Piagam Madinah Dari Perspektif Kebudayaan

(1)

Zuraidah Hafni : Piagam Madinah Dari Perspektif Kebudayaan, 2009.

PIAGAM MADINAH DARI PERSPEKTIF

KEBUDAYAAN

SKRIPSI SARJANA O

L E H

ZURAIDAH HAFNI NIM : 050704031

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS SASTRA

PROGRAM STUDI SASTRA ARAB

MEDAN


(2)

Zuraidah Hafni : Piagam Madinah Dari Perspektif Kebudayaan, 2009.

PIAGAM MADINAH DARI PERSPEKTIF

KEBUDAYAAN

SKRIPSI SARJANA Dikerjakan

O L E H

ZURAIDAH HAFNI NIM : 050704031

Pembimbing I Pembimbing II

Drs. Aminullah, M.A., Ph.D Drs. Bahrum Saleh, M.Ag

NIP : 132049790 NIP : 131918537

Skripsi ini diajukan kepada Panitia Ujian

Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara Medan Untuk melengkapi salah satu ujian sarjana sastra dalam bidang Ilmu Bahasa Arab

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS SASTRA

PROGRAM STUDI SASTRA ARAB

MEDAN


(3)

Zuraidah Hafni : Piagam Madinah Dari Perspektif Kebudayaan, 2009. Disetujui oleh:

FAKULTAS SASTRA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

PROGRAM STUDI SASTRA ARAB

Ketua, Sekretaris,

Dra. Khairawati, M.A., Ph.D Drs. Mahmud Khudri,M.Hum


(4)

Zuraidah Hafni : Piagam Madinah Dari Perspektif Kebudayaan, 2009. PENGESAHAN

Diterima oleh :

Panitia ujian Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara untuk melengkapi salah satu syarat ujian Sarjana Sastra dalam bidang Ilmu Bahasa Arab pada Fakultas Sastra USU Medan

Pada :

Hari :

Tanggal :

FAKULTAS SASTRA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Dekan,

1. Dra. Khairawati, M.A., Ph.D ( ---)

Drs. Syaifuddin, M.A., Ph.D NIP : 132 098 531

Panitia Ujian :

No Nama Tanda Tangan

2. Drs. Mahmud Khudri, M.Hum ( ---)

3. Drs. Aminullah, M.A., Ph.D ( ---)

4. Drs. Bahrum Saleh, M.Ag ( ---)


(5)

Zuraidah Hafni : Piagam Madinah Dari Perspektif Kebudayaan, 2009. PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Apabila pernyataan yang saya perbuat ini tidak benar, saya bersedia menerima sanksi berupa pembatalan gelar kesarjanaan yang saya peroleh.

Medan, Juni 2009


(6)

Zuraidah Hafni : Piagam Madinah Dari Perspektif Kebudayaan, 2009.

PEDOMAN TRANSLITERASI

Transliterasi yang digunakan dalam skripsi ini adalah Pedoman Transliterasi berdasarkan SK Bersama Menteri Agama dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI No.158 tahun 1987 dan No. 0543b /U/1987 tertanggal 22 Januari 1988.

A. Konsonan

Huruf Arab

Nama Huruf Latin Nama

Alif Tidak dilambangkan Tidak dilambangkan

Ba b Be

Ta t Te

Sa es (dengan titik di atas)

Jim j Je

Ha 祈 ha (dengan titik di bawah)

Kha kh ka dan ha

Dal d De

Zal zet (dengan titik di atas)

Ra r Er

Zai z Zet

Sin s Es

Syin sy es dan ye

Sad И es (dengan titik di bawah)

Dad 危 de (dengan titik di bawah)

Ta 居 te (dengan titik di bawah)


(7)

Zuraidah Hafni : Piagam Madinah Dari Perspektif Kebudayaan, 2009.

‘Ain ‘ koma terbalik (di atas)

Gain g Ge

Fa f Ef

Qaf q Ki

Kaf k Ka

Lam l El

Mim m Em

Nun n En

Waw w We

Ha h Ha

Hamzah ` apostrof

Ya y Ye

B. Konsonan Rangkap

Konsonan rangkap (tasydid) ditulis rangkap.

Contoh : = muqaddimah

= al-Madinah al-Munawwarah

C. Vokal

1. Vokal Tunggal

--- (fathah) ditulis “a”, contoh : = qara’a

--- (kasrah) ditulis “i”, contoh : = raima


(8)

Zuraidah Hafni : Piagam Madinah Dari Perspektif Kebudayaan, 2009. 2. Vokal Rangkap

Vokal rangkap --- (fathah dan ya) ditulis “ai ”

Contoh : = zainab

= kaifa

Vokal rangkap --- (fathah dan waw) ditulis “au”

Contoh : = 祈aula

= qaulun

D. Vokal Panjang (maddah)

--- dan --- (fathah) ditulis “a”, contoh : = q ma = qa

--- (kasrah) ditulis “i”, contoh : = ramun

--- (dammah) ditulis “u”, contoh : = ‘ul mun

E. Ta Marbutah

a. Ta marbutah yang berharkat sukun ditransliterasikan dengan huruf “h”

Contoh : = makkah al-mukarramah

= asy-syar ‘ah al-isl miyah

b. Ta marbutah yang berharkat hidup ditransliterasikan dengan huruf “t”

Contoh : = al-uk matu al-isl miyah


(9)

Zuraidah Hafni : Piagam Madinah Dari Perspektif Kebudayaan, 2009. F. Hamzah

Huruf hamzah ( ) di awal kata dengan vokal tanpa didahului oleh tanda apostrof. Contoh : = im nun

G. Lafzu al-Jal lah

Lafzu al-Jal lah (kata ) yang berbentuk frase nomina ditransliterasi tanpa hamzah.

Contoh : = ‘Abdullah

= 祈ablullah

H. Kata Sandang “al”

1. Kata sandang “al” tetap ditulis “al”, baik pada kata yang dimulai dengan huruf

qamariyah maupun syamsiyah.

Contoh : = al-am kinu al-muqaddasah

= al-siy sah al-syar‘iyyah

2. Huruf “a” pada kata sandang “al” tetap ditulis dengan huruf kecil meskipun merupakan nama diri.

Contoh : = al-Mawardi

= al-Azhar

3. Kata sandang “al” di awal kalimat dan pada kata “Allah SWT, Qur’an” ditulis dengan huruf kapital.

Contoh : Al-Afgani adalah seorang tokoh pembaharu


(10)

Zuraidah Hafni : Piagam Madinah Dari Perspektif Kebudayaan, 2009. KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi Rabbi al-‘ lam n peneliti panjatkan ke hadirat Allah SWT karena atas segala karunia dan rahmat-Nya maka peneliti dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini sebagaimana yang ada di hadapan pembaca.

Shalawat dan salam juga peneliti sampaikan kepada Nabi Muhammad SAW, seorang tokoh revolusioner dunia yang memiliki akhlak Al-Qur’an sehingga menjadi teladan bagi segenap umat.

Skripsi ini berjudul “Piagam Madinah dari Perspektif Kebudayaan”. Peneliti tertarik memilih judul ini karena 14 abad yang lalu telah ada sebuah piagam yang mengatur tentang tata cara hidup bersama dalam masyarakat majemuk yang sering dilanda perang saudara. Piagam yang dibuat tersebut mampu menampung seluruh aspirasi masyarakat sehingga tercipta keamanan dan kedamaian dalam kehidupan masyarakat karena peraturan dalam piagam tersebut dipatuhi oleh seluruh anggota masyarakat. Peneliti juga menganggap bahwa penelitian yang dilakukan bukan hanya untuk menambah perbendaharaan skripsi saja tetapi juga harus menimbulkan kepuasan tersendiri dan berpengaruh terhadap kehidupan.

Skripsi ini diajukan untuk memenuhi salah satu syarat dalam memperoleh gelar Sarjana Sastra (S.S) pada Program Studi Sastra Arab, Fakultas Sastra, Universitas Sumatera Utara.

Peneliti menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak terdapat kesalahan dan kekeliruan. Oleh karena itu, peneliti memohon saran dan kritik yang konstruktif dari semua pihak demi kesempurnaan skripsi ini.

Medan, 2009


(11)

Zuraidah Hafni : Piagam Madinah Dari Perspektif Kebudayaan, 2009. DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

UCAPAN TERIMA KASIH ... ii

DAFTAR ISI ... iv

ABSTRAK ... vi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah... 4

1.3. Tujuan Penelitian ... 4

1.4. Manfaat Penelitian ... 4

1.5. Metode Penelitian... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Piagam Madinah ... 6

2.2. Pengertian Kebudayaan ... 8

2.3. Unsur-Unsur Kebudayaan ... 9

2.4. Wujud Kebudayaan ... 13

2.5. Aspek-Aspek Kebudayaan... 17

2.6. Perbedaan Kebudayaan dan Peradaban ... 22

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Latar Belakang Piagam Madinah ... 26


(12)

Zuraidah Hafni : Piagam Madinah Dari Perspektif Kebudayaan, 2009.

3.2. Analisis Isi Piagam Madinah ... 32

3.3. Peran Piagam Madinah terhadap Masyarakat Madinah ditinjau dari Perspektif Kebudayaan ... 48

BAB IV PENUTUP 4.1. Kesimpulan ... 52

4.2. Saran ... 52

DAFTAR PUSTAKA ... viii


(13)

Zuraidah Hafni : Piagam Madinah Dari Perspektif Kebudayaan, 2009. ABSTRAK

Zuraidah Hafni, 2009. Piagam Madinah dari Perspektif Kebudayaan. Medan: Program Studi Bahasa Arab Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara.

Peneliti mengajukan skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk mengikuti ujian skripsi di Program Studi Bahasa Arab Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara. Judul skripsi ini adalah ”Piagam Madinah dari Perspektif Kebudayaan”.

Tujuan penulisan skripsi ini adalah untuk mengetahui latar belakang lahirnya Piagam Madinah dan untuk mengetahui peran Piagam Madinah terhadap masyarakat Madinah ditinjau dari perspektif kebudayaan. Untuk menganalisis Piagam tersebut peneliti menggunakan teori yang dikemukakan oleh Sutan Takdir Alisyahbana tentang kebudayaan. Piagam Madinah adalah perjanjian yang ditetapkan oleh Nabi Muhammad SAW setelah hijrah ke Madinah antara kaum Muhajirin, Anşar dan kaum Yahudi Madinah.

Piagam Madinah memiliki peran penting dalam masyarakat Madinah pada awal hijrah Muhammad SAW ke Madinah. Di antara peran tersebut adalah membina persatuan dan kesatuan dalam masyarakat Madinah yang terdiri dari berbagai suku dan agama. Terbinanya persatuan dan kesatuan dalam masyarakat tentunya akan mengurangi konflik perang saudara yang sering terjadi antara suku-suku di Madinah.

Untuk menganalisis Piagam Madinah, peneliti melakukan penelitian dengan studi kepustakaan (library research) dan metode analisis deskriptif.


(14)

Zuraidah Hafni : Piagam Madinah Dari Perspektif Kebudayaan, 2009.

(Sutan Takdir Alisyahbana)

)

(

Library Research

Deskriptif

)

(


(15)

Zuraidah Hafni : Piagam Madinah Dari Perspektif Kebudayaan, 2009. BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Dalam tradisi keilmuan Islam, ilmu sejarah dianggap sebagai ilmu-ilmu keagamaan (‘ulum an-naqliyyah) karena pada awalnya terkait erat dengan ilmu hadis. Seperti diketahui, pada masa pra Islam bangsa Arab tidak mencatat sejarah mereka. Mereka menyimpan catatan itu dalam bentuk hafalan, karena tradisi lisan (hafalan) lebih diutamakan daripada tradisi tulisan (Abdullah, 2004: 1).

Namun ketika bangsa Arab mulai menjauh dan menyebar ke berbagai wilayah untuk membuka wilayah-wilayah non-Arab, ketajaman hafalan mereka mulai melemah dan muncul kebutuhan untuk melakukan pencatatan. Jadi, tradisi penulisan sejarah belum berkembang hingga bangsa-bangsa wilayah taklukan menganut Islam dan mempelajari bahasa Arab (Abdullah, 2004: 1).

Setelah tradisi tulisan berkembang dan ilmu sejarah telah mapan, para sejarawan Muslim tidak lagi hanya sebagai informan yang hanya menguasai informasi tetapi berusaha melakukan pengkajian untuk mengungkapkan fakta secara utuh. Maka metode historiografi Islam lebih mandiri dan berkembang (Abdullah, 2004: 3).

Perubahan sejarah dari sekedar kodifikasi peristiwa ke arah penelitian peristiwa itu sendiri juga diikuti oleh perubahan corak historiografi. Jika pada mulanya catatan sejarah lebih banyak berbentuk syair yang relatif lebih mudah dihapal, kini beralih ke bentuk prosa bebas yang lebih ekspresif dan tidak terikat oleh kaidah-kaidah puisi (Abdullah, 2004: 4).

Historiografi Islam yang banyak diteliti oleh para sejarawan salah satu diantaranya adalah sejarah kehidupan Muhammad SAW. Muhammad adalah putera Abdullah dan Siti Aminah. Kakeknya bernama Abdul Mu alib, pengurus Kakbah yang berasal dari suku Quraisy. Suku Quraisy merupakan suku terbesar


(16)

Zuraidah Hafni : Piagam Madinah Dari Perspektif Kebudayaan, 2009.

dan berhasil dari waktu ke waktu menguasai bangsa Arab. Muhammad lahir pada 12 Rabi’ul Awwal 571 M dalam keadaan yatim. Ayahnya meninggal dalam perjalanan pulang berdagang dari Syiria. Ketika Muhammad berusia enam tahun, ibunya meninggal dalam perjalanan pulang dari ziarah kubur ayahnya di Abwa, sebuah desa dekat Madinah. Muhammad telah menjadi yatim piatu sejak dia masih kecil. Selanjutnya, Muhammad diasuh oleh kakeknya, Abdul Mu alib, tak lebih dari dua tahun, dan sang kakek pun meninggal dunia. Setelah sang kakek wafat, Muhamad diasuh oleh keluarga pamannya, Abu alib hinga usia remaja. Sejak kecil, Muhammad dikenal sebagai orang yang jujur sehingga oleh masyarakat dia diberi gelar al-amin (yang terpercaya).

Muhammad menjadi rasul pada usia ke 40 tahun. Ketika beliau uzlah di Gua Hira, Allah menurunkan wahyu-Nya yang pertama, surat al-‘Alaq ayat 1-5, yang memerintahkan Muhammad untuk membaca dengan nama Allah. Selang beberapa waktu kemudian beliau menerima perintah untuk mendakwahkan agama Allah kepada semua manusia.

Dakwah Islamiyah di masa hidup Nabi Muhammad SAW sejak bi’ ah (diutus) hingga wafatnya menempuh empat tahapan.

1. Tahapan pertama : dakwah secara rahasia selama tiga tahun.

2. Tahapan kedua : dakwah secara terang-terangan dengan menggunakan lisan saja tanpa perang sampai hijrah.

3. Tahapan ketiga : dakwah secara terang-terangan dengan memerangi orang-orang yang menyerang dan memulai peperangan atau memulai kejahatan. Tahapan ini berlangsung sampai tahun Perdamaian Hudaibiyah. 4. Tahapan keempat: dakwah secara terang-terangan dengan memerangi

setiap orang yang menghalangi jalannya dakwah atau yang menghalangi orang yang masuk Islam – setelah masa dakwah dan pemberitahuan- dari kaum musyrik, anti agama, atau penyembah berhala. Pada tahapan ini syariat Islam dan huku m jihad dalam Islam mencapai kemapanan.

Dari keempat tahapan di atas, tahapan setelah hijrah ke Madinah termasuk dalam tahapan ketiga. Penyebab hijrahnya Muhammad SAW


(17)

Zuraidah Hafni : Piagam Madinah Dari Perspektif Kebudayaan, 2009.

diantaranya adalah karena kaum musyrikin Mekkah mengingkari risalah Muhammad SAW, bahkan mereka mengancam kaum beriman dengan berbagai macam penyiksaan agar mereka mau berpaling dari Allah.

Kaum muslimin yang telah beriman selalu menerima berbagai penyiksaan dari kaum musyrikin Mekkah. Setelah ada perintah hijrah dari Allah, maka kaum muslimin hijrah ke Madinah secara sembunyi-sembunyi agar tidak diketahui oleh kaum musyrikin.

Muhammad SAW memilih tempat hijrah kaum muslimin ke Madinah, karena masyarakat Madinah telah banyak yang masuk Islam. Setiap musim haji, Muhammad SAW menyeru setiap kabilah yang datang ke Mekkah untuk memeluk Islam. Ketika di Aqabah, Muhammad SAW bertemu dengan beberapa orang dari suku Aus yang berasal dari Madinah dan mengajak mereka untuk memeluk Islam. Mereka menerima ajakan Muhammad SAW, karena sebelumnya mereka telah sering mendengar dari orang-orang Yahudi akan datangnya seseorang yang akan mengadakan perubahan dalam masyarakat Madinah yang selama ini selalu bertikai antara sesama mereka. Mereka berjanji setia pada Muhammad SAW. Musim haji tahun berikutnya (620 M), datang beberapa rombongan lagi yang berjanji setia pada Muhammad SAW. Sehingga makin banyak orang Madinah yang beragama Islam.

Pada saat masyarakat Madinah mengetahui bahwa Muhammad SAW akan berhijrah ke Madinah (622 M), maka mereka berbondong-bondong menyaksikan kedatangan Muhammad SAW. Sejak kedatangan Muhammad SAW ke Madinah, terjadi perubahan besar di Madinah, baik dari segi pemerintahan, hukum dan keseharian masyarakat Madinah.

Salah satu perubahan yang dilakukan oleh Muhammad SAW adalah mengadakan perjanjian perdamaian antara kaum Muhajirin dan Anşar dengan kaum Yahudi tentang aturan hidup bersama di Madinah.

Pada awal dimulainya periode Madinah, Muhammad SAW mengadakan perjanjian dengan masyarakat Madinah dari semua golongan dan


(18)

Zuraidah Hafni : Piagam Madinah Dari Perspektif Kebudayaan, 2009.

semua agama yang disebut dengan Piagam Madinah /aş-şah fah/). Banyak sejarawan dan pakar Islam menyebutkan bahwa Piagam Madinah /

-şah fah/) merupakan konstitusi pertama yang memperhatikan kebebasan masyarakatnya seperti kebebasan beragama. Hal ini yang menarik perhatian peneliti untuk menganalisa peran Piagam Madinah /aş-şah fah/) terhadap masyarakat Madinah dari perspektif kebudayaan. Di samping itu, penelitian tentang Piagam Madinah juga belum pernah dilakukan di Jurusan Sastra Arab, Universitas Sumatera Utara, Medan.

1.2. Perumusan Masalah

Agar penelitian ini tidak menyimpang dari judul, maka perumusan masalah yang akan diteliti adalah :

1. Apa latar belakang lahirnya Piagam Madinah?

2. Bagaimana peran Piagam Madinah terhadap masyarakat Madinah ditinjau dari perspektif kebudayaan ?

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk mendeskripsikan latar belakang lahirnya Piagam Madinah.

2. Untuk mendeskripsikan peran Piagam Madinah terhadap masyarakat Madinah ditinjau dari perspektif kebudayaan.

1.4. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Penelitian ini diharapkan dapat menambah khazanah ilmu pengetahuan, khususnya di bidang sejarah kebudayaan Arab.

2. Penelitian ini diharapkan dapat menambah literatur tentang Nabi Muhammad SAW, sehingga lebih mencintai Nabi Muhammad SAW, suri teladan sepanjang masa.


(19)

Zuraidah Hafni : Piagam Madinah Dari Perspektif Kebudayaan, 2009.

3. Menambah referensi tentang Piagam Madinah yang dapat dimanfaatkan sebagai dasar pemikiran oleh peneliti lain yang berminat melakukan penelitian lanjutan dari penelitian ini.

1.5. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode analisis deskriptif yang objek penelitiannya dilakukan melalui studi kepustakaan (Library Research). Analisis deskriptif adalah suatu metode dengan jalan mengumpulkan data, menyusun atau mengklasifikasi, menganalisis dan menginterpretasikannya.

Adapun sumber data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data primer dan data sekunder. Data primer yang digunakan dalam penelitian ini adalah teks Piagam Madinah yang terdapat dalam buku Hay tu Muhammadin karangan Muhammad Husain Haekal. Buku-buku lain yang juga menampilkan tentang Piagam Madinah seperti buku karangan Muhammad Sa’id Ramadhan Al-Buthy yang berjudul Fiqhu Aş-Şirah An-Nabawiyah tahun 1991 serta data-data lain yang membahas tentang Piagam Madinah yang terdapat di majalah dan internet dijadikan data sekunder dalam penelitian ini.

Dalam memindahkan tulisan Arab ke dalam tulisan Latin, digunakan Sistem Transliterasi Arab Latin berdasarkan SKB Menteri Agama dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI No. 158/1987 dan No.0543 b/U/1987 tertanggal 22 Januari 1988.

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi dokumen dan metode yang digunakan dalam menganalisis data adalah metode analisis deskriptif. Adapun tahap-tahap yang akan dilakukan dalam penelitian ini sebagai berikut:

1. Mengumpulkan buku atau bahan referensi lainnya yang terkait dengan Piagam Madinah.

2. Mempelajari dan menganalisis data yang telah diperoleh dari buku dan bahan referensi lainnya.


(20)

Zuraidah Hafni : Piagam Madinah Dari Perspektif Kebudayaan, 2009.

3. Menyusun hasil penelitian secara sistematis yang akan disajikan dalam bentuk skripsi.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Piagam Madinah

Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia terbitan Balai Pustaka tahun 1984, halaman 749, disebutkan bahwa piagam adalah (1) surat (tulisan pada batu, tembaga, dsb) resmi yang berisi pernyataan pemberian hak, tanah, dsb; (2) surat (tulisan) resmi yang berisi pernyataan dan peneguhan mengenai sesuatu hal.

Piagam yang akan peneliti analisis adalah Piagam Madinah. Madinah adalah nama tempat yang terletak di bagian utara Hijaz, sebelum kedatangan Muhammad SAW, kota Madinah disebut Ya rib (Sukardja, 1995 : 20). Perubahan nama Ya rib menjadi Madinah (dalam Mubarok, 2005) tidak terjadi secara kebetulan, tetapi perubahan nama yang menggambarkan cita-cita Nabi Muhammad SAW, yaitu membentuk sebuah masyarakat yang tertib , maju dan berperadaban.

Al-Madinah atau Al-Madinah Al-Munawwarah /al-mad natu al-munawwarah/ ) artinya kota yang bercahaya. Nama ini merupakan nama yang paling masyhur dan terkenal hingga sekarang. Dalam beberapa hadis, Rasulullah SAW menyatakan agar nama inilah yang dipakai, sehingga sampai kini orang lebih mengenal kota ini dengan nama Madinah


(21)

Zuraidah Hafni : Piagam Madinah Dari Perspektif Kebudayaan, 2009.

Madinah terletak 434 km di utara Mekkah. Di sekitar kota ini terdapat kebun-kebun dan tanaman kurma; tanahnya lebih baik untuk perkebunan atau tanaman musiman (Subhani, 2002: 3).

Piagam Madinah dalam bahasa Arab adalah / 球ah fatu al

-mad nah/.A球-球ah fah adalah nama yang disebut di dalam naskah. Kata

a球-球ah fah ditulis delapan kali dalam teks Piagam. Selain nama itu, di dalam naskah, tertulis sebutan “kitab” dua kali. Kata treaty dan agreement

menunjuk kepada isi naskah. Kata charter dan piagam lebih menunjuk pada surat resmi yang berisi pernyataan tentang sesuatu hal. Dan kata 球ah fah

semakna dengan charter atau piagam. (Sukardja, 1995: 2).

Piagam Madinah adalah perjanjian yang ditetapkan oleh Nabi Muhammad SAW setelah hijrah ke Madinah antara kaum Muhajirin, An球ar dan kaum Yahudi Madinah. Sebagaimana bunyi pasal pertama dari Piagam Madinah yang berbunyi:

/h a kit bun min muhammadin an-nabiyyi 球alla allahu ‘alaihi wa sallama baina al-mu’min na wal muslim na min quraisyin wa ya泣riba wa man taba’ahum

falahiqa bihim wa j hada ma’ahum/

Artinya: ”Surat perjanjian ini dari Muhammad, Nabi SAW, antara orang-orang beriman dan kaum Muslimin dari kalangan Quraisy dan Ya rib serta yang mengikut mereka dan menyusul mereka dan berjuang bersama-sama mereka...”

Piagam Madinah terdiri dari 47 pasal. Dalam Dahlan (2001: 1) Piagam Madinah semula dalam teks aslinya tidak terdapat pasal. Pemberian pasal-pasal sebanyak 47 baru kemudian dilakukan oleh A.J.Winsick dalam karyanya

Mohammed et de joden te Medina, tahun 1928 M yang ditulis untuk mencapai gelar doktornya dalam sastra Semit. Dalam Sukardja ( 2002:45 ) disebutkan bahwa kalimat-kalimat 球ahifah (piagam), seperti tercantum dalam 球irah an-Nabiyyi Ibn Hisyam, tersusun secara bersambung, tidak terbagi atas pasal-pasal


(22)

Zuraidah Hafni : Piagam Madinah Dari Perspektif Kebudayaan, 2009.

dan bukan berbentuk syair. Muhammad Hamidullah misalnya, mengutip teks itu seluruhnya dan membaginya atas 47 pasal.

Tujuan ditetapkannya Piagam Madinah oleh Nabi Muhammad SAW adalah untuk menciptakan kerukunan antara berbagai suku dan agama yang ada di Madinah. Setelah Nabi Muhammad SAW tiba di Madinah, beliau mendirikan mesjid dan mempersudarakan sesama kaum muslimin serta mengadakan perjanjian yang mengatur kehidupan bersama.

Di tengah kemajemukan penghuni kota Madinah itu, Muhammad SAW. berusaha membangun tatanan hidup bersama dan mencakup semua golongan yang ada di kota Madinah. Sebagai langkah awal ia “mempersaudarakan” antara para Muslim pendatang dan Muslim Madinah. Persaudaraan (al-muakhah) itu bukan hanya tolong menolong dalam kehidupan sehari-hari, tetapi demikian mendalam sampai ke tingkat waris-mewarisi. Kemudian diadakan perjanjian hidup bersama secara damai di antara berbagai golongan yang ada di Madinah, baik di antara golongan-golongan Islam, maupun golongan-golongan Yahudi. Kesepakatan-kesepakatan antara golongan Muhajirin dan Anşar, dan perjanjian dengan golongan-golongan Yahudi itu, secara formal ditulis dalam suatu naskah yang disebut şahifah (piagam) (Sukardja, 2001: 36-37).

Dalam penelitian ini, peran Piagam Madinah a球-球ah fah

al-mad nah/) akan dianalisis dari perspektif kebudayaan. Pengertian perspektif adalah 1) cara melukiskan suatu benda pada permukaan yang mendatar yang terlihat oleh mata dengan tiga dimensi (panjang, lebar, dan tingginya); 2) sudut pandang; pandangan (KBBI, 2005: 864).

2.2. Pengertian Kebudayaan

Budaya / kultur berasal dari bahasa Latin, yaitu cultura (kata kerjanya

colo, colere). Arti kultur adalah memelihara, mengerjakan, atau mengolah (Mubarok, 2005: 1).


(23)

Zuraidah Hafni : Piagam Madinah Dari Perspektif Kebudayaan, 2009.

Dalam KBBI (2005: 169), budaya adalah 1) pikiran; akal budi; 2) adat istiadat; 3) sesuatu mengenai kebudayaaan yang sudah berkembang (beradab, maju) ; 4) cak sesuatu yang sudah menjadi kebiasaan yang sudah sukar diubah. Sedangkan pengertian kebudayaan ( dalam KBBI, 2005: 170) adalah 1) hasil kegiatan dan penciptaan batin (akal budi) manusia seperti kepercayaan, kesenian dan adat istiadat; 2) Antr keseluruhan pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial yang digunakan untuk memahami lingkungan serta pengalamannya dan yang menjadi pedoman tingkah lakunya.

Sutan Takdir Alisyahbana menjelaskan beberapa pengertian kebudayaan sebagai berikut: a) kebudayaan adalah suatu keseluruhan yang kompleks yang terjadi dari unsur-unsur yang berbeda-beda seperti pengetahuan, kepercayaan, seni, huku m, moral, adat-istiadat, dan segala kecakapan yang diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat; b) kebudayaan adalah warisan sosial atau tradisi; c) kebudayaan adalah cara, aturan, dan jalan hidup manusia; d) kebudayaan adalah penyesuaian manusia terhadap alam sekitarnya dan cara-cara menyelesaikan persoalan; e) kebudayaan adalah hasil perbuatan atau kecerdasan manusia; f) kebudayaan adalah hasil pergaulan atau perkumpulan manusia (Mubarok, 2005; 3).

Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi (dalam Mubarok, 2005; 3-4) menjelaskan bahwa kebudayaan adalah semua hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat. Karya masyarakat menghasilkan teknologi dan kebudayaan kebendaan (material culture) yang diperlukan oleh manusia untuk menguasai alam sekitarnya, agar kekuatan serta hasilnya dapat digunakan untuk keperluan masyarakat.

Rasa yang meliputi jiwa manusia, mewujudkan segala kaidah-kaidah dan nilai-nilai sosial yang mengatur masalah-masalah kemasyarakatan dalam arti luas. Agama, ideologi, kebatinan, dan kesenian yang merupakan hasil ekspresi jiwa manusia yang hidup sebagai anggota masyarakat, termasuk di dalamnya.


(24)

Zuraidah Hafni : Piagam Madinah Dari Perspektif Kebudayaan, 2009.

Cipta merupakan kemampuan mental, kemampuan berfikir orang-orang yang hidup bermasyarakat yang antara lain menghasilkan filsafat serta ilmu pengetahuan.

Dari defenisi-defenisi tentang kebudayaan tersebut peneliti dapat mengambil kesimpulan bahwa kebudayaan adalah semua hasil cipta, karya dan rasa manusia seperti hukum, moral, serta adat istiadat yang digunakan untuk memahami lingkungan serta pengalamannya dan yang menjadi pedoman tingkah lakunya.

2.3. Unsur-unsur Kebudayaan

Kebudayaan setiap bangsa atau masyarakat terdiri atas unsur-unsur besar dan unsur-unsur kecil yang merupakan bagian dari satu keutuhan yang bersifat sebagai kesatuan. Unsur-unsur kebudayaan dalam pandangan Malinowski (dalam Mubarok, 2005; 7) adalah a) sistem norma yang memungkinkan kerja sama antara para anggota masyarakat dalam upaya menguasai alam sekelilingnya; b) organisasi ekonomi; c) alat-alat dan lembaga atau petugas pendidikan (keluarga merupakan lembaga pendidikan yang utama); d) organisasi kekuatan.

Unsur-unsur kebudayaan yang bersifat universal (cultural universal)

menurut C. Kluckhohn (dalam Mubarok, 2005; 7-8) adalah a) peralatan dan perlengkapan hidup manusia (pakaian, alat-alat rumah tangga, senjata, alat-alat produksi, dan alat-alat transport); b) mata pencaharian hidup dan sistem-sistem ekonomi (peternakan, pertanian, sistem produksi, dan sistem distribusi); c) sistem kemasyarakatan (sistem kekerabatan, organisasi politik, sistem hukum dan sistem perkawinan); d) bahasa (lisan dan tulisan); e) kesenian (seni rupa, seni suara, dan seni gerak); f) sistem pengetahuan; g) religi (sistem kepercayaan).


(25)

Zuraidah Hafni : Piagam Madinah Dari Perspektif Kebudayaan, 2009.

Unsur-unsur kebudayaan yang dapat ditemukan pada semua bangsa di dunia (dalam Koentjoroningrat, 1996: 80-81) berjumlah tujuh buah yang dapat disebut sebagai isi pokok dari setiap kebudayaan, yaitu:

2.3.1. Bahasa

Bahasa adalah alat atau perwujudan budaya yang digunakan manusia untuk saling berkomunikasi atau berhubungan, baik lewat tulisan, lisan, ataupun gerakan (bahasa isyarat), dengan tujuan untuk menyampaikan maksud hati atau kemauan kepada lawan bicaranya atau orang lain

Senada dengan hal ini, dalam Maran (2000: 44) disebutkan bahwa bahasa merupakan sarana untuk menangkap, mengkomunikasikan, mendiskusikan, mengubah,dan mewariskan arti-arti kepada generasi baru. Namun, bahasa bukan sekedar sarana komunikasi atau sarana untuk mengekspresikan sesuatu. Dengan bahasa, manusia membangun cara berpikir. Melalui bahasa, manusia dapat menyesuaikan diri dengan adat istiadat, tingkah laku, tata krama masyarakat, dan sekaligus mudah membaurkan dirinya dengan segala bentuk masyarakat.

Bahasa bukan sekedar daftar kata-kata yang dipergunakan manusia (Boerdieu, 1982 dalam Maran, 2000). Semua bahasa mempunyai aturan-aturan tertentu untuk membuat pernyataan, untuk mengajukan pertanyaan, untuk mengingkari sesuatu, untuk memakai ungkapan pasif atau aktif, dan sebagainya.

Bahasa memiliki beberapa fungsi yang dapat dibagi menjadi fungsi umum dan fungsi khusus. Fungsi bahasa secara umum adalah sebagai alat berekspresi, berkomunikasi, dan alat untuk mengadakan integrasi dan adaptasi sosial. Sedangkan fungsi bahasa secara khusus adalah untuk mengadakan hubungan dalam pergaulan sehari-hari, mewujudkan seni (sastra), mempelajari naskah-naskah kuno, dan untuk mengeksploitasi ilmu pengetahuan dan teknologi


(26)

Zuraidah Hafni : Piagam Madinah Dari Perspektif Kebudayaan, 2009. 2.3.2. Sistem Pengetahuan

Secara sederhana, pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui manusia tentang benda, sifat, keadaan, dan harapan-harapan. oleh semua suku bangsa di dunia. Mereka memperoleh pengetahuan melalui pengalaman, intuisi, wahyu, dan berpikir menurut logika, atau percobaan-percobaan yang bersifat empiris (trial and error).

Sistem pengetahuan tersebut dikelompokkan menjadi:

• pengetahuan tenta

• pengetahuan tenta

• pengetahuan tentang tubuh

laku sesama manusia

• pengetahuan tenta

2.3.3. Organisasi Sosial

Organisasi sosial adalah perkumpulan sosial yang dibentuk oleh masyarakat, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbada yang berfungsi sebagai sarana partisipasi masyarakat dalam pembangunan bangsa

dan

membent

dapat mereka capai sendiri.

2.3.4. Sistem Peralatan Hidup dan Teknologi

serta memelihara segala peralatan dan perlengkapan. Teknologi muncul dalam cara-cara manusia mengorganisasikan masyarakat, dalam cara-cara mengekspresikan rasa keindahan, atau dalam memproduksi hasil-hasil kesenian.


(27)

Zuraidah Hafni : Piagam Madinah Dari Perspektif Kebudayaan, 2009.

Pengetahuan dan teknik-teknik suatu bangsa dipakai untuk membangun kebudayaan materialnya. Dengan pengetahuan dan teknik-teknik yang dimilikinya, suatu bangsa membangun lingkungan fisik, sosial, dan psikologis yang khas.

Sebagai hasil penerapan ilmu, teknologi adalah cara kerja manusia (Maran, 2000: 42). Dengan teknologi, manusia secara intensif berhubungan dengan alam dan membangun kebudayaan dunia sekunder yang berbeda dengan dunia primer (alam).

2.3.5. Sistem Mata Pencaharian Hidup

Perhatian para ilmuwan pada sistem mata pencaharian ini terfokus pada masalah-masalah mata pencaharian tradisional saja, di antaranya:

• bercocok tanam di

• menangka

2.3.6. Sistem Religi

Ada kalanya pengetahuan, pemahaman, dan daya tahan fisi dalam menguasai dalam menguasai dan mengungkap rahasia-rahasia alam sangat terbatas. Secara bersamaan, muncul keyakinan akan adanya penguasa tertinggi dari siste bagian jagad raya. Sehubungan dengan itu, baik secara individual maupun hidup bermasyarakat, manusia tidak dapat dilepaskan dari

kepada penguasa alam semest

2.3.7. Kesenian

Kesenian mengacu pada nilai keindahan (estetika) yang berasal dari ekspresi hasrat manusia akan keindahan yang dinikmati dengan mata ataupun


(28)

Zuraidah Hafni : Piagam Madinah Dari Perspektif Kebudayaan, 2009.

telinga. Sebagai makhluk yang mempunyai cita rasa tinggi, manusia menghasilkan corak kesenian mulai dari yang sederhana hingga perwujudan

kesenian yang kompleks

Setiap kebudayaan memiliki ekspresi-ekspresi artistik (Maran, 2000: 46). Itu tidak berarti bahwa semua bentuk seni dikembangkan dalam setiap kebudayaan. Kebutuhan akan ekspresi estetis berkaitan dengan karakteristik-karakteristik dasar masing-masing masyarakat. Tidak ada masyarakat-bangsa yang memiliki karakteristik-karakteristik dasar yang sama. Karena itu, setiap bangsa memiliki ekspresi-ekspresi estetis yang khas. Universalitas seni tidak terletak pada corak dan bentuk ekspresi seni, melainkan pada kenyataan bahwa ekspresi seni itu terdapat di setiap kebudayaan.

Melalui karya-karya seni, seperti seni sastra, musik, tari, lukis, dan drama, manusia mengekspresikan ide-ide, nilai-nilai, cita-cita. serta perasaan-perasaannya (Maran, 2000). Banyak hal yang tidak dapat terungkapkan dengan bahasa rasional, hanya dapat diungkapkan dengan bahasa simbolik, yaitu melalui seni. Karya-karya seni ini mengungkapkan makna-makna hakiki yang hanya dapat ditangkap dengan kepekaan perasaan estetis yang tinggi.

Selain itu, karya-karya seni juga merupakan media komunikasi. Melalui suatu karya seni, seorang seniman mengkomunikasikan suatu permasalahan atau dapat juga mengkomunikasikan kebenaran kepada orang lain. Dengan demikian, melalui karya-karya estetis tersebut, orang tidak saja menikmati keindahan, tetapi juga menemukan kebenaran yang menghibur dan menguatkan langkahnya (Maran, 2000: 46).

2.4. Wujud Kebudayaan

Menurut J.J. Hoenigmann (dalam


(29)

Zuraidah Hafni : Piagam Madinah Dari Perspektif Kebudayaan, 2009. 2.4.1. Gagasan (Wujud Ideal)

Wujud ideal kebudayaan adalah kebudayaan yang berbentuk kumpulan ide-ide, gagasan, sebagainya yang sifatnya kebudayaan ini terletak dalam kepala-kepala atau di alam pemikiran dalam bentuk tulisan, maka lokasi dari kebudayaan ideal itu berada dalam karangan dan buku-buku hasil karya para penulis warga masyarakat tersebut.

Menurut Koentjaraningrat, wujud ideal kebudayaan disebut juga adat tata-kelakuan atau dalam bentuk jamaknya adat-istiadat. Disebut tata kelakuan, karena fungsinya sebagai pengatur, pengendali, dan pemberi arah bagi kelakuan perbuatan manusia dalam masyarakat.

Adat mempunyai beberapa lapisan, yakni sistem nilai budaya, norma-norma, sistem hukum, dan peraturan-peraturan khusus. Sistem nilai budaya merupakan tingkat paling abstrak dari adat. Yang dimaksud dengan sistem nilai budaya adalah konsepsi-konsepsi yang hidup dalam alam pikiran sebagian besar masyarakat mengenai nilai-nilai yang mereka anggap amat bernilai dalam hidup. Sistem nilai budaya berfungsi sebagai pedoman tertinggi bagi kelakuan manusia.

Lapisan kedua, yaitu sistem norma-norma. Sifatnya lebih konkret dibandingkan dengan sistem nilai budaya. Dan sistem hukum yang berdasarkan norma-norma sifatnya lebih konkret lagi. Sedangkan peraturan-peraturan khusus mengenai berbagai aktivitas sehari-hari dalam kehidupan masyarakat, seperti aturan sopan santun, merupakan lapisan adat-istiadat yang paling konkret tapi terbatas ruang lingkupnya.


(30)

Zuraidah Hafni : Piagam Madinah Dari Perspektif Kebudayaan, 2009.

Aktivitas adalah wujud kebudayaan sebagai suatu tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat itu. Wujud ini sering pula disebut dengan sistem sosial. Sistem sosial ini terdiri dari aktivitas-aktivitas manusia yang sali denga tata kelakuan. Sifatny dapat diamati dan didokumentasikan.

2.4.3. Artefak (Karya)

Artefak adalah wujud kebudayaa aktivitas, perbuatan, dan karya semua manusia dalam masyarakat berupa benda-benda atau hal-hal yang dapat diraba, dilihat, dan didokumentasikan. Sifatnya paling konkret diantara ketiga wujud kebudayaan.

Dalam kenyataan kehidupan bermasyarakat, antara wujud kebudayaan yang satu tidak bisa dipisahkan dari wujud kebudayaan yang lain. Sebagai contoh: wujud kebudayaan ideal mengatur dan memberi arah kepada tindakan (aktivitas) dan karya (artefak) manusia.

Berdasarkan wujudnya tersebut, kebudayaan dapat digolongkan atas dua komponen utama:

Kebudayaan Material

Kebudayaan material mengacu pada semua ciptaan masyarakat yang nyata, konkret. Termasuk dalam kebudayaan material ini adalah temuan-temuan yang dihasilkan dari suatu penggalian arkeologi: mangkuk tanah liat, perhisalan, senjata, dan seterusnya. Kebudayaan material juga


(31)

Zuraidah Hafni : Piagam Madinah Dari Perspektif Kebudayaan, 2009.

mencakup barang-barang, seperti televisi, pesawat terbang, stadion olahraga, pakaian, gedung pencakar langit, dan mesin cuci.

Kebudayaan Nonmaterial

Kebudayaan nonmaterial adalah ciptaan-ciptaan abstrak yang diwariskan dari generasi ke generasi, misalnya berupa dongeng, cerita rakyat, dan lagu atau tarian tradisional.

Dalam Maran (2000: 28) kebudayaan nonmaterial terdiri dari pengetahuan dan kepercayaan (komponen kognitif), norma dan nilai (komponen normatif), tanda dan bahasa (komponen simbolik).

Komponen Kognitif

Kebudayaan menolong kita untuk mengembangkan pengetahuan dan kepercayaan tertentu tentang berbagai peristiwa di sekitar kita. Pengetahuan ialah suatu koleksi ide dan fakta tentang dunia fisik dan social yang relatif objektif, dapat diandalkan dan dapat diverifikasi. Pengetahuan dapat diterjemahkan menjadi teknologi, yang dapat dipakai untuk mengontrol lingkungan alam dan dapat juga dipakai untuk memecahkan problem-problem sosial. Sedangkan kepercayaan adalah ide-ide yang lebih subjektif, dan tidak dapat diverifikasi. Termasuk dalam kepercayaan adalah ide bahwa Tuhan mengendalikan hidup. Contoh yang paling jelas dari kepercayaan adalah agama.

Komponen Normatif

Setiap kebudayaan memiliki idenya sendiri tidak hanya tentang apa yang penting di dunia tetapi juga bagaimana manusia seharusnya bertindak. Komponen normatif terdiri dari norma-norma dan nilai-nilai. Nilai adalah ide tentang sesuatu yang baik, yang diharapkan, atau yang penting. Ide-ide tersebut merupakan basis pembentukan norma-norma sosial, yakni peraturan-peraturan tentang bagaimana hendaknya


(32)

Zuraidah Hafni : Piagam Madinah Dari Perspektif Kebudayaan, 2009.

berperilaku. Jadi nilai-nilai adalah ide-ide umum yang mendukung norma-norma.

Komponen Simbolik

Pengetahuan dan kepercayaan, norma-norma dan nilai-nilai tak dapat ada tanpa adanya simbol-simbol. Simbol berupa bahasa, gerak-isyarat, bisa juga berupa bunyi, atau apa saja yang mempunyai arti. Simbol-simbol memungkinkan kita untuk menciptakan, mengkomunikasikan dan mengambil bagian serta mengalihkan komponen-komponen kebudayaan kepada generasi berikutnya.

Dunia ini penuh dengan simbol-simbol. Simbol-simbol hanya berarti kalau orang sepakat akan arti dari symbol-simbol termaksud. Berhasil atau gagalnya komunikasi tergantung dari kesepakatan atau ketidaksepakatan tentang arti kata-kata atau tanda-tanda yang digunakan dalam masyarakat.

2.5. Aspek-aspek Kebudayaan

Kebudayaan dapat kita bagid alam tiga aspek yang besar, yaitu:

1. Aspek-aspek materiil dari kebudayaan, di mana termasuk di dalamnya hal-hal seperti: ekonomi dan teknologi.

a. Teknologi dan kebudayaan meteril.

Yang dimaksud dengan teknologi adalah jumlah keseluruhan dari tehnik-tehnik yang dimiliki oleh anggota-anggota sesuatu masyarakat, yaitu keseluruhan dari cara bertindak dan cara berbuatnya dalam hubungannya dengan pengumpulan bahan-bahan mentah dari lingkungannya, mengadakan processing dari bahan-bahan itu untuk dibuat menjadi alat kerja, alat-alat untuk menyimpan, makanan, pakaian, perumahan, alat-alat ttanspor dan kebutuhan lain yang berupa benda materil.


(33)

Zuraidah Hafni : Piagam Madinah Dari Perspektif Kebudayaan, 2009. Unsur-unsur kebudayaan materil seperti: 1) Alat-alat kerja

2) Wadah, tempat penyimpanan 3) Makanan

4) Pakaian 5) Perumahan 6) Alat-alat transport

b. Sistem ekonomi dan mata pencaharian hidup

Mata pencaharian hidup yang terdapat pada masyarakat yang sederhana dapat dibagi dalam dua kategori:

1) Mata pencaharian hidup yang intinya bersifat mengumpulkan bahan-bahan makanan yang sudah disediakan oleh alam.

2) Mata pencaharian hidup yang inyinya adalah menghaslkan produksi, artinya masyarakat mengolah alam sebagaimana adanya dan menghasilkan kebutuhan untuk hidup.

Bentuk-bentuk mata pencaharian hidup itu adalah: a) Berburu, menangkap ikan, dan meramu.

System mata pencaharian hidup ini biasanya erat bersangkut paut. Suku-suku banga yang berburu biasanya melakukan pengumpulan terhadap tumbuh-tumbuhan dan akar-akaran yang bisa dimakan. Malahan biasanya ditambah lagi dengan mata pencaharian menangkap ikan. Antropologi menyebut ketiga-tiganya dengan ekonomi pengumpulan pangan (food gathering economics).

Suku-suku bangsa berburu itu dapat dilihat dalam dua bentuk dasar:

1. Patrilineal hunting band; yaitu kelompok suku-suku bangsa berburu yang hidup di daerah-daerah dengan binatang-binatang yang terpencar-pencar. Kelompok ini biasanya terdiri dari kira-kira 50 individu, keanggotaan kelompok ditetapkan menurut


(34)

Zuraidah Hafni : Piagam Madinah Dari Perspektif Kebudayaan, 2009.

garis ayah (patrilinial) sedangkan adat perkawinan mewajibkan orang kawin di luar kelompoknya.

Pada suatu patrilineal hunting band pengawasan kelompok atas wilayahnya bersifat penguasaan secara hak ulayat, artinya kelompok menguasai wilayah beserta isinya guna pemakaian oleh anggota-anggotanya. Masing-masing anggota kelompok mempunyai hak yang sama untuk mencari tumbuh-tmbuhan dan berburu dalam wilayah tersebut.

2. Composite hunting band; yaitu suku-suku bangsa yang memburu binatang-binatang yang hidup dalam kawanan yang mengembara menurut musim. Kelompok-kelompok berburu ini biasanya lebih besar (kira-kira 100 orang), keanggotaan kelompok tidak lagi tegas patrineal, sedangkan perkawinan tidak lagi exogam.

Dalam composite hunting band kesadaran hak milik telah lebih jauh berkembang, jika dibandingkan dengan keadaan dalam ptrilineal hunting abnd. Karena keanggotaan kelompok sudah tercampur dan seseorang dapt keluar masuk kelompok dan pindah secara mudah maka sukar untuk bertahannya suatu hak ulayat.

b) Bercocok tanam di ladang.

Bercocok tanam di ladang ataudengan singkat disebut berladang dilakukan dengan membakar hutan-hutan untuk ditanami dan berpindah-pindah. Tanah yang dipakai berladang tadi seringkali belum merupakan milik individu. Tanah itu biasanya kepunyaan kelompok.

c) Bercocok tanam menetap.

Adanya bercocok tanam menetap dalam berbagai lingkungan alam, disebabkan karena di sini tekhnik manusia sudah mencapai taraf sedemikian rupa, sehingga manusia dapat mengatasi


(35)

Zuraidah Hafni : Piagam Madinah Dari Perspektif Kebudayaan, 2009.

rintangan-rintangan alam. Berdasarkan kepada sistem peralatan yang dipakai maka bentuk bercocok tanam ini dapat dibagi atas: a. Bercocok tanam tanpa bajak. Ini sering juga disebut

hand-agriculture atau hoe-hand-agriculture, dalam dalam sistem ini petani mengolah tanah sebelum sitanami dengan menggunakan cangkul atau hoe. Dalam hand-agriculture, hoe-agriculture ini tentu termasuk pula bercocok tanam di ladang, karena berladang biasanya dilakukan dengan tongkat cocok tanah atau cangkul saja.

b. Bercocok tanam dengan bajak (plough-agriculture). Dalam system ini petani mengolah tanah dengan bajak yang ditarik oleh binatang atau manusia. Dengan tehnik ini manusia bisa bekerja dengan lebih efisien dan lebih intensif daripada dengan cangkul. Hanya saja, cara ini memerlukan pemeliharaan ternak atau tenaga buruh untuk menarik bajak.

2. Aspek-aspek sosial dari kebudayaan, dimana termasuk ke dalamnya hal-hal seperti: organisasi sosial, system kekerabatan, perkawinan, struktur politik. a. Organisasi sosial/struktur sosial.

Organisasi sosial adalah segi dari kebudayaan yang meliputi hubungan antar manusia yang demikian. Organisasi sosial atau social organization adalah istilah yang paling banyak dipakai di dalam karangan-karangan antropologi untuk mencakup masalah-masalah kemasyarakatan, misalnya: hal perkawinan, percaraian, mas kawin, hukum waris, system kekerabatan, kelompok kekerabatan, upacara-upacara inisiasi, perkumpulan rahasia, pelapisan sosial, pimpinan, masyarakat, system hak milik, hukum adat, hukum tanah, dan sebagainya, segala gejala dan masalah yang ada dalam masyarakat pedesaan dan yang biasanya dibicarakan secara anthropological approach.


(36)

Zuraidah Hafni : Piagam Madinah Dari Perspektif Kebudayaan, 2009.

Kerabat adalah orang-orang yang mempinyai pertalian kepada seseorang karena hubungan darah atau perkawinan. Kekerabatan adal;ah hal-hal yang berhubungan dengan kerabat atau disebut juga kinship.

Kelompok-kelompok kekerabatan

Seorang sarjana antropologi (G.P. Murdock 30) membedakan tiga kategori kelompok kekerabatan, yaitu:

1. Kelompok kekerabatan berkorporasi (corporate kingroups).

Klen-kecil, merupakan suatu kelompok kekerabatan yang terdiri dari beberapa keluarga yang luas yang merasa berasal dari seorang nenek moyang yang satu sama lain terikat melalui garis keturunan laki-laki saja (garis patrilineal) ataupun garis keturunan perempuan saja (matrilineal).

2. Kelompok kekerabatan kadang kala (occassional kingroups). Kelompok kekerabatan ini hanya bergaul kadang-kadang saja (ocassional), sifatnya besar dengan banyak anggota, biasanya tidak mempunyai unsure (f), seperti yang tersebut pada corporate kingroup tadi.

3. Kelompok kekerabatan menurut adat (circumscriptive kingroups). Kelompok ini sedemikian besarnya hingga tidak saling kenal mengenal. Para anggota sering hanya tahu tanda-tanda adat saja. Rasa kepribadian kelompok biasanya juga hanya ditentukan oleh tanda-tanda adat saja.

b. Pengawasan sosial/social control.

Dalam pembicaraan mengenai penghidupan ekonomis dan organisasi sosial, kita telah melihat bahwa kenyataan-kenyataan fisik dan biologis, kebutuhan-kebutuhan akan bahan makanan, perhubungan darah, persamaan dalam usia dan tempat tinggal yang sama memberikan dasar untuk persekutuan-persekutuan sosialdan menghubungkan manusia dalam kelompok-kelompok.


(37)

Zuraidah Hafni : Piagam Madinah Dari Perspektif Kebudayaan, 2009.

Ada tiga proses sosial yang dapat mengakibatkan ketegangan-ketegangan dalam masyarakat, yaitu:

a. Ketegangan-ketegangan sosial antara adat-istiadat dan kebutuhan individu.

b. Ketegangan-ketegangan sosial yang terjadi karena perbedaan-perbedaan kebutuhan antara golongan-golongan khusus.

c. Ketegangan-ketegangan sosial yang terjadi karena adanya individu-individu (deviants) yang dengan sengaja menentang adat-istiadat.

Ketiga proses sosial ini memerlukan pengawasan dan pengendalian. Sistem-sistem yang dengan segala macam cara berusaha untuk mengendalikan ketegangan-ketegangan sosial tadi disebut sistem pengendalian sosial, atau pengawasan sosial/social control.

Pengendalian sosial (social control) atau sering disebut pula sebagai kontrol sosial merupakan kekuatan yang mendorong individu untuk bertingkah laku dengan cara yang diakui (tata karma) sebagaimana ditentukan oleh kebudayaan.

Dengan kata lain dapat dinyatakan bahwa kontrol sosial adalah kekuatan yang bertujuan mengajak, mendidik, mengarahkan bahkan memaksa individu atau masyarakat agar mematuhi norma dan nilai yang telah berlaku dalam dan diakui masyarakat.

Norma-norma Sosial

Kontrol sosial terlaksana melalui norma-norma sosial. Setiap anggota masyarakat menyatakan nilai-nilainya melalui sistem norma sosial

(social normative system). Norma-norma tersebut memberikan petunjuk kepada individu anggotanya tentang tingkah laku yang seharusnya mereka lakukan. Tanpa norma sosial tidak ada masyarakat. Kalaupun terdapat masyarakat tanpa norma sosial (anomi), maka masyarakat tersebut merupakan masyarakat yang anarkis, yaitu suatu masyarakat yang kacau tanpa organisasi sosial yang efektif. Norma sosial menetapkan tingkah


(38)

Zuraidah Hafni : Piagam Madinah Dari Perspektif Kebudayaan, 2009.

laku yang pada umumnya diharapkan oleh sejumlah orang, dibutuhkan oleh orang lain yang secara tetap dilakukan oleh mereka di dalam menanggapi situasi tertentu. Tingkah laku individu ditetapkan oleh norma sosial yang mungkin dianggap penting atau remeh tatapi selalu disertai oleh elemen keharusan (imperatif).

Kebanyakan tingkah laku sosial diatur oleh norma-norma sosial. Hasil semacam ini khususnya kebanyakan pada masyarakat yang kompleks, di mana berbagai macam aktivitas yang diizinkan terbuka bagi anggota masyarakat. Kumpulan norma-norma sosial membentuk tatanan yang dikenal sebagai sistem normatif dari masyarakat (social normative system). Setiap masyarakat manusia memiliki sistem normatif yang terdiri dari kompleks norma-norma sosial yang saling berhubungan, yang berfungsi memberikan petunjuk bagi para anggotanya.

Norma sosial terbagi tiga kategori:

1. Kebiasaan (folkways). 2. Adat (mores)

Adat (mores) adalah kepercayaan terhadap kebenaran dan kesalahan dari tindakan-tindakan (perbuatan) kelompok masyarakat. Adat bukanlah sesuatu yang didapatkan dengan pertimbangan atau pemikiran seseorang secara individual atau dapat dilaksanakan oleh karena seseorang memutuskan bahwa hal itu akan menjadi pemikiran yang baik dan benar (good and true ideas). Adat berangsur-angsur timbul dari kebiasaan praktis dari orang. Secara kolektif tanpa pilih secara sadar atau terencana. Adat timbul dari kelompok, yang memandang perbuatan tertentu tampak berbahaya dan harus dilarang. Dengan demikian, sebenarnya adat merupakan pertimbangan praktis kelompok terhadap kesejahteraan kelompoknya.

3. Hukum

Kelompok utama dari norma sosial adalah norma hukum. Hukum berisikan perlakuan legislatif atau dengan kata lain aturan tingkah laku


(39)

Zuraidah Hafni : Piagam Madinah Dari Perspektif Kebudayaan, 2009.

yang dinyatakan dan digambarkan secara formal, didukung oleh organisasi pemerintahan, yang membentuk sanksi, ataupun hukuman yang negatif bagi para pelanggarnya.

3. Aspek-aspek rohani dari kebudayaan.

Religi adalah suatu sistem kepercayaan dan upacara-upacaranya yang terdapat dalam setiap kebudayaan manusia.

Magic adalah segala sisrem perbuatan dan sikap manusia untuk mencapai suatu maksud dengan menguasai dan mempergunakan kekuatan-kekuatan gaib yang ada di alam. Sedangkan religi adalah segala sistem perbuatan manusia untuk mencapai suatu maksud dengan cara menyandarkan diri pada kemauan dan kekuasan makhluk-makhluk halus (ruh, dewa-dewa) yang menempati alam.

Unsur-unsur pokok dari religi:

1. Emosi keagamaan atau getaran jiwa yang menyebabkan manusia berlaku serba religi.

2. Sistem kepercayaan atau bayangan-bayangan manusia tentang bentuk dunia, alam gaib, hidup, maut dan sebagainya.

3. Sistem upacara keagamaan yang bertujuan mencari hubungan dengan dunia gaib berdasarkan atas sistem kepercayaan tersebut.

4. Kelompok-kelompok keagamaan atau kesatuan-kesatuan sosial yang mengkonsepsikan dan mengaktifkan religi serta sistem upacara-upacara keagamaannya.

2.6. Perbedaan Kebudayaan dan Peradaban

Kebudayaan di suatu masyarakat berbeda dengan masyarakat lainnya. Kebudayaan masyarakat yang telah mencapai perkembangan teknologi yang lebih tinggi disebut peradaban (civilization).


(40)

Zuraidah Hafni : Piagam Madinah Dari Perspektif Kebudayaan, 2009.

Dalam Mubarok (2005: 10) sivilasi (civilization) berasal dari bahasa Latin yaitu civis. Arti civis secara bahasa adalah warga negara (civitas: negara kota, dan

civilitas: kewarganegaraan).

Peradaban adalah bentuk kebudayaan yang paling ideal dan puncak sehingga menunjukkan keadaban (madaniyah), kemajuan (taqaddum) dan kemakmuran (‘umran) suatu masyarakat (Nurhakim, 2004: 4).

Dalam bahasa Arab terdapat tiga kata yang dipandang sepadan dengan peradaban yaitu a泣-泣aqafat, al-ha危 rat, at-tamaddun (Mubarok, 2005: 17).

Dalam konteks jazirah ‘Arabia, peradaban berkaitan erat dengan pola hidup menetap (a泣-泣aqafat) di suatu tempat sehingga pola hidup bermasyarakat tampak hadir (al-ha危arat) di tempat itu (Mubarok, 2005: 18).

Teori Sutan Takdir Alisyahbana tentang kebudayaan yang menyebutkan bahwa kebudayaan adalah cara, aturan, dan jalan hidup manusia peneliti jadikan teori untuk meneliti peran Piagam Madinah terhadap masyarakat Madinah ditinjau dari perspektif kebudayaan dan pendapat Soemardjan dan Soemardi peneliti jadikan teori kedua untuk mendukung teori pertama.

Aturan masyarakat yang terdapat pada Piagam Madinah, misalnya terdapat pada pasal kedua Piagam Madinah yang berbunyi:

/al-muh jir na min quraisyin ‘al rib’atihim yata’ qal na bainahum, wa hum

yafd na ‘ niyahum bil-ma’r fi wal-qis居i baina al-mu’min n/

“Artinya: Kaum Muhajirin dari Quraisy sesuai dengan keadaan (kebiasaan) mereka, bahu-membahu membayar diat di antara mereka dan mereka membayar tebusan tawanan dengan cara yang baik.”

Aturan yang terdapat pada pasal ini adalah berupa kewajiban masyarakat dari kaum Muhajirin berupa membayar diat (denda) yang disesuaikan dengan kebiasaan yang berlaku pada kaum tersebut.


(41)

Zuraidah Hafni : Piagam Madinah Dari Perspektif Kebudayaan, 2009.

Contoh lain yang berupa aturan pada Piagam Madinah adalah:

/wa anna yah da ban ‘aufin ummatun ma’al-mu min na. Lil yah da d nuhum wa

lil muslim na d nuhum wa maw l him wa anfusuhum ill man zalama au a ima fa innahu l y tigu ill nafsahu wa ahla baitihi/

“Artinya: Bahwa orang Yahudi Bani ‘Auf adalah satu umat dengan orang-orang beriman. Orang-orang-orang Yahudi hendaknya berpegang pada agama mereka, dan orang-orang Islam pun hendaknya berpegang pada agama mereka pula, termasuk pengikut-pengikut mereka dan diri mereka sendiri, kecuali orang yang melakukan perbuatan aniaya dan durhaka. Orang semacam ini hanyalah akan menghancurkan dirinya dan keluarganya sendiri.”

Pada bunyi Piagam ini terdapat aturan yang menyebutkan bahwa Yahudi satu umat dengan mu min. Tidak dibedakan hak antara Yahudi dan mu min walaupun berbeda agama. Kemudian disebutkan dalam kalimat selanjutnya bahwa Yahudi berpegang pada agama mereka. Ini berarti kebebasan beragama dibolehkan selama tidak berbuat aniaya dan melakukan perbuatan durhaka. Perbuatan aniaya dan durhaka hanya akan merugikan si pelaku dan keluarganya.


(42)

Zuraidah Hafni : Piagam Madinah Dari Perspektif Kebudayaan, 2009. BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Latar Belakang Lahirnya Piagam Madinah.

Semenanjung Arab merupakan semenanjung barat daya Asia, sebuah semenanjung terbesar dalam peta dunia dengan luas wilayah 2.590.000 km2. Jazirah Arab merupakan daerah gurun pasir yang luas. Semenanjung ini dikelilingi air di tiga sisi dan padang pasir di satu sisi. Sebelah utata berbatasan dengan Palestina, Syam, dan Irak. Sebelah timur berbatasan dengan Teluk Pasi dan Teluk Oman. Sebelah selatan berbatasan dengan Teluk Aden dan Lautan Hindia. Dan sebelah barat berbatasan dengan Selat Babel Mandeb, Laut Merah, dan Terusan Suez. Sebagian besar Jazirah Arab terdiri dari padang pasir dan bukit-bukit batu. Semenanjung ini mempunyai dua padang pasir yang sangat luas, yaitu Nafud di utara dan Rub al-Kholi di selatan. Di samping bukit-bukit ada lembah-lembah yang luas dan sempit.

Dilihat dari keadaan tanahnya, bumi Jazirah Arab dapat dibagi dua; yang subur dan yang tandus. Yang tandus dan kering jauh lebih luas. Udaranya panas dan sulit diperoleh air. Bagian yang subur terdapat di Yaman, Hadramaut, Nejd, dan Oman. Sekitar pegunungan di Yaman, Nejd, dan oman ada air yang mengalir. Temperatur udara berbeda-beda menurut keadaan tanah. Udar di tanah di pinggir laut sangat panas. Di sekitar pegunungan sangat panas di musim panas, sebaliknya sangat dingin di musim dingin. Ukuran panas bisa mencapai 430C atau lebih. Daerah yang udaranya sedang terdapat di bagian lembah yang berair.


(43)

Zuraidah Hafni : Piagam Madinah Dari Perspektif Kebudayaan, 2009.

Negeri Arab terbagi atas lima bagian besar; Hijaz, Tihamah, Nejd, ‘Arut, dan Yaman. Masing-masing terdiri dari beberapa bagian. Hijaz, merupakan daratan yang memanjang dari utara ke selatan, sejajar dengan Laut Merah. Panjangnya 1500 km dan lebarnya 300 km. Di Hijaz terletak dua buah kota yang sangat mahsyur, yaitu Mekkah dan Madinah.

Arabia dihuni oleh bangsa Arab yang termasuk rumpun bahasa Semit. Bangsa Semit adalah bangsa yang keturunannya berasal dari Sam Ibn Nuh a.s. Bahasa yang dipakai kelompok-kelompok bangsa Semit antara lain bahasa Arab, Ibrani, Suryani, Habsyi, Funiqi, Asyuri, dan, Arani.

Sejarawan Arab membagi bangsa Arab atas dua bagian; ‘Arab al-Baidah dan al-‘Arab al-Baqiyah. Arab al-Baidah adalah orang-orang Arab yang sebelum datang Islam sudah punah. Mereka adalah kabilah-kabilah ‘Ad, Samud, ‘Amaliqah, Thasam, Judais, Amim, dan Jurhum. Mereka disebut pula ‘Arab al-‘Aribah. Masing-masing kabilah ini pernah mempunyai kerajaan. Ada yang wilayah kekuasannya sampai ke Syam dan Mesir. Arab Baqiyah terbagi atas al-‘Arab al-Qahthaniyah di Yaman, dan al-al-‘Arab al-‘Adnaniyah di Hijaz.

Arab Adnaniyah adalah keturunan Ismail Ibn Ibrahim a.s. Nabi Ibrahim pernah hijrah ke Mekkah dan menempati Mekkah serta membangun Bayt al-Haram, kemudian kembali ke Syam. Ismail kawin dengan Ra’lah binti Mudad Ibn ‘Amr al-Jurhumiy. Jurhum adalah Jurhum Ibn Qahthan, dan Qahthan adalah seluruh Arab Yaman. Seluruh orang Arab adalah keturunan Qahthan dan Ismail. Salah seorang keturuan Ismail adalah Fihr Ibn Malik. Pada masanya, Fihr atau Quraysy adalah pemimpin Mekkah. Dari padanya kabilah Quraysy berpangkal. Tiap orang dari keturunannya disebut Qurasyiyy. Sebelum dan pada saat Islam datang, kabilah Quraysy, selain menguasai perdagangan, mereka memegang kewenangan mengatur urusa-urusan haji yang berlaku waktu itu di Mekkah. Abdullah Ibn Abdul Muthalib, ayahanda Muhamad SAW, dan Aminah binti Wahab Ibn ‘Abd Manaf, ibunda beliau, brasal dari keturunan yang sama, yakni Quraysy atau Fihr Ibn Malik.


(44)

Zuraidah Hafni : Piagam Madinah Dari Perspektif Kebudayaan, 2009.

Selain bangsa Arab, di Jazirah Arab, antara lain di Madinah, berdiam bangsa Yahudi. Dilihat dari Geografi, bangsa Yahudi adalah tetangga bangsa Arab. Dari sisi ras, kedua bangsa ini berasal dari rumpun yang sama, yaitu rumpun Semit.

Kota Mekkah terletak di Hijaz, di lembah yang dikelilingi bukit-bukit. Kota ini menjadi tempat persinggahan kafilah-kafilah dagang, terutama antara Yaman di bagian selatan Jazirah dan Palestina di sebelah utara Jazirah. Mereka berhenti di tempat ini sambil beristirahat. Diantara daya tarik kota ini ialah adanya sumur Zamzam. Di sini pula terletak Ka’bah yang dibangun oleh nabi Ibrahim. Tiap musim haji kota ini ramai dikunjungi peziarah dari berbagai pelosok Jazirah.

Kabilah Quraysy adalah kabialh yang paling akhir menguasai Mekkah sebelum Islam lahir. Kabialh ini terbagi dua kelompok besar; kelompok Quraysy al-Bathah (bertempat di dalam kota Mekkah) dan kelompok Quraysy al-Zhawahir (di sekeliling kota Mekkah). Masing-masing kelompok terdiri dari kelompok-kelompok yang lebih kecil, yaitu famili-famili (keluarga-keluarga) dan qaum-qaum (clan-clan). Terjadi pula kelompok-kelompok menurut tokoh dan alur keturunannya, seperti kelompok Bani Hasyim dan Bani Syams. Antar kelompok sering terjadi perselisihan.

Kabilah Quraysy memberikan perhatian besar terhadap urusan haji yang meliputi: Al-Sadanah, mengenai urusan memegang kunci dan menyelimuti Ka’bah. Al-Siqayah, penyediaan air minum bagi peziarah. Al-Rifadah, urusan pengumpulan makanan dari warga Mekkah dan membagikannya bagi peziarah. Urusan-urusan tersebut sering mereka perebutkan.

Madinah terletak di bagian utara Hijaz, 300 mil sebelah utara Mekkah. Madinah adalah daerah oasis penghasil kurma unggul dan gandum. Sejak masa ‘Amaliqah, kota ini ramai dikunjungi peziarah dan pedagang.

Dalam perjalanan dari Mesir ke Palestina pada tahun 1225 SM, sebagai, nomad, orang-orang Yahudi singgah dan berdiam di Sinai sekitar 40 tahun. Saat itu Nabi Musa kawin dengan perempuan Arab. Kemudian setelah Palestina


(45)

Zuraidah Hafni : Piagam Madinah Dari Perspektif Kebudayaan, 2009.

dikuasai Romawi, Raja Titus menghancurkan Yerussalem pada tahun 70 M, banyak orang Yahudi Palestina hijrah dan menetap di Madinah. Kelompok asli bangsa Yahudi yang ada di madinah dan yang terkenal ada tiga kabilah, yaitu Bani Qaynuqa’, Bani Qurayzhah, dan Bani Nadir. Setelah itu, dalam keadaan miskin, orang-orang ‘Aws dan Khazraj dari bani Azad dan Qahtahniyah di Yaman tiba di Madinah. Kemudian diantara mereka ada yang menjadi orang-orang terkemuka di Madinah. Sementara itu, suku ‘Aws dan Khazraj sering berebut pengaruh dan bemusuhan.

Sesuai dengan sifat tempat hidup bangsa Arab, penghuni Jazirah Arab dapat dibagi atas dua golongan:

1. Penduduk Badui (nomadic bedouins)

Orang-orang Badui adalah mereka yang hidup di gurun-gurun Sahara. Mereka mempunyai kebiasaan hidup berpindah-pindah (nomad), senang hidup bebas dan suka berperang. Mereka merupakan bagian terbesar dari penghuni Arabiah. Di Hijaz, misalnya, lima per enam dari penghuninya adalah nomadic. Tempat tinggal mereka berupa tenda-tenda. Mereka memelihara dan mengembangbiakkan ternak, terutama unta, yang termasuk basis ekonomi padang pasir. Di samping itu, mereka senang berburu dan merampok. Perampokan (ghazw/razzia) yang timbul atau dilatarbelakangi kondisi kehidupan padang pasir merupakan bagian dari kebiasaan mereka dalam memperoleh sumber dan bahan penghidupan.

2. Penduduk Kota (settled folk)

Arab hadar (settled folk) adalah mereka yang hidup di kota, seperti kota-kota di Yaman, kota-kota Mekkah dan Madinah. Pada dasarnya, mereka hidup menetap, kecuali kalau terdesak keadaan, seperti terusir oleh kelompok lain. Sumber penghidupan mereka yang utama adalah berdagang dan bertani. Kota Mekah, yang tidak beroasis, kehidupan penduduknya terutama dari berdagang. Kabilah Quraysy, pada masa sebelum dan saat Nabi mengajarkan Islam, menguasai perdagangan ke berbagai penjuru, diantaranya yang sangat penting ke arah selatan (Yaman) dan ke arah utara (Syam). Madinah, yang terdapat


(46)

Zuraidah Hafni : Piagam Madinah Dari Perspektif Kebudayaan, 2009.

banyak oasis, penduduknya hidup terutama dari dagang dan bertani. Oasis-oasis di Khaybar dikuasai orang-orang Yahudi.

Sampai ke masa mulai diturunkannya Al-Qur’an pada awal abad VII M, bangsa Arab pada umumnya tidak dapat membaca dan menulis (ummiyyun). Hanya sebagian kecil penduduk kota yang pandai membaca dan menulis. Pengetahuan yang cukup banyak mereka ketahui adalah perbintangan. Dengan pengetahuan itu mereka dapat memperkirakan pergantian musim dan turun hujan. Dari pengetahuan ini pula mereka mengetahui arah perjalanan di tengah Sahara yang luas tanpa alat kompas. Di samping itu mereka mahir memahami bekas kaki. Pengetahuan tentang nasab atau keturunan merupakan kemahiran tersendiri. Hal ini pun didorong oleh kehidupan Sahara yang dihuni kabilah-kabilah yang berbeda-beda, dank arena itu mereka perlu mengetahui nasab masing-masing. Dan memang mereka sangat mengutamakan dan membanggakan silsilah keturunan.

Orang-orang Arab Badui dan kota memiliki bahasa Arab yang fashahah

(murni, belum bercampur bahasa lain. Selain itu, banyak di antara mereka yang mahir menunggang kuda, kuat dan berani. Tetapi, sebagaimana umumnya kaum nomad, mereka miskin dan tidak mempunyai barang-barang hasil pertukangan (produk industri), kecuali alat-alat sederhana yang diperlukan sekali dalam tahap kehidupan mereka. Mereka tidak meninggalkan bangunan-bangunan seperti rumah, kecuali mereka yang hidup menetap di kota, seperti Thaif, Mekah dan Madinah.

Dalam hal kekeluargaan, banyak yang poligami tanpa batas, wanita bukan ahli waris, dan anak laki-laki janda ayahnya. Hubungan dengan keluarga dekat, seperti dengan anak saudara, anak paman, dan anggota lain dalam satu suku sangat kuat.

Pemujaan terhadap pohon, batu, sumur, mata air dan benda-benda lain merupakan hal yang merata pada rumpun bahasa Semit. Agama mereka primitif dan animistik. Bangsa Arab sebagai salah satu bagian dari rumpun bahasa Semit, begitu pula keadaannya. Sumur Zamzam mereka anggap suci. Hajar Aswaddipuja sebagai batu bintang tempat dewa bertahta. Masa kemudian, patung Lata, Uzza dan Manat dianggap suci dan dipuja. Di samping itu, ada juga kepercayaan


(47)

Zuraidah Hafni : Piagam Madinah Dari Perspektif Kebudayaan, 2009.

terhadap makhluk halus seperti jin, si’lat, ‘ifrit, dan ghul. Itulah bentuk kepercayaan dan pemujaan di masa jahiliyah.

Masa jahiliyah adalah periode waktu di Jazirah Arab tidak berlaku petunjuk Tuhan, tidak ada nabi, dan tidak mempunyai kitab (samawiy). Mereka menyembah berhala yang dimulai oleh ‘Amr ibn Luhay. ‘Amr menempatkan patung yang diberinya nama Hubal di dekat Kabah dan mengajak kaumnya menyembah patung itu. Penyembahan terhadap berhala kemudian meluas di seluruh Jazirah Arab.

Agama Yahudi terdapat di Arabia Selatan (Yaman) dan Yasrib (Madinah). Pembawa agama ini antara lain Tubba’ yang datang dari Palestina ke Yaman setelah terlebih dahulu singgah di Yasrib. Penganut agama Yahudi di Yasrib terdiri dari bangsa Yahudi yang datang dari Palestina dan orang-orang Arab yang menganut agama ini. Komunitas Yahudi di Yasrib cukup kuat dan berpengaruh.

Agama Kristen masuk Yaman melalui orang-orang Siria yang sudah terlebih dahulu memeluk agama Kristen.

Sebelum dan sampai datang masa Islam, di jazirah Arab pernah berdiri beberapa kerajaan. Negara-negara itu ada yang musnah sebelum datangnya Islam, dan ada yang dalam keadaan lemah. Di negeri Arab bagian selatan pernah berdiri kerajaan Ma’in, Saba’ dan Himyar. Di utara Jazirah Arab berdiri kerajaan Hirah dan kerajaan Ghassan. Namun, kerajaan-kerajaan ini tidak ada yang menguasai Hijaz.

Sebagian besar bangsa Arab hidup nomadik. Suku (clan) merupakan basis kehidupan masyarakat Badui. Loyalitas kepeda suku, yang disebut “asabiyah”, merupakan semangat dan pengikat dalam suku. Kepala suku dalam kabilah disebut “syaikh”. Kekuasaannya bergantung pada kualitas pribadinya dan dibatasi hasil kesepakatan kelompok laki-laki dewasa yang memberikan bahan pertimbangan bagi kebijakan. Perselisihan dalam suku diselesaikan dalam suku itu. Perselisihan antarsuku dapat diselesaikan lewat hakam (arbitrer). Dalam pembunuhan atau pelukaan berlaku “hukum balas”. Famili, suku atau kabilah bertanggung jawab atas kematian pihak lain yang dilakukan anggotanya. Dan tiap anggota suku bisa dijadikan sasaran dalam pembalasan dendam. Hubungan


(48)

Zuraidah Hafni : Piagam Madinah Dari Perspektif Kebudayaan, 2009.

antarsuku dan tuntutan balas dendam adalah kewajiban komunitas suku atau kabilah. Dengan kabilah, solidaritas suku atau kabilah merupakan inti kehidupan lingkungan suku atau kabilah.

Bangsa Arab suka perang; antar kelompok kecil , seperti antar suku, dan antar kelompok besar, seperti antar kabilah dan antar kelompok tokoh keturunan yang asalnya satu keturunan atau satu kabilah. Penyebab peperangan itu antara lain rebutan sumber penghidupan, khususnya sumber air dan padang rumput, dan rebutan kekuasaan.

Piagam Madinah dibuat pada awal hijrah Nabi Muhammad SAW ke Madinah. Piagam ini dimaksudkan untuk mengatur hubungan antara Muhajirin, Ansar, dan kaum Yahudi.

Pembentukan Piagam Madinah merupakan langkah ketiga yang dilakukan Nabi Muhammad SAW setelah pembangunan mesjid, dan mempersaudarakan kaum muslimin yaitu mempersaudarakan Muhajirin dan Ansar.

3.2. Peran Piagam Madinah terhadap Masyarakat Madinah Ditinjau dari Perspektif Kebudayaan

Peneliti menggunakan teori Sutan Takdir Alisyahbana untuk menganalisis Piagam Madinah. Sutan Takdir Alisyahbana mengemukakan beberapa pengertian kebudayaan, yaitu:

a) kebudayaan adalah suatu keseluruhan yang kompleks yang terjadi dari unsur-unsur yang berbeda-beda seperti pengetahuan, kepercayaan, seni, hukum, moral, adat-istiadat, dan segala kecakapan yang diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat;

b) kebudayaan adalah warisan sosial atau tradisi;


(49)

Zuraidah Hafni : Piagam Madinah Dari Perspektif Kebudayaan, 2009.

d) kebudayaan adalah penyesuaian manusia terhadap alam sekitarnya dan cara-cara menyelesaikan persoalan;

e) kebudayaan adalah hasil perbuatan atau kecerdasan manusia;

f) kebudayaan adalah hasil pergaulan atau perkumpulan manusia (Mubarok, 2005; 3).

Dari beberapa pengertian kebudayaan tersebut, peneliti menggunakan pengertian kebudayaan point ketiga yang menyebutkan bahwa kebudayaan adalah cara, aturan, dan jalan hidup manusia.

Naskah Piagam Madinah yang peneliti gunakan sebagai data primer adalah naskah yang terdapat dalam buku Hay tu Muhammadin karangan Muhammad Husain Haekal. Naskah Piagam Madinah dalam buku tersebut tidak dibagi menurut pasal-pasal. Dalam penelitian ini, peneliti membaginya menjadi 47 pasal untuk memudahkan penelitian/pembahasan.

/Bismill hirram nirrami/

Artinya: “Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang.”

/H a kit bun min muammadin an-nabiyyi baina al-mu min na wal-muslim na min quraisyin wa yariba wa man taba’ahum falaiqa bihim wa j hada ma’ahum/

Artinya: “Surat perjanjian ini dari Muhammad – Nabi; antara orang-orang beriman kaum Muslimin dari kalangan Quraisy dan Ya rib serta yang mengikut mereka.”


(50)

Zuraidah Hafni : Piagam Madinah Dari Perspektif Kebudayaan, 2009.

/Annahum ummatun waidatun min d ni an-n si/

Artinya: “Bahwa mereka adalah satu umat, di luar golongan orang lain.”

Pada pasal pertama ini disebutkan bahwa kaum Muhajirin dan Ansar serta yang mengikut mereka adalah satu umat. Satu kesatuan. Pengertian umat dalam piagam ini bukanlah merupakan suatu ikatan dalam komunitas keagamaan, tetapi mencakup seluruh wilayah Madinah, mengintegrasikan warga Ansar, Muhajirin dan kaum Yahudi serta kelompok-kelompok lain dalam satu ikatan persatuan dan perdamaian serta keselarasan hidup.

Inilah aturan pertama yang terdapat dalam Piagam Madinah, yakni mengubah paham kesukuan yang hidup di kalangan suku-suku Arab yang ada di Madinah saat itu dengan menjadikan mereka dalam komunitas masyarakat Madinah yang utuh dengan sebutan ummah w hidah.

/

Al-muh jir na min quraisyin ‘al rib’atihim yata’ qal na bainahum wa hum

yafd na ‘ niyahum bil-ma’r fi wal-qisi baina al-mu min na/

Artinya: “Kaum Muhajirin dari kalangan Quraisy tetap menurut adat kebiasaan baik yang berlaku di kalangan mereka, bersama-sama menerima atau membayar tebusan darah antara sesama mereka dan mereka menebus tawanan mereka sendiri dengan cara yang baik dan adil di antara sesama orang-orang yang beriman.”

Pasal 2 Piagam Madinah menyebutkan kata “Muhajirin”, sebutan bagi semua orang Quraisy Mekah yang telah masuk Islam dan hijrah ke Madinah. Dinyatakan bahwa golongan ini berpegang kepada kebiasaan lama mereka, berupa kebiasaan membayar diyat dan tawanan secara gotong royong di lingkungan keluarga atau kelompok suku. Kebiasaan yang baik ini, dilestarikan dalam Piagam.


(51)

Zuraidah Hafni : Piagam Madinah Dari Perspektif Kebudayaan, 2009.

/

Wa ban ‘aufin ‘al rib’atihim yata’ qal na ma’ qilahumul l , wa kullu

ifatin tufd ‘ niyah bil-ma’r fi wal qisi baina al-mu’min na/

Artinya: “Bahwa Bani ‘Auf adalah tetap menurut kebiasaan baik mereka yang berlaku, bersama-sama membayar tebusan darah seperti yang sudah-sudah. Dan setiap golongan harus menebus tawanan mereka sendiri dengan cara yang baik dan adil di antara sesama orang-orang beriman.”

.

/

Wa ban s ’idah ‘al rib’atihim yata’ qal na ma’ qilahumul l , wa kullu

ifatin minhum tufd ‘ niyah bil-ma’r fi wal qisi baina al-mu’min na/

Artinya: “Bahwa Bani Sa’idah adalah tetap menurut kebiasaan baik mereka yang berlaku, bersama-sama membayar tebusan darah seperti yang sudah-sudah. Dan setiap golongan harus menebus tawanan mereka sendiri dengan cara yang baik dan adil di antara sesama orang-orang beriman.”

.

/

Wa ban h ri‘al rib’atihim yata’ qal na ma’ qilahumul l , wa kullu

ifatin minhum tufd ‘ niyah bil-ma’r fi wal qisi baina al-mu’min na/

Artinya: “Bahwa Bani Haris adalah tetap menurut kebiasaan baik mereka yang berlaku, bersama-sama membayar tebusan darah seperti yang sudah-sudah. Dan setiap golongan harus menebus tawanan mereka sendiri dengan cara yang baik dan adil di antara sesama orang-orang beriman.”


(52)

Zuraidah Hafni : Piagam Madinah Dari Perspektif Kebudayaan, 2009.

/

Wa ban jusyam ‘al rib’atihim yata’ qal na ma’ qilahumul l , wa kullu

ifatin minhum tufd ‘ niyah bil-ma’r fi wal qisi baina al-mu’min na/

Artinya: “Bahwa Bani Jusyam adalah tetap menurut kebiasaan baik mereka yang berlaku, bersama-sama membayar tebusan darah seperti yang sudah-sudah. Dan setiap golongan harus menebus tawanan mereka sendiri dengan cara yang baik dan adil di antara sesama orang-orang beriman.”

/

Wa ban an-najj r ‘al rib’atihim yata’ qal na ma’ qilahumul l , wa kullu

ifatin minhum tufd ‘ niyah bil-ma’r fi wal qisi baina al-mu’min na/

Artinya: “Bahwa Bani Najjar adalah tetap menurut kebiasaan baik mereka yang berlaku, bersama-sama membayar tebusan darah seperti yang sudah-sudah. Dan setiap golongan harus menebus tawanan mereka sendiri dengan cara yang baik dan adil di antara sesama orang-orang beriman.”

/

Wa ban ‘amr bin ‘aufin‘al rib’atihim yata’ qal na ma’ qilahumul l , wa kullu ifatin tufd ‘ niyah bil-ma’r fi wal qisi baina al-mu’min na/

Artinya: “Bahwa Bani ‘Amru Bin ;Auf adalah tetap menurut kebiasaan baik mereka yang berlaku, bersama-sama membayar tebusan darah seperti yang sudah-sudah. Dan setiap golongan harus menebus tawanan mereka sendiri dengan cara yang baik dan adil di antara sesama orang-orang beriman.”


(53)

Zuraidah Hafni : Piagam Madinah Dari Perspektif Kebudayaan, 2009.

/

Wa ban an-nab t ‘al rib’atihim yata’ qal na ma’ qilahumul l , wa kullu

ifatin tufd ‘ niyah bil-ma’r fi wal qisi baina al-mu’min na/

Artinya: “Bahwa Bani Nabit adalah tetap menurut kebiasaan baik mereka yang berlaku, bersama-sama membayar tebusan darah seperti yang sudah-sudah. Dan setiap golongan harus menebus tawanan mereka sendiri dengan cara yang baik dan adil di antara sesama orang-orang beriman.”

/

Wa ban al-ausi ‘al rib’atihim yata’ qal na ma’ qilahumul l , wa kullu

ifatin tufd ‘ niyah bil-ma’r fi wal qisi baina al-mu’min na/

Artinya: “Bahwa Bani Aus adalah tetap menurut kebiasaan baik mereka yang berlaku, bersama-sama membayar tebusan darah seperti yang sudah-sudah. Dan setiap golongan harus menebus tawanan mereka sendiri dengan cara yang baik dan adil di antara sesama orang-orang beriman.”

Pasal 3-10 memuat ketentuan bahwa suku-suku di Madinah yang meliputi Bani ‘Auf, Bani Sa’idah , Bani Haris, Bani Jusyam, Bani Najjar, Bani ‘Amru bin ‘Auf, Bani Nabit, dan Bani Aus mempunyai kewajiban yang sama dalam hal membayar diyat atau menebus tawanan perang. Semua suku harus saling menolong dalam kedua hal tersebut.

Penyebutan nama-nama suku dalam Piagam Madinah dimaksudkan untuk menumbuhkan rasa persatuan antar suku yang pada saat itu masih terpecah oleh rasa fanatik suku yang sangat kuat.


(54)

Zuraidah Hafni : Piagam Madinah Dari Perspektif Kebudayaan, 2009.

/Wa anna al-mu min na l yatruk na mufraan bainahum an-ya’hu bil-ma’r fi

f fid in au ‘aqlin/

Artinya: “Bahwa orang-orang yang beriman tidak boleh membiarkan seseorang yang menanggung beban hidup dan utang yang berat di antara sesama mereka. Mereka harus dibantu dengan cara yang baik dalam membayar tebusan tawanan atau membayar diat.”

Pasal 11 memuat ketentuan bahwa kaum mukminin tidak boleh membiarkan sesama mukmin berada dalam kesulitan membayar diat atau tebusan tawanan seperti disebutkan pada pasal-pasal terdahulu. Mereka perlu mengatasi kesulitan itu. Ketentuan ini menekankan solidaritas sesama mukmin dalam mengatasi kesulitan.

/Wa l yulifu mu minun maul mu minin d nahu/

Artinya: “Bahwa seseorang yang beriman tidak boleh mengikat janji dalam menghadapi mukmin lainnya.”

Pasal 12 berisi larangan bagi setiap mukmin untuk menjadikan mawla (sekutu) orang mukmin lain sebagai sekutunya, kecuali kalau diizinkan oleh mukmin lain yang telah mempunyai hubungan persekutuan itu. Ketentuan ini merupakan salah satu sikap saling menghormati sesama mukmin guna menghindarkan kemungkinan terjadinya saling sengketa.


(1)

Zuraidah Hafni : Piagam Madinah Dari Perspektif Kebudayaan, 2009.

minhum aadun ill bi i ni muammadin - ‘alaihi a-al tu was-sal mu – wa

annahu l yata祈ajjaru ‘al 泣a rin jar祈un. Wa annahu man fataka, fa bi nafsihi wa

ahli baitihi ill man 怯ulima. Wa anna all ha ‘al abarra h a. Wa anna ‘al al

-yah di nafaqatahum wa ‘al al-muslim na nafaqatahum. Wa anna bainahum an -na球ra ‘al man 祈 raba ahla h ihi a球-afati. Wa anna bainahum an-nu球祈a wa an-na球 祈ata wal-birra duna al-imi. Wa annahu lam yaami imru u bi al fihi. Wa anna an-naşra lil ma怯l m. Wa annal yah da yunfiq na ma’al mumin na m

d m mu祈 rib na. Wa anna ya泣riba 祈ar mun jaufuh li ahli h ihi a球-afati.

Wa annal j ra ka an-nafsi gaira murin wa l 泣imin. Wa annahu l tuj ru

祈urmatun ill bi i ni ahlih , wa annahu m k na baina ahli h ihi a球-afati min ada泣in au isytij rin yukh fu fas duhu fa inna maraddahu il all hi wa il mu祈ammadin ras lull hi 球allall hu ‘alaihi wa sallama – wa anna all ha ‘al

atq m f h ihi a球-afati wa abarrahu. Wa annahu l tuj ru quraisyun wa l man na球rah . Wa anna bainahum an-na球ra ‘al man dahima ya泣riba, wa i

du’ il ulin yulinahu wa yalbis nahu fa innahum yulinahu wa

yalbis nahu. Wa annahum i da’au il mi泣li lika fa inna lahum ‘al al

-mu min na ill man 祈 raba f ad-d ni. ‘al kulli un sin 祈i球球atuhum min j nibihim

alla qibalihim. Wa anna yah da al-ausi maw l him wa anfusahum ‘al mi泣la

m li ahli h ihi aş -şah fati ma’al birril mahi min ahli h ihi a-ah fati. Wa

anna birra d nal i泣mi, l yaksibu k sib n ill ‘al nafsihi. Wa anna all ha ‘al a球daqa m f h ihi a球-afati wa abarrahu. Wa annahu l ya祈 lu al-kit bu

d na 怯 limi au 泣imin. Wa anna man kharaja minun, wa man qa’ada minun bil mad nati ill man alama wa aima. Wa anna all ha j run liman barra wat

-taqw / Artinya:

“Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Surat perjanjian ini dari Muhammad – Nabi; antara orang-orang beriman kaum Muslimin dari

kalangan Quraisy dan Ya rib serta yang mengikut mereka; bahwa mereka adalah


(2)

Zuraidah Hafni : Piagam Madinah Dari Perspektif Kebudayaan, 2009.

Kaum Muhajirin dari kalangan Quraisy tetap menurut adat kebiasaan baik yang berlaku di kalangan mereka, bersama-sama menerima atau membayar tebusan darah antara sesama mereka dan mereka menebus tawanan mereka sendiri dengan cara yang baik dan adil di antara sesama orang-orang yang beriman.

Bahwa Bani ‘Auf adalah tetap menurut kebiasaan baik mereka yang berlaku, bersama-sama membayar tebusan darah seperti yang sudah-sudah. Dan setiap golongan harus menebus tawanan mereka sendiri dengan cara yang baik dan adil di antara sesama orang-orang beriman.

Kemudian disebutnya tiap-tiap suku Anşar itu serta keluarga tiap puak: Bani Al

-Hari , Bani Sa’idah, Bani Jusyam, Bani An-Najjar, Bani ‘Amr bin ‘Auf dan Bani

An-Nabit. Selanjutnya disebutkan.

“Bahwa orang-orang yang beriman tidak boleh membiarkan seseorang yang menanggung beban hidup dan utang yang berat di antara sesama mereka. Mereka harus dibantu dengan cara yang baik dalam membayar tebusan tawanan atau membayar diat.

Bahwa seseorang yang beriman tidak boleh mengikat janji dalam menghadapi mukmin lainnya.

Bahwa orang-orang yang beriman dan bertakwa harus melawan orang yang melakukan kejahatan di antara mereka sendiri, atau orang yang suka melakukan perbuatan aniaya, kejahatan, permusuhan atau berbuat kerusakan di antara orang-orang beriman sendiri, dan mereka semua harus sama-sama melawannya walaupun terhadap anak sendiri.

Bahwa seseorang yang beriman tidak boleh membunuh sesama mukmin lantaran orang kafir untuk melawan orang beriman.

Bahwa jaminan Allah itu satu: Dia melindungi yang lemah di antara mereka.


(3)

Zuraidah Hafni : Piagam Madinah Dari Perspektif Kebudayaan, 2009.

Bahwa barangsiapa dari kalangan Yahudi yang menjadi pengikut kami, ia berhak mendapat pertolongan dan persamaan; tidak menganiaya atau melawan mereka.

Bahwa persetujuan damai orang-orang beriman itu satu; tidak dibenarkan seorang mukmin mengadakan perdamaian sendiri dengan meninggalkan mukmin lainnya dalam keadaan perang di jalan Allah. Mereka harus sama dan adil adanya.

Bahwa setiap orang yang berperang bersama kami, satu sama lain harus saling bergiliran.

Bahwa orang-orang beriman itu harus saling membela terhadap sesamanya yang telah tewas di jalan Allah.

Bahwa orang-orang yang beriman dan bertakwa hendaknya berada dalam pimpinan yang baik dan lurus.

Bahwa orang tidak dibolehkan melindungi harta-benda atau jiwa orang Quraisy dan tidak boleh merintangi orang beriman.

Bahwa barangsiapa membunuh orang beriman yang tidak bersalah dengan cukup bukti, maka ia harus mendapat balasan yang setimpal, kecuali bila keluarga si terbunuh sukarela (menerima tebusan).

Bahwa orang-orang yang beriman harus menentangnya semua dan tidak dibenarkan mereka hanya tinggal diam.

Bahwa seseorang yang beriman yang telah mengakui isi piagam ini dan percaya kepada Allah dan kepada Hari Kemudian, tidak dibenarkan menolong pelaku kejahatan atau membelanya, dan bahwa barangsiapa yang menolongnya atau melindunginya, ia akan mendapat kutukan dan murka Allah pada hari kiamat, dan tak ada sesuatu tebusan yang dapat diterima.

Bahwa bilamana di antara kamu timbul perselisihan tentang sesuatu masalah yang bagaimanapun, maka kembalikanlah itu kepada Allah dan Muhammad – ‘Alaihi


(4)

Zuraidah Hafni : Piagam Madinah Dari Perspektif Kebudayaan, 2009.

Bahwa orang Yahudi harus mengeluarkan belanja bersama-sama orang-orang selama mereka masih dalam keadaan perang.

Bahwa orang-orang Yahudi Bani ‘Auf adalah satu umat dengan orang-orang beriman. Orang-orang Yahudi hendaknya berpegang pada agama mereka, dan orang-orang Islam pun hendaknya berpegang pada agama mereka pula, termasuk pengikut-pengikut mereka dan diri mereka sendiri, kecuali orang yang melakukan perbuatan aniaya dan durhaka. Orang semacam ini hanyalah akan menghancurkan dirinya dan keluarganya sendiri.

Bahwa terhadap orang-orang Yahudi An-Najjar, Yahudi Bani Al-Hari , Yahudi Bani Jusyam, Yahudi Bani Aus, Yahudi Bani a’labah, Jafna dan Bani Syu aibah, berlaku sama seperti terhadap mereka sendiri.

Bahwa seseorang tidak boleh dirintangi menuntut haknya karena dilukai; dan barangsiapa yang diserang ia dan keluarganya harus berjaga diri, kecuali jika ia menganiaya. Bahwa Allah juga yang menentukan ini.

Bahwa orang-orang Yahudi berkewajiban menanggung nafkah mereka sendiri pula. Antara mereka harus ada tolong-menolong dalam menghadapi orang yang hendak menyerang pihak yang mengadakan piagam perjanjian ini.

Bahwa mereka sama-sama berkewajiban, saling menasehati dan saling berbuat kebaikan dan menjauhi segala perbuatan dosa.

Bahwa seseorang tidak dibenarkan melakukan perbuatan salah terhadap sekutunya, dan bahwa yang harus ditolong ialah yang teraniaya.

Bahwa orang Yahudi berkewajiban mengeluarkan belanja bersama orang-orang beriman selama masih dalam keadaan perang.

Bahwa kota Ya rib adalah kota yang dihormati bagi mengakui perjanjian ini.

Bahwa tetangga itu seperti jiwa sendiri, tidak boleh diganggu dan diperlakukan dengan perbuatan jahat.


(5)

Zuraidah Hafni : Piagam Madinah Dari Perspektif Kebudayaan, 2009.

Bahwa tempat yang dihormati itu tidak boleh didiami orang tanpa izin penduduknya.

Bahwa bila di antara orang-orang yang mengakui perjanjian ini terjadi suatu perselisihan yang dikuatirkan akan menimbulkan kerusakan, maka tempat kembalinya kepada Allah dan kepada Muhammad Rasulullah SAW dan bahwa Allah bersama orang yang teguh dan setia memegang perjanjian ini.

Bahwa melindungi orang-orang Quraisy atau menolong mereka tidak dibenarkan.

Bahwa antara mereka harus saling membantu melawan orang yang mau menyerang Ya rib ini. Tetapi apabila telah diajak berdamai maka sambutlah ajakan perdamaian itu.

Bahwa apabila mereka diajak berdamai, maka orang-orang yang beriman wajib menyambutnya, kecuali kepada orang yang memerangi agama. Bagi setiap orang, dari pihaknya sendiri mempunyai bagiannya masing-masing.

Bahwa orang-orang Yahudi Bani Aus, baik diri mereka sendiri atau pengikut-pengikut mereka mempunyai kewajiban seperti mereka yang sudah menyetujui naskah perjanjian ini dengan segala kewajiban sepenuhnya dari mereka yang menyetujui naskah perjanjian ini.

Bahwa kebaikan itu bukanlah kejahatan dan bagi orang yang melakukannya hanya akan memikul sendiri akibatnya. Dan bahwa Allah bersama pihak yang benar dan patuh menjalankan isi perjanjian ini.

Bahwa orang tidak akan melanggar perjanjian ini, kalau ia bukan orang yang aniaya dan jahat.

Bahwa barangsiapa yang keluar atau tinggal dalam kota Madinah ini, keselamatannya tetap terjamin, kecuali orang yang berbuat aniaya dan melakukan kejahatan.


(6)

Zuraidah Hafni : Piagam Madinah Dari Perspektif Kebudayaan, 2009.