1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Di Indonesia konsep ekonomi syariah mulai diterapkan sejak 1991 yang diawali dengan berdirinya Bank Muamalat Indonesia BMI, kemudian
secara bergelombang muncul pula lembaga keuangan sejenis lainnya. Termasuk lembaga keuangan yang memposisikan dirinya bagi usaha kecil dan
mikro, yaitu koperasi syariah atau lebih dikenal dengan Baitul Maal wa Tamwil BMT. Dasar hukum BMT adalah koperasi syariah, oleh karena
berbadan hukum koperasi maka BMT harus tunduk pada undang-undang No. 25 tahun 1992 tentang perkoperasian dan PP No. 9 tahun 1995 tentang
pelaksanaan usaha simpan pinjam oleh koperasi. Juga dipertegas oleh KEP. MEN No. 91 tahun 2004 tentang koperasi jasa keuangan syariah, undang-
undang tersebut sebagai payung berdirinya BMT Lembaga Keuangan Mikro Syariah.
BMT merupakan lembaga keuangan kecil dan mikro yang berbadan hukum koperasi ini di operasionalkan dengan prinsip bagi hasil, menumbuh
kembangkan bisnis usaha kecil dan mikro dalam rangka mengangkat derajat dan martabat serta membela kepentingan kaum fakir miskin, ditumbuhkan
atas prakarsa dan modal awal dari tokoh masyarakat setempat dengan berlandaskan pada system ekonomi yang berasaskan keselamatan, berintikan
keadilan, kedamaian dan kesejahteraan. Peran bank syariah cenderung kurang optimal dalam mengembangkan UKM dikarenakan manajemen bank syariah
menghimpun dananya secara langsung atau terpusat. Dalam artian, bank syariah ternyata cenderung menghimpun dananya secara massal dan
mengeluarkannya untuk pembiayaan dalam jumlah besar juga. Akibatnya dapat dilihat dari pengucuran dana bank syariah terhadap UKM yang sangat
sedikit. Adanya keinginan yang kuat untuk mengatasi kendala-kendala diatas itulah yang menginpirasi kehadiran BMT. Kekuatan BMT memang belum
seberapa, dari total pembiayaan yang disalurkan kepada UKM. Namun jika ditinjau dari segi jumlah penerimaan manfaat maka kita dapat melihat jumlah
yang dilayani oleh BMT jauh lebih banyak, dan yang lebih menarik lagi jumlah pembiayaan tiap unit usahapun lebih kecil, sehingga dapatlah
disimpulkan bahwa pembiayaan pada BMT lebih mampu untuk menyentuh pengusaha mikro sebagai unit usaha terkecil, akan tetapi memiliki jumlah unit
usaha yang paling besar di Indonesia. Kontribusi penyaluran dana terbanyak pada BMT adalah akad
murabahah. Perlakuan akuntansi murabahah pada BMT harus sesuai dengan PSAK 102 yang merupakan revisi PSAK 59. Standar akuntansi tersebut harus
menyajikan informasi yang cukup jelas, dapat dipercaya dan relevan bagi penggunanya, namun tetap pada konteks syariah Islam. Penyajian informasi
yang semacam itu penting bagi proses pembuatan keputusan ekonomi oleh pihak-pihak yang berhubungan dengan lembaga keuangan mikro syariah, baik
pihak intern yaitu pengurus BMT, pengelola BMT, dan anggota BMT sedangkan pihak extern adalah PINBUK Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil
sebagai pendamping, masyarakat dan siapapun yang berkepentingan dengan BMT tersebut.
Pada perkembangannya BMT mengalami perkembangan yang cukup signifikan dalam beberapa tahun terakhir. Lembaga keuangan mikro memiliki
potensi besar. Juga berperan penting dalam menggerakan sektor rill dan pengentasan kemiskinan. Saat ini, ada sekitar 5000 BMT, 4000 diantaranya
berbadan hukum koperasi, bernaung dibawah kementrian koperasi dan usaha kecil menengah. Sisanya tidak mau berbadan hukum koperasi. Masing-masing
BMT rata-rata mendanai 1000 usaha mikro dengan nilai pinjaman rata-rata 2,5 juta, artinya saat ini ada sekitar 5 juta usaha mikro yang mendapat
pendanaan dari BMT senilai Rp. 12,5 triliun.
1
Seiring dengan perkembangan zaman dan kemajuan teknologi kehadiran BMT telah membantu perekonomian masyarakat di Indonesia.
Apalagi dalam prakteknya BMT sekaligus mengemban misi Islam dalam berperan serta melakukan pembinaan dan pendanaan yang berdasarkan sistem
syariah, dan menjadi pilar ekonomi syariah. Selain peran ekonomi yang diembannya, BMT juga memiliki peran sosial, yakni menyalurkan Zakat,
Infaq dan Shadaqah ZIS.
1
Putu Anggreni, ”5 Ribu BMT 5 Juta Usaha Mikro”, dalam majalah Investor, September
2010: h. 73
Ada banyak produk penghimpunan dan penyaluran dana yang secara teknis-finansial dapat dikembangkan sebuah lembaga keuangan syariah
termasuk BMT. Pada umumnya, BMT menempuh cara memberikan pembiayaan berdasarkan jual beli al-B
ai’ seperti murabahah, prinsip sewa atau multijasa Ijarah, prinsip kemitraan partnership yaitu prinsip
penyertaan musyarakah, prinsip bagi hasil mudharabah, dan prinsip non- profit Al-Qordhul Hasan.
2
Ada dua jenis murabahah yaitu murabahah dengan pesanan murabaha to the purchase order dan murabahah tanpa pesanan.
3
Kedua jenis akad murabahah ini perbedaannya hanya pada sifatnya jika jenis yang pertama
yaitu murabahah dengan pesanan sifatnya mengikat sedangkan yang kedua murabahah tanpa pesanan sifatnya tidak mengikat.
Akuntansi sebagai salah satu aspek muamalah sangat urgen kaitannya dengan segala bentuk transaksi yang ada. Al-
Qur’an surat Al-Baqarah ayat 282 menjadi dasar implikasi akutansi, didalamnya menyatakan secara tegas
rambu-rambu yang harus ditaati hubungannya dengan penerapan akuntansi dan pencatatan yang dilakukan selama bermuamalah.
2
Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, Yogyakarta: Ekonisia, 2005, h. 101-103
3
Sri Nurhayati Wasilah, Akuntansi Syariah di Indonesia, Jakarta: Salemba Empat, 2009, Edisi. 2, h. 163-164
Pada tanggal 1 Mei 2002 Dewan Standar Akuntansi Keuangan DSAK dari Ikatan Akuntansi Indonesia IAI telah mengeluarkan
Pernyataan Standar Akuntansi Syariah PSAK No. 59 Akuntansi Perbankan Syariah. PSAK No. 59 tersebut berisi kerangka dasar penyusunan dan
penyajian laporan keuangan syariah terhadap transaksi-transaksi yang lazim dipraktekkan di Perbankan Syariah atau Lembaga Keuangan Syariah non bank
seperti Baitul Maal wa Tamwil BMT dan sejenisnya. Dalam perjalanannya, ketentuan mengenai akuntansi syariah terus mengalami perkembangan.
Menyusul PSAK No.59, Komite Akuntansi Syariah Dewan Standar Akuntansi Keuangan menerbitkan enam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan
Syariah PSAK bagi seluruh lembaga keuangan Syariah sebagai revisi PSAK No. 59 tahun 2001. PSAK tersebut telah disahkan oleh Dewan Syariah
Nasional Majelis Ulama Indonesia DSN MUI tanggal 27 Juni 2007 dan berlaku mulai 1 Januari 2008. Penyusunan PSAK tersebut mengacu pada
Pernyataan Standar Akuntansi Syariah PAPSI Bank Indonesia dan fatwa akad keuangan syariah yang diterbitkan oleh DSN MUI.
4
Revisi PSAK Kerangka Dasar Peyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan Syariah yang dikeluarkan oleh DSAK IAI merupakan kerangka
dasar yang lengkap, karena mencakup tidak hanya tentang akuntansi
4
“ Akuntansi Baitul Maal Wa Tamwil BMT Arafah Solo Perspektif Pernyataan Standar Akun
tansi Keuangan Syariah 2007”, http:www.pdf-searcher.comAKUNTANSI-BAITUL-MAL-
WA-TAMWIL-BMT-ARAFAH-SOLO-Perspektif-...html , diakses pada tanggal 25 November
2010.
keuangan dan pelaporannya, namun juga seluruh aspek fiqih atas transaksi yang sesuai dengan syariah. Selain itu juga, PSAK Syariah ini mencakup
perusahaan seluruh industri yang melakukan transaksi syariah dan tidak terbatas hanya untuk lembaga keuangan syariah seperti standar AAOIFI.
5
Berdasarkan uraian tersebut diatas, penulis tertarik untuk mengadakan penelitian mengenai perlakuan akuntansi murabahah sesuai dengan PSAK No.
59 yang disempurnakan menjadi PSAK NO. 102 pada lembaga keuangan
mikro syariah dengan judul : PERLAKUAN AKUNTANSI MURABAHAH BERDASARKAN PSAK NO. 102 PADA BMT AL-FATH.
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah