maupun non-muslim diperlakukan secara adil dengan mempeoleh hak perlindungan dan hak persamaan dalam kehidupan sosial dan politik.
2
Keadilan ini juga diberlakukan untuk memperoleh pendidikan yang diajarkan pada saat itu, baik muslim maupun non-muslim berhak mendapatkan pendidikan,
baik pendidikan umum atau pendidikan ilmu-ilmu agama seperti Al-Quran dan hadits, atau juga mendapatkan pendidikan startegi peperangan untuk
mempertahankan kedaulatan negara Madinah. Seperti pada zaman penjajahan negara Indonesia yang ketika itu dijajah oleh
Belanda yang membedakan jenjang pendidikan antara anak bangsawan dan yang bukan anak dari keturunan bangsawan. Kalau anak dari keturunan bangsawan yang
ingin bersekolah di tempatkan pada level yang lebih tinggi atau di kalangan para penjajah Belanda atau sekolah yang didirikan oleh penjajah Belanda. Begitulah
penerapan pendidikan pada masa kolonial yang sangat jelas perbedaannya antara yang satu dengan yang lainnya, kehidupan ini memperlihatkan bahwa tidak adanya
perlakuan yang adil antara si miskin dan si kaya, antara bangsawan atau yang bukan bangsawan. Kalau pada zaman sekarang masih ada rasa ketidakadilan pada salah satu
institusi pendidikan maka, tidak akan terealisasikan tujuan pendidikan yang selama ini dicanangkan oleh pemerintah.
B. Prinsip-Prinsip dalam Pendidikan pada Peristiwa Piagam Madinah a. Prinsip Demokrasi
Menurut Khalifah Abdul Hakim, Piagam itu dibuat untuk memberi kebebasan kepada semua golongan, karena salah satu inti perjuangan Islam adalah mewujudkan
2
Ibid., hlm. 222-223.
kadilan sosial dan karenanya Al-Quran mengajarkan kepada umat manusia agar berjuang menentang kezaliman dan penindasan terhadap kebebasan. Sebab, rakyat
bebas untuk memeluk keyakinan yang disukainya dan berbuat menurut kehendaknya. Sebagaimana Khalifah Abdul Hakim, Haroon Khan Sherwani juga berpendapat
bahwa Piagam itu memberikan perlindungan kepada semua golongan, menjamin kebebasan berpendapat dan kehendak umum. Nabi juga memberikan kebebasan
kepada orang-orang kristen di Najran mengamalkan ajaran mereka. Disebut undang-undang atau konstitusi, menurut Marmaduke Pickthal, karena
naskah itu mencerminkan perhatian Muhammad sebagai pemimpin untuk menetapkan dan mengatur kepentingan umum sebagai undang-undang negara the
constitution of the state. Menurut Gibb, undang-undang legislatif Islam yang pertama itu telah meletakkan dasar-dasar sosio-politik untuk mempersatukan
penduduk Madinah dan itu merupakan hasil dari inisiatif Nabi, bukan dari wahyu Allah. Wensinck melihat konstitusi itu sebagai dektrit yang yang menetapkan
hubungan tiga golongan Muhajirin-Anshar-Yahudi. Terwujudnya konstitusi itu bukti kekuasaannya yang besar setelah tinggal dalam waktu yang pendek di Madinah.
Beliau orang baru, mampu meletakkan undang-undang untuk semua golongan dari populasi kota itu dan mampu mengendalikan kekuasaan-kekuasaan yang ada serta
sukses mempersatukan kota itu secara politik.
3
3
Ibid, hlm. 110-111
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, demokrasi diartikan sebagai : Gagasan atau pandangan hidup yang mengutamakan persamaan hak dan kewajiban
serta perlakuan yang sama bagi semua warga negara.
4
Demokrasi di samping merupakan pelaksanaan dan prinsip kesamaan sosial dan tidak adanya perbedaan yang mencolok, juga menjadi suatu cara hidup, suatu
way of life yang menekankan nilai individu dan intelegensi serta manusia percaya bahwa dalam berbuat bersama manusia menunjukkan adanya hubungan sosial yang
mencerminkan adanya saling menghormati, kerja sama, toleransi dan fair flay. Dalam pendidikan, demokrasi ditunjukan dengan pemusatan perhatian serta
usaha pada si anak didik dalam keadaan sewajarnya intelegensi, kesehatan, keadaan sosial dan sebagainya. Serta antara pemerintah dengan rakyatnya, pemerintah yang
bertugas memberikan fasilitas untuk pendidikan agar tercapainya tujuan pendiikan secara merata disetiap daerah tanpa adanya pembedaan antara satu daerah dengan
daerah lain, kalau semua ini dilakukan oleh pemerintah secara merata maka tujuan pendidikan nasional yang dicanangkan akan berjalan sesuai prosedur. Dengan
demikian, tampaknya demokrasi pendidikan merupakan pandangan hidup yang mengutarakan persamaan hak dan kewajiban serta perlakuan yang sama di dalam
berlangsungnya proses pendidikan antara pendidik dan anak didik serta antara pemerintah dengan rakyatnya.
Demokrasi ini juga secara tidak langsung telah dilaksanakan oleh seorang Rasulallah dalam menetapkan Piagam Madinah tersebut, yakni beliau tidak
4
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, 1990, hlm. 195
membatasi kebebasan antar peserta Piagam tersebut, seperti tidak menghilangkan adat-istiadat mereka selama tidak bertentangan dengan Piagam yang mereka sepakati
bersama. Prinsip seperti inilah demokrasi yang dapat diambil kesimpulan untuk
dijadikan sebagai proses pendidikan formal atau non formal sebagai kontribusi pada zaman sekarang ini, terutama bagi setiap negara yang menginginkan kemajuan
negaranya dari segi pendidikannya.
b. Prinsip Kebebasan
Pada ketetapan Piagam Madinah tentang prinsip manusia sebagai umat yang satu ummat wahidat, selain prinsip demokrasi juga diperlukannya prinsip
kebebasan. Sebab, jika setiap orang atau golongan tidak tidak memperoleh kebebasan, maka prinsip tersebut tidak akan terwujud nyata dalam kehidupan
masyarakat. Karena kebebasan merupakan salah satu hak dasar hidup setiap orang dan merupakan pengakuan seseorang atau kelompok atau persamaan dan kemuliaan
harkat kemanusiaan orang lain. Dengan kebebasan membuat setiap orang atau golongan merasa terangkat eksistensinya dan dihargai harkat kemanusiaannya di
tengah-tengah kemajemukan umat. Karena itu, prinsip kebebasan mutlak perlu dikembangkan dan dijamin
pelaksanaannya guna terjaminnya keutuhan masyarakat pluralistik. Kebebasan- kebebasan yang dibutuhkan manusia adalah kebebasan beragama, kebebasan dari
perbudakan, kebebasan dari kekurangan, kebebasan dari rasa takut, kebebasan menyatakan pendapat, kebebasan bergerak, kebebasan dari penganiayaan dan lain-
lain. Di dalam Piagam Madinah juga terdapat ketetapan-ketetapan mengenai kebebasan yang diperuntukan bagi segenap penduduk Madinah, yaitu :
Pertama kebebasan melakukan adat kebiasaan yang baik. Golongan Muhajirin dari Quraisy tetap berpegang pada adat kebiasaan baik mereka, mengambil dan
membayar diat tebusan diantara mereka dan menebus tawanan-tawanan mereka menurut kebiasaan baik maaruf dan adil al-qisth diantara mereka yang mukmin.
Ketetapan ini terdapat pada pasal 2-10 yang terdiri dari beberapa suku untuk tidak meninggalkan kebiasaan mereka yang baik.
Kedua kebebasan dari kekurangan. Hal ini dapat dilihat dalam ketetapan Piagam Madinah yang menyatakan bahwa sesungguhnya orang-orang mukmin tidak
boleh membiarkan seseorang diantara mereka menanggung beban hutang dan beban keluarga yang harus diberi nafkah, tetapi memberinya bantuan dengan cara yang baik
dalam menebus tawanan atau membayar diat. Al-Quran juga menyatakan bahwa orang-orang mukmin yang berhijrah serta
berjihad dengan harta dan jiwa mereka di jalan Allah dan orang-orang memberi pertolongan dan tempat kediaman kaum Anshar kepada kaum Muhajirin, satu sama
lain saling melindungi dan diantara mereka terjalin persaudaraan yang amat teguh untuk membentuk masyarakat yang baik.
Ketiga, kebebasan dari penganiayaan dan menuntut hak. Prinsip ini difahami dari ketetapan Piagam yang menyatakan : “bahwa kaum Yahudi yang mengikuti kami
berhak mendapat perlindungan dan hak persamaan tanpa ada penganiayaan atas mereka dan tidak pula ditolong orang yang menjadi musuh mereka pasal 16 dan
bahwa tidak ada orang yang boleh menghalangi seseorang menuntut haknya, juga terdapat pada pasal 36.
Dengan ketetapan ini, seluruh penduduk Madinah mendapat hak jaminan keamanan dan hak kebebasan dari penganiayaan. demikian pula kaum Yahudi
sebagai anggota umat dan bagian dari penduduk Madinah yang mengakui Piagam Madinah mendapat jaminan yang sama. Bahkan kaum muslimin tidak akan
membantu orang-orang yang memusuhi mereka. Mereka dijamin tidak akan mendapat penganiayaan dari siapa pun. Setiap individu dari penduduk Madinah juga
mempunyai kebebasan untuk menuntut haknya, seperti bila ia dilukai, mempunyai hak untuk menuntut balas atau menuntut denda dan anti rugi secara baik dan adil.
Keempat, kebebasan dari rasa takut. Piagam ini menyatakan : “Bahwa siapa saja yang keluar dari kota Madinah atau tetap tinggal di dalamnya ia akan aman
kecuali orang-orang yang berbuat zalim dan dosa”. Ketetapan ini sesuai dengan pasal 47.
ketetapan ini merupakan pengakuan akan hak atas hidup dan keselamatan diri, hak atas perlindungan diri, hak atas kebebasan dan keamanan diri pribadi setiap
penduduk Madinah. Setiap warga negara yang keluar masuk dari dan ke kota itu maupun yang tinggal di dalamnya, keamanannya dijamin. Tidak ada tindakan
kejahatan dan penganiayaan atasnya. Hak-hak ini merupakan bagian dari “hak kebebasan personal”, yang harus diperoleh setiap orang.
Secara fungsional ketetapan tersebut bertujuan untuk memelihara keamanan dan kebebasan penduduk Madinah dalam mengadakan hubungan-hubungan sosial
dengan siapa saja, bebas dan aman mencari nafkah hidup, bebas dan aman
mengembangankan kemampuan diri di berbagai bidang kehidupan, bebas dan aman mengajarkan agama dan sebagainya tanpa ada rasa takut. Ia juga bertujuan untuk
merekayasa masyarakat Madinah yang heterogen itu agar bebas dari permusuhan dan terwujudnya masyarakat Madinah yang bermoral dan tertib, yaitu masyarakat yang
saling menghargai dan menghormati sesama. Kelima, kebebasan perpendapat. Prinsip ini tidak dinyatakan oleh teks Piagam
Madinah secara eksplisit. Prinsip ini dipahami dari pasal 37 yang menyatakan : “… dan bahwa diantara mereka saling memberi saran dan nasihat yang baik dan berbuat
kebaikan tidak dalam perbuatan dosa” dan pasal 23 yang menyatakan : “Dan bahwa bila kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, maka sesungguhnya rujukan untuk
menyelesaikannya adalah kepada Allah dan Muhammad SAW. Dua ketetapan ini mengisyaratkan adanya jaminan kebebasan berbicara dan
menyatakan pendapat bagi penduduk Madinah. Undang-undang mengakuinya sebagai hak setiap individu atau salah satu dari hak kebebasan personal. Artinya,
pasal-pasal tersebut memberikan hak kebebasan kepada penduduk Madinah tanpa kecuali untuk mengutarakan pendapat-pendapatnya. Seperti warga negara Madinah
yang muslim boleh berbeda pendapat dengan Nabi dalam masalah-masalah kemasyarakatan yang belum ada ketentuannya dari wahyu, tapi tidak boleh masalah
akidah dan syariat yang jelas ketetapannya, sedangkan warga negara yang tidak muslim boleh berbeda pendapat dengan Nabi baik dalam masalah syariat, keyakinan
maupun masalah kemasyarakatan. Sebagaimana yang diucapkan oleh Nabi bahwa Perbedaan di kalangan umatku adalah rahmat.
Keenam, kebebasan beragama. Penetapan prinsip ini di dalam Piagam Madinah tampaknya menjadi jawaban nyata terhadap situasi sosial penduduk
Madinah, yakni adanya keragaman komunitas agama dan keyakinan di kota itu. Nabi, tentunya saja sangat memahami situasi ini. Beliau menyadari posisinya sebagai Nabi,
fungsinya antara lain untuk berdakwah dan menyampaikan kebenaran Islam, bukan memaksa orang untuk menerima Islam. Karena persoalan agama merupakan masalah
keyakinan, maka tidak seorang pun boleh memaksakan suatu keyakinan kepada siapa pun. Untuk itu beliau mengundangkan prinsip toleransi beragama, yang secara teknis
sering dikaitkan dengan kemerdekaan dan kebebasan beragama. Karena Piagam Madinah adalah konstitusi negara Madinah, maka ketetapan
tersebut mengandung makna dan fungsi strategis di mana kebebasan melaksanakan ajaran dan keyakinan bagi komunitas-komunitas agama dan keyakinan yang ada di
Madinah dijamin secara konstitusional. Artinya, kebebasan beragama dijamin oleh negara dan undang-undang. Muhammad SAW, dalam kapasitasnya sebagai Nabi dan
kepala negara tidak memaksa mereka yang belum muslim untuk menerima Islam. Bahkan beliau menciptakan kerukunan antar komunitas agama dan keyakinan yang
ada. Dalam kaitan ini, Fazlur Rahman menyatakan, Piagam ini telah memberi
jaminan kebebasan beragama bagi orang-orang Yahudi sebagai suatu komunitas dan mewujudkan kerja sama seerat mungkin dengan sesama kaum muslimin.
5
Karena tujuan yang hendak dicapai adalah terciptanya suasana hidup rukun dalam
masyarakat majemuk itu, tanpa setiap golongan merasa diperlakukan secara tidak
5
Fazlur Rahman, Islam, terjemahan Drs. Senuaji Saleh, Bina Aksara, Jakarta, 1987, hlm. 12.
adil. Sebab, sebagai sesama anggota ummat, orang-orang non-muslim memiliki hak- hak politik dan kultur yang sama dengan orang-orang muslim.
Dengan demikian, ketetapan tersebut mengakui eksistensi komunita- komunitas agama, menjamin kemerdekaan dan kebebasan dalam melaksanakan
ajaran agamanya dan menghormati hak kebebasan personal bagi setiap orang dalam memilih agama dan keyakinan yang dikehendakinya. Bahkan orang yang tidak
memilih suatu agama pun harus dihormati.
6
Pendidikan adalah suatu proses pencapaian kemanusiaan universal, yaitu manusia yang mencapai kebebasan nurani. Keutuhan hidup manusia dimulai dengan
adanya kebebasan, untuk menerima atau menolak sesuatu yang berkaitan dengan nilai hidup pribadi yang mendalam. Ia bebas dari setiap paksaan sekalipun yang
dilaksanakan atas nama kebenaran mapan. Kemanusiaan universal haruslah dipandang sebagai telah dewasa dan matang
dalam mengambil keputusan tentang hidup nuraninya, dengan kesediaan menanggung resiko. Manusia dalam suasana kebebasan dan kejujuran hati nurani, akan mampu
membedakan, menangkap dan mengikuti yang benar dan yang sejati. Pendidikan mempunyai satu tujuan dasar yang universal yaitu membawa
manusia menjadi individu yang dewasa. Dewasa berarti seseorang mencapai tahapan otonomi relatif dalam perkembangan dan pertumbuhannya. Dewasa juga mempunya
pengertian bertanggung jawab terhadap keputusan tindakannya. Kebebasan nurani
6
J. Suyuthi Pulungan, Op cit, hlm. 156-167.
berarti bebas dari segala paksaan dan dominasi. Inilah manusia tauhid, yang tidak berserah diri kepada kekuasaan apapun kecuali kepada Allah SWT.
Otonomi relatif ini menyebabkan seseorang sanggup berpikir sendiri, menggunakan pikiran sendiri dan pikiran orang lain untuk menyusun pertimbangan
sendiri, menarik kesimpulan sendiri dan akhirnya membuat keputusan sendiri untuk melakukan atau tidak melakukan suatu tindakan. Jadi dia menghayati suatu tindakan
sebagai hasil pertimbangan dan keputusan sendiri, bukan suatu yang dipaksakan dari luar, karena itu siap menanggung resiko.
Hanya manusia dengan kepercayaan diri yang tinggi, yang memiliki kebebasan nurani akan terbuka terhadap ilmu dan teknologi, dan mempergunakkanya
untuk memecahkan masalah. Inilah prinsip-prinsip universal tentang kebenaran dan keadilan yang bermuara pada
persamaan, persaudaraan dan kemerdekaan : • Pluralis yaitu semangat yang mengakui kenyataan yang beragam dan bergaul
secara beradab. • Toleran yaitu sikap menghormati perbedaan dan keterbukaan untuk pengujian
oleh siapa pun. • Berpikir positif yaitu memandang orang lain juga dilahirkan dengan fitrah
kesucian dan cenderung pada kebaikan.
7
c. Prinsip Persamaan atau kesetaraan
7
Utomo Dananjaya, Sekolah Gratis, Esai-Esai Pendidikan yang Membebaskan, Jakarta: Paramadina, 2005, Cet, I, hlm, 228-231.
Masyarakat sebelum Islam, terdiri dari berbagai kabilah setiap kabilah membanggakan ‘ashabiyyat kefanatikan terhadap keluarga, suku dan golongan dan
nasab asal keturunan sehingga mereka terjerumus ke dalam pertentangan, kekacauan politik dan sosial. masyarakat mereka yang berdasarkan ‘ashabiyyat itu
tidak mengenal adanya persamaan antara sesama manusia. Satu kabilah dengan kabilah yang lainnya tidak saling melindungi. Satu kabilah adalah musuh bagi kabilah
yang lainnya yang harus dilenyapkan, karena setiap kabilah menganggap dirinya lebih unggul dari kabilah lainnya. Setiap kabilah sibuk dengan urusannya sendiri,
tanpa ada kepedulian sosial terhadap kabilah lain. Tampaknya Nabi Muhammad melihat bahwa sistem kehidupan bermasyarakat
demikian tidak manusiawi. maka ketika beliau berhijrah ke Madinah dan kemudian membuat perjanjian tertulis, beliau menetapkan seluruh penduduk Madinah
memperoleh status yang sama atau persamaan dalam kehidupan sosial. Ketetapan Piagam tentang prinsip persamaan ini dapat diikuti sebagai berikut:
1. Dan bahwa orang Yahudi yang mengikuti kami akan memperoleh hak
pelindungan dan hak persamaan tanpa ada penganiayaan dan tidak ada orang yang membantu musuh mereka pasal 16.
2. Dan bahwa Yahudi Al-Aus, sekutu mereka dan diri jiwa mereka
memperoleh hak seperti apa yang terdapat bagi pemilik shahifat ini serta memperoleh perlakuan yang baik dari pemilik shahifat ini pasal 46.
Ketetapan tersebut di samping bersifat umum juga bersifat khusus, yaitu persamaan akan hak hidup, hak keamanan jiwa, hak perlindungan baik laki-laki
maupun perempuan dan baik golongan Islam maupun non Islam.
Persamaan yang mencakup berbagai aspek kehidupan dapat dirujuk pada jiwa ketetapan lain. Persamaan dari unsur kemanusiaan tampak dalam ketetapan yang
menyatakan seluruh penduduk Madinah adalah umat yang satu atau umat-umat yang mempunyai status sama dalam kehidupan sosial pasal 25-35; hak membela diri
pasal 36; persamaan tanggung jawab dalam mempertahankan keamanan kota Madinah pasal 44 dan banyak lagi persamaan-persamaan yang lainnya.
Hak-hak ini adalah hak manusia yang paling dasar yang tidak boleh dilanggar oleh siapa pun. Pengakuan akan hak-hak ini berarti pengakuan terhadap persamaan
semua golongan. Dengan begitu Piagam Madinah tidak mengenal kategori dikotomi di antara
manusia. Golongan Islam dan penduduk lain sama-sama diakui hak-hak sipilnya, tidak satu golongan pun diistimewakan. Prinsip persamaan manusia diperkuat pula
oleh Nabi dengan sabdanya yang artinya sebagai berikut : “Wahai manusia, ingatlah bahwa sesungguhnya Tuhan kamu satu dan bapak kamu
satu. ingatlah tidak ada keutamaan orang Arab atas orang bukan Arab, tidak ada keutamaan orang bukan Arab atas orang Arab, orang hitam atas orang berwarna,
orang berwarna atas orang hitam, kecuali karena takwanya”. Hadits ini menerangkan bahwa dari segi kemanusiaan tidak ada perbedaan
antara seluruh manusia, sekalipun mereka berbangsa-bangsa atau berbeda warna kulit. umat manusia seluruhnya adalah sama. Keutamaan masing-masing terletak
pada kadar takwanya kepada Tuhannya. Kaitannya dengan pendidikan zaman sekarang adalah bahwa setiap manusia
mempunyai persamaan hak untuk mendapatkan pendidikan yang sesuai yang
dijadikan sebagai kebutuhan hidup, bebas dari segala keterbelakangan serta bersama mendapatkan kesamaan pendidikan dengan warga yang lain.
Ancaman peperangan dan kekerasan dalam pengalaman kemanusiaan, menumbuhkan kesadaran persamaan hak asasi manusia. Promosi hak asasi manusia
dalam berbagai bentuknya termasuk dalam pendidikan adalah upaya transformasi dari kebudayaan peperangan dan kekerasan kepada kebudayaan perdamaian dan cinta.
Untuk berhasil meraih tujuan-tujuan tersebut, dapat diambil contoh antara guru dan murid dalam kelas yaitu setiap guru memerlukan strategi dan bentuk-bentuk
kegiatan pendidikan yang didasarkan pada perubahan paradigma dari mengajar kepada belajar. Ini berarti perubahan kualitas praktek guru di dalam kelas. Guru yang
mempunyai hak dan wewenang penuh di dalam kelas, haruslah guru yang berkepribadian merdeka, dengan keyakinan profesional dan kesadaran menampilkan
prilaku peduli care, berbagi sharing dan tulus fair, sehingga tercipta suasana kelas yang mendorong warga belajar untuk senang belajar dan belajar dengan senang.
Maka dominasi aktivitas kelas terletak pada kegiatan murid. Juga peran pemerintah harus ditingkatkan demi lancarnya sistem pendidikan nasional dengan tidak
membedakan antara si kaya dan si miskin dalam pendidikan, harus sama-sama diberi kedudukan yang sederajat agar tidak adanya kesalahpahaman antara para pesrta didik.
Di tingkat yang lebih tinggi nilai-nilai keadilan, persamaan, keterbukaan dan demokrasi dibudayakan sebagai lawan peperangan dan kekerasan dalam upaya
membudayakan hak asasi manusia. Maka mendidik manusia adalah upaya untuk menanamkan nilai-nilai luhur
kemanusiaan. Nilai-nilai luhur ini telah tumbuh dan mapan dalam peradaban
manusia, oleh karena itu perlu diwariskan dan terus diwariskan secara turun temurun. Pendidikan adalah pewarisan nilai-nilai. Dengan mendarahdagingkan nilai-nilai hak
asasi manusia, maka orang atau masyarakat akan menegakkan HAM dan membela kehormatan manusia.
8
Inilah perlunya persamaan antara satu individu dengan yang lainnya atau antara warga satu dengan warga yang lain untuk mendapatkan persamaan dalam hal
hak asasi manusia, yaitu bebas dari segala peperangan, kekerasan dan lain-lain serta yang lebih penting adalah persamaan mendapatkan hak pendidikan.
C. Fungsi Pendidikan Pada Peristiwa Piagam Madinah