Menghargai (valuing); diartikan subjek atau seseorang memberikan nilai yang positif terhadap objek atau stimulus, dalam arti membahasnya dengan orang lain dan bahkan mengajak atau mempengaruhi atau menganjurkan orang lain merespons.

d. Bertanggung jawab (responsible); bertanggung jawab terhadap apa yang telah diyakini

PROSES STIMULUS

REAKSI TERBUKA

(Tindakan)

REAKSI TERTUTUP

(Sikap) STIMULUS

(Rangsangan)

Gambar 2.1. Hubungan Sikap dan Tindakan 3. Tindakan atau praktik (practice)


(58)

a. Praktik terpimpin (guided response); apabila subjek atau seseorang telah melakukan sesuatu tetapi masih tergantung pada tuntunan atau menggunakan panduan.

b. Praktik secara mekanisme (mechanism); apabila subjek atau seseorang telah melakukan atau mempraktikkan sesuatu hal secara otomatis.

c. Adopsi (adoption); artinya apa yang dilakukan tidak sekadar rutinitas atau mekanisme saja, tetapi sudah dilakukan modifikasi, atau tindakan perilaku yang berkualitas (Notoatmodjo, 2005).

2.5. Landasan Teori

Dari kajian pustaka yang telah dikemukakan di atas sebelumnya dapat disimpulkan bahwa Penyuluhan Kesehatan merupakan bagian dari upaya kesehatan masyarakat yang menitikberatkan pada upaya pemberdayaan masyarakat dalam memelihara, meningkatkan dan melindungi kesehatannya dengan tujuan meningkatkan kemampuan individu, keluarga, kelompok dan masyarakat untuk hidup sehat.

Menurut Bloom (1974), perilaku merupakan faktor terbesar kedua setelah faktor lingkungan yang mempengaruhi kesehatan individu, kelompok atau masyarakat. Demikian pula dengan penggunaan bahan pemanis buatan pada jajanan anak, berarti perilaku dari anak yang harus dirubah agar tidak lagi mengkonsumsi makanan/minuman yang mengandung bahan pemanis buatan. Dan cara terbaik agar masyarakat berperilaku atau mengadopsi perilaku kesehatan ialah dengan cara


(59)

persuasi, bujukan, himbauan, ajakan, memberi informasi, memberikan kesadaran dan sebagainya, melalui kegiatan yang disebut pendidikan atau promosi kesehatan. Promosi kesehatan mengupayakan agar perilaku individu, kelompok atau masyarakat mempunyai pengaruh positif terhadap pemeliharaan dan peningkatan kesehatan (Notoatmodjo, 2007).

2.6. Kerangka Konsep

Perilaku Konsumsi Jajanan yang Mengandung Pemanis Buatan sebagai variabel utama yang diefektivitasi oleh Penyuluhan yang dilakukan dalam usaha mengurangi konsumsi pemanis buatan oleh siswa SD Negeri No.2 Lhoksukon.

Perilaku Konsumsi Jajanan yang Mengandung

Pemanis Buatan Sesudah Intervensi

Post-test Perilaku Konsumsi Jajanan

yang Mengandung Pemanis Buatan Sebelum Intervensi

Pre-test

Intervensi Penyuluhan tentang Bahaya Pemanis Buatan


(60)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah quasi eksperimen (eksperimen semu), dengan rancangan non equivalent control group (Notoatmodjo, 2002), tujuannya ingin mengetahui efektivitas penyuluhan terhadap pola konsumsi jajanan anak sekolah yang mengandung pemanis buatan di SD Negeri No. 2 Lhoksukon tahun 2010.

Model rancangannya adalah sebagai berikut:

A1 X1 A2

A3 A4

Keterangan :

A1 : Pre-test sebelum dilakukan penyuluhan kesehatan dengan metode ceramah tentang bahaya pemanis buatan.

A2 : Post-test setelah dilakukan penyuluhan kesehatan dengan metode ceramah tentang bahaya pemanis buatan.

A3 : Pre-test untuk kelompok kontrol. A4 : Post-test untuk kelompok kontrol.

X1 : Penyuluhan bahaya pemanis buatan dengan metode ceramah.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di SD Negeri No. 2 Lhoksukon, Kecamatan Lhoksukon, Kabupaten Aceh Utara, pemilihan ini berdasarkan beberapa pertimbangan, antara lain :


(61)

1. Lokasi ini merupakan lembaga pendidikan formal tingkat dasar favorit di Kecamatan Lhoksukon dan yang menjadi siswa di SD tersebut sebagian besar adalah anak-anak dari keluarga yang mampu secara finansial sehingga berpengaruh pada jumlah uang saku/jajan si anak.

2. Lokasi ini merupakan SD yang paling banyak jumlah siswanya di kota Lhoksukon 3. Penelitian sejenis belum pernah dilakukan didaerah tersebut.

Tabel 3.1. Distribusi Jumlah Siswa SD di Kota Lhoksukon Tahun 2010

No Nama Sekolah Jumlah Siswa

1 2 3 4

SD Negeri No. 1 Lhoksukon SD Negeri No. 2 Lhoksukon SD Negeri No. 3 Lhoksukon SD Muhammadiyah Lhoksukon

222 orang 550 orang 347 orang 29 orang Sumber: - SD Negeri No. 1 Lhoksukon tahun 2010

- SD Negeri No. 2 Lhoksukon tahun 2010 - SD Negeri No. 3 Lhoksukon tahun 2010 - SD Muhammadiyah Lhoksukon tahun 2010 3.2.2. Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan selama 4 bulan (April - Juli 2010).

3.3. Populasi dan Sampel Penelitian 3.3.1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah anak yang berstatus sebagai siswa/pelajar pada SD Negeri No. 2 Lhoksukon dengan kriteria :

1. Berusia antara 10-12 tahun


(62)

Kriteria tersebut didasarkan pada pertimbangan usia antara 10-12 tahun, karena menurut Kroh, pada usia ini anak memiliki sifat khas:

1) Realisme-kritis (ingin mengetahui, ingin belajar).

2) Anak sudah bisa mengadakan sintese logis, karena munculnya pengertian, insight/wawasan dan akal yang sudah mencapai taraf kematangan. Pada periode ini adanya minat anak terhadap kehidupan praktis sehari-hari yang konkret, hal ini menimbulkan adanya kecenderungan untuk membandingkan pekerjaan-pekerjaan yang praktis (Kartono, 1995).

Tabel 3.2. Distribusi Jumlah Siswa Kelas IV SD Negeri No. 2 Lhoksukon Tahun 2010

No Kelas Perempuan Laki-laki Jumlah Siswa

1 2

IV A IV B

22 22

22 22

44 44 Sumber : SD Negeri No. 2 Lhoksukon tahun 2010

3.3.2. Sampel

Metode pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah total sampling. Besarnya jumlah sampel/responden pada penelitian ini adalah 88 orang, masing-masing 44 orang sebagai kelompok yang diberi perlakuan, dan 44 orang sebagai kelompok kontrol. Penentuan besarnya jumlah sampel penelitian ini didasarkan pada efektifitas dan efisiensi penelitian, antara lain :

1. Efektifitas pelaksanaan intervensi penyuluhan dengan metode ceramah sedapat mungkin dalam satu kelompok tidak lebih dari 50 orang.


(63)

2. Daya tampung ruangan tempat penyuluhan dilakukan kapasitasnya tidak melebihi 50 orang

3. Keterbatasan jumlah sumberdaya pengelola dan pendanaan penelitian.

3.4. Metode Pengumpulan Data 3.4.1. Data Primer

Data primer diperoleh melalui wawancara langsung dengan siswa yang dibagi dalam 2 kelompok, yaitu menggunakan pernyataan pre-test—post-test untuk kelompok yang diberi perlakuan, dan menggunakan pernyataan pre-test--post-test untuk kelompok kontrol.

3.4.2. Data Sekunder

Data sekunder diperoleh dari dokumentasi SD Negeri No. 2 Lhoksukon meliputi keterangan lokasi, jumlah siswa dan data pendukung lainnya.

3.5. Variabel dan Definisi Operasional 3.5.1. Variabel

Variabel dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu : variabel bebas (independent) dan variabel terikat (dependent). Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi variabel terikat, sedangkan variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi variabel bebas (Notoatmodjo, 2002).

1. Variabel bebas adalah penyuluhan.


(64)

3.5.2. Definisi Operasional

1. Penyuluhan adalah suatu proses komunikasi, informasi dan edukasi yang dilakukan oleh peneliti ditujukan pada siswa SD Negeri No. 2 Lhoksukon.

2. Perilaku siswa sebelum pre-test merupakan input penelitian berupa perilaku dasar para siswa berhubungan dengan konsumsi jajanan yang mengandung pemanis buatan.

3. Perilaku siswa setelah post-test merupakan output penelitian berupa perilaku para siswa berhubungan dengan konsumsi jajanan yang mengandung pemanis buatan setelah dilakukan intervensi.

4. Kelompok perlakuan adalah anak yang berstatus siswa kelas IV SD Negeri No. 2 Lhoksukon yang diberikan intervensi penyuluhan dengan menggunakan skala nominal diberikan lambang (1).

5. Kelompok kontrol adalah anak yang berstatus siswa kelas IV SD Negeri No. 2 Lhoksukon yang tidak diberikan intervensi penyuluhan dengan menggunakan skala nominal diberikan lambang (0).

3.6. Metode Pengukuran

Instrumen perlakuan dalam penelitian ini berupa materi penyuluhan kesehatan tentang bahaya pemanis buatan yang disampaikan melalui metode ceramah dengan menggunakan metode komunikasi dua arah, ditunjang penggunaan power point dan pembagian leaflet. Sedangkan kepada kelompok kontrol tidak diberikan perlakuan.


(65)

Untuk mengetahui perilaku siswa SD Negeri No. 2 Lhoksukon terhadap konsumsi pemanis buatan digunakan instrumen berupa pernyataan pre-test -- post-test yang dibuat sendiri oleh peneliti yang berpedoman pada data jenis jajanan berbahaya yang dijual di kantin sekolah SD Negeri No. 2 Lhoksukon dan dilokasi sekitar sekolah, tentang pembelian jajanan yang mengandung pemanis buatan, yang berjumlah 15 item pernyataan dengan tipe jawaban Guttman, yaitu ya (Y), dan tidak (T) (Singarimbun, Effendi, 1989). Penentuan jumlah pernyataan ini didasarkan pada efektifitas dan efisiensi penelitian, antara lain :

1. Menghindari rasa bosan responden terhadap banyaknya jumlah pernyataan.

2. Peneliti berasumsi bahwa dengan menggunakan 15 pernyataan telah dapat memenuhi ke-13 jenis jajanan yang dianggap berbahaya yang dijual di kantin sekolah dan 2 jenis jajanan berbahaya yang dijual di lokasi sekitar sekolah.

Untuk instrumen perilaku ini, terdapat 9 pernyataan yang jawabannya (T) diberi skor 1, (Y) diberi skor 0, yaitu pernyataan (1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8 dan 9) dan 6 pernyataan yang jawabannya (Y) diberi skor 1, (T) diberi skor 0, yaitu pernyataan (10, 11, 12, 13, 14 dan 15), sehingga skor paling tinggi pada pengukuran perilaku ini adalah 15 dan paling rendah 0.

3.6.1. Uji Validitas dan Reliabilitas 3.6.1.1. Uji validitas

Validitas berarti sahih, uji validitas bertujuan untuk mengetahui kemampuan instrumen untuk mengukur apa yang harus diukur. Bila nilai r hitung > r tabel (0,342) maka pertanyaan dikatakan valid.


(66)

3.6.1.2. Uji reliabilitas

Reliabilitas berarti keajegan, walaupun berkali-kali dipakai untuk mengukur hasilnya ajeg (tetap) atau paling tidak terjadi perbedaan yang amat sedikit. Bila nilai r hitung > r tabel (0,60) maka pertanyaan dikatakan reliabel.

Uji validitas dan reliabilitas dilakukan pada 30 responden di SD Negeri No.1 Lhoksukon dengan karakteristik responden yang sama dengan sampel penelitian. Alasan jumlah 30 responden adalah karena kaidah umum penelitian, jumlah 30 responden adalah batas jumlah antara sedikit dan banyak, dengan pengertian bahwa data diatas 30 kurvanya akan mendekati kurva normal dengan pengertian bahwa kurva normal adalah merupakan suatu fenomena ciri atau sifat alami yang normal (Machfoedz, 2009). Dari hasil uji validitas dan reliabilitas yang dilakukan diketahui bahwa semua kuesioner adalah valid, dengan nilai r hitung (Corrected Item Total Correlation) > r tabel (0,342). Begitu juga dengan hasil uji reliabilitas yang dilakukan diketahui bahwa semua kuesioner adalah reliabel, dengan nilai r hitung (Alpha if Item Deleted) > r tabel (0,60).

3.6.2. Mekanisme Pelaksanaan Penelitian 3.6.2.1. Tahap persiapan

Mempersiapkan sarana prasarana yang mendukung kegiatan penelitian, seperti izin penelitian, koordinasi dengan pihak SD Negeri No. 2 Lhoksukon, mempersiapkan materi atau media penyuluhan dan petugas yang akan membantu.


(67)

3.6.2.2. Tahap pelaksanaan

Pada tahap pelaksanaan penelitian ini dilakukan mekanisme sebagai berikut : 1. Hari pertama dilakukan pre-test pada kelompok yang diberikan perlakuan (kelas

IV A) dan pada kelompok kontrol (kelas IV B).

2. Hari ke-2 (dua) dilakukan penyuluhan pada kelompok yang diberikan perlakuan (kelas IV A), dengan metode ceramah (teknik komunikasi dua arah) tentang defenisi pemanis buatan, macam-macam pemanis buatan, bahaya pemanis buatan, jajanan yang berbahaya dan saran untuk memilih makanan/minuman yang lebih sehat (didukung penggunaan ”power point”), dan pembagian leaflet. 3. Hari ke-15 (lima belas) dilakukan post-test pada seluruh siswa kelas IV (A & B),

dengan pernyataan yang sama pada saat pre-test. Kelang selama 15 hari dimaksudkan untuk menghindari jawaban yang sama dari responden dalam menjawab kuesioner post-test dengan jawaban yang diberikannya pada saat pre-test, karena apabila terlalu dekat jarak waktunya kurang baik, sebab masih ingat betul jawaban saat pre-test, bila terlalu lama kurang bagus karena mungkin sudah terjadi perubahan pada diri responden dalam hal variabel yang hendak diukur. Untuk menghindari hal tersebut sebaiknya diambil jarak antara pre-test dengan post-test kira-kira antara 15-30 hari (Machfoedz, 2009).

3.6.2.3. Tahap akhir

Setelah data terkumpul baik melalui pre-test maupun post-test, dilakukan editing, coding dan entry. Selanjutnya dilakukan analisa data dengan mempergunakan fasilitas komputer.


(68)

3.7. Metode Analisis Data

Teknik analisa data yang digunakan pada penelitian ini adalah Independent t-test yaitu untuk membandingkan perbedaan skor perilaku mengkonsumsi jajanan yang mengandung bahan pemanis buatan oleh kelompok perlakuan dengan kelompok kontrol sebelum dan setelah dilakukan intervensi serta untuk mengetahui efektivitasnya setelah dilakukan penyuluhan. Analisa data dilakukan dengan mempergunakan program SPSS. Keputusan uji statistik menggunakan taraf signifikansi (nilai kemaknaan) p<0,05 yaitu :

1. Jika p<0,05 maka H0 ditolak, artinya ada efektivitas penyuluhan terhadap pola

konsumsi jajanan yang mengandung pemanis buatan oleh siswa SD Negeri No. 2 Lhoksukon.

2. Jika p>0,05 maka H0 diterima, artinya tidak ada efektivitas penyuluhan terhadap

pola konsumsi jajanan yang mengandung pemanis buatan oleh siswa SD Negeri No. 2 Lhoksukon.

Analisis hasil juga dilakukan dengan cara distribusi frekuensi, tabel dan diinterpretasikan untuk menjawab tujuan penelitian sebagai kesimpulan penelitian.


(1)

Karena alasan-alasan diataslah mengapa masih ada sebahagian responden yang masih bertahan dengan perilaku lamanya, masih mengkonsumsi jajanan yang mengandung pemanis buatan.

5.2. Keterbatasan Penelitian

1. Kelompok perlakuan dan kelompok kontrol berada di sekolah yang sama. Walaupun demikian, letak kelas IVA dan IVB tidak berdekatan dan terletak pada jajaran kelas dan lantai yang berbeda, juga peneliti meminta bantuan kepada komunikator untuk menyampaikan kepada kelompok perlakuan “barang siapa menyampaikan informasi tentang penyuluhan kepada kelompok kontrol akan diberikan sanksi oleh pendidikan”. Sehingga kemungkinan untuk saling berbagi informasi diantara mereka sangatlah kecil.

2. Penelitian ini merupakan eksperimen semu.

Walaupun bukan eksperimen murni, responden penelitian tidak dilokalisir, tetapi peneliti yakin akan keakuratan hasil dari penelitian ini karena peneliti telah menetapkan batasan-batasan pada kelompok perlakuan untuk tidak berbagi informasi tentang materi penyuluhan dengan kelompok kontrol sampai dilaksanakannya post-test dan peneliti memastikannya secara statistik melalui pengujian dengan uji independent t-test.


(2)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Berdasarkan uraian hasil dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa:

1. Terdapat perbedaan perilaku konsumsi jajanan anak sekolah yang mengandung pemanis buatan di SD Negeri No. 2 Lhoksukon setelah dilakukan penyuluhan pada taraf signifikansi 95% atau (p<0,05) dimana probabilitas (p) = 0,000.

2. Penyuluhan yang dilakukan dengan mempertimbangkan faktor-faktor penentu keberhasilan, sumberdaya, pemilihan metode dan teknik komunikasi yang tepat, keefektifan waktu serta langkah-langkah yang benar terbukti efektivitasnya terhadap pola konsumsi jajanan anak sekolah yang mengandung pemanis buatan di SD Negeri No. 2 Lhoksukon.

6.2. Saran

1. Bagi pemerintahan Kabupaten Aceh Utara, dalam hal ini Dinas Kesehatan dan Dinas Pendidikan, untuk dapat mengembangkan program penyuluhan sebagai program kesehatan masyarakat, karena metode ini terbukti dapat meningkatkan perilaku anak dalam berperilaku makan yang sehat.

2. Bagi pihak SD Negeri No. 2 Lhoksukon, melalui program Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) yang saat ini dijalankan, sangat potensial untuk membina serta


(3)

pada penelitian ini, sehingga para siswa sudah lebih dini untuk mengetahui makanan yang sehat, juga sebagai media untuk para siswa mendapatkan informasi yang lebih baik dan bertanggung jawab.

3. Bagi peneliti selanjutnya, untuk memperkaya khasanah keilmuan perlu memunculkan variabel lain yang mempengaruhi penelitian dan disarankan menggunakan disain penelitian yang lebih kompleks.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Abeezamee, 2007. Si Manis Pemanis Buatan, website:http://beedevi.multiply.com. Dibuka pada tanggal 27 April 2009.

Anonim (1), 2009. Si Manis Yang Perlu Diwaspadai!, website:http://www.depkes.go.id. Dibuka pada tanggal 27 April 2009.

______(2), 2007. 9 Jenis Makanan Anak-anak Mengandung Pemanis Buatan

Berbahaya, website:http://eramuslim.com. Dibuka pada tanggal 6 Maret

2010.

______(3), 2009. Waspada Jajanan Berbahaya di Sekolah, website:http://cafepojok.com. Dibuka pada tanggal 6 Maret 2010.

______(4), 2006. Benarkah Aspartam Dapat Menyebabkan Kanker?, website:http://www.kalbefarma.com. Dibuka pada tanggal 6 Maret 2010. Anwar, F., Khomsan, A., 2009. Makan Tepat Badan Sehat, Jakarta: Hikmah. Ban, Hawkins,1999. Penyuluhan Pertanian, Yogyakarta: Kanisius.

Billy, 2008. Aspek Hukum Bahan Tambahan Makanan pada Jajanan Anak, website:http://hukumkes.wordpress.com. Dibuka pada tanggal 27 April 2009.

Cahyadi, W., 2008. Analisis & Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan, Edisi

Kedua, Jakarta: Bumi Aksara.

Creasoft, 2008. Penyuluhan Kesehatan, website:http://creasoft.wordpress.com. Dibuka pada tanggal 26 Januari 2010.

Fadliyanto, 2005. Hati-hati dengan Pemanis Buatan, website:http://www.mail-archive.com. Dibuka pada tanggal 27 April 2009.

Graeff, J., Elder, J., Booth, E., 1996. Komunikasi Untuk Kesehatan dan Perubahan

Perilaku, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Guntur, 2007. Defenisi-defenisi Epidemiologi, website:http://mohamadguntur.files.wordpress.com. Dibuka pada tanggal


(5)

Kartono, K., 1995. Psikologi Anak (Psikologi Perkembangan), Edisi Pertama, Bandung: Mandar Maju.

Liliweri, A., 2008. Dasar-Dasar Komunikasi Kesehatan, Edisi Kedua, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Machfoedz, I., 2009. Metodologi Penelitian Bidang Kesehatan, Keperawatan,

Kebidanan, Kedokteran, Edisi Kelima, Yogyakarta: Fitramaya.

Muttaqin, 2008. Psikologi Anak & Pendidikan, website:Psikologi Anak & Pendidikan pdf. Dibuka pada tanggal 12 Maret 2010.

Mycale, 2006. Siklamat, Pemanis Buatan Pemicu Kanker. Website:http//www.republika.co.id. Dibuka pada tanggal 27 April 2009. ______, 2006. Si Manis Peracun Anak, website:http://www.Indo-Fanfiction.co.nr.

Dibuka pada tanggal 27 April 2009.

Notoatmodjo, S., 2002. Metodologi Penelitian Kesehatan, Edisi Revisi, Jakarta: Rineka Cipta.

__________, 2003. Pendidikan Dan Perilaku Kesehatan, Edisi Pertama, Jakarta: Rineka Cipta.

__________, 2005. Promosi Kesehatan Teori & Aplikasi, Jakarta: Rineka Cipta __________, 2007. Promosi Kesehatan & Ilmu Perilaku, Jakarta: Rineka Cipta. Purwoko, 2009. Jajanan Sekolah Positif Mengandung Zat Berbahaya, website:

http://www.beritajakarta.com. Dibuka pada tanggal 1 Maret 2009.

Rizal, 2007. Pemanis Buatan Dalam Makanan, website:http://matasemesta.multiply.com. Dibuka pada tanggal 27 April 2009.

Rizky, 2009. Hati-hati yang suka minum Coca Cola Zero….!!!, website:http://redzkyi-smartpeople.com. Dibuka pada tanggal 27 April 2009.

Rohman, 2008. Pemilihan Metode Penyuluhan, website:http://rohman.tripod.com. Dibuka pada tanggal 21 Februari 2010.


(6)

Sianturi, S., 2002. Pemanis Buatan dalam Minuman Berenergi, Tanpa Peringatan, website:http://www.kompas.com. Dibuka pada tanggal 6 Maret 2010. Singarimbun, M., Effendi, S., 1989. Metode Penelitian Survai, Jakarta: LP3ES. Suprayatmi, 1996. Yang Manis Tidak Selalu Manis,

website:http://members.tripod.com. Dibuka pada tanggal 27 April 2009. Yuliarti, N., 2007. Awas! Bahaya Di Balik Lezatnya Makanan, Edisi Pertama,

Yogyakarta: Andi.

Yustina, I., Sudradjat, A., 2003. Membentuk Pola Perilaku Manusia Pembangunan, Bogor: IPB Press.

Yusuf, S., 2004. Psikologi Perkembangan Anak & Remaja, Bandung: Remaja Rosdakarya.