Efektivitas Penyuluhan Terhadap Pengetahuan Dan Sikap Ibu Balita Tentang Penanggulangan Diare Di Kecamatan Lhoksukon Kabupaten Aceh Utara

(1)

EFEKTIVITAS PENYULUHAN TERHADAP PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU BALITA TENTANG PENANGGULANGAN

DIARE DI KECAMATAN LHOKSUKON KABUPATEN ACEH UTARA

TESIS

Oleh

ABDUL WAHED 087033011/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

EFEKTIVITAS PENYULUHAN TERHADAP PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU BALITA TENTANG PENANGGULANGAN

DIARE DI KECAMATAN LHOKSUKON KABUPATEN ACEH UTARA

TESIS

Diajukan sebagai salah satu syarat

untuk memperoleh gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku pada Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Oleh

ABDUL WAHED 087033011/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

Judul : EFEKTIVITAS PENYULUHAN TERHADAP PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU BALITA

TENTANG PENANGGULANGAN DIARE DI KECAMATAN LHOKSUKON KABUPATEN ACEH UTARA

Nama Mahasiswa : Abdul Wahed

Nomor Induk Mahasiswa : 087033011

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi : Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku

Menyetujui Komisi Pembimbing:

(Prof. Dr. Ritha F.Dalimunthe, M.Si) (dr. Taufik Ashar, M.K.M) Ketua Anggota

Ketua Program Studi Dekan

(Prof. Dra. Ida Yustina, M.Si) (Dr. Drs. Surya Utama, M.Si)


(4)

Telah diuji pada

Tanggal: 2 September 2010

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof.Dr.Ritha F.Dalimunthe, M.Si Anggota : 1. dr. Taufik Ashar, M.K.M

2. Siti Saidah Nasution, S.Kp., M.Kep., Sp.Mat 3. Drs. Alam Bakti Keloko,M.Kes


(5)

PERNYATAAN

EFEKTIVITAS PENYULUHAN TERHADAP PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU BALITA TENTANG PENANGGULANGAN

DIARE DI KECAMATAN LHOKSUKON KABUPATEN ACEH UTARA

T E S I S

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis dan diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diajukan dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Pebruari 2011


(6)

ABSTRAK

Diare adalah buang air besar lembek/cair bahkan dapat berupa air saja yang frekuensinya lebih sering dari biasanya dan berlangsung kurang dari 14 hari. Di Kecamatan Lhoksukon dijumpai kasus diare terbanyak dari kecamatan yang lain di wilayah Kabupaten Aceh Utara yaitu 115 kasus. Diare yang berat dapat menyebabkan dehidrasi (kekurangan cairan) dan dapat menyebabkan kematian bila tidak ditangani dengan segera. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis efektivitas penyuluhan (sebelum dan sesudah) terhadap pengetahuan dan sikap ibu balita tentang penanggulangan penyakit diare di Kecamatan Lhoksukon Kabupaten Aceh Utara.

Jenis penelitian adalah quasi eksperimen dengan rancangan non-equivalent control group. Populasi seluruh ibu yang memiliki balita dan berdomisili di Kecamatan Lhoksukon Kabupaten Aceh Utara. Sampel sebanyak 64 orang diambil dengan teknik simple random sampling kemudian dibagi menjadi kelompok intervensi dan kelompok kontrol masing-masing 32 responden. Metode pengumpulan data melalui pre-test dan post-test yang diberikan kepada kelompok intervensi dan kelompok kontrol. Analisis data dilakukan secara univariat dan bivariat.

Pada kelompok intervensi terdapat perbedaan pengetahuan ibu balita sebelum dan sesudah penyuluhan yaitu dari 52,18 menjadi 75,93 dengan hasil uji pair t-test diperoleh nilai p=0,001 (<0,05) dan terdapat perbedaan sikap ibu balita sebelum dan sesudah penyuluhan yaitu dari 61,65 menjadi 76,21 dengan nilai p=0,001 (<0,05).

Disarankan kepada seluruh lembaga swadaya masyarakat untuk melakukan kegiatan kebersihan lingkungan dengan gotong royong bersama. Kepada pemerintah daerah agar mencanangkan pendidikan kesehatan di masyarakat, khususnya tentang masalah penyakit diare. Peran serta dari kader-kader di desa ditingkatkan dalam penyuluhan tentang cara pencegahan dan pengobatan diare.


(7)

ABSTRACT

Diarrhea is the defecation of soft/liquefied feces or can be a water substance in a higher frequency within fewer than 14 days. Majority of the diarrhea cases was found in Lhoksukon sub-district and 115 cases were found in other sub-district of North Aceh District. A serious diarrhea can cause dehydration (shortage of liquid) and even can induce death if it is not immediately treated. The aim of this research was to analyze the influence of counseling (before and after) on knowledge and attitudes of mothers who had children under five years old regarding to manage the diarrhea in Lhoksukon sub-district, North Aceh District.

The type of the research was quasi experiment with non-equivalent control group design. The population were all of the mothers who had children under five and lived in Lhoksukon Sub-district, North Aceh District. The samples were comprised of 64 people which was taken by simple technique random sampling, they were divided into two : intervention group and the control group with 32 respondents respectively. The data were gathered by pre-test and post-test which were distributed to both groups. The data were analyzed in univariate and bivariate

The difference of the knowledge of mother before and after the counseling in the intervention group was from, 52.18 to 75.93 with the pair t-test of p=0.001 (<0.05). The difference of the mothers attitude before and after the counseling was from 61.65 to 76.21 with the value of p=0.001 (<0.05).

It is recommended that all members of non-government agencies should participate in keeping the clean neighborhood. It is also recommended that the regional government should inform health education, especially diarrhea, to the people, and the village cadres should participate in the counseling about the prevention and the cure of diarrhea.

Keywords: Diarrhea, Counseling, Mother of Children under Five Years Old


(8)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini dengan judul “Efektivitas Penyuluhan terhadap Pengetahuan dan Sikap Ibu Balita tentang Penanggulangan Diare di Kecamatan Lhoksukon Kabupaten Aceh Utara”

Dengan ketulusan hati, penulis menyampaikan terima kasih, semoga sukses dan bahagia selalu dalam lindunganNya kepada :

Proses penulisan tesis ini tidak terlepas dari dukungan, bimbingan dan bantuan dari beberapa pihak, dalam kesempatan ini izinkanlah penulis untuk mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat:

1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc(CTM), Sp.A(K) selaku Rektor Universitas Sumatera Utara

2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si selaku Ketua Program S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat yang telah memberikan masukan dan saran dalam penulisan tesis ini.

4. Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si selaku Sekretaris Program S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat yang telah memberikan memberikan saran dan masukan dalam penulisan tesis ini.


(9)

5. Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, M.K.M selaku Sekretaris Program S3 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

6. Prof. Dr. Ritha Dalimunthe, M.Si dan dr. Taufik Ashar, M.K.M selaku pembimbing yang telah memberikan perhatian, dukungan dan pengarahan sejak awal penulisan hingga selesai tesis ini

7. Drs. Alam Bakti Keloko, M. Kes. sebagai tim penguji yang telah memberikan masukan dan saran untuk menjadikan tesis ini lebih baik.

8. Siti Saidah Nasution, S.Kp, M.Kep, Sp.Mat sebagai tim penguji yang telah memberikan masukan dan saran untuk menjadikan tesis ini lebih baik.

9. Buat Anak tersayang Jesica Humaira atas segala dukungan, kesabaran dan pengertiannnya.

10.Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Utara M. Nurdin, S.K.M, M.M yang memberikan izin dalam pengambilan data.

11.Camat Kecamatan Lhoksukon Kabupaten Aceh Utara H. Naikalias Sadakata, S.Sos beserta stafnya yang telah memberikan data dan izin penelitian.

12.Kepala Puskesmas Lhoksukon dr. Lukman serta seluruh staf Kabupaten Aceh Utara yang telah membantu terlaksananya penyuluhan .

13.Samsul Bahri S.K.M, sebagai fasilitator dalam Penyuluh tentang Diare.

14.Para Ibu-ibu yang mempunyai Balita di Kecamatan Lhoksukon yang telah membantu penelitian ini dalam pengambilan data


(10)

15.Para teman sejawat dari Minat Studi Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku 2008 khususnya yang telah memberikan suport dalam menyelesaikan pasca sarjana ini dan rekan-rekan mahasiswa di lingkungan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat.

16.Kepada Teman-teman ku yang telah banyak membantu dalam menyelesaikan tesis ini Burhanudin, Arifah, Jule, Maryono, Mimi, Devi, Ita, Nanda, Ali Yunus.

17.Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah memberikan dukungan moril dan materil kepada penulis.

Hanya Allah SWT yang senantiasa dapat memberikan balasan atas kebaikan yang telah diperbuat. Selanjutnya demi kesempurnaan tesis ini, peneliti sangat mengharapkan masukan, saran dan kritik yang bersifat membangun.

Medan, Pebruari 2011 P Penulis


(11)

RIWAYAT HIDUP

Abdul Wahed, lahir di Tumpok Teungoh, Lhokseumawe pada tanggal 23 November 1969, anak ke-3 dari 5 bersaudara. Pada saat ini bertempat tinggal di Kota Lhokseumawe.

Pendidikan formal penulis dimulai tahun 1983 di SD Negeri Tumpok Teungoh, selanjutnya di SMP Negeri 2 Lhokseumawe tamat tahun 1987. Kemudian melanjutkan sekolah di SMA Negeri 1 Lhokseumawe tamat tahun 1989 dan melanjutkan pendidikan S1 Kedokteran di UISU tamat tahun 2000.

Penulis menikah pada tahun 2000, dan dikaruniai 1 orang anak dan penulis bekerja sebagai PNS pada Puskesmas Tanah Luas Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Utara hingga saat ini.

Tahun 2008 penulis mengikuti pendidikan lanjutan pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara dengan Minat Studi Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku.


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK... i

ABSTRACT... ii

KATA PENGANTAR... iii

RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI... vii

DAFTAR TABEL... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN... xii

BAB 1. PENDAHULUAN... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Permasalahan ... 8

1.3 Tujuan Penelitian ... 8

1.4 Hipotesis ... 8

1.5 Manfaat Penelitian ... 9

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA... 10

2.1 Penyuluhan... 10

2.1.1 Konsep Dasar Penyuluhan ... 10

2.1.2 Pengertian Dasar ... 10

2.1.3 Penyuluhan Pengembangan ... 11

2.1.4 Identifikasi Kebutuhan Penyuluhan ... 12

2.1.5 Lima Komponen Penyuluhan... 13

2.1.6 Evaluasi Penyuluhan ... 14

2.2 Konsep Dasar Pengetahuan... 15

2.2.1 Pengertian Pengetahuan ... 15

2.2.2 Tahapan Pengetahuan ... 16

2.2.3 Faktor Yang Memengaruhi Pengetahuan... 19

2.3 Sikap ... 23

2.3.1 Pengertian Sikap ... 23

2.3.2 Komponen Pokok Sikap... 25

2.3.3 Berbagai Tingkatan Sikap ... 25

2.3.4 Fungsi Sikap... 26

2.3.5 Pembentukan Sikap... 28


(13)

2.4 Tindakan ... 30

2.5 Standar Kompetensi Tenaga Penyuluh Keehatan ... 31

2.6 Diare pada Balita... 34

2.6.1 Definisi Balita... 34

2.6.2 Tahap-tahap Pertumbuhan dan Perkembangan ... 34

2.6.3 Konsep Diare ... 35

2.7 Landasan Teori... 44

2.8 Kerangka Konsep... 45

BAB 3. METODE PENELITIAN... 46

3.1 Jenis Penelitian... 46

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 47

3.3 Populasi dan Sampel ... 47

3.4 Metode Pengumpulan Data... 48

3.5 Variabel dan Definisi Operasional ... 51

3.6 Metode Pengukuran ... 52

3.7 Metode Analisis Data ... 53

BAB 4. HASIL PENELITIAN... 54

4.1 Gambaran Umum Tempat Penelitian ... 54

4.2 Mekanisme Pelaksanaan Penelitian ... 54

4.3 Analisis Univariat ... 55

4.3.1 Karakteristik Ibu Balita Menurut Umum dan Pendidikan... 56

4.3.2 Gambaran Pengetahuan Sebelum Intervensi Penyuluhan.... 56

4.3.3 Gambaran Pengetahuan Setelah Penyuluhan ... 59

4.3.4 Gambaran Sikap Sebelum penyuluhan ... 61

4.3.5 Gambaran Sikap Setelah Penyuluhan ... 63

4.4 Analisis Bivariat... 65

4.4.1 Perbedaan Pengetahuan Sebelum dan Sesudah Intervensi Penyuluhan ... 65

4.4.2 Perbedaan Sikap Sebelum dan Sesudah Intervensi Penyuluhan ... 66

4.4.3 Efektivitas Intervensi Penyuluhan Terhadap Pengetahuan dan Sikap Ibu Balita ... 68


(14)

BAB 5. PEMBAHASAN... 69

5.1 Pengetahuan Ibu Balita Sebelum dan Sesudah Dilakukan Intervensi Penyuluhan... 69

5.2 Gambaran Sikap Ibu Balita Sebelum dan Sesudah Dilakukan Intervensi Penyuluhan ... 71

5.3 Perbedaan Pengetahuan Ibu Balita Sebelum dan Sesudah Dilakukan Intervensi Penyuluhan ... 72

5.4 Perbedaan Sikap Ibu Balita Sebelum dan Sesudah Dilakukan Intervensi Penyuluhan ... 74

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN... 77

6.1 Kesimpulan ... 77

6.2 Saran... 77

DAFTAR PUSTAKA... 78


(15)

DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman

3.1 Hasil Perhitungan Validitas dan Reliabilitas ... 50 4.2 Distribusi Frekuensi Karakteristik Ibu Balita di Wilayah Kecamatan

Lhoksukon Kabupaten Aceh Utara ... 56 4.3 Distribusi Ibu Balita Berdasarkan Indikator Pengetahuan Sebelum

Intervensi Penyuluhan tentang Penyuluhan tentang Diare di

Kecamatan Lhoksukon Kabupaten Aceh Utara ... 57 4.4 Distribusi Frekuensi Pengetahuan Sebelum Penyuluhan pada Ibu

Balita di Kecamatan Lhoksukon Kabupaten Aceh Utara... 58 4.5 Distribusi Ibu Balita Berdasarkan Indikator Pengetahuan sesudah

Penyuluhan Tentang Diare di Kecamatan Lhoksukon Kabupaten

Aceh Utara... 59 4.6 Distribusi Frekuensi Pengetahuan Sesudah Penyuluhan pada Ibu

Balita di Kecamatan Lhoksukon Kabupaten Aceh Utara... 60 4.7 Distribusi Ibu Balita Berdasarkan Indikator Sikap sebelum

Intervensi Penyuluhan Tentang Diare di Kecamatan Lhoksukon ... 61 4.8 Distribusi Frekuensi Sikap Ibu Balita sebelum Penyuluhan Diare

pada Ibu Balita di Kecamatan Lhoksukon Kabupaten Aceh Utara... 62 4.9 Distribusi Ibu Balita Berdasarkan Indikator Sikap Sesudah

Penyuluhan Diare di Kecamatan Lhoksukon Kabupaten Aceh Utara . 63 4.10 Distribusi Frekuensi Sikap Ibu Balita Sesudah Penyuluhan Diare di

Kecamatan Lhoksukon... 64 4.11 Perbedaan Pengetahun Ibu Balita Sebelum dan Sesudah Intervensi

Penyuluhan di Kecamatan Lhoksukon Kabupaten Aceh Utara ... 65 4.12 Perbedaan Sikap Ibu Balita Sebelum dan Sesudah Penyuluhan di

Kecamatan Lhoksukon Kabupaten Aceh Utara ... 66 4.13 Efektivitas Intervesi Penyuluhan Terhadap Pengetahuan dan Sikap

Ibu Balita Tentang Penanggulangan Diare di Kecamatan Lhoksukon


(16)

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Halaman

2.1 Penyebab Penyakit Diare ... 37 2.2 Kerangka Konsep Penelitian ... 45 3.1 Disain Penelitian ... 46 4.1 Perbedaan Pengetahuan Ibu Balita Sebelum dan Sesudah

Penyuluhan di Kecamatan Lhoksukon Kabupaten Aceh Utara ... 66 4.2 Perbedaan Sikap Ibu Balita Sebelum dan Sesudah Penyuluhan di


(17)

DAFTAR LAMPIRAN

No Judul Halaman

1 Kuesioner Penelitian ... 81

2 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas ... 87

3 Hasil Output Statistik ... 93

4 Materi Penyuluhan ... 103

5 Foto Kegiatan Penelitian... 107

6 Surat Keterangan Izin Penelitian dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara... 112

7 Surat Rekomendasi Izin Penelitian dari Kecamatan Lhoksukon Kabupaten Aceh Utara ... 113

8 Surat Keterangan Selesai Melaksanakan Penelitian ... 114  


(18)

ABSTRAK

Diare adalah buang air besar lembek/cair bahkan dapat berupa air saja yang frekuensinya lebih sering dari biasanya dan berlangsung kurang dari 14 hari. Di Kecamatan Lhoksukon dijumpai kasus diare terbanyak dari kecamatan yang lain di wilayah Kabupaten Aceh Utara yaitu 115 kasus. Diare yang berat dapat menyebabkan dehidrasi (kekurangan cairan) dan dapat menyebabkan kematian bila tidak ditangani dengan segera. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis efektivitas penyuluhan (sebelum dan sesudah) terhadap pengetahuan dan sikap ibu balita tentang penanggulangan penyakit diare di Kecamatan Lhoksukon Kabupaten Aceh Utara.

Jenis penelitian adalah quasi eksperimen dengan rancangan non-equivalent control group. Populasi seluruh ibu yang memiliki balita dan berdomisili di Kecamatan Lhoksukon Kabupaten Aceh Utara. Sampel sebanyak 64 orang diambil dengan teknik simple random sampling kemudian dibagi menjadi kelompok intervensi dan kelompok kontrol masing-masing 32 responden. Metode pengumpulan data melalui pre-test dan post-test yang diberikan kepada kelompok intervensi dan kelompok kontrol. Analisis data dilakukan secara univariat dan bivariat.

Pada kelompok intervensi terdapat perbedaan pengetahuan ibu balita sebelum dan sesudah penyuluhan yaitu dari 52,18 menjadi 75,93 dengan hasil uji pair t-test diperoleh nilai p=0,001 (<0,05) dan terdapat perbedaan sikap ibu balita sebelum dan sesudah penyuluhan yaitu dari 61,65 menjadi 76,21 dengan nilai p=0,001 (<0,05).

Disarankan kepada seluruh lembaga swadaya masyarakat untuk melakukan kegiatan kebersihan lingkungan dengan gotong royong bersama. Kepada pemerintah daerah agar mencanangkan pendidikan kesehatan di masyarakat, khususnya tentang masalah penyakit diare. Peran serta dari kader-kader di desa ditingkatkan dalam penyuluhan tentang cara pencegahan dan pengobatan diare.


(19)

ABSTRACT

Diarrhea is the defecation of soft/liquefied feces or can be a water substance in a higher frequency within fewer than 14 days. Majority of the diarrhea cases was found in Lhoksukon sub-district and 115 cases were found in other sub-district of North Aceh District. A serious diarrhea can cause dehydration (shortage of liquid) and even can induce death if it is not immediately treated. The aim of this research was to analyze the influence of counseling (before and after) on knowledge and attitudes of mothers who had children under five years old regarding to manage the diarrhea in Lhoksukon sub-district, North Aceh District.

The type of the research was quasi experiment with non-equivalent control group design. The population were all of the mothers who had children under five and lived in Lhoksukon Sub-district, North Aceh District. The samples were comprised of 64 people which was taken by simple technique random sampling, they were divided into two : intervention group and the control group with 32 respondents respectively. The data were gathered by pre-test and post-test which were distributed to both groups. The data were analyzed in univariate and bivariate

The difference of the knowledge of mother before and after the counseling in the intervention group was from, 52.18 to 75.93 with the pair t-test of p=0.001 (<0.05). The difference of the mothers attitude before and after the counseling was from 61.65 to 76.21 with the value of p=0.001 (<0.05).

It is recommended that all members of non-government agencies should participate in keeping the clean neighborhood. It is also recommended that the regional government should inform health education, especially diarrhea, to the people, and the village cadres should participate in the counseling about the prevention and the cure of diarrhea.

Keywords: Diarrhea, Counseling, Mother of Children under Five Years Old


(20)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pembangunan kesehatan dihadapkan pada berbagai permasalahan penting antara lain disparitas status kesehatan; beban ganda penyakit; kualitas, pemerataan dan keterjangkauan pelayanan kesehatan; pelindungan masyarakat di bidang obat dan makanan; serta perilaku hidup bersih dan sehat. Beberapa masalah penting lainnya yang perlu ditangani segera adalah peningkatan akses penduduk miskin terhadap pelayanan kesehatan, penanganan masalah gizi buruk, penanggulangan wabah penyakit menular, pelayanan kesehatan di daerah bencana, dan pemenuhan jumlah dan penyebaran tenaga kesehatan (Depkes RI, 2006)

Salah satu aspek pelayanan kesehatan adalah aspek promotif atau promosi kesehatan. Promosi kesehatan mempunyai peran yang sangat penting dalam proses pemberdayaan masyarakat. Yaitu melalui proses pembelajaran dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat, sesuai dengan lingkungan budaya setempat, agar masyarakat dapat menolong dirinya sendiri dibidang kesehatan. Dalam proses peningkatan kualitas tenaga kesehatan promosi kesehatan bertindak lebih responsif dan mampu memberdayakan kliennya, sehingga akan tercapai pelayanan kesehatan yang bermutu, adil serta merata (Depkes RI,2005).

Kebijakan nasional promosi kesehatan telah menetapkan tiga strategi dasar promosi kesehatan yaitu pergerakan dan pemberdayaan, bina suasana dan advokasi,


(21)

dan ketiga strategi tersebut diperkuat oleh kemitraan serta metode dan sarana komunikasi yang tepat. Kebijakan nasional promosi kesehatan sangat diperlukan di era desentralisasi agar upaya promosi kesehatan di semua tingkatan administrasi berjalan selaras dan sinergis. Kebijakan nasional promosi kesehatan ini dapat dimanfaatkan sebagai acuan dan landasan dalam melaksanakan upaya promosi kesehatan di pusat, provinsi, kabupaten dan kota. Promosi kesehatan juga berperan dalam proses peningkatan kualitas tenaga kesehatan agar lebih tercapai pelayanan kesehatan yang bermutu, adil dan merata.

Konsep promosi kesehatan merupakan pengembangan dari konsep pendidikan kesehatan, yang berlangsung sejalan dengan perubahan paradigma kesehatan masyarakat (Public Health). Perubahan paradigma kesehatan masyarakat terjadi antara lain akibat berubahnya pola penyakit, gaya hidup, kondisi kehidupan, lingkungan dan demografi. Perkembangan kesehatan masyarakat difokuskan kepada faktor-faktor yang menimbulkan resiko kesehatan seperti udara, air, penyakit-penyakit bersumber makanan serta penyakit-penyakit-penyakit-penyakit lain yang berhubungan dengan kemiskinan dan kondisi kehidupan yang buruk. Deklarasi Alma Ata pada tahun 1978 menghasilkan strategi utama dalam pencapaian kesehatan bagi semua (Health for All) melalui pelayanan kesehatan dasar (Primary Health Care). Salah satu komponen didalam pelayanan kesehatan dasar yaitu dengan penyuluhan kesehatan untuk mewujudkan perilaku upaya perubahan lingkungan yang lebih baik. (Depkes RI, 2005).


(22)

Tenaga penyuluh kesehatan merupakan ujung tombak dalam kegiatan promosi kegiatan. Penyediaan tenaga penyuluh kesehatan harusnya menjadi tugas dan target utama pemerintah sebagai komitmen pelaksanaan pasal 28 UUD 1945. Jika kesehatan menjadi hak asasi bagi tiap warganegara maka pemerintah harus memenuhi kewajibannya termasuk penyediaan tenaga kesehatan. Kebutuhan mendesak tenaga penyuluh kesehatan yang mempunyai kompetensi khusus sangat dibutuhkan.

Pusat promosi kesehatan perlu ditinjau kembali berdasarkan dengan tugas pokok dan fungsi promosi kesehatan dan kebijakan promosi kesehatan baik di pusat maupun didaerah, serta masalah-masalah yang menyangkut kesehatan yang sering terjadi pada saat ini yang sangat terkait dengan promosi kesehatan. Masalah yang penting dan perlu disikapi adalah 1) kurangnya tenaga penyuluh kesehatan yang memiliki pengetahuan dibidangnya. 2) lemahnya dalam koordinasi, sinergisme dalam penyusunan perencanaan antar program dan daerah 3) sukarnya merubah “mind-set” paradigma sakit ke paradigma sehat. yang sudah tidak sesuai lagi dalam pembangunan kesehatan, 4) lemahnya kemauan dan kemampuan dalam menyusun rencana promosi kesehatan dan strateginya yang bersifat makro dan berjangka panjang, dan 5) kurang kuatnya memahami konsep promosi kesehatan dan berbagai metode promosi kesehatan. 6) koordinasi atar pusat dan provinsi serta antar provinsi yang masih kurang 7) terbatasnya sumber daya yang dapat menunjang upaya promosi kesehatan (Depkes RI, 2006).

Arah kebijakan pembangunan kesehatan dalam RPJPM 2004-2009 dirumuskan bahwa program promosi kesehatan adalah program promosi kesehatan


(23)

dan pemberdayaan masyarakat. Program ini ditujukan untuk memberdayakan individu, keluarga, dan masyarakat agar mampu menumbuhkan perilaku hidup sehat dan mengembangkan upaya kesehatan bersumber masyarakat. Kegiatan pokok yang dilaksanakan dalam program ini antara lain meliputi pengembangan teknik promosi kesehatan dan teknologi komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) terhadap berbagai masalah kesehatan termasuk di dalamya masalah penanggulangan diare (Depkes RI, 2006).

Diare adalah buang air besar lembek/cair bahkan dapat berupa air saja yang frekuensinya lebih dering dari biasanya dan berlangsung kurang dari 14 hari (Kep. Menkes RI Nomor:126/Menkes/SK/XI/2001). Diare dapat menjadi masalah berat. Diare yang ringan dapat pulih dalam beberapa hari. Namun, diare yang berat dapat menyebabkan dehidrasi (kekurangan cairan) atau masalah gizi yang parah. Diare seringkali dianggap sebagai penyakit sepele, padahal di tingkat global dan nasional fakta menunjukkan sebaliknya. Menurut catatan WHO, diare membunuh dua juta anak di dunia setiap tahun, sedangkan di Indonesia, diare merupakan salah satu penyebab kematian kedua terbesar pada balita (Surkenas, 2001).

Diare mungkin bukan penyakit parah seperti penyakit jantung atau kanker. Namun, diare pada bayi dan balita (bayi bawah lima tahun) sangat berbahaya karena dapat menyebabkan kematian akibat kekurangan cairan. Bayi dan balita (bayi bawah lima tahun) rentan sekali akan diare. Perkembangan sistem pencernaan dan kekebalan tubuhnya yang belum optimal menyebabkan bayi mudah terserang diare akibat bakteri atau virus. Lain lagi dengan orang dewasa. Diare pada orang dewasa, selain


(24)

karena bakteri, dapat disebabkan pola makan (makanan bersantan dan pedas) dan stres. Untungnya, daya tahan orang dewasa lebih kuat dibandingkan anak-anak (Suheimi, 2006).

Diare masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia,karena angka kesakitannya tinggi dan berpotensi untuk menyebabkan kematian,terutama apabila pengelolaan penderitanya terlambat dilakukan,faktor penunjang terjadinya diare antara lain sanitasi lingkungan yang buruk (Suhendra, 2005).

Angka kejadian diare pada anak di dunia mencapai 1 miliar kasus tiap tahun, dengan korban meninggal sekitar 5 juta jiwa. Statistik di Amerika mencatat tiap tahun terdapat 20-35 juta kasus diare dan 16,5 juta diantaranya adalah balita (Pickering et al, 2007). Angka kematian balita di negara berkembang akibat diare ini sekitar 3,2 juta setiap tahun. Statistik menunjukkan bahwa setiap tahun diare menyerang 50 juta penduduk Indonesia, duapertiganya adalah balita dengan korban meninggal sekitar 600.000 jiwa (Pickering et al, 2007). Selanjutnya berdasarkan hasil survei Depkes RI (2006) diketahui bahwa kejadian Diare pada semua usia Di Indonesia adalah 423 per 1000, dan frekuensi 1-2 kali per tahun pada anak-anak berusia dibawah 5 tahun. Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Provinsi Aceh pada tahun 2007 angka kejadian diare di Provinsi Aceh sebanyak 41.344 kasus, sementara itu pada tahun 2008 terdapat 45.157 kasus diare, angka ini terus meningkat pada tahun 2009 menjadi 86.089 kasus (Profil Dinkes Provinsi Aceh, 2007, 2008, 2009).

Departemen kesehatan Republik Indonesia menyatakan bahwa tingkat kematian bayi di Indonesia masih tergolong tinggi jika dibandingkan dengan


(25)

negara-negara anggota Assosiation South East Asia Nation (ASEAN). Penyebab utama kesakitan dan kematian pada anak di negara berkembang adalah diare. Sampai saat ini diare tetap sebagai child killer peringkat pertama di Indonesia (Andrianto 1995, Warouw, 2002).

Diare merupakan salah satu penyakit penyebab kematian tertinggi di Indonesia maka Dinas Kesehatan mencanangkan beberapa program untuk menanggulangi terjadinya peningkatan kasus diare yang didasari oleh aspek preventif, kuratif dan rehabilitatif. Aspek preventif seharus lebih diprioritaskan karena secara signifikan mampu menurunkan angka kejadian diare. Bidang yang sangat berperan dalam aspek preventif ini adalah bidang promosi kesehatan. Melalui kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh bidang promosi kesehatan diyakini dapat mengakselerasi penurunan angka kejadian diare khususnya pada balita (Depkes RI, 2006).

Kabupaten Aceh Utara merupakan salah satu Kabupaten yang terletak di Provinsi Aceh dengan luas wilayah 3.296,86 km2. Di Kabupaten Aceh Utara terdapat 27 kecamaan dengan jumlah penduduk pada tahun 2009 515.974 jiwa. Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Utara diketahui bahwa angka kejadian diare pada tahun 2007 mencapai 5.455 kasus, pada tahun 2008 sebanyak 5323 kasus. Secara statistik penurunan tersebut tidak signifikan dan masih belum dapat dikatakan dapat ditanggulangi dengan baik. Masih terjadinya kasus diare yang dialami oleh masyarakat mengindikasikan belum maksimalnya pencapaian kegiatan promosi kesehatan oleh pemerintah dalam hal ini dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan


(26)

Kabupaten Aceh Utara. Kasus diare yang terbanyak terdapat di Kecamatan Lhoksukon yaitu 115 kasus, Kecamatan Samudra sebanyak 14 kasus, Kecamatan Merah Mulia sebanyak 80 kasus, Kecamatan Langkahan sebanyak 15 kasus, Kecamatan Syamtalira Bayu sebanyak 27 kasus, Kecamatan Krueng Geukeuh sebanyak 50 kasus (Dinkes Kabupaten Aceh Utara, 2010).

Tenaga penyuluh sampai saat ini masih melaksanakan tugasnya dengan baik meskipun banyak terdapat kendala seperti salah satunya jauhnya lokasi yang harus dikunjungi, namun berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa tenaga penyuluh juga diketahui bahwa ditemui adanya kejenuhan dari tenaga penyuluh mengingat banyaknya pembelajaran kesehatan yang harus disampaikan kepada masyarakat. Namun demikian komitmen tenaga penyuluh merupakan sesuatu yang mutlak mengingat masih banyaknya permsalahan kesehatan yang berhubungan dengan rendahnya pengetahuan masyarakat dan perilaku yang tidak sehat.

Penelitian yang dilakukan oleh Tursiani (2005) menunjukkan bahwa ada pengaruh penyuluhan terhadap pengetahuan ibu dimana didapatkan nilai ρ (0,000) < (0,05) pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol sebelum dan sesudah intervensi dan juga pada perubahan perilaku hidup bersih dan sehat setelah pengolahan dengan Z-score pada kelompok perlakuan dan kontrol sebelum dan sesudah intervensi didapat nilai ρ (0,000) < (0,05). Kesimpulan dari hasil penelitian menunjukkan bahwa penyuluhan dapat meningkatkan pengetahuan ibu yang dapat diterapkan dalan kehidupan sehari-hari.


(27)

Hasil penelitian lain yang dilakukan oleh Nielsen di Pakistan (2001) didapatkan bahwa adanya persepsi ibu yang keliru tentang penyebab terjadinya diare. Menurut ibu terjadinya diare pada balita disebabkan oleh karena terlalu banyak mengkonsumsi cairan, tidak seimbangnya antara diet makanan panas dan dingin, ASI ibu yang buruk, pemberian makanan pada bayi yang berusia lebih dari 6 bulan.

1.2 Permasalahan

Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka permasalahan yang akan dikaji lebih lanjut adalah bagaimana efektivitas (sebelum dan sesudah) penyuluhan terhadap pengetahuan dan sikap ibu balita tentang penanggulangan penyakit diare di Kecamatan Lhoksukon Kabupaten Aceh Utara.

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini untuk menganalisis efektivitas (sebelum dan sesudah) penyuluhan terhadap pengetahuan dan sikap ibu balita tentang penanggulangan penyakit diare di Kecamatan Lhoksukon Kabupaten Aceh Utara.

1.4. Hipotesis

1. Ada perbedaan pengetahuan dan sikap (sebelum dan sesudah penyuluhan) ibu balita tentang penanggulangan penyakit diare di Kecamatan Lhoksukon Kabupaten Aceh Utara.


(28)

1.5. Manfaat Penelitian

1. Dapat memberi pengetahuan pada tenaga kesehatan khususnya Dinas Kesehatan Aceh Utara dalam upaya peningkatan promosi kesehatan terkait

penanggulangan diare.

2. Memberi masukan kepada pemerintah daerah khususnya dinas kesehatan Kabupaten Aceh Utara serta instansi-instansi terkait demi peningkatan promosi kesehatan di sekolah.

3. Dapat mengaplikasikan teori berupa konsep ke dalam praktek nyata.

Menambah wawasan ilmu pengetahuan dan pengalaman penulis serta melatih kemampuan untuk dapat mengembangkan diri dalam disiplin ilmu kesehatan masyarakat.

4. Menambah pengetahuan terhadap ibu balita dalam penanganan penyakit diare.

5. Sebagai referensi pada perpustakaan yang dapat dimanfaatkan oleh mahasiswa, khususnya mahasiswa pascasarjana kesehatan masyarakat dan sebagai informasi tambahan bagi peneliti selanjutnya.


(29)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penyuluhan

2.1.1 Konsep Dasar Penyuluhan

Penyuluhan merupakan kegiatan dalam hubungannya dengan peningkatan pengetahuan, keahlian, sikap maupun perilaku. Seperti halnya tenaga kerja yang diterima melalui program seleksi, pada umumnya belum siap pakai dan tenaga kerja yang lama memerlukan pengetahuan, keahlian dan kecakapan yang baru sesuai dengan tuntutan jabatan dan tuntutan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (Suryana, 2006).

Menurut Suryana (2006) menyebutkan bahwa untuk menyesuaikan diri dengan tuntutan jabatan dan tuntutan perkembangan ilmu dan teknologi, setiap organisasi harus membekali setiap anggotanya dengan pengetahuan, kemampuan tuntutan bersikap dan berperilaku yang diharapkan. Salah satu upaya adalah mengadakan penyuluhan bagi anggota organisasinya.

2.1.2. Pengertian Dasar

Menurut Sikula dalam Sumantri (2006), penyuluhan adalah proses pendidikan jangka pendek yang menggunakan prosedur yang sistematis dan terorganisasi. Peserta penyuluhan itu sendiri (biasanya non-manajerial) akan mendapatkan pengetahuan dan keterampilan teknis untuk tujuan-tujuan tertentu. Pengembangan adalah proses


(30)

pendidikan jangka panjang yang menggunakan prosedur yang sistematis dan terorganisasi, biasanya para pesertanya adalah tenaga manajerial, mereka akan mempelajari pengetahuan konseptual dan teoritis untuk tujuan yang sifatnya umum. Akan tetapi batas antara keduanya tidak jelas.

Pengertian penyuluhan pada dasarnya adalah suatu proses mendidik individu/masyarakat supaya mereka dapat memecahkan masalah-masalah kesehatan yang dihadapi. Seperti halnya proses pendidikan lainnya, pendidikan kesehatan mempunyai unsur-unsur masukan-masukan yang setelah diolah dengan tehnik tertentu akan mrenghasilkan keluaran yang sesuai dengan harapan atau tujuan kegiatan tersebut (Sarwono, 2004).

Kegiatan penyuluhan merupakan salah satu faktor yang sangat penting bagi masyarakat dalam rangka mempersiapkan sumber daya manusianya. Kegiatan penyuluhan yang efektif diharapkan dapat mengoptimalkan perubahan perilaku masyarakat.

2.1.3 Penyuluhan dan Pengembangan

Menurut Suryana (2006) penyuluhan dan pengembangan merupakan dua istilah yang saling berhubungan dan dimaksudkan untuk merencanakan suatu desain untuk mempermudah peningkatan keahlian, pengetahuan, sikap dan perilaku anggota organisasi, dengan tujuan:


(31)

(1) Meningkatkan efisiensi

Salah satu tujuan yang ingin dicapai dari suatu penyuluhan, agar peserta penyuluhan akan lebih efisien dalam menggunakan sumber daya yang ada didalam organisasi.

(2) Meningkatkan kualitas kerja termasuk kualitas belajar

Kualitas kerja dan juga kualitas belajar akan semakin meningkat, karena penyuluhan tersebut bertujuan untuk meningkatkan kinerja para pesertanya, dan diharapkan setiap peserta dapat menerapkannya dalam bidang pekerjaannya masing-masing.

(3) Meningkatkan kepuasan bekerja

Kepuasan kerja para peserta akan semakin meningkat, apabila mereka akan kembali pada pekerjaannya masing-masing, mengingat bahwa mereka mendapat kesempatan untuk mengembangkan dirinya melalui program penyuluhan.

(4) Meningkatkan kemampuan-kemampuan lainnya

Selain kemampuan yang diharapkan melalui suatu penyuluhan akan meningkat, kemampuan yang lain pun akan meningkat pula.

2.1.4 Identifikasi Kebutuhan Penyuluhan

Langkah pertama dari suatu proses penyuluhan adalah menentukan kebutuhan penyuluhan yang dirasakan oleh suatu organisasi. Apabila proses penentuan kebutuhan penyuluhan dilakukan dengan cermat dan hati-hati, maka organisasi yang menyelenggarakan penyuluhan akan dapat menghemat waktu, tenaga dan biaya.


(32)

Kebutuhan penyuluhan dalam suatu organisasi dapat diklasifikasikan dalam dua kelompok (McCormick & Tiffin, 1979), yaitu:

(a) Kebutuhan penyuluhan yang didasarkan pada kebutuhan para pekerja untuk mendapatkan pengetahuan, keterampilan dan kemampuan guna menghadapi tugas khusus terutama bagi pegawai yang baru dan pegawai lama yang prestasi kerjanya tergolong kurang.

(b) Kebutuhan penyuluhan yang didasarkan pada kebutuhan organisasi dalam rangka peningkatan/pengembangan pegawai yang akan memberi sumbangan yang lebih besar terhadap efektivitas kerja individu dalam jangka panjang.

2.1.5 Lima Komponen Penyuluhan

Program penyuluhan harus merumuskan lima komponen utama penyuluhan agar penyuluhan mencapai sasaran seperti yang diharapkan. Kelima komponen tersebut adalah sebagai berikut :

(1) Tujuan Penyuluhan

Tujuan penyuluhan harus ditetapkan terlebih dahulu, secara tegas spesifik, realistis, cukup menantang, dapat diukur, jelas batas waktunya. Dirumuskan dengan kalimat singkat dan sederhana bahasanya agar mudah dicerna dan mudah ditangkap maknanya. Dengan demikian seluruh kegiatan kelihatan selalu akan terarah pada tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya (Sumantri, 2006).


(33)

(2) Peserta Penyuluhan

Peserta penyuluhan dipilih yang sesuai dengan tujuan pilihan, tidak terlalu heterogen baik dalam hal usia, pendidikan, maupun pengalaman belajar.

(3) Penyuluh

Penyuluh (fasilitator) yang dipilih adalah seseorang yang sudah berpengalaman dan memiliki keterampilan dalam memberikan penyuluhan, dalam arti kata para pelatih mampu menggunakan metode yang ada dan menguasai materi penyuluhan dengan baik, serta mampu menjaga situasi penyuluhan agar tetap dalam keadaan yang menunjang pencapaian tujuan penyuluhan.

(4) Materi Penyuluhan

Materi penyuluhan, sesuai dengan tujuan penyuluhan. Bahan bacaan disusun dengan bahasa yang sederhana agar mudah dimengerti dan mudah dicerna oleh peserta penyuluhan.

(5) Metode Penyuluhan

Metode penyuluhan, dipilih metode yang paling cocok untuk menyampaikan materi kepada para peserta latihan oleh tim penyuluh yang bersangkutan. Penggunaan metode yang paling cocok akan mempermudah peserta latihan menerima materi yang diberikan.

2.1.6 Evaluasi Penyuluhan

Dampak spesifik yang muncul dari setiap program penyuluhan yang diberikan pada para pekerja. Evaluasi penyuluhan merupakan langkah yang penting, karena:


(34)

(1) Memberi masukan kepada para pelatih yang harus dikerjakan dan yang tidak perlu dilakukan.

(2) Proses evaluasi memberikan petunjuk kepada manajemen bahwa program penyuluhan memberi dampak yang positif terhadap kebutuhan jangka panjang (Suryana, 2006).

Evaluasi penyuluhan memiliki dua aspek, yaitu:

(1) Menentukan perubahan perilaku yang dihasilkan oleh program penyuluhan memberikan sumbangan pada pencapaian tujuan organisasi.

(2) Membandingkan berbagai teknik penyuluhan untuk menentukan teknik penyuluhan mana yang paling tepat dan dapat memberikan sumbangan pada pencapaian tujuan organisasi.

2.2 Konsep Dasar Pengetahuan

Menurut Benyamin Bloom dalam Notoatmodjo (2003) perilaku manusia ada 3 (tiga) domain yaitu: a) pengetahuan (cognitive), b) sikap (affective), c) Tindakan (psychomotor). Pada penelitian ini penulis hanya membatasi tentang pengetahuan dan sikap.

2.2.1 Pengertian Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui pancaindra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. (Notoatmodjo, 2003).


(35)

Menurut WHO pengetahuan diperoleh dari pengalaman sendiri atau pengalaman orang lain. Selanjutnya menurut Poedjawijatna (1991) orang yang tahu disebut mempunyai pengetahuan. Jadi pengetahuan adalah hasil dari tahu. Dengan demikian pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt behavior).

Dari pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan.

2.2.2. Tahapan Pengetahuan

Penelitian Rogers (2003) mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi tahapan pengetahuan dalam diri orang tersebut terjadi adalah sebagai berikut:

a. Knowledge (pengetahuan), yakni orang tersebut mengetahui dan memahami akan adanya sesuatu perubahan baru.

b. Persuasion (kepercayaan), yakni orang mulai percaya dan membentuk sikap terhadap perubahan tersebut.

c. Decision (keputusan), yakni orang mulai membuat suatu pilihan untuk mengadopsi atau menolak perubahan tersebut.

d. Implementation (pelaksanaan), orang mulai mererapkan perubahan tersebut dalam dirinya.


(36)

e. Confirmation (penegasan), orang tersebut mencari penegasan kembali terhadap perubahan yang telah diterapkannya, dan boleh merubah keputusannya apabila perubahan tersebut berlawanan dengan hal yang diinginkannya.

Namun demikian dari penelitian selanjutnya Rogers menyimpulkan bahwa perubahan perilaku tidak selalu melewati tahap-tahap tersebut. Apabila penerima perilaku baru atau adopsi perilaku melalui proses seperti ini didasari oleh pengetahuan, kesadaran, dan sikap yang positif, maka perilaku tersebut akan bersifat langgeng (long lasting). Sebaliknya apabila perilaku itu tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran maka tidak akan berlangsung lama. (Notoatmodjo, 2003).

Menurut Bloom (1908) pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan.

a. Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima, oleh sebab itu tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan, dan sebagainya.

b. Memahami (comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut


(37)

secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari.

c. Aplikasi (application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi disini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.

d. Analisis (analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya.

e. Sintesis (synthesis)

Sintesis menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada. Misalnya dapat menyusun, dapat merencanakan, dapat meringkaskan, dapat menyesuaikan, dan sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan yang telah ada.


(38)

f. Evaluasi (evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau suatu penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian ini didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin diketahui atau diukur dapat disesuaikan dengan tingkatan-tingkatan di atas. (Notoatmodjo, 2003).

Pengetahuan menjadi landasan penting untuk menentukkan suatu tindakan. Pengetahuan, sikap dan perilaku akan kesehatan merupakan faktor yang menentukan dalam mengambil suatu keputusan. Orang yang berpengetahuan baik akan mengupayakan kemampuan menerapkan pengetahuannya didalam kehidupan sehari-hari (Notoatmodjo, 2003)

Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya suatu tindakan seseorang (over behavior) dari pengalaman dan penelitian ternyata perilaku yang dasari oleh pengetahuan (Notoatmodjo, 2003).

2.2.3 Faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan

Menurut Notoatmojo (2003) ada beberapa faktor yang mempengaruhi pengetahuan yaitu pendidikan, pelatihan dan pengalaman:


(39)

1. Pendidikan

Pendidikan adalah suatu usaha untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam dan di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup. Pendidikan mempengaruhi proses belajar, makin tinggi pendidikan seeorang makin mudah orang tersebut untuk menerima informasi. Dengan pendidikan tinggi maka seseorang akan cenderung untuk mendapatkan informasi, baik dari orang lain maupun dari media massa. Semakin banyak informasi yang masuk semakin banyak pula pengetahuan yang didapat tentang kesehatan. Pengetahuan sangat erat kaitannya dengan pendidikan dimana diharapkan seseorang dengan pendidikan tinggi, maka orang tersebut akan semakin luas pula pengetahuannya. Namun perlu ditekankan bahwa seorang yang berpendidikan rendah tidak berarti mutlak berpengetahuan rendah pula. Peningkatan pengetahuan tidak mutlak diperoleh di pendidikan formal, akan tetapi juga dapat diperoleh pada pendidikan non formal. Pengetahuan seseorang tentang sesuatu obyek juga mengandung dua aspek yaitu aspek positif dan negatif. Kedua aspek inilah yang akhirnya akan menentukan sikap seseorang terhadap obyek tertentu. Semakin banyak aspek positif dari obyek yang diketahui, akan menumbuhkan sikap makin positif terhadap obyek tersebut.

2. Informasi

Informasi yang diperoleh baik dari pendidikan formal maupun non formal dapat memberikan pengaruh jangka pendek (immediate impact) sehingga menghasilkan perubahan atau peningkatan pengetahuan. Majunya teknologi akan


(40)

tersedia bermacam-macam media massa yang dapat mempengaruhi pengetahuan masyarakat tentang inovasi baru. Sebagai sarana komunikasi, berbagai bentuk media massa seperti televisi, radio, surat kabar, majalah, dan lain-lain mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan opini dan kepercayan orang. Dalam penyampaian informasi sebagai tugas pokoknya, media massa membawa pula pesan-pesan yang berisi sugesti yang dapat mengarahkan opini seseorang. Adanya informasi baru mengenai sesuatu hal memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya pengetahuan terhadap hal tersebut.

3. Sosial Budaya dan Ekonomi

Kebiasaan dan tradisi yang dilakukan orang-orang tanpa melalui penalaran apakah yang dilakukan baik atau buruk. Dengan demikian seseorang akan bertambah pengetahuannya walaupun tidak melakukan. Status ekonomi seseorang juga akan menentukan Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di sekitar individu, baik lingkungan fisik, biologis, maupun sosial. Lingkungan berpengaruh terhadap proses masuknya pengetahuan ke dalam individu yang berada dalam lingkungan tersebut. Hal ini terjadi karena adanya interaksi timbal balik ataupun tidak yang akan direspon sebagai pengetahuan oleh setiap individutersedianya suatu fasilitas yang diperlukan untuk kegiatan tertentu, sehingga status sosial ekonomi ini akan mempengaruhi pengetahuan seseorang. 4. Lingkungan

Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di sekitar individu, baik lingkungan fisik, biologis, maupun sosial. Lingkungan berpengaruh terhadap


(41)

proses masuknya pengetahuan ke dalam individu yang berada dalam lingkungan tersebut. Hal ini terjadi karena adanya interaksi timbal balik ataupun tidak yang akan direspon sebagai pengetahuan oleh setiap individu

5. Pengalaman

Pengalaman sebagai sumber pengetahuan adalah suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan dengan cara mengulang kembali pengetahuan yang diperoleh dalam memecahkan masalah yang dihadapi masa lalu. Pengalaman belajar dalam bekerja yang dikembangkan memberikan pengetahuan dan keterampilan professional serta pengalaman belajar selama bekerja akan dapat mengembangkan kemampuan mengambil keputusan yang merupakan manifestasi dari keterpaduan menalar secara ilmiah dan etik yang bertolak dari masalah nyata dalam bidang kerjanya.

6. Usia

Usia mempengaruhi terhadap daya tangkap dan pola pikir seseorang. Semakin bertambah usia akan semakin berkembang pula daya tangkap dan pola pikirnya, sehingga pengetahuan yang diperolehnya semakin membaik. Pada usia madya, individu akan lebih berperan aktif dalam masyarakat dan kehidupan sosial serta lebih banyak melakukan persiapan demi suksesnya upaya menyesuaikan diri menuju usia tua, selain itu orang usia madya akan lebih banyak menggunakan banyak waktu untuk membaca. Kemampuan intelektual, pemecahan masalah, dan kemampuan verbal dilaporkan hampir tidak ada penurunan pada usia ini. Dua sikap tradisional mengenai jalannya perkembangan selama hidup : semakin tua


(42)

semakin bijaksana, semakin banyak informasi yang dijumpai dan semakin banyak hal yang dikerjakan sehingga menambah pengetahuannya. Tidak dapat mengajarkan kepandaian baru kepada orang yang sudah tua karena mengalami kemunduran baik fisik maupun mental. Dapat diperkirakan bahwa IQ akan menurun sejalan dengan bertambahnya usia, khususnya pada beberapa kemampuan yang lain seperti misalnya kosa kata dan pengetahuan umum. Beberapa teori berpendapat ternyata IQ seseorang akan menurun cukup cepat sejalan dengan bertambahnya usia.

2.3. Sikap

2.3.1. Pengertian Sikap

Secara historis istilah sikap (attitude) digunakan pertama kali oleh Herbert Spencer di tahun 1862 yang pada saat itu diartikan olehnya sebagai status mental seseorang. Di masa-masa awal itu pula penggunaan konsep sikap sering dikaitkan dengan konsep mengenai postur fisik atau posisi tubuh seseorang.Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek.(Notoatmodjo, 2005)

Berdasarkan batasan-batasan di atas dapat disimpulkan bahwa manifestasi sikap itu tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial. Sikap juga adalah


(43)

bentuk evaluasi atau reaksi perasaan terhadap suatu objek memihak atau tidak memihak yang merupakan keteraturan tertentu dalam hal perasaan (afeksi), pikiran (kognisi), dan predisposisi tindakan (konasi) terhadap suatu objek di lingkungan sekitar. Newcomb dalam Notoatmodjo, mengatakan bahwa sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan pelaksanaan motif tertentu. Sikap merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku. Sikap masih merupakan reaksi tertutup, bukan reaksi terbuka atau tingkah laku yang terbuka. Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek dan lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek.

Diagram berikut dapat menjelaskan uraian tersebut:

Proses Terbentuknya Sikap dan Reaksi Sumber: Notoatmodjo (2003)

Stimulus Rangsangan

Proses Stimulus Reaksi

Tingkah Laku (terbuka) Sikap


(44)

2.3.2 Komponen Pokok Sikap

Dalam bagian lain Allport (1954) dalam Notoatmodjo (2003) menjelaskan bahwa sikap itu mempunyai 3 (tiga) komponen pokok:

(1) Kepercayaan (keyakinan), ide, dan konsep terhadap suatu objek. (2) Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek. (3) Kecenderungan untuk bertindak (trend to behave).

Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total attitude). Dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan, pikiran, keyakinan, dan emosi memegang peranan penting.

2.3.3 Berbagai Tingkatan Sikap

Seperti halnya dengan pengetahuan, sikap ini terdiri dari berbagai tingkatan antara lain:

(1) Menerima (receiving)

Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan.

(2) Merespon (responding)

Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. Karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan, terlepas dari pekerjaan itu benar atau salah, adalah berarti bahwa orang menerima ide tersebut.


(45)

(3) Menghargai (valuing)

Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga.

(4) Bertanggung jawab (responsible)

Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala risiko merupakan sikap yang paling tinggi.

Sikap seseorang yang positif belum tentu terwujud dalam tindakan positif, begitu pula sebaliknya. Temuan-temuan dari peneliti yang lalu menyebutkan bahwa hubungan sikap dan perilaku sangat lemah bahkan negatif dan penelitian lain menyebutkan bahwa hubungannya adalah positif.

Menurut Brecter dan Wiggins yang dikutip Azwar (2007) sikap seseorang akan berpengaruh langsung terhadap perilaku sangat tergantung dari kondisi apa, waktu bagaimana dan situasi. Pengetahuan dan sikap perawat tentang dokumentasi asuhan keperawatan akan membentuk dasar perilaku dari perawat tersebut karena berdasarkan pengetahuan dan sikap perawat akan dapat melaksanakan dokumentasi asuhan keperawatan.

2.3.4 Fungsi Sikap

Teori fungsional yang dikemukakan oleh Katz (1953) dalam Notoatmodjo (2003) mengatakan bahwa untuk memahami sikap menerima dan menolak perubahan haruslah beranjak dari dasar motivasional sikap itu sendiri. Apa yang dimaksud oleh


(46)

Katz sebagai dasar motivasional merupakan fungsi sikap bagi individu yang bersangkutan.

Fungsi sikap bagi manusia telah dirumuskan menjadi empat macam yaitu: (1) Fungsi instrumental, fungsi penyesuaian, fungsi manfaat.

Fungsi ini menyatakan bahwa individu dengan sikapnya berusaha untuk memaksimalkan hal-hal yang diinginkan dan meminimalkan hal-hal yang tidak diinginkan. Dengan demikian, individu akan membentuk sikap positif terhadap hal-hal yang dirasakannya akan mendatangkan keuntungan dan membentuk sikap negatif terhadap hal-hal yang dirasakan akan merugikan dirinya.

(2) Fungsi pertahanan Ego

Sewaktu individu tidak mengalami hal yang tidak menyenangkan dan dirasa akan mengancam egonya atau sewaktu ia mengetahui fakta dan kebenaran yang tidak mengenakkan bagi dirinya maka sifatnya dapat berfungsi sebagai mekanisme pertahanan ego yang akan melindunginya dari kepahitan kenyataan tersebut. Sikap dalam hal ini, merefleksikan problem kepribadian yang tidak terselesaikan. (3) Fungsi pertahanan nilai

Nilai adalah konsep dasar mengenai apa yang dipandang baik dan diinginkan. Nilai-nilai terminal merupakan preferensi mengenai keadaan akhir tertentu seperti persamaan, kemerdekaan dan hak asasi. Nilai instrumental merupakan preferensi atau pilihan mengenai berbagai perilaku dan sifat pribadi seperti kejujuran, keberanian, atau kepatuhan akan aturan. Dengan fungsi ini seseorang seringkali mengembangkan sikap tertentu untuk memperoleh kepuasan dalam menyatakan


(47)

nilai yang dianutnya yang sesuai dengan penilaian pribadi dan konsep dirinya. Fungsi inilah yang menyebabkan orang sering lupa diri sewaktu berada dalam situasi masa seidologi atau sama nilai.

(4) Fungsi pengetahuan

Menurut fungsi ini manusia mempunyai dorongan dasar untuk ingin tahu, untuk mencapai penalaran dan untuk mengorganisasikan pengalamannya. Adanya unsur-unsur pengalaman yang semula tidak konsisten dengan apa yang diketahui oleh individu akan disusun, ditata kembali, atau diubah sedemikian rupa sehingga tercapai suatu konsistensi. Jadi sikap berfungsi sebagai suatu skema, yaitu suatu cara strukturisasi agar dunia di sekitar tampak logis dan masuk akal. Sikap digunakan untuk melakukan evaluasi terhadap fenomena luar yang ada dan mengorganisasikannya.

2.3.5 Pembentukan Sikap

Sikap sosial terbentuk dari adanya interaksi sosial yang dialami oleh individu. Interaksi sosial mengandung arti lebih dari pada sekedar adanya kontak sosial dan hubungan antara individu sebagai anggota kelompok sosial. Dalam interaksi sosial, terjadi hubungan saling mempengaruhi diantara individu yang satu dengan yang lainnya, terjadi hubungan timbal balik yang turut mempengaruhi pola perilaku masing-masing individu sebagai anggota masyarakat.

Interaksi sosialnya, individu bereaksi membentuk pola sikap tertentu terhadap berbagai objek psikologis yang dihadapinya. Diantara berbagai faktor yang


(48)

mempengaruhi pembentukan sikap adalah: (1) pengalaman pribadi; (2) pengaruh orang lain yang dianggap penting; (3) pengaruh kebudayaan; (4) media massa; (5) lembaga pendidikan; (6) pengaruh faktor emosional.

2.3.6 Faktor-faktor yang Menyebabkan Perubahan Sikap

Ada dua faktor yang dapat menyebabkan terjadinya perubahan sikap adalah: (1) Faktor intern, yaitu faktor yang terdapat dalam diri pribadi manusia itu sendiri.

Faktor ini berupa selectivity atau daya pilih seseorang untuk menerima dan mengolah pengaruh-pengaruh yang datang dari luar.

(2) Faktor ekstern, yaitu faktor yang terdapat di luar pribadi manusia. Faktor ini berupa interaksi sosial di luar kelompok. Misalnya interaksi antara manusia dengan hasil kebudayaan manusia yang sampai kepadanya melalui alat-alat komunikasi seperti surat kabar, radio, televisi, majalah, dan sebagainya.

Berdasarkan kajian tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa sikap seseorang akan dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti faktor keluarga, adat istiadat yang berlaku, dan informasi dari media massa yang diterima olehnya. Sikap dalam bentuk perilaku ini lebih sulit untuk diamati, oleh karena itu pengukurannya berupa tanggapan atau kecenderungan terhadap fenomena tertentu. (Notoatmodjo, 2003)


(49)

2.4 Tindakan (Practice)

Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt behavior). Untuk terwujudnya sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan. Tingkat-tingkat tindakan adalah :

1. Persepsi (Perception)

Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil

2. Respon Terpimpin (Guided Respons)

Dapat melakukan sesuatu dengan urutan yang benar sesuai dengan contoh. 3. Mekanisme (Mechanism)

Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis, atau suatu ide sudah merupakan suatu kebiasaan, maka ia sudah mencapai praktek tingkat tiga.

4. Adaptasi (Adaptation)

Merupakan praktek yang sudah berkembang dengan baik. Artinya tindakan itu sudah dimodifikasinya sendiri tanpa mengurangi kebenaran tindakannya tersebut. Pengukuran perilaku dapat dilakukan secara tidak langsung, yakni dengan wawancara terhadap kegiatan yang telah dilakukan beberapa jam, hari, atau bulan yang lalu (recall). Pengukuran langsung dengan mengobservasi tindakan atau kegiatan responden.


(50)

2.5 Standar Kompetensi Tenaga Penyuluh Kesehatan

Tenaga Penyuluh Kesehatan Masyarakat adalah pegawai negeri sipil yang diberi tanggung jawab dan hak secara penuh oleh pejabat yang berwenang untuk melakukan kegiatan penyuluhan kesehatan masyarakat/promosi kesehatan secara profesional. Promosi Kesehatan / Penyuluhan Kesehatan Masyarakat adalah proses pemberdayaan perorangan, keluarga dan masyarakat, agar mereka mampu memelihara dan meningkatkan kesehatannya.

Pemberdayaan tersebut dilakukan dengan meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan, dengan kegiatan dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat, sesuai kondisi dan potensi setempat, serta dengan cara mempengaruhi lingkungan melalui advokasi, bina suasana dan cara-cara lain yang memungkinkan.

Uji Kompetensi adalah suatu proses untuk mengukur apakah seseorang telah memiliki kemampuan/keterampilan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Pengertian Kompetensi adalah spesifikasi dari pengetahuan dan keterampilan serta penerapan dari pengetahuan dan keterampilan tersebut dalam suatu pekerjaan sesuai dengan standar kinerja yang disyaratkan. Dalam pengertian itu standar kompetensi tidak terbatas pada kemampuan menyelesaikan tugas/pekerjaan saja, namun harus dipahami tentang esensi bagaimana dan mengapa tugas itu dikerjakan.

Standar Kompetensi dalam pelaksanaannya terdapat beberapa faktor yang mendukung, antara lain pengetahuan dan keterampilan untuk mengerjakan suatu tugas dalam kondisi normal ditempat kerja serta kemampuan mentransfer dan menerapkan kemampuan dan pengetahuan pada situasi lingkungan yang berbeda.


(51)

Sedangkan cara mengembangkan standar kompetensi dilakukan antara lain dengan pendekatan Benchmark, adopt and adapt, Field research, serta pendekatan kombinasi. Dengan bahasa lain dapat dinyatakan bahwa standar kompetensi merupakan rumusan tentang kemampuan yang dimiliki seseorang untuk melakukan suatu pekerjaan/tugas yang didasari atas pengetahuan, keterampilan, yang didukung sikap kerja dan penerapannya sesuai unjuk kerja yang dipersyaratkan. Seseorang telah dinyatakan “Berkompeten” bila telah mengetahui keterampilan, sikap dalam melakukan :

1. Mengerjakan suatu pekerjaan atau tugas.

2. Mengorganisasikannya agar pekerjaan tersebut dapat dilaksanakan. 3. Menyelesaikan masalah sesuai perkembangan rencana.

4. Menggunakan kemampuan yang dimilikinya untuk memecahkan masalah atau melaksanakan tugas dengan kondisi yang berbeda.

Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau ketrampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan.

Setiap tenaga penyuluh kesehatan diharuskan mendapatkan pengakuan terhadap kompetensinya melalui suatu proses yang dinamakan sertifikasi. Sertifikasi merupakan suatu proses pengakuan terhadap kompetensi (pengetahuan, keterampilan, dan sikap) seorang tenaga kesehatan melalui uji kompetensi.


(52)

Setelah seorang tenaga kesehatan berhasil memperoleh pengakuan (secara formal) melaui uji kompetensi dengan prosedur sertifikasi ini, maka pengakuan tersebut akan dicatat secara resmi melalui prosedur registrasi. Registrasi adalah pencatatan resmi terhadap tenaga kesehatan yang telah memiliki sertifikat penilaian kompetensi inti dan telah mempunyai kualifikasi tertentu lainnya serta diakui secara hukum untuk melakukan tindakan profesinya.

Tenaga penyuluh kesehatan sebagai salah satu jenis profesi dan tenaga kesehatan juga termasuk dalam kriteria peraturan wajib melakukan uji kompetensi ini. Uji kompetensi ini dimaksudkan untuk memperoleh SIK (Surat Ijin Kerja). Uji kompetensi bagi tenaga penyuluh kesehatan tentu akan mengacu pada beberapa dasar hukum yang sudah ada, seperti Standard Profesi penyuluh kesehatan. Standar Profesi adalah pedoman yang dipergunakan sebagai petunjuk dalam menjalankan profesi secara baik yang ditetapkan oleh Menkes.

Profesi penyuluh kesehatan dituangkan pada Keputusan Menteri Kesehatan Nomor: 374/Menkes/SK/III/2007 Tanggal : 27 Maret 2007 Tentang Standar Profesi penyuluh kesehatan. Apabila mengacu pada Keputusan Menteri Kesehatan tersebut, uji kompetensi bagi penyuluh kesehatan tentu akan sangat bersinggungan dengan tugas keseharian.

Penyuluh kesehatan adalah Pegawai Negeri Sipil yang diberi tugas, hak, dan wewenang secara penuh oleh pejabat yang berwenang untuk melakukan kegiatan penyuluhan pengawasan, dan pemberdayaan masyarakat dalam rangka perbaikan kualitas perilaku masyarakat untuk dapat memelihara, melindungi, dan meningkatkan


(53)

cara-cara hidup bersih dan sehat. Dengan mengacu pada batasan tersebut, untuk melakukan uji kompetensi ini, seorang tenaga penyuluh kesehatan akan selalui siap dengan berbagai jenis kemampuan/kompetensi sebagai berikut :

1. Memahami Peraturan dan produk hukum yang terkait dengan profesi penyuluh kesehatan.

2. Studi kelayakan (pengumpulan, pengolahan, dan analisa data). 3. Kemampuan melakukan diagnosa (kesehatan lingkungan) 4. Perbaikan kualitas komunikasi.

5. Kemampuan melakukan intervensi yang ditemukan pada suatu obyek 6. Kemampuan melakukan konsultasi tentang masalah kesehatan

2.6 Diare Pada Balita 2.6.1 Definisi Balita

Balita adalah bayi yang berumur dibawah 5 tahun atau masih kecil yang perlu tempat bergantung pada seorang dewasa yang mempunyai kekuatan untuk mandiri dengan usaha anak balita yang tumbuh.

2.6.2 Tahap-Tahap Pertumbuhan dan Perkembangan

a. Masa neonatus : usia 0 – 28 hari

Masa neonatal dini : 0 – 7 hari, masa neonatal lanjut : 8 – 20 hari, masa pasca neonatal : 29 hari – 1 tahun


(54)

b. Masa bayi : usia 0 – 1 tahun

Masa bayi dini : 0 – 1 tahun, masa bayi akhir : 1 – 2 tahun, masa pra sekolah (usia 2 – 6 tahun), pra sekolah awal (masa balita) : mulai 2 – 3 tahun, pra sekolah akhir : mulai 4 – 6 tahun

c. Masa neonatal

Pada masa ini terjadi adaptasi pada lingkungan perubahan sirkulasi darah serta mulai berfungsi organ-organ tubuh. Saat lahir berat badan normal dari bayi yang sehat berkisar antara 3000-3500 gr, selama 10 hari pertama biasanya terdapat penurunan berat badan sekitar 10 % dari berat badan lahir, kemudian berat badan bayi akan berangsur-angsur mengalami kenaikan. (Soetjeningsih, 2003).

2.6.3 Konsep Diare

Menurut Direktorat Jenderal PPM dan PL tahun 2005 tentang pedoman pemberantasan penyakit diare menyebutkan bahwa diare akut adalah buang air besar lembek/cair bahkan dapat berupa air saja yang frekuensinya lebih sering dari biasanya dan berlangsung kurang dari 14 hari. Menurut Suharyono (2002). Diare merupakan kondisi buang air besar dengan frekuensi yang tidak normal (meningkat) dan konsistensi tinja yang lebih lembek atau cair.

Diare dapat juga didefinisikan sebagai suatu kondisi dimana terjadi perubahan dalam kepadatan dan karakter tinja, atau tinja cair dikeluarkan tiga kali atau lebih perhari. (Ramaiah, 2002). Definisi lain menyebutkan diare merupakan salah satu


(55)

gejala dari penyakit pada sistem gastrointestinal atau penyakit lain diluar saluran pencernaan. (Ngastiyah, 2003).

Menurut Sitorus (2008) secara umum diare dibedakan menjadi dua jenis yaitu: 1. Diare spesifik (jelas penyebabnya)

2. Diare non-spesifik (tidak jelas penyebabnya) a. Patogenesis

Mekanisme dasar yang menyebabkab timbulnya diare ialah : 1. Gangguan osmotik

Akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus meninggi sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolik ke dalam rongga usus.

2. Gangguan sekresi

Akibat rangsangan tertentu (misalnya toksin) pada dinding usus akan terjadi peningkatan sekresi air dan elektrolik ke dalam rongga usus dan selanjutnya timbul diare karena terdapat peningkatan isi rongga usus.

3. Gangguan motilitis usus

Hiperperistaltik akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap makanan sehingga timbul diare. Sebaliknya bila peristaltik usus menurun akan mengakibatkan bakteri timbul berlebihan, selanjutnya timbul diare pula.


(56)

b. Patofisiologi

Sebagai akibat diare baik akut maupun kronik akan terjadi :

1. Kehilangan air dan elektrolit (terjadi dehidrasi) yang mengakibatkan gangguan keseimbangan asam basa (asidosis metabolik, hipokalemia)

2. Gangguan gizi akibat kelaparan (masukan kurang, pengeluaran bertambah) 3. Hipoglikemia

4. Gangguan sirkulasi darah (Ngastiyah, 2003). c. Etiologi

Secara klinis penyebab diare dapat dikelompokkan dalam golongan 6 besar tetapi yang sering ditemukan di lapangan ataupun klinis adalah diare yang disebabkan infeksi dan keracunan. Untuk mengenai penyebab diare digambarkan dalam bagan sebagai berikut

Gambar 2.1. Penyebab Penyakit Diare


(57)

d. Epidemiologi

Menurut Kepmenkes RI No. 1216/Menkes/SK/IX/2001 tentang pedoman pemberantasan penyakit diare dikemukakan epidemiologi diare dibagi menjadi tiga aspek yaitu :

1. Penyebaran kuman yang menyebabkan diare

Kuman penyebab diare biasanya menyebar melalui fecal oral antara lain melalui makanan/minuman yang tercemar tinja dan atau kontak langsung dengan tinja penderita. Beberapa perilaku dapat menyebabkan penyebaran kuman enterik dan meningkatkan risiko terjadinya diare. Perilaku tersebut antara lain :

a. Tidak memberikan ASI (Air Susu Ibu) secara penuh 4-6 bulan pada pertama kehidupan. Pada bayi yang tidak diberi ASI resiko untuk menderita diare lebih besar daripada bayi yang diberi ASI penuh dan kemungkinan menderita dehidrasi berat juga lebih besar.

b. Menggunakan botol susu, penggunaan botol ini memudahkan pencemaran oleh kuman, karena botol susah dibersihkan

c. Menyimpan makanan masak pada suhu kamar. d. Menggunakan air minum yang tercemar

e. Tidak mencuci tangan sesudah buang air besar dan sesudah membuang tinja anak atau sebelum makan dan menyuapi anak.


(58)

2. Faktor penjamu yang meningkatkan kerentanan terhadap diare

Mula-mula pasien cengeng, gelisah, suhu tubuh biasanya meningkat, nafsu makan berkurang atau tak ada, kemudian timbul diare, tinja cair, mungkin disertai lendir atau lendir dan darah. Warna tinja makin lama berubah berubah kehijauan karena bercampur dengan empedu. Anus dan daerah sekitarnya timbul lecet karena sering defeksi dan tinja makin lama makin asam sebagai akibat makin banyak asam laktat yang berasal dari laktosa yang tidak diabsorsi oleh usus selama diare. (Ngastiyah, 2003).

Gejala-Gejala Dehidrasi 1. Dehidrasi ringan

Meningkatnya rasa haus, kegelisahan atau rewel, menurunnya elastisitas kulit, mulut dan lidah yang kering, mata yang kering karena tidak adanya air mata, mata yang cekung

2. Dehidrasi berat

Tangan dan kaki yang dingin dan lembab, anak yang terlihat lemah, tidak sadar, atau lemas, ketidakmampuan untuk minum, hilangnya elastisitas kulit secara sepenuhnya, tidak ada air mata, lapisan lendir yang sangat kering pada mulut, pengurangan volume air seni yang parah atau tidak adanya air seni. (Ramaiah, 2002)

3. Komplikasi Diare


(59)

1. Gangguan pada keseimbangan elektrolit normal dalam tubuh Elektrolit adalah zat-zat kimia yang ketika mencair atau larut dalam air atau cairan lainnya memecah menjadi partikel-partikel (ion) dan mampu membawa aliran listrik.

2. Kelumpuhan ileus (Paralytic ileus). Ini adalah suatu kondisi dimana terjadi pengurangan atau tidak adanya gerakan usus. Kondisi ini dapat terjadi akibat pembedahan, cedera pada dinding perut, sakit ginjal yang parah, atau penyakit parah lainnya

3. Septi semia

Ini adalah suatu kondisi dimana terdapat infeksi pada seluruh bagian tubuh. Kondisi ini biasanya menyusul adanya infeksi disalah satu bagian tubuh, yang dari sana bakteri pergi ke berbagai bagian tubuh lain melalui darah.

4. Komplikasi darah seperti koagulasi intra vaskuler terdiseminasi Jika ada penyakit atau cidera parah apapun, darah cenderung membentuk suatu massa semi padat atau gumpalan darah didalam pembuluh darah. (Ramaiah, 2002).

d. Faktor Penyebab Diare 1. Faktor infeksi

Infeksi enteral : infeksi saluran pencernaan makanan yang merupakan penyebab utama diare pada anak meliputi infeksi enternal sebagai berikut : Infeksi bakteri : vibrio, E. Coli, Salmonella, Stigella, Campilobacter, Yersinia,


(60)

Aeromonas dan sebagainya. Infeksi Virus : Entrovirus (Virus Echo, Coxsackie, Poliomielitis). Infeksi parasit : cacing (Ascaris, Trichuris, Oxyuris, Strongyloides)

2. Faktor Malabsorsi

Malabsorsi karbohidrat disakarida

3. Faktor makanan, makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan

4. Faktor psikologis, rasa takut dan cemas (Jarang, tetapi dapat terjadi pada anak yang lebih besar) (Ngastiyah, 2003)

e. Faktor-Faktor yang Meningkatkan Risiko Diare 1. Faktor lingkungan

Pasokan air tidak memadai, air terkontaminasi tinja, fasilitas kebersihan kurang, kebersihan pribadi buruk, misalnya tidak mencuci tangan setelah buang air, kebersihan rumah buruk. Misalnya tidak membuang tinja anaak di WC. Metode penyiapan dan penyimpanan makanan tidak higienes. Misalnya makanan dimasak tanpa dicuci terlebih dahulu atau tidak menutup makanan yang telah dimasak.

2. Praktik penyapihan yang buruk

a) Pemberian susu eksklusif dihentikan sebelum bayi berusia 4-6 bulan dan melalui pemberian susu melalui botol


(61)

3. Faktor individu a) Kurang gizi

b) Buruk atau kurangnya mekanisme pertahanan alami tubuh. Misalnya, diare lebih sering terjadi pada anak-anak, baik yang mengidap campak atau yang mengalami campak.

4. Produksi asam lambung berkurang

5. Gerakan pada usus berkurang yang memengaruhi aliran makanan yang normal (Savitri, 2002)

6. Pencegahan Diare

a) Beri ASI eksklusif sampai empat atau enam bulan dan teruskan menyusui sampai setidaknya setahun.

b) Hindari pemberian susu botol. Setelah usia 4-6 bulan, berikan makanan yang bergizi, bersih dan aman untuk mulai menyapih.

c) Gunakan makanan matang yang baru dimasak untuk memberi makan anak-anak.

d) Bersihkan wadah yang digunakan untuk mengumpulkan dan menyimpan air minum setiap hari.

e) Jika tidak yakin tentang kualitas air minum, rebuslah selama 10 menit dan tutuplah serta simpanlah dalam wadah yang sama.

f) Hindari kontak antara tangan dan air minum ketika menyajikannya

g) Cucilah tangan dengan sabun dibawah air yang mengalir sebelum memberi makan anak, memasak, setelah pergi ke WC atau membersihkan anak.


(62)

h) Buanglah tinja yang dikeluarkan anak dalam WC segera mungkin. i) Segeralah cuci baju yang terkena tinja anak dengan air hangat.

j) Berikan imunisasi campak kepada akan pada usia sembilan bulan karena resiko diare parah dan malnutrisi yang mengikutinya lebih tinggi. Setelah infeksi campak.

k) Pastikan bahwa daerah dimana anak bermain atau merangkak tetap bersih. Cucilah mainan yang anak mainkan secara teratur.

Penanggulangan diare yang harus diperhatikan adalah masalah kehilangan cairan tubuh yang berlebihan (dehidrasi). Dehidrasi ini bila tidak segera diatasi dapat membawa bahaya terutama bagi anak dan balita. Bagi penderita diare ringan dapat diberikan oralit dan bila dehidrasi yang berat perlu diberi cairan intravena atau infus. Usaha yang terpenting dalam penanggulangan diare adalah :

1. Ilmu dan teknologi tentang diare dari tenaga kesehatan (dokter, paramedik, dan masyarakat) usaha ini penting karena dengan meningkatknya pengatahuan dan keterampilan masyarakat dalam menghadapi diare akan banyak anak yang dapat diselamatkan.

2. Rehidrasi adalah usaha untuk mengembalikan cairan tubuh yang hilang selama diare dengan memberi cairan pengganti yaitu oralit atau cairan lain di rumah.

3. Memberi ASI dan memulihkan status gizi disamping pemberian oralit atau cairan lainnya. Pemberian ASI dapat mencegah dehidrasi dan memberikan zat kekebalan tubuh untuk menolak penyakit. Pemberian makanan akan


(63)

mencegah kekurangan gizi akibat diare yang telah menguras cadangan zat-zat gizi didalam tubuh anak.

4. Rujukan sebelum menjadi gawat. Bila diare dengan dehidrasi ringan dapat ditangani oleh ibu atau kader kesehatan. Diare dengan dehidrasi sedang sampai berat menunjukkan tanda-tanda bahaya segera dirujuk ke rumah sakit atau puskesmas untuk dirawat.

5. Menjaga kebersihan adalah kunci keberhasilan pencegahan terjadinya diare, baik kebersihan pribadi dan kebersihan lingkungan, terutama sarana air minum dan jamban keluarga. (Pedoman perawatan kesehatan anak, Ronald H. Sitorus, 2008)

2.7. Landasan Teori

Secara empiris telah dibuktikan bahwa diare merupakan salah satu penyakit yang berbasis lingkungan. Oleh karena itu banyak cara yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya angka kejadian diare diantaranya adalah melalui program penyuluhan. Penyuluhan merupakan kegiatan dalam hubungannya dengan peningkatan pengetahuan, keahlian, sikap maupun perilaku. Salah satu komponen utama penyuluhan adalah tenaga penyuluh. Seorang tenaga penyuluh kesehatan harus memiliki kompetensi yang baik dibidangnya, kompetensi yang dimaksud antara lain adalah pengetahuan, sikap dan keterampilan.

Sementara itu untuk menurunkan angka kejadian diare dapat dilakukan dengan upaya promotif yaitu melalui penyuluhan untuk meningkatkan pengetahuan ibu balita


(64)

dan juga melalui penyehatan lingkungan (Depkes RI, 2007). Berdasarkan teori tersebut maka dirumuskan suatu kerangka pemikiran sebagai berikut:

2.8. Kerangka Konsep

Berdasarkan landasan teoritis dan latar belakang maka dapat dirumuskan suatu kerangka konsep penelitian sebagai berikut:

PRE TEST POST TEST

Gambar 2.2. Kerangka Konsep Penelitian Intervensi

Penyuluhan Penanggulangan Diare

Ibu Balita

Pengetahuan dan Sikap tentang

penanggulangan diare

Ibu Balita

Pengetahuan dan Sikap tentang


(65)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimen dengan jenis quasi eksperimen (eksperimen semu) dengan rancangan pre dan post test (Arikunto, 1998) bertujuan untuk menganalisis Efektivitas (sebelum dan sesudah) penyuluhan tentang penanggulangan diare terhadap pengetahuan dan sikap ibu balita di Kecamatan Lhoksukon Kabupaten Aceh Utara. Penelitian ini menggunakan dua kelompok, yaitu kelompok yang diberi perlakuan metode penyuluhan dan kelompok kontrol yang tidak diberikan penyuluhan. Desain penelitian ini adalah sebagai berikut:

Gambar 3.1. Desain Penelitian

Keterangan:

Ye sb : pre-test untuk kelompok perlakuan, pengetahuan dan sikap ibu balita tentang penanggulangan diare sebelum diberi intervensi penyuluhan. Ye ssd : post-test untuk kelompok perlakuan, pengetahuan dan sikap ibu balita

tentang penanggulangan diare sesudah diberi intervensi penyuluhan. Yk 1 : pre-test untuk kelompok kontrol, pengetahuan dan sikap ibu balita

tentang penanggulangan diare sebelum diberi intervensi penyuluhan.

Ye sb X Ye ssd


(66)

Yk 2 : post-test untuk kelompok kontrol, pengetahuan dan sikap ibu balita tentang penanggulangan diare sesudah diberi intervensi penyuluhan. X : intervensi dengan penyuluhan.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1. Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di Kecamatan Lhoksukon Kabupaten Aceh Utara.

3.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan Maret hingga Agustus 2010.

3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu yang memiliki balita dan berdomisili di Kecamatan Lhoksukon Kabupaten Aceh Utara.

3.3.2 Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah ibu balita yang memiliki balita yang pernah mengalami diare dalam kurun waktu bulan Maret tahun 2010 yang berdomisili di Kecamatan Lhoksukon, Kabupaten Aceh Utara yang berjumlah 115 orang (Data Dinkes Kab. Aceh Utara tahun 2010).

Besarnya sampel ibu balita dalam penelitian ini ditentukan dengan menggunakan persamaan Slovin yaitu (Notoatmodjo S.) :

) ( 1 N d2

N n

+ =


(67)

Dimana :

N = Besar populasi n = Besar sampel

d = Tingkat kepercayaan/ketepatan yang diinginkan

32 05 , 32 5875 , 3 115 5875 , 2 1 115 ) 0225 , 0 ( 115 1 115 ) 15 , 0 ( 115 1 115 2 = = = + = + = + = n n n n n n

Dari rumus tersebut diperoleh besar sampel sebanyak 32 orang untuk kelompok perlakuan dan 32 orang untuk kelompok kontrol yang diambil secara acak sederhana (simple random sampling).

3.4 Metode Pengumpulan Data 3.4.1 Data Primer

Data primer, yaitu data yang langsung diperoleh dari hasil intervensi metode pemberian penyuluhan dengan responden. Data yang dikumpulkan meliputi pengetahuan, sikap ibu balita tentang penggulangan penyakit diare.


(68)

3.4.2 Data Sekunder

Yaitu data mengenai gambaran umum lokasi penelitian yang berasal dari Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Utara dan Kantor Kecamatan Lhoksukon.

3.4.3 Uji Validitas dan Reliabilitas

Pada penelitian ini uji coba dilakukan terhadap kuesioner pengetahuan dan sikap kepada 20 orang responden yang memiliki karakteristik yang sama dengan sampel (Arikunto, 2003). Uji ini dilakukan kepada ibu balita di Kota Lhokseumawe yang tidak termasuk sebagai sampel intervensi dalam penelitian ini.

Uji validitas dan reliabilitas (kesahihan dan keandalan) alat ukur penelitian berupa kuesioner dilakukan sebelum digunakan untuk mengukur nilai pengetahuan dan sikap ibu balita. Hal ini dimaksudkan agar alat ukur yang digunakan benar-benar tepat dan cermat dalam melakukan fungsi ukurnya serta dapat dipercaya. Validitas dan reliabilitas alat ukur dilihat dari koefisien korelasinya, semakin tinggi angka koefisien korelasinya semakin valid dan reliabel alat ukur tersebut (Sugiyono, 2002).

Uji validitas kuesioner dilakukan dengan cara melakukan korelasi antara skor masing- masing variabel dengan skor totalnya (Hastono, 2001). Suatu variabel dikatakan valid bila skor variabel tersebut adalah korelasi secara signifikan dengan skor totalnya. Teknik korelasi yang digunakan adalah korelasi Pearson Product Moment (r). Keputusan uji bila r hasil > r tabel maka Ho ditolak artinya variabel valid, sedangkan bila r hasil < r tabel maka Ho gagal ditolak artinya variabel tidak


(69)

valid. Nilai r tabel berdasarkan tabel r dengan menggunakan df= N-2, dimana N=20, df = 18, maka nilai r tabel adalah 0,444.

Untuk pengukuran reliabilitas dilakukan dengan cara one shot atau diukur sekali saja. Setelah semua pertanyaan valid, analisis dilanjutkan dengan uji reliabilitas. Untuk mengetahui reliabilitas caranya adalah membandingkan nilai r tabel dengan r hasil, dimana r hasil adalah nilai Alpha Cronbach’s. Keputusan uji bila Alpha Cronbach’s > r tabel, maka pertanyaan tersebut reliabel.

Alat ukur pengetahuan sebelum diuji berjumlah 20 item pertanyaan, setelah dilakukan uji validitas masing-masing item, maka semua pertanyaan dinyatakan valid dan reliabel. Kemudiaan 20 item tersebut diuji validitasnya kembali dan sudah valid, lalu dilakukan uji reliabel dan diperoleh nilai Alpha Cronbach’s 0,871 yang berarti alat ukur tersebut reliabel.

Lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 3.1 berikut:

Tabel 3.1 Hasil Perhitungan Validitas dan Reliabilitas

Variabel r tabel r hasil Apha Cronbach’s Keterangan

Pengetahuan 1 Pengetahuan 2 Pengetahuan 3 Pengetahuan 4 Pengetahuan 5 Pengetahuan 6 Pengetahuan 7 Pengetahuan 8 Pengetahuan 9 Pengetahuan 10 Pengetahuan 11 Pengetahuan 12 Pengetahuan 13 Pengetahuan 14 Pengetahuan 15 Pengetahuan 16 Pengetahuan 17 0,444 0,444 0,444 0,444 0,444 0,444 0,444 0,444 0,444 0,444 0,444 0,444 0,444 0,444 0,444 0,444 0,444 0,527 0,581 0,491 0,509 0,683 0,607 0,689 0,652 0,595 0,683 0,742 0,719 0,798 0,563 0,587 0,691 0,769

0,871 Valid dan reliable Valid dan reliabel Valid dan reliabel Valid dan reliabel Valid dan reliabel Valid dan reliabel Valid dan reliabel Valid dan reliabel Valid dan reliabel Valid dan reliabel Valid dan reliable Valid dan reliabel Valid dan reliabel Valid dan reliabel Valid dan reliabel Valid dan reliabel Valid dan reliabel


(70)

Sambungan Tabel 3.1 Pengetahuan 18 Pengetahuan 19 Pengetahuan 20 Sikap 1 Sikap 2 Sikap 3 Sikap 4 Sikap 5 Sikap 6 Sikap 7 Sikap 8 Sikap 9 Sikap 10 Sikap 11 Sikap 12 Sikap 13 Sikap 14 Sikap 15 Sikap 16 Sikap 17 Sikap 18 Sikap 19 Sikap 20 0,444 0,444 0,444 0,444 0,444 0,444 0,444 0,444 0,444 0,444 0,444 0,444 0,444 0,444 0,444 0,444 0,444 0,444 0,444 0,444 0,444 0,444 0,444 0,506 0,745 0,645 0,512 0,566 0,728 0,634 0,698 0,472 0,644 0,690 0,536 0,712 0,478 0,506 0,774 0,498 0,754 0,649 0,808 0,486 0,728 0,634 0,848

Valid dan reliabel Valid dan reliable Valid dan reliabel Valid dan reliabel Valid dan reliabel Valid dan reliabel Valid dan reliabel Valid dan reliabel Valid dan reliabel Valid dan reliabel Valid dan reliabel Valid dan reliabel Valid dan reliabel Valid dan reliabel Valid dan reliabel Valid dan reliabel Valid dan reliabel Valid dan reliabel Valid dan reliabel Valid dan reliabel Valid dan reliabel Valid dan reliabel

3.5 Variabel dan Definisi Operasional 3.5.1 Variabel Penelitian

1. Variabel dependen yaitu pengetahuan, sikap ibu balita tentang diare. 2. Variabel independen yaitu penyuluhan.

3.5.2 Definisi Operasional

1. Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui oleh ibu balita tentang penyakit diare (penyebab, definisi, pencegahan dan pengobatan).


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

Dokumen yang terkait

Gambaran Pengetahuan Ibu tentang Tatalaksana Diare pada Balita di Kecamatan Medan Sunggal

2 55 76

Efektivitas Penyuluhan Dan Media Leaflet Terhadap Pengetahuan Dan Sikap Ibu Balita Gizi Buruk Di Kecamatan Medan Denai

2 51 103

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU BALITA TENTANG DIARE TERHADAP TINDAKAN PEMBERIAN CAIRAN REHIDRASI PADA ANAK BALITA DIARE

3 40 20

EFEKTIVITAS PENYULUHAN TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU BALITA TENTANG PENCEGAHAN DIARE DI KECAMATAN WALIKUKUN NGAWI JAWA TIMUR

0 3 71

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU TENTANG MAKANAN BALITA TERHADAP STATUS GIZI BALITA DI DESA MALANGJIWAN, KECAMATAN COLOMADU, KABUPATEN Hubungan Pengetahuan dan Sikap Ibu Tentang Makanan Balita Terhadap Status Gizi Balita Di Desa Malangjiwan, Kecamatan

0 2 11

KARYA TULIS ILMIAH HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU TENTANG MAKANAN Hubungan Pengetahuan dan Sikap Ibu Tentang Makanan Balita Terhadap Status Gizi Balita Di Desa Malangjiwan, Kecamatan Colomadu, Kabupaten Karanganyar.

0 2 16

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TERHADAP PENINGKATAN PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU TENTANG PENCEGAHAN DIARE Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap Peningkatan Pengetahuan Dan Sikap Ibu Tentang Pencegahan Diare Pada Balita Di Desa Gladagsari Kecamatan Ampel Bo

0 4 16

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TERHADAP PENINGKATAN PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU TENTANG PENCEGAHAN DIARE PADA BALITA DI DESA GLADAGSARI Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap Peningkatan Pengetahuan Dan Sikap Ibu Tentang Pencegahan Diare Pada Balita Di Des

0 0 19

EFEKTIVITAS PENYULUHAN TERHADAP PENGETAHUAN IBU TENTANG PENATALAKSANAAN DIARE PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TANGEN SRAGEN.

0 0 16

FITRI EKA WULANDARI R0108021

1 11 59