beragama bagi semua golongan, menekankan kerja sama dan persamaan hak dan kewajiban semua golongan dalam sosial politik dalam mewujudkan pertahanan dan
perdamaian dan menetapkan wewenang bagi Nabi untuk menengahi dan memutuskan segala perbedaan pendapat dan perselisihan yang timbul di antara mereka.
8
Perjanjian masyarakat yang terjadi antara Nabi dan komunitas-komunitas penduduk Madinah membawa mereka kepada kehidupan sosial yang teratur dan
terorganisir atau dari “zaman pra negara ke zaman bernegara di bawah kepemimpinan Nabi Muhammad SAW.
9
C. Tinjauan Teks Piagam Madinah
Dalam menganalisis Piagam Madinah atau Konstitusi Negara Islam pertama ini, penulis mulai dengan menampilkan pendapat beberapa ahli pikir, baik muslim
maupun non muslim. Muhammad Husni Assibai menyimpulkan isi Piagam Madinah ini sebagai berikut :
a. Adanya kesatuan umat Islam tanpa ada perbedaan apa pun. b. Persamaan seluruh umat dalam hak dan kemuliaannya, dapat
menyelamatkan golongan umat tanpa ada penganiayaan. c. Adanya kegotong royongan seluruh umat tanpa ada penganiayaan,
penindasan, permusuhan, pelanggaran hak atau pengacauan. Tindakan keras akan diambil kepada siapa saja yang menganiaya dan mengacau negara.
8
J. Suyuthi pulungan, Prinsip-Prinsip Pemerintahan dalam Piagam Madinah Ditinjau dari Pandangan Al-Qur’an., Jakarta: PT Raja Grapindo Persada, 1994. Cet. I. h. 64.
9
Ibid, h. 74.
d. Dalam menetapkan garis kebijaksanaan untuk menghadapi musuh, umat diikutsertakan. Setiap muslim tidak dibenarkan membiarkan saudaranya dalam
keadaan terancam. e. Masyarakat diatur menurut peraturan yang sebaik-baiknya, sejujur-jujurnya
dan seadil-adilnya. f. Diambilnya tindakan keras dan tegas terhadap orang yang melakukan
pemberontakan terhadap negara atau melakukan pengacauan terhadap ketentraman umum. Dan adanya larangan memberikan bantuan kepada mereka.
g. Setiap orang yang ingin hidup damai bersama kaum muslimin dilidungi. h. Dilindunginya keyakinan agama dan harta benda orang-orang nonmuslim.
Mereka tidak akan dipaksa memasuki agama Islam dan tidak pula diambil harta bendanya.
i. Orang-orang bukan muslim wajib turut serta guna kesejahteraan negara, dengan jalan memberi bantuan dalam bentuk biaya dan lainnya, sebagaimana
kewajiban yang dibebankan kepada kaum muslimin. j. Orang-orang yang bukan muslimin, yang berdiam di dalam negara Islam,
wajib bersama-sama umat Islam untuk membela negara dari setiap ancaman yang datangnya dari luar.
k. Mereka juga diwajibkan ikut memikul biaya peperangan selama negara masih dalam keadaan perang.
l. Negara wajib memberikan pertolongan kepada golongan yang bukan Islam, jika salah seorang diantara mereka teraniaya, walaupun yang menganiaya itu orang
muslim sendiri.
m. Setiap warga negara, baik muslim maupun nonmuslim, dilarang melindungi orang-orang yang memusuhi negara atau memberi bantuan kepada musuh
negara itu. n. Demi kemaslahatan Negara, jika perdamaian dengan musuh dipandang
baik, seluruh warga negara yang muslim maupun nonmuslim harus menerima keputusan perdamaian itu.
o. Seorang tidak akan dikenakan hukuman, karena kesalahan orang lain. Setiap orang hanya akan dituntut oleh hukum karena kesalahan yang diperbuatnya
sendiri. p. Kebebasan berpindah dari suatu tempat ke tempat lain, baik di dalam
maupun di luar negeri, dilindungi oleh negara. q. Tidak diberi perlindungan terhadap orang yang melakukan kesalahan atau
penganiayaan sehingga diberi hukuman sesuai dengan undang-undang yang berlaku.
r. Masyarakat didirikan di atas dasar gotong royong, kebajikan dan taqwa kepada Allah, bukan di atas dasar penindasan dan permusuhan.
Selanjutnya tinjauan serta catatan terhadap Piagam Madinah atau Konstitusi ini sebagai berikut:
Tentang Mukaddimah
Penegasan-penegasan yang termuat di dalam mukaddimah ini antara lain yaitu a. Piagam tertulis ini dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW. dengan rakyat
Madinah, yang terdiri atas kaum Quraisy, kaum Yastrid dan orang-orang yang mengikuti dan berjuang bersama mereka. Nabi Muhammad SAW menulis dan
menandatangani sebagai pemimpin yang mereka akui bersama. Ini berarti adanya persetujuan bersama antara Nabi Muhammad SAW sebagai pemimpin dengan
rakyat yang dipimpinnya. b. Menonjolkan nama pemimpin, yaitu Nabi Muhammad SAW dan nama
rakyat yang membuat kontrak sosial ini, yaitu kaum Quraisy, Yastrid dan orang- orang yang mengikuti dan berjuang bersama mereka. Ini mempunyai arti sejarah
untuk kemudian hari, sebagai kenangan terhadap penanaman batu pertama bagi prinsip ini.
c. Pemakaian kalimat orang-orang yang percaya dan memeluk agama Islam, hanyalah mempunyai arti yang satu, tidak ada perbedaan.
d. Mukaddimah ini mengandung pula maksud proklamasi berdirinya Negara Madinah yang kemudian menjadi Negara Islam.
Tentang Bab I : Pembentukan Bangsa Negara Pasal 1 :
Bab ini dinamakan pembentukan bangsa negara hanya terdiri atas satu pasal saja. Isinya secara tegas menyatakan :
a. Perkataan ummah adalah istilah baru dalam politik yang menunjukan adanya warga dari negara yang baru didirikan. Sampai sekarang belum ada
terjemahan tepat bagi istilah ini. Karena itu, kita mempergunakan perkataan bangsa negara dengan pengertian bahwa kebangsaan warga bukanlah bergantung kepada
persatuan turunan, tempat tinggal atau lainnya, tetapi diikat oleh persatuan kenegaraan.
b. Perkataan bebas dari pengaruh dan kekuasaan manusia lainnya berarti adanya suatu bangsa yang berdaulat penuh, yang bebas dari segala pengacau dan
kekuasaan yang datang dari luar.
Tentang Bab II : Hak Asasi Manusia
Pasal 2 sampai dengan pasal 10:
Bab ini dinamakan Hak Asasi Manusia yang terdiri atas sembilan pasal, yaitu
pasal 2 sampai dengan pasal 10. penagasan-penegasan yang terdapat di dalamnya ialah :
a. Mengakui segala hak-hak yang sudah dimiliki oleh rakyat sejak dari semula, termasuk juga kebiasaan-kebiasaan yang baik yang tidak bertentangan
dengan perikemanusiaan. Adat kebiasaan yang baik disebutkan di dalam pasal-pasal ini, yaitu mengganti hukum qisas balasan setimpal atas kejahatan seperti
pembunuhan, penikaman dan lain-lain, diganti dengan pembayaran ganti rugi diat, berdasarkan keikhlasan dan persetujuan dari famili yang bersangkutan.
Kebiasan ganti rugi yang dipikul oleh famili atau qabilah suku secara bersam-sama, pada zaman kita sekarang, boleh disamakan dengan asuransi jiwa
secara kolektif. b. Segala nama-nama suku yang disebutkan dalam tiap-tiap pasal, harus
dibaca oleh seluruh manusia. Menyebutkan nama-nama suku yang selain mempunyai arti sejarah dan politis, berarti meyakinkan tiap-tiap orang dalam suku yang
bersangkutan. Ini sama halnya dengan menyebutkan nama-nama propinsi, pulau atau negara-negara bagian.
c. Khusus mengenai kebiasaan membayar uang tebusan terhadap segala kejahatan mengenai darah, baik pembunuhan, penikaman dan lainnya, secara positif
ditetapkan kebiasaan membayar uang tebusan, tetapi secara negatif dilarang dilakukannya pembalasan dendam terhadap orang yang telah bersalah membuat
kejahatan itu. Segala hukuman mengenai kejahatan harus dilakukan oleh pemerintah dan
negara dengan peraturan pemerintah, sebagaimana tersebut pada pasal 21 sehubungan dengan pasal 23. begitu juga keputusan ganti rugi atas persetujuan famili yang
bersangkutan, hal itu dijatuhkan oleh mahkamah atau pengadilan. d. Diakuinya hak membayar uang tebusan atas segala pembunuhan,
penikaman dan lainnya, berarti menyelamatkan jiwa manusia dari nafsu balas dendam. Hal ini berarti juga diakuinya hak hidup setiap manusia.
Hak hidup adalah sumber dan pangkal segala hak manusia yang sudah diperinci dengan baik dalam Piagam Hak-Hak Asasi Manusia Universal Declaration
of Human Rights. e. Walaupun hak tunggal satu-satunya yang termuat di dalam sembilan pasal
itu adalah hak hidup, yang mencerminkan diakuinya hak membayar uang tebusan, hak ini merupakan pokok dan inti segala hak-hak dasar lainnya.
Perincian segala hak dasar yang lainnya ditetapkan oleh Tuhan di dalam kitab suci Al-Quran. Banyak sekali ayat-ayat kitab suci Al-Quran yang menjamin hak-hak
itu.
Tentang Bab III : Persatuan Seagama
Pasal 11 sampai dengan pasal 15 : Pasal 11 sampai dengan 15 adalah khusus ditujukan kepada warga negara
seagama yang memeluk agama Islam. Bagian ini dinamakan bab Persatuan Seagama. a. Khusus warga negara yang beragama Islam, pasal-pasal ini ditujukan
sekedar meletakkan tugas-tugas istimewa yang harus mereka pikul sebagai pendukung cita-cita yang dibawa oleh Islam. Dengan demikian, pasal-pasal ini harus
diartikan sebagai penggemblengan dan pembentukan kader-kader yang mengerti bagi ideologi negara.
Pasal-pasal ini sama sekali tidak memuat hak-hak istimewa yang diberikan khusus kepada warga negara yang beragama Islam.
b. Pasal 13 ayat 2 membuktikan, perlunya pembentukan kader itu ialah latihan bersatu untuk menghadapi segala kejahatan, walaupun terhadap anak kandung
sendiri.
Tentang bab IV : Persatuan Segenap Warga Negara
Pasal 16 sampai dengan pasal 23 : Pasal-pasal
ini ditujukan
kepada seluruh warga negara terdiri atas delapan pasal, yang mengatur mengenai prinsip-prinsip umum yang harus disadari oleh
mereka seluruhnya, diantaranya adalah : a. Pasal 17 menegaskan tidak boleh bertindak sendiri. Pasal 18 mengatakan
bahwa setiap serangan harus diartikan tantangan terhadap warga seluruhnya. Pasal 19 menegaskan bahwa pembelaan harus dilakukan secara bersama.
b. Pasal 17-19 di atas dan pasal 23 mengandung penegasan bahwa semua tindakan harus dikembalikan kepada pemerintah, yang di dalam piagam ini
disebutkan dengan istilah kepada hukum Tuhan dan keputusan Muhammad SAW. c. Pasal 20 dan 22 menegaskan larangan terhadap segala hubungan dengan
musuh, baik berupa apa pun. Ini menunjukan negara dalam bahaya, menurut paham modern sekarang ini.
Tentang Bab V : Golongan minoritas
Pasal 24 sampai dengan pasal 35 : Pasal-pasal ini khusus ditujukan kepada golongan minorotas. Golongan
minoritas adalah golongan yang memeluk agama selain Islam. a. Pasal 25 ayat 1 menegaskan bahwa segala golongan itu adalah satu dengan
umat Islam, sebagai warga negara atau bangsa negara ummah. b. Pasal 34 dan pasal 35 menetapkan persamaan seluruh orang yang menjadi
warga negara, baik sebagai pegawai, sekutu atau pembela.
Tentang Bab VI : Tugas Warga Negara
Pasal 36 sampai dengan pasal 38 : a. Pasal 36 ayat 1 menegaskan kekuasaan pemerintahan untuk bertindak
keluar. b. Pasal 37 ayat 1, pasal 38 dan pasal 24 mengatur tentang tugas keuangan
terhadap negara, seprti pajak, cukai dan lainnya. c. Pasal 37 ayat 2, pasal 19, pasal 39 dan pasal 44 mengatur tugas pertahanan
negara.
Tentang Bab VII : Melindungi Negara
Pasal 39 sampai dengan pasal 41 : Pasal-pasal ini mengatur tentang perlindungan, baik terhadap negara, tetangga
perseorangan atau negara maupun terhadap keluarga. Kota Yastrid dikatakan sebagai ibukota negara karena sifat negara pada
mulanya sebagai negara kota. Kemudian, Yastrid Madinah menjadi ibukota negara Islam.
Tentang Bab VIII : Pimpinan Negara
Pasal 42 sampai dengan pasal 44 : Pasal-pasal ini merupakan kunci yang terpenting yang mengatur kekuasaan
negara, karena menyinggung masalah pimpinan negara. a. Pasal 42 menegaskan kekuasaan Nabi Muhammad SAW sebagai pemimpin
negara, untuk menyelesaikan segala peristiwa kenegaraan dan segala bentuk persengketaan. Dengan pasal 17, 18, 19, 23 dan 36 serta pasal 45 berikut nanti,
lengkaplah gambaran kekuasaan yang harus diserahkan kepada pemerintah. b. Pasal 44 menghendaki adanya sanksi terhadap segala penyelewengan atau
pelanggaran konstitusi.
Tentang Bab IX : Politik Perdamaian
Pasal 45 sampai dengan pasal 46 : Pasal-pasal ini menegaskan tentang haluan negara yang harus diwujudkan
dalam polotik luar negeri, yaitu politik perdamaian. Haluan tersebut harus ditetapkan oleh pemerintah setiap waktu yang
diperlukan apabila berhadapan dengan negara-negara lain.
Tentang Bab X : Penutup
Pasal 47 : Pasal penutup yang merupakan kunci seluruh pasal ini berisi pula permohonan
doa kepada Allah untuk keselamatan negara di bawah pimpinan Nabi Muhammad SAW sebagai kepala negara.
Pasal terakhir ini terdiri atas tujuh ayat. Tiap-tiap ayat mempunyai isi yang penting, di antaranya sebagai berikut :
a. Ayat 1 mengakui setiap orang warga negara untuk berusaha. Hal ini memperkuat hak asasi manusia sebagaimana diatur dalam pasal 2 sampai dengan
pasal 10. b. Ayat 2 menjamin keamanan setiap warga negara yang jujur.
c. Ayat 3 melarang penyalahgunaan Piagam konstitusi ini untuk melindungi orang yang bersalah.
d. Ayat 4 dan 5 menjamin keaman keluar masuk perbatasan negara bagi setiap warga negara yang baik.
e. Ayat 6 sama maksudnya dengan ayat 2. f. Ayat 7 memanjatkan doa bagi keselamatan pemimpin negara, yaitu Nabi
Muhammad SAW. Dalam Piagam ini dirumuskan dengan jelas hak dan kewajiban orang Islam di
antara mereka sendiri, serta hak dan kewajiban antara orang Islam dan Yahudi. Orang Yahudi menerima perjanjian itu dengan gembira. Dokumen yang disimpan dengan
baik dalam lembaran-lembaran Ibn Hisyam ini memperlihatkan kepada manusia bahwa Muhammad SAW adalah manusia yang berotak luar biasa, bukan saja bagi
zamannya, sebagaimana dikatakan oleh Muir, melainkan juga bagi semua zaman. Dia
bukanlah seorang pemimpin liar yang bertekad meruntuhkan susunan masyarakat yang ada. Nabi Muhammad SAW adalah seorang negarawan yang mempunyai tenaga
tanpa bandingan, seorang yang dalam zaman keruntuhan tanpa harapan, mempersiapkan diri untuk membangun suatu negara atas dasar kemanusiaan
universal. Dengan nama Allah yang maha pemurah dan maha penyayang, demikian
dikatakan dalam Piagam pertama mengenai kemerdekaan nurani ini, Ditujukan oleh Muhammad Rasulallah kepada kaum beriman baik orang Quraisy maupun orang
Yastrid dan pada setiap orang dari manapun asalnya, yang mempunyai kepentingan bersama dengan mereka, semua mereka itu harus merupakan satu bangsa.
10
D . Tujuan Dibentuknya Piagam Madinah
Dalam kajian ilmu politik disebutkan bahwa tugas-tugas kepala negara untuk mencapai tujuan negara antara lain membuat undang-undang dan peraturan-peraturan
serta melaksanakannya, menghukum orang yang salah, meminta nasihat dan pertimbangan dari orang dipandang cakap dan mengetahui hal-hal tertentu.
Berbicara mengenai tujuan negara, banyak sekali teori-teori yang telah diajukan oleh ahli pikir, baik yang muslim maupun yang nonmuslim. Berikut akan
diuraikan pendapat-pendapat dari para politik muslim mengenai tujuan negara. Dalam hal ini Al-Farabi mengemukakan pendapat bahwa setiap negara yang didirikan harus
mempunyai tujuan ends of the state yang menjadi cita-cita utama dan idaman oleh setiap warga negara. Dengan tujuan akhir yaitu “kebahagiaan”.
10
Abdul Qadir Djaelani, Negara Islam Menurut Konsep Islam, Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1995, hlm. 35-43.
Kebahagiaan menurut Al-Farabi ialah kebaikan yang tertinggi yang idam- idamkan. Tidak satupun yang lebih tinggi dari padanya, yang mungkin dicapai oleh
manusia. Kebahagian itu tidak mungkin dapat diwujudkan kecuali dengan ilmu pengetahuan dan usaha yang sungguh-sungguh. Manusia tidak bisa memahami arti
kebahagiaan secara baik, tanpa mengerti arti keutamaan. Apabila keutamaan telah dikenalinya, kebahagiaan yang bulat dan utuh, kebahagian jasmani dan rohani,
material dan spiritual, di dunia dan di akhirat dapat diperolehnya. Dalam usaha mencapai kebahagiaan ini, seluruh warga negara harus
mengarahkan seluruh potensinya dengan pimpinan seorang kepala negara khalifah yang mempunyai sifat-sifat kenabian atau memiliki sifat-sifat yang paling mendekati
sifat-sifat kenabian seperti yang dimiliki oleh Khulafaur Rasyidin. Teori Al-Farabi mengenai kebahagiaan bersama sebagai tujuan negara yang
paling tinggi dan paling ideal adalah suatu pandangan yang benar dan utuh. Sebab kebahagiaan individual tidak mungkin dapat diraih secara baik tanpa masyarakat
sekitarnya turut serta dalam kebahagiaan itu. Sebab seluruh aspek kehidupan setiap individu sangat bergantung pada masyarakat sekitarnya. Masyarakat turut
menentukan apakah seorang itu bahagia atau susah. Sedangkan menurut Al-Ghazali mempunyai teori tujuan negara yang sama
dengan teori yang dikemukakan oleh Al-Farabi, yaitu manusia yang mendirikan negara dalam rangka mencapai tujuan, tujuan itu tidak lain adalah “kebahagiaan”.
Untuk mewujudkan tercapainya kebahagiaan itu, manusia harus memulai cara dan jalan yang harus dilaluinya. Cara itu digambarkan oleh Al-Ghazali sebagai berikut :
“Sebagaimana halnya bahan-bahan dan alat-alat kimia yang berupa materi, semua itu
hanyalah dapat dicari di dalam laboraturium yang dimiliki oleh pemerintah, bukan disembarang tempat. Tidak setiap orang dapat mengetahuinya. Sebagaimana halnya
bahan-bahan dan alat-alat kimia, “kebahagiaan” yang bersifat rohani itu hanya dapat dicari di dalam laboraturium Tuhan, yang tidak mungkin diambilnya kalau tidak
dengan perantaraan para nabi-Nya. Setiap orang yang mencarinya di tempat lain, pastilah akan kecewa dan salah jalan. Karena itu, setiap orang yang berhasrat untuk
mencapai kebahagiaan haruslah mengikui pola yang ditempuh para nabi dengan jalan membersihkan diri dari segala sifat-sifat yang rendah dan memiliki sifat-sifat yang
sempurna. Dengan demikian, teori mengenai tujuan negara yang paling ideal dan paling
tinggi adalah kebahagiaan setiap warga negara, seperti yang diajukan oleh Al-Farabi dan Al-Ghazali. Hal ini sesuai dengan tujuan dunia dan akhirat yang telah ditentukan
oleh Allah SWT. Jika tujuan negara yang paling tinggi dan paling ideal adalah kebahagiaan di
dunia dan di akhirat, tujuan negara yang paling dekat yang harus dicapai sekarang juga ialah terwujudnya baldatun thayyibatun wa rabbaun ghafur. Negara yang adil
dan makmur dengan limpahan ampunan Allah SWT.
11
Para pemikir muslim lain juga merumuskan pandangan yang tidak berbeda dari pendapat di atas, tentang fungsi negara yang harus direalisir oleh kepala negara
untuk mencapai tujuan negara. Menurut al-Baqillani tugas kepala negara untuk melaksanakan fungsi negara agar tecapainya tujuan negara, adalah menegakkan
11
Ibid. hlm. 233-236
hukum yang telah ditetapkan, membela ummat dari gangguan musuh, melenyapkan penindasan dan meratakan penghasilan negara bagi rakyat.
Sedangkan menurut al-Baghdadi, fungsi negara yang harus dilaksanakan kepala negara adalah melaksanakan undang-undang dan peraturan, melaksanakan
hukum bagi pelanggar hukum, mengatur militer dan mengelola zakat dan pajak. Al- Mawardi juga berpendapat bahwa fungsi negara yang harus diwujudkan kepala
negara adalah menjamin hak-hak rakyat dan hukum-hukum Tuhan, menegakkan keadilan, membangun kekuatan untuk menghadapi musuh, melakukan jihad terhadap
orang yang menentang Islam, memungut pajak dan zakat, meminta nasihat dan pandangan dari orang-orang terpercaya.
Fungsi negara yang seperti inilah yang akan membawa kebahagiaan bagi kepala negara dan rakyatnya, apabila terlaksana semua fungsi negara tersebut dengan
sebaik-baiknya. Selain dari para pemikir muslim, para pemikir nonmuslim pun ikut berperan
dalam membahas tentang tujuan dari sebuah negara, para pemikir itu antara lain : Montesquieu dan Kant kedua-duanya menyatakan bahwa tujuan negara adalah untuk
memberikan kebebasan dan kepastian hukum kepada rakyat. Apabila undang-undang negara telah dibuat oleh badan legislatif dan telah dijalankan oleh pemerintah
eksekutif dan jika ada orang yang melanggar ketentuan undang-undang sudah dihukum oleh oleh badan kehakiman yudikatif, maka sudah tercapailah tujuan
negara menurut teori yang dikemukakan oleh kedua pemikir ini, meski rakyat itu berada di dalam kebodohan dan kemiskinan.
Tetapi, ketika fungsi negara sudah semakin luas dan besar seperti yang terjadi saat sekarang ini, tujuan negara yang dikemukakan oleh Montesquieu dan Kant itu
tidak dapat dipertahankan lagi karena kemajuan umat manusia yang selalu memberikan tambahan pekerjaan kepada negara, selalu terdapat penemuan baru
dalam lapangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin meningkat. Oleh karena itu dapatlah kita mengerti bahwa teori tujuan Negara sebagaimana diajukan
oleh Montesquieu dan Kant itu hanya dapat berlaku pada masanya saja.
12
Tujuan negara menurut Roger H. Soltau, ialah memungkinkan rakyat berkembang menyelenggarakan daya ciptanya sebebas mungkin, sedangkan menurut
Harold J. Laski, tujuan negara adalah menciptakan keadaan sehingga rakyatnya dapat mencapai terkabulnya keinginan-keinginan secara maksimal.
Menurut Charles E. Merriam untuk mencapai tujuan negara ada lima fungsi yang harus diterapkan yaitu keamanan eksteren, ketertiban interen, kesejahteraan
umum, kebebasan dan keadilan.
13
Inilah para pendapat tentang teori tujuan sebuah negara dari berbagai golongan yaitu golongan muslim dan nonmuslim, mereka berpendapat bahwa tujuan
negara untuk mencapai suatu kebahagiaan bagi rakyatnya, yaitu menjalankan peraturan yang sudah diterapkan oleh kepala negara yang telah disepakati oleh
rakyatnya, maka dari itu peran kepala negara sangatlah penting dalam mengurusi sebuah negara.
Tapi ada sedikit perbedaan yang menonjol dari kedua pemikir muslim dan nonmuslim ini, yaitu kalau para pemikir muslim mengacu pada Al-Qur’an dan
12
Ibid. hlm. 230-231
13
Ibid, h. 232
Hadits yaitu Allah SWT tapi kalau para pemikir non muslim tidak mengacu pada Al-Qur’an dan Hadits.
BAB IV
PERSPEKTIF PENDIDIKAN ISLAM DIBALIK PERISTIWA PIAGAM MADINAH
A. Prasyarat Pendidikan : Kondisi Pendidikan secara Sosial pada Masyarakat Madinah