PERLAKUAN AKUNTANSI TERHADAP PEMBIAYAAN MURABAHAH PADA BANK SYARIAH BERDASARKAN PSAK NO. 102 TENTANG AKUNTANSI MURABAHAH (Studi Kasus Pada Bank BRI Syariah Sidoarjo).

(1)

PERLAKUAN AKUNTANSI TERHADAP PEMBIAYAAN MURABAHAH PADA BANK SYARIAH BERDASARKAN PSAK NO. 102 TENTANG

AKUNTANSI MURABAHAH

(Studi Kasus Pada Bank BRI Syariah Sidoarjo)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi

Jurusan Akuntansi

Diajukan Oleh: Nabila 0713010237/FE/EA

Kepada

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAWA TIMUR


(2)

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.

Dengan memanjatkan puji syukur kepada Allah SWT, atas rahmat dan hidayah-Nya yang diberikan kepada peneliti sehingga skripsi yang berjudul “PERLAKUAN AKUNTANSI TERHADAP PEMBIAYAAN MURABAHAH

PADA BANK SYARIAH BERDASARKAN PSAK NO. 102 TENTANG AKUNTANSI MURABAHAH (Studi Kasus Pada Bank BRI Syariah Sidoarjo)”, dapat diselesaikan dengan tepat waktu. Penyusunan skripsi ini

ditujukan untuk memenuhi syarat penyelesaian Studi Pendidikan Strata Satu, Fakultas Ekonomi Jurusan Akuntansi, Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

Pada kesempatan ini peneliti ingin menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah member bimbingan, petunjuk serta bantuan baik spiritual maupun materiil, khususnya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Teguh Sudarto, MP selaku Rektor Universitas

Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

2. Bapak Dr. Dhani Ichsanudin Nur, SE, MM, selaku Dekan Fakultas Ekonomi

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

3. Ibu Dr. Sri Trisnaningsih, MSi. selaku Ka. Progdi Akuntansi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.


(3)

4. Bapak Drs. Ec. Saiful Anwar, MSi., selaku Dosen Pembimbing Utama yang telah memberikan bimbingan skripsi dan dukungan untuk peneliti sehingga penulis bisa menyelesaikan tugas skripsinya.

5. Ibu Dra. Endah Susilowati, MSi., selaku Dosen Wali peneliti selama kuliah.

6. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Ekonomi Jurusan Akuntansi yang tidak dapat peneliti sebutkan satu persatu.

7. Terima kasih sebesar-besarnya kepada Bapak Ubaidillah selaku Pimpinan

Bank BRI Syariah Sidoarjo yang telah mengijinkan peneliti untuk melakukan penelitian di Bank BRI Syariah Sidoarjo. Dan tidak lupa kepada Bapak Deky, Bapak Miko, Bapak Arya, Ibu Erna, dan seluruh karyawan BRI Syariah Sidoarjo yang lainnya, karena tanpa bantuan dari mereka, peneliti tidak dapat melaksanakan penelitian dengan maksimal.

8. Kepada Ayahanda Muhammad Yusuf dan Ibunda Enny tercinta, terima kasih

atas kasih sayang, kesabaran, dan dukungan moril maupun materiil yang diberikan kepada peneliti dengan tulus ikhlas dan tanpa pamrih. “Saya mencintai Kalian karena Allah”.

9. Terima kasih kepada Zara Zaqina, Amalia Amanda, Muhammad Mousavie,

Rafi Rafsanjani, dan keluarga peneliti yang lain. Terima kasih atas semua cinta, kasih sayang, kesabaran, pengertian, semangat, dukungan serta doa yang diberikan kepada penulis selama ini.


(4)

10. Semua sahabatku, Eva, Maybina, Erma, Devi, Ida, Santi, Firda, Ana, Daty dan sahabat-sahabatku yang lain di bangku kuliah yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terima kasih untuk segalanya, serta semua pihak yang telah membantu proses penyelesaian skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Peneliti menyadari bahwa apa yang telah disusun dalam skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis sangat berharap saran dan kritik membangun dari pembaca dan pihak lain.

Akhir kata, peneliti berharap agar skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

Wassalamualaikum Wr. Wb.

Surabaya, Februari 2011


(5)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR SKEMA ... xi

DAFTAR LAMPIRAN... xii

ABSTRAKSI ... xiii

BAB I : PENDAHULUAN ... 2

1.1. Latar Belakang Masalah ………... 2

1.2. Perumusan Masalah ……… 9

1.3. Tujuan Penelitian ………. 9

1.4. Manfaat Penelitian ……… 9

BAB II: TINJAUAN PUSTAKA……….. 12

2.1. Hasil Penelitian Terdahulu ………. 12


(6)

2.2.1. Tinjauan Umum Bank Syariah ………. 14

2.2.1.1. Pengertian Perbankan Syariah……… 14

2.2.1.2. Karakteristik Bank Syariah………. 15

2.2.1.3. Fungsi Bank Syariah……… 18

2.2.1.4. Peran Bank Syariah………. 21

2.2.1.5. Tujuan Bank Syariah ……….. 22

2.2.1.6. Produk Perbankan Syariah ………. 23

2.2.1.7. Perbedaan Antara Bank Syariah dan Bank Konvensional……….. 33

2.2.2. Konsep Riba dalam Islam ……… 34

2.2.2.1. Pengertian Riba dalam Islam ……… 34

2.2.2.2. Jenis-jenis Riba ……….. 34

2.2.2.3. Larangan Riba dalam Islam……… 36

2.2.2.4. Dampak Riba ………. 37

2.2.2.5. Perbedaan Investasi dengan Membungakan Uang ………... 38


(7)

2.2.2.6. Perbedaan Antara Bunga dan Bagi Hasil ….. 40

2.2.3. Pembiayaan ……….. 41

2.2.3.1. Pengertian Pembiayaan ……… 41

2.2.3.2. Pembiayaan pada Bank Syariah ………. 43

2.2.4. Pembiayaan Murabahah……… 44

2.2.4.1. Pengertian Murabahah……… 44

2.2.4.2. Jenis-jenis Murabahah……… 45

2.2.4.3. Rukun dan Ketentuan Murabahah ………... 45

2.2.4.4. Syarat-syarat Murabahah ……….. 46

2.2.4.5. Dasar Hukum Murabahah ………. 47

2.2.4.6. Aturan tentang Murabahah ……… 49

2.2.4.7. Manfaat Murabahah ……….. 52

2.2.4.8. Resiko Pembiayaan Murabahah ……… 52

2.2.4.9. Beberapa Ketentuan Umum dari Pembiayaan Murabahah……….. 53

2.2.5. Perlakuan Akuntansi Murabahah (PSAK 102) …… 55


(8)

3.1. Pendekatan Penelitian ……… 69

3.2. Ruang Lingkup Penelitian ……….. 73

3.3. Alasan Ketertarikan Penelitian………. 73

3.4. Penentuan Informan……… 73

3.5. Desain Penelitian Studi Kasus……… 74

3.5.1. Pertanyaan Penelitian……… 74

3.5.2. Unit Analisis………. 76

3.5.3. Jenis Data dan Sumber Data ……… 77

3.5.3.1. Jenis Data……… 77

3.5.3.2. Sumber Data……… 77

3.5.3.3. Prosedur Pengambilan Data……… 78

3.6. Teknik Pengumpulan Data dan Analisis Data………….... 79

3.6.1. Teknik Analisis………. 79

3.6.2. Pengujian Kredibilitas Data ………. 82

3.7. Logika yang Mengkaitkan Data dengan Proposisi dan Proporsi Penelitian……….. 84


(9)

3.7.1. Logika yang Mengkaitkan Data dengan Proposisi… 84

3.7.2. Proporsi Penelitian……… 84

3.8. Kriteria yang Menginterpretasikan Temuan……... 85

BAB IV: PEMBAHASAN………. 87

4.1. Gambaran Umum Subyek dan Obyek Penelitian………… 87

4.1.1. Sejarah Singkat Perusahaan……….. 87

4.1.2. Visi dan Misi Bank BRI Syariah Sidoarjo………… 89

4.1.2.1. Visi Bank BRI Syariah Sidoarjo………. 89

4.1.2.2. Misi Bank BRI Syariah Sidoarjo………. 89

4.1.3. Tujuan Perusahaan………. 90

4.1.4. Struktur Organisasi BRI Syariah Sidoarjo………… 91

4.2. Deskripsi Hasil Penelitian ……….. 92

4.2.1. Macam-macam Produk Pembiayaan Murabahah

Pada BRI Syariah Sidoarjo……… 92

4.2.2. Syarat-syarat Nasabah Pembiayaan Murabahah Pada

BRI Syariah Sidoarjo………. 94


(10)

Sidoarjo………. 99

4.3. Analisis dan Pembahasan……… 105

4.3.1. Jenis Pembiayaan Murabahah ……….. 105

4.3.2. Pembiayaan Murabahah……… 109

4.3.3. Akad Pembiayaan Murabahah di BRI Syariah Sidoarjo………. 115

4.3.4. Perlakuan Akuntansi Pembiayaan Murabahah……. 124

BAB V: KESIMPULAN DAN SARAN……… 139

5.1. Kesimpulan………. 139

5.2. Saran……… 140

DAFTAR PUSTAKA


(11)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Perbedaan Antara Bank Syariah dan

Bank Konvensional……….. 31

Tabel 2.2. Perbedaan Antara Bunga dan Bagi Hasil………. 38

Tabel 4.1. Angsuran Bank BRI Syariah untuk Pembiayaan KPR BRI… 116


(12)

DAFTAR SKEMA

Skema 2.1. Skema Murabahah………. 42

Skema 4.1. Struktur Organisasi BRI Syariah Sidoarjo ………... 87

Skema 4.2. Proses Penyaluran Pembiayaan Murabahah………. 100

Skema 4.3. Murabahah tanpa wakalah ………... 101


(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran I Surat Permohonan Ijin Penelitian Persiapan Penyusunan Skripsi

Lampiran II Daftar Informan

Lampiran III Refleksi Hasil Penelitian

Lampiran IV Pasal-pasal Mengenai Akad Murabahah

Lampiran V Fatwa Dewan Syariah Nasional


(14)

(15)

PERLAKUAN AKUNTANSI TERHADAP PEMBIAYAAN MURABAHAH PADA BANK SYARIAH BERDASARKAN PSAK NO. 102 TENTANG

AKUNTANSI MURABAHAH

(Studi Kasus Pada Bank BRI Syariah Sidoarjo) Oleh:

Nabila

Abstrak

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji apakah perlakuan akuntansi pembiayaan murabahah yang dilakukan oleh PT. BRI Syariah Sidoarjo sudah sesuai dengan PSAK No.102 tahun 2007.

Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif yaitu mengumpulkan data yang diperoleh kemudian menginterpretasikannya dan menganalisanya sehingga dapat memberikan informasi yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah yang dihadapi. Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder.

Hasil analisis perlakuan akuntansi pembiayaan murabahah yang dilakukan peneliti pada PT. BRI Syariah Sidoarjo dapat disimpulkan bahwa PT. BRI Syariah Sidoarjo sudah menerapkan ketentuan yang ada dalam Standar Akuntansi Perbankan Syariah No.102, namun masih terjadi ketidaksesuaian pada prosedur pembiayaan murabahahnya saja.

Berdasarkan kesimpulan di atas, PT. BRI Syariah Sidoarjo sudah menerapkan ketentuan yang ada dalam PSAK No.102. Peneliti hanya ingin memberi saran agar ditiadakannya pemberian surat kuasa kepada nasabah dalam proses realisasi pembiayaan murabahah yang diidentifikasi dapat terjadi kecurangan sehingga dapat merugikan pihak PT. BRI Syariah Sidoarjo.

Kata Kunci: Perlakuan Akuntansi, Akad Murabahah, Pembiayaan Murabahah.


(16)

PERLAKUAN AKUNTANSI TERHADAP PEMBIAYAAN MURABAHAH PADA BANK SYARIAH BERDASARKAN PSAK NO. 102 TENTANG

AKUNTANSI MURABAHAH

(Studi Kasus Pada Bank BRI Syariah Sidoarjo) By:

Nabila

Abstract

Purpose of this research is to study is accounting treatment of defrayal of murabahah done by PT. BRI Syariah Sidoarjo have been as according to PSAK No102 the year 2007.

The method of study used included a descriptive survey by collecting the data and then interpreting and analyzing them that can result in the information that can be used to solve any problem faced. The data included primary and secondary ones.

Result of accounting treatment analysis of defrayal of murabahah done by researcher at inferential PT. BRI Syariah Sidoarjo that PT. BRI Syariah Sidoarjo has applied the rule in accountancy standard Perbankan Syariah No102, but still happened unconformability at procedure of funding murabahah.

Based on above conclusion, PT. BRI Syariah Sidoarjo has applied the rule in PSAK No. 102. Researcher only wish member suggestion to negate of giving a letter of attorney to client in process of realization of defrayal of murabahah identified able to happened insincerity causing can harm the side of PT. BRI Syariah Sidoarjo.

Key words: Accounting Treatment, Murabahah Contract, Murabahah Funding.


(17)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Dalam kehidupan sehari–hari, masyarakat memiliki kebutuhan – kebutuhan yang harus dipenuhi baik kebutuhan primer, sekunder maupun tersier. Ada kalanya masyarakat tidak memiliki cukup dana untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Oleh karena itu, dalam perkembangan perekonomian masyarakat yang semakin meningkat muncullah jasa pembiayaan yang ditawarkan oleh lembaga keuangan bank dan lembaga keuangan non bank.

Firman Allah SWT: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu

saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang bathil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu” (QS. An-Nisa’: 29). Menurut Merza Gamal (2004)

dalam bukunya “Aktivitas Ekonomi Syariah, Catatan Dakwah Seorang Praktisi Perbankan Syariah”, sistem ekonomi syariah secara umum mempunyai konsep yang lengkap dan seimbang dalam segala hal kehidupan, namun sebagian umat Islam tidak menyadari hal tersebut karena masih berpikir dengan kerangka ekonomi kapitalis-konvensional, hal ini salah satunya disebabkan oleh penjajahan selama berabad-abad oleh bangsa barat


(18)

sehingga tertanam paradigma bahwa segala sesuatu yang datangnya dari barat pasti hebat.

Selain Perbankan Konvensional, di Indonesia juga sudah terdapat Bank Syariah mulai tahun 1992. Bank Syariah pertama di Indonesia adalah BMI (Bank Muamalat Indonesia) yang mulai beroperasi pada tanggal 1 Mei 1992. Bank Syariah lahir karena adanya keinginan umat muslim untuk kaffah atau menjalankan aktivitas perbankan sesuai dengan syariah yang diyakini, terutama masalah larangan riba, serta hal-hal yang berkaitan dengan norma ekonomi dalam Islam seperti larangan maysir (judi dan spekulatif), gharar (unsur ketidakjelasan) dan keharusan memperhatikan kehalalan cara dan objek investasi.

Gagasan adanya lembaga perbankan yang beroperasi berdasarkan prinsip syariah Islam berkaitan erat dengan gagasan terbentuknya suatu sistem ekonomi Islam. Dunia ekonomi dalam Islam adalah dunia bisnis atau investasi. Hal ini bisa dicermati mulai dari tanda-tanda eksplisit untuk melakukan investasi (ajakan bisnis dalam Al-Quran dan Al-Hadist) hingga tanda-tanda implisit untuk menciptakan sistem yang mendukung iklim investasi (adanya sistem zakat sebagai alat disinsetif atas penumpukan harta, larangan riba untuk mendorong optimalisasi investasi, serta larangan maysir atau judi dan spekulasi untuk mendorong produktivitas atas setiap investasi). Dalam praktiknya, investasi yang dilakukan baik oleh perorangan, kelompok, maupun institusi dapat menggunakan pola non bagi hasil (ketika investasi


(19)

dilakukan dengan tidak bekerja sama dengan pihak lain) maupun pola bagi hasil (ketika investasi dilakukan dengan bekerja sama dengan pihak lain).

Sesuai labelnya, bank syariah adalah institusi keuangan yang berbasis syariah Islam. Hal ini berarti bahwa secara makro bank syariah adalah institusi keuangan yang memposisikan dirinya sebagai pemain aktif dalam mendukung dan memainkan kegiatan investasi di masyarakat sekitarnya. Di satu sisi (sisi pasiva atau liability) bank syariah adalah lembaga keuangan yang mendorong dan mengajak masyarakat untuk ikut aktif berinvestasi melalui berbagai produknya, sedangkan di sisi lain (sisi aktiva atau asset) bank syariah aktif untuk melakukan investasi di masyarakat. Dalam kacamata mikro, bank syariah adalah institusi keuangan yang menjamin seluruh aktivitas investasi yang menyertainya telah sesuai dengan syariah.

Secara umum bank syariah dapat didefinisikan sebagai bank dengan pola bagi hasil yang merupakan landasan utama dalam segala operasinya, baik dalam produk pendanaan, pembiayaan, maupun dalam produk lainnya. Produk-produk bank syariah mempunyai kemiripan tetapi tidak sama dengan produk bank konvensional karena adanya pelarangan riba, gharar, dan maysir. Oleh karena itu, produk-produk pendanaan dan pembiayaan pada bank syariah harus menghindari unsur-unsur yang dilarang tersebut.

Perkembangan peran perbankan syariah di Indonesia tidak terlepas dari sistem perbankan di Indonesia secara umum. Sistem perbankan syariah juga diatur dalam Undang-undang No. 10 tahun 1998 dimana Bank Umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan


(20)

prinsip syariah yang kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Peran bank syariah dalam memacu pertumbuhan perekonomian daerah semakin strategis dalam rangka mewujudkan struktur perekonomian yang semakin berimbang. Dukungan terhadap pengembangan perbankan syariah juga diperlihatkan dengan adanya “dual banking system”, dimana bank konvensional diperkenankan untuk membuka unit usaha syariah.

Perbankan syariah sebagai bagian dari sistem perbankan nasional mempunyai peranan penting dalam perekonomian. Peranan perbankan syariah dalam aktivitas ekonomi Indonesia tidak jauh berbeda dengan perbankan konvensional. Perbedaan mendasar antara keduanya adalah prinsip-prinsip dalam transaksi keuangan/operasional. Salah satu prinsip dalam operasional perbankan syariah adalah penerapan bagi hasil dan risiko (profit and loss

sharing). Prinsip ini tidak berlaku di perbankan konvensional yang

menerapkan sistem bunga.

Keberadaan perbankan syariah diharapkan dapat mendorong perkembangan perekonomian suatu negara. Tujuan dan fungsi perbankan syariah dalam perekonomian adalah (Setiawan, 2006): 1) kemakmuran ekonomi yang meluas, tingkat kerja penuh dan tingkat pertumbuhan ekonomi yang optimum, 2) keadilan sosial-ekonomi dan distribusi pendapatan serta kekayaan yang merata, 3) stabilitas nilai uang, 4) mobilisasi dan investasi tabungan yang menjamin adanya pengembalian yang adil, dan 5) pelayanan yang efektif.


(21)

Aturan yang ada dalam Al-Quran dan Al-Hadist, jelas bahwa Islam benar-benar telah mengatur sistem ekonomi dengan teliti dan jelas melalui nilai-nilainya yang universal, yaitu bahwa setiap transaksi ekonomi (muamalat) harus didasarkan pada asas kejujuran, keadilan, toleransi dan suka sama suka, baik dalam perdagangan, kerjasama (sharing) ataupun semua aspek ekonomi. Indikasinya bisa dilihat dari dibolehkannya sistem barter (materi dan manfaat), baik melalui jual beli, sewa menyewa, penggadaian, kerja sama dan lainnya. Islam juga telah memberikan kebebasan yang seluas-luasnya dalam melakukan transaksi ekonomi (selama tidak melanggar nilai-nilai universal Islam) bahkan menyuruh umatnya untuk terus dinamis dalam menciptakan kemudahan transaksi melalui beberapa instrumen agar tidak tertinggal oleh perubahan waktu dan tempat.

Secara umum bank syariah dapat diartikan sebagai media intermediasi yang usaha pokoknya memberikan pembiayaan dan jasa-jasa lainnya dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran uang yang pengoperasiannya dilandasi oleh syariat-syariat Islam baik dalam bentuk jual-beli, bagi hasil maupun sewa-menyewa. Namun secara eksplisit konsep bagi hasillah yang benar-benar mewakili konsep islam dalam perbankan, karena selain ia bisa menggerakkan sektor riil secara berimbang, ia juga berindikasi jangka panjang sehingga akan mempunyai kontribusi bagi pertumbuhan ekonomi secara berkesinambungan. Jadi berdasarkan pengertian diatas idealnya bank syariah adalah bank bagi hasil yang mengedepankan konsep loss and profit sharing dalam pengembangan produknya. Dan dalam pengembangannya ia


(22)

menggunakan konsep muamalah Islamiyah ala Indonesia yang diijtihadkan MUI (Majelis Ulama’ Indonesia) melalui DSN (Dewan Syariah Nasional), lalu prakteknya diawasi oleh DPS (Dewan Pengawas Syariah) sehingga akan menciptakan suatu mekanisme perbankan yang diharapkan mampu memberi kemaslahatan objektif bagi umat seluruh alam.

Namun fakta yang ada sekarang adalah (Anita Rahmawaty, 2007) perkembangan bank syariah didominasi oleh produk jual beli terutama

murabahah yang dapat dibuktikan dari beberapa hasil survey, ternyata

bank-bank syariah pada umumnya, banyak menerapkan murabahah sebagai metode pembiayaan mereka yang utama, meliputi kurang lebih tujuh puluh lima persen (75%) dari total kekayaan mereka. Sejak awal tahun 1984, di Pakistan, pembiayaan jenis murabahah mencapai sekitar delapan puluh tujuh persen (87%) dari total pembiayaan dalam investasi deposito PLS. Sementara itu, di Dubai Islamic bank, pembiayaan murabahah mencapai delapan puluh dua persen (82%) dari total pembiayaan selama tahun 1989. Bahkan, di Islamic Development Bank (IDB), selama lebih dari sepuluh tahun periode pembiayaan, tujuh puluh tiga persen (73%) dari seluruh pembiayaannya adalah murabahah. Selain itu, hasil penelitian BMI Semarang pada tahun 1999, sekitar tujuh puluh delapan persen (78%) dari total pembiayaannya adalah pembiayaan murabahah. Padahal, sebenarnya bank syariah memiliki produk unggulan, yang berbasis profit and loss sharing (PLS), yaitu


(23)

Hal ini mengindikasikan bahwa ketertarikan nasabah pada perbankan syariah masih didominasi oleh faktor idealitas bukan objektifitas kualitasnya, hingga mereka lebih tertarik menggunakan pembiayaan jangka pendek yang beresiko lebih kecil dibandingkan mudharabah atau musyarakah yang bersifat jangka panjang. Hal ini secara objektif kembali menunjukkan kelemahan bank syariah sebagai bank bagi hasil dalam mengaplikasikan dan mensosialisasikan produk-produknya.

Hal inilah yang mendorong peneliti untuk melakukan penelitian terhadap salah satu produk pembiayaan yang terdapat pada bank syariah yang tidak menganut prinsip bunga/ riba, melainkan menggunakan prinsip perolehan keuntungan atau margin yaitu pembiayaan al-murabahah. Dimana saat ini produk murabahah atau produk dengan sistem jual beli merupakan salah satu produk bank syariah yang paling banyak dilaksanakan. Oleh karena itu fokus bahasan pada tulisan ini akan membahas khusus tentang perlakuan akuntansi atas pembiayaan murabahah yang dikenal dengan istilah piutang murabahah yang untuk selanjutnya dalam penelitian ini akan peneliti kaitkan dengan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 102 tentang Akuntansi


(24)

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian dari latar belakang yang telah disampaikan di atas, maka dapat ditarik suatu permasalahan yang akan dikaji lebih mendalam pada penelitian ini, yaitu: “Bagaimanakah perlakuan akuntansi terhadap

pembiayaan murabahah pada bank syariah berdasarkan PSAK No. 102 tentang Akuntansi Murabahah?”

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah serta rumusan masalah yang telah dikemukakan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk memberikan gambaran mengenai perilaku akuntansi terhadap pembiayaan

murabahah.

1.4. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan akan diperoleh melalui penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah:


(25)

Sebagai sarana untuk menerapkan serta membandingkan antara ilmu yang diperoleh dari bangku perkuliahan dengan keadaan yang sebenarnya secara langsung pada obyek penelitian, sehingga dapat mengetahui yang terjadi di suatu instansi serta menambah informasi atau pengetahuan dan pengalaman dalam dunia kerja.

b. Bagi Instansi

Dapat memberikan kontribusi informasi mengenai perlakuan akuntansi yang tepat atas pembiayaan murabahah yang disalurkan oleh bank syariah, yang tidak bertentangan dengan ketentuan yang diberlakukan pada bank syariah.

Selain itu, dapat memberikan kontribusi informasi mengenai aplikasi konsep syariah Islam tentang murabahah dalam teknis perbankan, khususnya dalam hal penyaluran pembiayaan murabahah yang dilakukan oleh bank syariah.

Dan hasil penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi bahan informasi tambahan mengenai perlakuan akuntansi tentang pembiayaan murabahah pada bank syariah khususnya BRI Syariah untuk penelitian lebih lanjut.


(26)

11 

 

Diharapkan dapat menambah perbendaharaan dan referensi perpustakaan Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur khususnya jurusan Akuntansi dan untuk membantu penelitian selanjutnya yang membahas tentang permasalahan yang sama.

d. Bagi Masyarakat

Melalui penelitian ini, diharapkan mampu memberikan informasi bagi masyarakat tentang perlakuan akuntansi pembiayaan murabahah pada bank syariah, dan mengetahui keunggulan bank syariah jika dibandingkan dengan bank konvensional.


(27)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Hasil Penelitian Terdahulu

1. Penelitian sebelumnya yang membahas tentang akuntansi perbankan syariah dilakukan oleh Ayuningtyas Puja K. W (2008), yang membahas “Perlakuan Akuntansi Terhadap Pembiayaan Murabahah pada Bank Syariah menurut PSAK No. 59 (Studi Kasus pada BPR Syariah Jabal Tsur Pandaan)”.

Perbedaan antara penelitian tersebut dengan penelitian ini terletak pada objek dan acuan penelitiannya. Penelitian tersebut membahas mengenai perlakuan akuntansi murabahah pada BPR Syariah Jaabal Tsur Pandaan berdasarkan PSAK No. 59. Sedangkan penelitian ini mengenai penerapan pembiayaan murabahah yang dilakukan oleh PT. BRI Syariah. Perbedaan lainnya tampak pada standar akuntansi yang digunakan di mana pada penelitian tersebut standar akuntansi yang digunakan adalah PSAK No. 59 tentang Akuntansi Perbankan Syariah, sedangkan penelitian ini menggunakan PSAK No. 102 tentang Akuntansi Murabahah.

Dari penelitian yang dilakukan oleh Ayuningtyas Puja K. W., menghasilkan kesimpulan bahwa BPR Syariah Jabal Tsur Pandaan sudah mengikuti aturan PSAK No. 59 dengan baik, akan tetapi ada beberapa hal yang kurang sesuai dengan aturan dari perbankan syariah, yaitu BPR Syariah


(28)

Jabal Tsur Pandaan ini menyerahkan pembelian barang murabahah tersebut kepada nasabah, seharusnya pembelian barang tersebut langsung ke tokonya harus dilakukan oleh BPR Syariah tersebut sendiri.

2. Selain penelitian tersebut di atas, penelitian sebelumnya yang lain adalah membahas tentang akuntansi perbankan syariah dilakukan oleh Joko Rusmanto Jati (2004), yang membahas “Pembiayaan dengan Prinsip Jual Beli

Istishna pada Bank Syariah berdasarkan PSAK No.59”.

Perbedaan dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah, bahwa peneliti melakukan penelitian mengenai penerapan dan perlakuan akuntansi terhadap pembiayaan jual beli Al-Murabahah berdasarkan PSAK No. 102 pada bank syariah. Sedangkan peneliti terdahulu melakukan penelitian mengenai pembiayaan dengan prinsip jual beli Istishna pada bank syariah berdasarkan PSAK No. 59.

Secara garis besar penelitian tersebut menghasilkan kesimpulan tentang penerapan pembiayaan istishna beserta perlakuan akuntansinya untuk proyek konstruksi telah sesuai dengan PSAK No. 59 tentang Akuntansi Perbankan Syariah.

3. Dan penelitian terdahulu lainnya adalah mengenai “Efektivitas Penerapan Sistem Mudharabah menurut PSAK 105 dan Sistem Profitabilitas pada Asuransi Jiwa Syariah”, yang penelitiannya dilakukan oleh Erlina Mariza Widianti (2009).


(29)

Persamaan dengan penelitian yang peneliti lakukan saat ini, yaitu kedua penelitian ini sama-sama meneliti di bidang akuntansi syariah. Sedangkan perbedaan dari kedua penelitian ini adalah bahwa penelitian yang dilakukan oleh peneliti terdahulu menjelaskan mengenai akuntansi mudharabah, sedangkan yang peneliti lakukan saat ini adalah mengenai akuntansi

murabahah.

Kesimpulan yang dihasilkan dari penelitian tersebut adalah kesesuaian sistem mudharabah menurut PSAK No. 105 dan sistem profitabilitas pada asuransi jiwa syariah dapat dinyatakan hampir sesuai dan pendanaan disini mampu untuk meniadakan riba dalam seluruh kegiatan operasionalnya.

2.2. Landasan Teori

2.2.1. Tinjauan Umum Bank Syariah

2.2.1.1. Pengertian Perbankan Syariah

Perbankan syariah atau Perbankan Islam adalah suatu sistem perbankan yang dikembangkan berdasarkan syariah (hukum) islam. Usaha pembentukan sistem ini didasari oleh larangan dalam agama islam untuk memungut maupun meminjam dengan bunga atau yang disebut dengan riba serta larangan investasi untuk usaha-usaha yang dikategorikan haram (misal: usaha yang berkaitan dengan produksi makanan/minuman haram, usaha media yang


(30)

tidak islami, dll), dimana hal ini tidak dapat dijamin oleh sistem perbankan konvensional.

Menurut Muhammad (2002:13) bank Islam disebut dengan bank tanpa bunga, adalah lembaga keuangan atau perbankan yang operasional dan produknya dikembangkan berlandaskan pada Al-Quran dan Hadist Nabi Muhammad SAW.

Pengertian Bank Syariah Menurut Karnaen, “Bank Syariah adalah Bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip Islam. Yakni Bank dengan tata cara dan operasinya mengikuti ketentuan syariah Islam”(Firdaus : 18).

2.2.1.2. Karakteristik Bank Syariah

Lembaga keuangan syariah memiliki karakteristik yang membedakannya dari bank-bank konvensional, diantaranya adalah (Abdullah: 91-95):

1. Lembaga keuangan syariah harus bersih dari semua bentuk riba dan

kegiatan ekonomi yang dilarang syariah. Tanpa ini satu lembaga keuangan tidak boleh dinamakan lembaga keuangan syariah. DR. Ghorib Al-Gamal menyatakan: “Karakteristik bersih dari riba dalam muamalat perbankan syariah adalah karakteristik utamanya dan menjadikan keberadaannya seiring dengan tatanan yang benar untuk masyarakat Islami.

2. Mengarahkan segala kemampuan pada pertambahan dengan jalan


(31)

keuntungan. Lembaga keuangan syariah harus dapat mengelola hartanya dengan salah satu dari dua hal berikut yang telah diakui syariah:

a. Investasi Pengembangan modal langsung (Its-titsmar

al-Mubaasyir), dalam pengertian bahwa Bank melakukan sendiri

pengelolaan harta perniagaan dalam proyek-proyek riil yang menguntungkan.

b. Investasi modal dengan musyarakah, dengan pengertian Bank

menanam saham dalam modal sektor riil yang menjadikan bank syariah tersebut sebagai sekutu dalam kepemilikan proyek tersebut dan berperan dalam administrasi, manajemen dan pengawasannya serta menjadi sekutu juga dalam semua yang dihasilkan proyek tersebut baik berupa keuntungan atau kerugian dalam persentase yang telah disepakati diantara para sekutu.

3. Mengikat pengembangan ekonomi dengan pertumbuhan sosial. Lembaga keuangan syariah tidak hanya sekedar mengikat pengembangan ekonomi dan pertumbuhan sosial semata, namun harus menganggap pertumbuhan sosial masyarakat sebagai asas yang tidak boleh terlepas dari proses pengembangan ekonomi. Dengan demikian bank syariah harus menutupi dua sisi ini dan komitmen terhadap perbaikan masyarakat dan keadilannya. Tidak mengarah seperti bank konvensional yang mengarah kepada proyek-proyek yang memiliki prospek dan menjanjikan keuntungan yang lebih banyak tanpa memperhatikan perkara


(32)

pertumbuhan sosial kemasyarakatan, karena hal itu adalah kekurangan yang memiliki akibat bahaya dalam masyarakat.

4. Mengumpulkan harta yang menganggur dan menyerahkannya kepada

aktivitas ekonomi dan pengelolaan dengan target pembiayaan proyek-proyek perdagangan, industri dan pertanian, karena kaum muslimin yang tidak ingin menyimpan hartanya di bank-bank konvensional berharap adanya bank syariah untuk menyimpan harta mereka disana.

5. Memudahkan sarana pembayaran dan memperlancar gerakan pertukaran perdagangan langsung sedunia Islam dan bekerja sama dalam bidang tersebut dengan seluruh lembaga keuangan syariah dunia agar dapat menunaikan tugasnya dengan sesempurna mungkin.

6. Menghidupkan tatanan zakat dengan membuat lembaga zakat dalam bank itu sendiri dan yang mengumpulkan hasil zakat bank tersebut. Lalu manajemen lembaga keuangan sendiri yang mengelola lembaga zakat tersebut. Karena lembaga keuangan syariah tunduk kepada pengelolaan zakat untuk muamalat Islami dan hak-hak wajib pada harta-harta tersebut.

7. Membangun baitul mal kaum muslimin dan mendirikan lembaga untuk itu yang dikelola langsung manajemennya oleh lembaga keuangan tersebut.

8. Menanamkan kaidah adil dan kesamaan dalam keberuntungan dan

kerugian dan menjauhkan unsur ihtikaar (penimbunan barang agar menaikkan harga) dan meratakan kemaslahatan pada sebanyak mungkin


(33)

jumlah kaum muslimin setelah sebelumnya kemaslahatan tersebut hanya milik pemilik harta yang besar yang tidak peduli dari jalan mana medapatkannya.

2.2.1.3. Fungsi Bank Syariah

Bank syariah mempunyai fungsi yang berbeda dengan bank konvensional. Fungsi bank syariah secara umum terbagi menjadi dua yaitu fungsi tamwil dan fungsi maal. Fungsi tamwil bank syariah terwujud melalu fungsi sebagai manajer investasi, investor, dan jasa keuangan, sedangkan fungsi mall diwujudkan melalui fungsi sosial.

Fungsi-fungsi tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut (Abdurahim, 2009: 54-56):

a. Manajer Investasi

Sebagai manajer investasi, bank syariah berperan dalam pengelolaan dana yang dihimpun dari nasabah. Bank syariah berkewajiban mengelola dana yang terhimpun dengan hati-hati, profesional, serta transparan. Besar kecilnya pendapatan (bagi hasil) yang diterima oleh pemilik dana (nasabah) sangat bergantung pada keahlian, kehati-hatian, dan profesionalisme dari bank syariah.

Fungsi manajer investasi ini dilakukan dengan cara menghimpun dana melalui prinsip wadiah yad dhamanah dan atau prinsip mudharabah


(34)

mutlaqah. Prinsip wadiah yad dhamanah bisa dalam bentuk simpanan giro wadiah atau tabungan mudharabah, sedangkan prinsip mudharabah mutlaqah

bisa dalam bentuk tabungan mudharabah atau deposito mudharabah. Setiap dana yang terhimpun dari nasabah, khususnya dalam bentuk dana

mudharabah, harus kembali disalurkan dalam bentuk pembiayaan kepada

sektor-sektor yang produktif agar dana yang dihimpun tersebut dapat menghasilkan bagi pemilik dana/nasabah. Bank syariah tidak sepantasnya menghimpun dana mudharabah apabila tidak mampu menyalurkan dana tersebut pada sektor yang produktif karena bagi hasil yang akan diterima oleh pemilik dana akan semakin mengecil.

b. Investor

Bank syariah yang berhasil menghimpun dana dalam bentuk wadiah yad

dhamanah, mudharabah mutlaqah, atau dana lain (modal sendiri,dsb)

kemudian dikumpulkan menjadi satu dalam bentuk pooling dana.

Berbagai macam dana yang dihimpun dan dicampur dalam pooling dana inilah yang kemudian digunakan oleh bank syariah yang berfungsi sebagai investor untuk disalurkan kepada sektor-sektor yang tidak bertentangan dengan syariah. Umumnya penyaluran dana (investasi) oleh bank syariah dilakukan melalui tiga jenis penyaluran:


(35)

1. Prinsip Bagi Hasil, yaitu instrumen penyaluran dana kepada sektor-sektor produktif dengan menggunakan produk-produk pembiayaan mudharabah atau musyarakah.

2. Prinsip Ujroh, yaitu sarana penyaluran dana melalui produk-produk

pembiayaan ijarah dan ijarah muntahiyah bittamlik

3. Prinsip Jual-beli, yaitu penyaluran pendanaan melalui produk-produk pembiayaan murabahah, salam dan salam paralel, istishna dan istishna

paralel.

c. Jasa Keuangan

Fungsi ini tidak jauh berbeda dengan fungsi yang telah dijalankan oleh bank konvensional (non syariah). Bank syariah juga bisa memberikan layanan transfer, RTGS (Real Time Gross Settlement), kliring, inkaso, payroll (pembayaran gaji), jasa pembayaran telepon, listrik, dan lain sebagainya, namun tetap harus memperhatikan prinsip-prinsip syariah dan tidak melanggar kaidah-kaidah syariah yang telah ditetapkan. Hampir semua layanan jasa bank konvensional bisa juga diberikan oleh bank syariah, misalnya bank garansi, letter of credit, mobile banking, net banking, dan lain sebagainya. Ini bisa dilakukan karena secara sistem teknologi bank syariah juga telah mengadopsi teknologi-teknologi mutakhir dan maju sesuai dengan perkembangan zaman.


(36)

Bank Syariah dan perbankan Islam umumnya diharuskan memberikan pelayanan sosial kepada masyarakat, baik berupa penerimaan dana zakat, infak, dan sedekah (ZIS) sekaligus penyaluran dana ZIS tersebut kepada pihak-pihak yang berhak untuk menerimanya dengan cara yang transparan dan bertanggungjawab. Selain sebagai penerima dan penyalur dana ZIS, bank syariah juga memberikan pelayanan sosial melalui dana Qard (pinjaman kebajikan). Pinjaman kebajikan dana Qard ini murni berdasarkan tujuan sosial atau tolong menolong, mekanismenya adalah bank syariah meminjamkan uang tanpa meminta imbalan dalam bentuk apapun. Selain transaksi Qard (pinjaman kebajikan) tersebut, bank syariah juga memiliki transaksi Salam yang digunakan untuk transaksi dengan mekanisme penyerahan barangnya dilakukan di kemudian hari tetapi pembayarannya dilakukan di muka pada saat akad. Kedua transaksi tersebut (Qard dan

Salam) bagi bank konvensional tentulah sulit dilakukan, karena bagi bank

konvensional yang menggunakan prinsip memperdagangkan uang, tentunya sangat rugi jika memberikan uang tanpa imbalan apapun atau memberikan uang yang belum ada barangnya.

2.2.1.4. Peran Bank Syariah

Bank Syariah berperan sebagai lembaga perantara antara satuan-satuan kelompok masyarakat atau unit-unit ekonomi yang mengalami kelebihan dana dengan unit-unit lain yang mengalami kekurangan dana. Melalui bank


(37)

kelebihan dana tersebut dapat disalurkan kepada pihak yang memerlukan dan memberikan manfaat kepada kedua belah pihak.

2.2.1.5. Tujuan Bank Syariah

Setelah di dalam sejarah perjalanan bank-bank yang telah ada (bank konvensional) dirasakan mengalami kegagalan menjalankan fungsi utamanya menjembatani antara pemilik modal atau kelebihan dana dengan pihak yang membutuhkan dana, maka dibentuklan bank-bank Islam dengan tujuan-tujuan sebagai berikut:

1. Mengarahkan kegiatan ekonomi umat untuk bermuamalah secara Islam,

khususnya muamalah yang berhubungan dengan perbankan, agar terhindar dari praktik-praktik riba atau jenis-jenis usaha/perdagangan lain yang mengandung unsur gharar (tipuan), di mana jenis-jenis usaha tersebut selarang dilarang dalam Islam, juga telah menimbulkan dampak negatif terhadap kehidupan ekonomi umat.

2. Untuk menciptakan suatu keadilan di bidang ekonomi, dengan jalan

meratakan pendapatan melalui kegiatan investasi, agar tidak terjadi kesenjangan yang amat besar antara pemilik modal (orang kaya) dengan pihak yang membutuhkan dana (orang miskin).


(38)

3. Untuk meningkatkan kualitas hidup umat, dengan jalan membuka peluang berusaha yang lebih besar terutama kepada kelompok miskin, yang diarahkan kepada kegiatan usaha kegiatan usaha yang produktif, menuju terciptanya kemandirian berusaha (berwirausaha).

4. Untuk membantu menanggulangi masalah kemiskinan, yang pada

umumnya merupakan program utama dari negara-negara yang sedang berkembang. Upaya Bank Syariah di dalam mengentaskan kemiskinan ini berupa pembinaan nasabah yang lebih menonjol sifat kebersamaan dari siklus usaha yang lengkap seperti program pembinaan pengusaha produsen, pembinaan pedagang perantara, program pembinaan konsumen, program pengembangan modal kerja dan program pengembangan usaha bersama.

5. Untuk menjaga kestabilan ekonomi/moneter pemerintah. Dengan aktivitas-aktivitas Bank Syariah yang diharapkan mampu menghindarkan inflasi akibat penerapan sistem bunga, menghindarkan persaingan yang tidak sehat antara lembaga keuangan, khususnya bank dan menanggulangi kemandirian lembaga keuangan, khususnya bank dari pengaruh gejolak moneter baik dari dalam maupun luar negeri.

6. Untuk menyelamatkan ketergantungan umat Islam terhadap bank

konvensional atau bank non-Islam yang menyebabkan umat Islam berada di bawah kekuasaan bank, sehingga umat Islam tidak bisa melaksanakan


(39)

ajaran agamanya secara penuh, terutama di bidang kegiatan bisnis dan perekonomiannya (Isa, Abdurrahman: 29).

2.2.1.6. Produk Perbankan Syariah

Bank Indonesia menetapkan produk perbankan syariah dibagi menjadi tiga bagian, yaitu (Muhammad, 2002: 101-103):

A.Produk Penyaluran dana

Dibedakan dalam 3 (tiga) kategori yang dibedakan berdasar tujuan penggunaannya;

 Transaksi pembiayaan yang ditujukan untuk memiliki barang,

dilakukan dengan prinsip jual beli.

 Transaksi pembiayaan yang ditujukan untuk mendapatkan jasa

dilakukan dengan prinsip sewa.

 Transaksi pembiayaan untuk usaha kerja sama yang ditujukan guna

mendapat sekaligus barang dan jasa, dengan prinsip bagi hasil.

1. Prinsip Jual beli

Prinsip jual beli, berhubungan dengan adanya perpindahan kepemilikan barang atau benda. Tingkat keuntungan Bank ditentukan di depan dan


(40)

menjadi bagian harga atas barang yang dijual. Transaksi jual beli dibedakan atas bentuk pembayaran dan penyerahan barang sebagai berikut:

a. Pembiayaan Murabahah

Bank bertindak sebagai penjual dan nasabah sebagai pembeli. Harga jual adalah harga beli Bank dari pemasok ditambah keuntungan. Kedua pihak harus sepakat atas harga jual dan jangka waktu pembayaran. Harga jual dicantumkan dalam akad jual beli, dan tak berubah selama berlakunya akad. Dalam transaksi ini barang diserahkan setelah akad, sedangkan pembayaran dilakukan secara tangguh.

b. Salam

Transaksi jual beli dimana barang yang diperjualbelikan belum ada. Oleh karena itu barang diserahkan secara tangguh, sedang pembayaran secara tunai. Bank bertindak sebagai pembeli, nasabah sebagai penjual. Sekilas transaksi ini mirip jual beli ijon, namun dalam salam, kuantitas, kualitas, harga dan waktu penyerahan barang ditentukan secara pasti. Dalam praktek, barang yang telah diserahkan kepada Bank, maka Bank dapat menjual kembali barang tersebut secara tunai atau cicilan. Harga jual yang ditetapkan adalah harga beli ditambah keuntungan.


(41)

Umumnya transaksi ini diterapkan dalam pembiayaan barang yang belum ada, seperti pembelian komoditi pertanian oleh bank, untuk kemudian dijual kembali secara tunai atau cicilan.

Ketentuan umum salam:

 Pembelian hasil produksi harus diketahui spesifikasinya secara jelas: jenis, macam/bentuk, ukuran, mutu dan jumlahnya.

 Bila hasil produksi yang diterima tidak sesuai, maka nasabah harus bertanggung jawab, antara lain mengembalikan dana yang telah diterima atau mengganti barang sesuai pesanan.

 Karena Bank tak menjadikan barang yang dibeli/dipesan sebagai

persediaan (inventory), maka Bank dimungkinkan untuk melakukan akad salam pada pihak ketiga. Mekanisme seperti ini disebut dengan

paralel salam.

c. Istishna

Menyerupai salam, namun pembayaran dapat dilakukan oleh bank dalam beberapa termin pembayaran. Skim istishna dalam Bank Syariah, umum dilakukan untuk pembiayaan manufaktur dan konstruksi. Spesifikasi barang pesanan harus jelas, seperti: jenis, ukuran, mutu dan jumlah. Harga jual dicantumkan dalam akad istishna dan tak boleh berubah selama berlakunya akad.


(42)

Transaksi ijarah dilandasi adanya perpindahan manfaat. Bila pada jual beli obyek transaksi adalah barang, maka pada ijarah objeknya jasa. Pada akhir masa sewa, bank dapat menjual barang yang disewakannya kepada nasabah. Harga jual dan harga sewa disepakati pada awal perjanjian.

3. Prinsip Bagi Hasil

Prinsip bagi hasil dibagi dua, yaitu:

a. Musyarakah

Transaksi musyarakah dilandasi adanya keinginan para pihak yang bekerja sama untuk meningkatkan nilai aset yang mereka miliki secara bersama-sama.

Ketentuan umum: Semua modal disatukan untuk dijadikan modal proyek

musyarakah dan dikelola bersama-sama. Setiap pemilik modal berhak

turut serta dalam menentukan kebijakan usaha yang dijalankan oleh pelaksana proyek.


(43)

Adalah bentuk kerja sama antara 2 (dua) atau lebih pihak dimana pemilik modal mempercayakan sejumlah modal kepada pengelola (mudharib) dengan suatu perjanjian pembagian keuntungan.

Ketentuan umum:

 Jumlah modal yang diserahkan kepada nasabah selaku pengelola modal, harus secara tunai, dapat berupa uang tunai atau barang yang dinyatakan nilainya dalam satuan uang. Jika modal diserahkan secara bertahap, harus jelas tahapannya dan disepakati bersama.

Hasil pengelolaan diperhitungkan dengan 2 (dua) cara: 1) revenue

sharing, yang berasal dari pendapatan proyek, dan 2) profit sharing,

dari keuntungan proyek.

 Bank berhak melakukan pengawasan terhadap pekerjaan, namun tak

berhak mencampuri urusan pekerjaan/usaha nasabah.

4. Akad Pelengkap

Untuk mempermudah pelaku pembiayaan, diperlukan akad pelengkap. Meski tak ditujukan mencari keuntungan, dalam akad pelengkap dibolehkan untuk meminta pengganti biaya-biaya yang dikeluarkan untuk melaksanakan akad ini. Besar pengganti biaya sekedar untuk menutupi biaya yang benar-benar timbul.


(44)

Fasilitas ini lazim untuk membantu supplier mendapatkan modal tunai agar dapat melanjutkan produksi. Bank mendapat ganti biaya atas jasa pemindahan piutang.

b. Rahn (Gadai)

Untuk memberi jaminan pembayaran kembali kepada Bank dalam memberikan pembiayaan. Barang yang digadaikan wajib memenuhi kriteria:

1) Milik nasabah sendiri,

2) Jelas ukuran, sifat dan nilainya, ditentukan berdasar nilai riil pasar,

3) Dapat dikuasai, tapi tak boleh dimanfaatkan oleh bank.

c. Qard

Adalah pinjaman uang.

Aplikasi Qard dalam perbankan, antara lain:

 Sebagai pinjaman talangan haji, dimana nasabah calon haji diberi

pinjaman talangan untuk memenuhi syarat penyetoran biaya perjalanan haji. Pinjaman dilunasi sebelum berangkat haji.


(45)

d. Wakalah (perwakilan)

Terjadi bila nasabah memberi kuasa kepada Bank untuk mewakili dirinya melaksanakan pekerjaan jasa tertentu, seperti pembukuan L/C (Letter of

Credit), inkaso dan transfer uang.

e. Kafalah (Bank Garansi)

Diberikan dengan tujuan untuk menjamin pembayaran suatu kewajiban pembayaran. Bank dapat mensyaratkan nasabah untuk menempatkan sejumlah dana untuk fasilitas ini sebagai rahn (gadai), serta Bank dapat pula menerima dana tersebut dengan prinsip wadiah. Bank diperkenankan mendapat ganti biaya atas jasa yang diberikan.

B. Produk penghimpun dana

Penghimpunan dana di Bank Syariah dapat berbentuk giro, tabungan dan deposito. Prinsip operasional syariah yang diterapkan dalam penghimpunan dana masyarakat adalah prinsip wadiah dan mudharabah.

1. Prinsip Wadiah

Ketentuan umum:

 Keuntungan atau kerugian dari penyaluran dana menjadi hak milik atau ditanggung Bank, sedang pemilik dana tidak dijanjikan imbalan dan tidak menanggung kerugian. Bank dimungkinkan memberikan bonus


(46)

kepada pemilik dana sebagai suatu insentif untuk menarik dana masyarakat, namun tidak boleh diperjanjikan dimuka.

 Bank harus membuat akad pembukaan rekening yang isinya mencakup

izin penyaluran dana yang disimpan dan persyaratan lain yang disepakati selama tidak bertentangan dengan prinsip syariah. Khusus bagi pemilik rekening giro, Bank dapat memberikan buku cek, bilyet giro, dan debit card.

 Terhadap pembukaan rekening ini Bank dapat mengenakan pengganti

biaya administrasi sekedar untuk menutupi biaya yang benar-benar terjadi.

 Ketentuan-ketentuan lain yang berkaitan dengan rekening giro dan

tabungan tetap berlaku selama tidak bertentangan dengan prinsip syariah.

2. Prinsip Mudharabah

Dalam mengaplikasikan prinsip mudharabah, penyimpan atau deposan bertindak sebagai pemilik modal, dan bank sebagai mudharib (pengelola). Dana tersebut digunakan Bank untuk melakukan pembiayaan murabahah atau ijarah seperti yang dijelaskan terdahulu. Dapat pula dana tersebut digunakan oleh bank untuk melakukan pembiayaan mudharabah. Hasil usaha ini akan dibagi hasilkan berdasarkan nisbah yang disepakati.


(47)

Untuk mempermudah pelaksanaan penghimpunan dana, biasanya diperlukan juga akad pelengkap. Akad pelengkap ini tidak ditujukan untuk mencari keuntungan, namun ditujukan untuk mempermudah pelaksanaan pembiayaan. Meskipun tidak ditujukan untuk mencari keuntungan, dalam akad pelengkap ini dibolehkan meminta pengganti biaya-biaya yang dikeluarkan untuk melaksanakan akad ini. Besarnya pengganti biaya sekedar untuk menutupi biaya yang benar-benar timbul.

a. Wakalah (perwakilan)

Terjadi apabila nasabah memberikan kuasa kepada bank untuk mewakili dirinya melakukan pekerjaan jasa tertentu, seperti inkaso dan transfer uang.

b. Jasa perbankan

Bank Syariah dapat melakukan berbagai pelayanan jasa perbankan kepada nasabah dengan mendapat imbalan berupa sewa atau keuntungan. Jasa perbankan tersebut, antara lain:

Sharf (jual beli valuta asing) : Jual beli valas yang tidak sejenis,

penyerahannya harus dilakukan pada waktu yang sama (spot). Bank mengambil keuntungan dari jual beli valas ini.


(48)

Ijarah (sewa): Jenis kegiatan ijarah, antara lain penyewaan kotak

simpanan (safe deposit box) dan jasa tata-laksana administrasi dokumen (custodian). Bank dapat imbalan sewa atas jasa tersebut.

2.2.1.7. Perbedaan Antara Bank Syariah dan Bank Konvensional

Perbedaan signifikan pembiayaan antara Bank Konvensional dengan Bank Syariah (Antonio, 2001: 34) adalah sebagai berikut :

Tabel 2.1.: Perbedaan Antara Bank Syariah dan bank Konvensional

Bank Syariah Bank Konvensional

Melakukan investasi-investasi yang halal saja.

Investasi yang halal dan haram. Berdasarkan prinsip bagi hasil, jual

beli, atau sewa.

Memakai perangkat bunga.

Profit dan falah oriented Profit oriented

Hubungan dengan nasabah dalam bentuk hubungan kemitraan.

Hubungan dengan nasabah dalam bentuk hubungan kreditur-debitur. Penghimpunan dan penyaluran dana

harus sesuai dengan fatwa Dewan Pengawas Syariah.

Tidak terdapat dewan sejenis.


(49)

Pada dasarnya, perbedaan antara bank syariah dan bank konvensional adalah bahwa pada bank konvensional digunakan perangkat bunga dalam kegiatan operasionalnya. Sedangkan pada bank syariah tidak mengenal adanya prinsip bunga. Sebagai gantinya digunakan prinsip bagi hasil keuntungan (Syafii Antonio, 2001: 29).

2.2.2. Konsep Riba dalam Islam

2.2.2.1. Pengertian Riba dalam Islam

Riba berarti menetapkan bunga/melebihkan jumlah pinjaman saat pengembalian berdasarkan persentase tertentu dari jumlah pinjaman pokok, yang dibebankan kepada peminjam. Riba secara bahasa bermakna: ziyadah (tambahan). Dalam pengertian lain, secara linguistik riba juga berarti tumbuh dan membesar. Sedangkan menurut istilah teknis, riba berarti pengambilan tambahan dari harta pokok atau modal secara bathil. Ada beberapa pendapat dalam menjelaskan riba, namun secara umum terdapat benang merah yang menegaskan bahwa riba adalah pengambilan tambahan, baik dalam transaksi


(50)

jual-beli maupun pinjam-meminjam secara bathil atau bertentangan dengan prinsip muamalat dalam Islam.

2.2.2.2. Jenis-jenis Riba

Jenis-Jenis Riba

Secara garis besar riba dikelompokkan menjadi dua. Yaitu riba hutang-piutang dan riba jual-beli. Riba hutang-hutang-piutang terbagi lagi menjadi riba

qardh dan riba jahiliyyah. Sedangkan riba jual-beli terbagi atas riba fadhl dan

riba nasi’ah (www.koperasisyariah.com/jenis-jenis-riba/).

Riba hutang-piutang:

Riba Qardh

Suatu manfaat atau tingkat kelebihan tertentu yang disyaratkan terhadap yang berhutang (muqtaridh).

Riba Jahiliyyah

Hutang dibayar lebih dari pokoknya, karena si peminjam tidak mampu membayar hutangnya pada waktu yang ditetapkan.


(51)

Riba Fadhl

Pertukaran antarbarang sejenis dengan kadar atau takaran yang berbeda, sedangkan barang yang dipertukarkan itu termasuk dalam jenis barang ribawi.

Riba Nasi’ah

Penangguhan penyerahan atau penerimaan jenis barang ribawi yang dipertukarkan dengan jenis barang ribawi lainnya. Riba dalam

nasi’ah muncul karena adanya perbedaan, perubahan, atau tambahan

antara yang diserahkan saat ini dengan yang diserahkan kemudian.

2.2.2.3. Larangan Riba dalam Islam

Dalam Islam, memungut riba atau mendapatkan keuntungan berupa riba pinjaman adalah haram. Ini dipertegas dalam Al-Qur'an Surah Al-Baqarah ayat 275 : ...padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan

riba.... Pandangan ini juga yang mendorong maraknya perbankan syariah

dimana konsep keuntungan bagi penabung didapat dari sistem bagi hasil bukan dengan bunga seperti pada bank konvensional, karena menurut sebagian pendapat (termasuk Majelis Ulama Indonesia), bunga bank termasuk ke dalam riba. Bagaimana suatu akad itu dapat dikatakan riba? Hal yang mencolok dapat diketahui bahwa bunga bank itu termasuk riba adalah


(52)

ditetapkannya akad di awal. Jadi ketika kita sudah menabung dengan tingkat suku bunga tertentu, maka kita akan mengetahui hasilnya dengan pasti. Berbeda dengan prinsip bagi hasil yang hanya memberikan nisbah bagi hasil bagi deposannya, dampaknya akan sangat panjang pada transaksi selanjutnya, yaitu bila akad ditetapkan di awal/persentase yang didapatkan penabung sudah diketahui, maka yang menjadi sasaran untuk menutupi jumlah bunga tersebut adalah para pengusaha yang meminjam modal dan apapun yang terjadi, kerugian pasti akan ditanggung oleh peminjam. Berbeda dengan bagi hasil yang hanya memberikan nisbah tertentu pada deposannya, maka yang di bagi adalah keuntungan dari yang didapat kemudian dibagi sesuai dengan nisbah yang disepakati oleh kedua belah pihak. contoh nisbahnya adalah 60%:40%, maka bagian deposan 60% dari total keuntungan yang didapat oleh pihak bank.

2.2.2.4. Dampak Riba

Jika dalam sebuah negara praktek riba sudah menjadi sebuah kebiasaan yang akan susah luntur, maka praktek riba tersebut akan menimbulkan dampak yang buruk bagi masyarakat secara luas. Beberapa bahaya tersebut diantaranya adalah (www.pesantrenvirtual.com/index.php/ekonomi-syariah/1106-riba-dan-meta-ekonomi-islam):

a. Sistem ekonomi ribawi menimbulkan krisis ekonomi dimana-mana, sejak tahun 1930-an sampai sekarang ini. Sistem ribawi menjadi penyebab utama tidak stabilnya mata uang sebuah negara. Karena uang akan


(53)

senantiasa berpindah dari tingkat bunga riil yang rendah ke tingkat bunga riil yang tinggi akibat para spekulator ingin memperoleh keuntungan yang besar dan menyimpan uangnya di negara yang tingkat bunga riilnya lebih tinggi. Usaha seperti ini disebut dengan Arbitraging. Tingkat bunga riil yang dimaksud adalah tingkat bunga minus tingkat inflasi.

b. Kesenjangan pertumbuhan ekonomi masyarakat dunia akan semakin

terjadi secara konstan, sehingga yang kaya akan menjadi semakin kaya dan yang miskin akan menjadi lebih miskin.

c. Riba akan berpengaruh pada investasi, produksi, dan pengangguran.

Semakin tinggi tingkat suku bunga, semakin rendah investasi. Dengan rendahnya investasi akan menurunkan produksi, dengan menurunnya produksi akan meningkatkan pengangguran dan kemiskinan.

d. Secara teori makro ekonomi akan menimbulkan inflasi. Inflasi yang

disebabkan oleh bunga disebabkan oleh ulah manusia. Inflasi akan menurunkan daya beli dan meningkatkan kemiskinan rakyat dengan asumsi ceteris paribus.

e. Dengan sistem ekonomi ribawi ini maka menjebak negara-negara

berkembang kepada debt trap (jebakan hutang) yang dalam, sehingga untuk membayar bunga saja mereka kesulitan, apalagi membayar pokok dari hutang mereka.

f. Di Indonesia, bunga berdampak pada pengurasan dana APBN. Bunga telah membebani APBN untuk membayar bunga obligasi kepada perbankan konvensional yang telah dibantu dengan BLBI.


(54)

2.2.2.5. Perbedaan Investasi dengan Membungakan Uang

Ada dua perbedaan mendasar antara investasi dengan membungakan uang. Perbedaan tersebut dapat ditelaah dari definisi hingga makna masing-masing (id.wikipedia.org/wiki/Riba).

1. Investasi adalah kegiatan usaha yang mengandung resiko karena

berhadapan dengan unsur ketidakpastian. Dengan demikian, perolehan kembaliannya (return) tidak pasti dan tidak tetap.

2. Membungakan uang adalah kegiatan usaha yang kurang mengandung

resiko karena perolehan kembaliannya berupa bunga yang relatif pasti dan tetap.

Islam mendorong masyarakat ke arah usaha nyata dan produktif. Islam mendorong seluruh masyarakat untuk melakukan investasi dan melarang membungakan uang. Sesuai dengan definisi di atas, menyimpan uang di bank Islam termasuk kategori kegiatan investasi karena perolehan kembaliannya (return) dari waktu ke waktu tidak pasti dan tidak tetap. Besar kecilnya perolehan kembali itu tergantung kepada hasil usaha yang benar-benar terjadi dan dilakukan bank sebagai mudharib atau pengelola dana.

Dengan demikian, bank Islam tidak dapat sekadar menyalurkan uang. Bank Islam harus terus berupaya meningkatkan kembalian atau return of

investment sehingga lebih menarik dan lebih memberi kepercayaan bagi


(55)

2.2.2.6. Perbedaan Antara Bunga dan Bagi Hasil

Islam mendorong praktek bagi hasil serta mengharamkan riba. Keduanya sama-sama memberi keuntungan bagi pemilik dana, namun keduanya mempunyai perbedaan yang sangat nyata. Perbedaan itu dapat dijelaskan sebagai berikut:

Tabel 2.2.: Perbedaan Antara Bunga dan Bagi Hasil

Bunga Bagi Hasil

Penentuan bunga dibuat pada waktu akad dengan asumsi harus selalu untung.

Penentuan besarnya rasio/nisbah bagi hasil dibuat pada waktu akad dengan berpedoman pada kemungkinan untung rugi.

Besarnya persentase berdasarkan pada jumlah uang (modal) yang dipinjamkan.

Besarnya rasio bagi hasil berdasarkan pada jumlah keuntungan yang diperoleh.


(56)

Pembayaran bunga tetap seperti yang dijanjikan tanpa pertimbangan apakah proyek yang dijalankan oleh pihak nasabah untung atau rugi.

tergantung pada keuntungan proyek yang dijalankan. Bila usaha merugi, kerugian akan ditanggung bersama oleh kedua belah pihak.

Jumlah pembayaran bunga tidak meningkat sekalipun jumlah keuntungan berlipat atau keadaan ekonomi sedang “booming”.

Jumlah pembagian laba meningkat sesuai dengan peningkatan jumlah pendapatan.

Eksistensi bunga diragukan (kalau tidak dikecam) oleh beberapa kalangan.

Tidak ada yang meragukan keabsahan bagi hasil.

Sumber: id.wikipedia.org/wiki/Riba

2.2.3. Pembiayaan

2.2.3.1. Pengertian Pembiayaan

Menurut Gozali (2005: 18), kredit di bank konvensional identik dengan meminjamkan uang dan mengambil keuntungan dengan cara membungakan


(57)

uang yang dipinjam tersebut. Tentunya hal ini bertentangan dengan kaidah islam seperti yang sudah dijelaskan. Oleh karena itu, bank syariah tidak menggunakan istilah “kredit” melainkan istilah “pembiayaan”.

Pembiayaan merupakan salah satu tugas pokok bank, yaitu pemberian fasilitas penyediaan dana untuk memenuhi kebutuhan pihak-pihak yang merupakan defisit unit. Menurut sifat penggunaannya, pembiayaan dapat dibagi menjadi (Antonio, 2001):

I. Pembiayaan produktif, yaitu pembiayaan yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan produksi dalam arti luas, yaitu untuk peningkatan usaha, baik usaha produksi, perdagangan, maupun investasi.

Menurut keperluannya, pembiayaan produktif dapat dibagi menjadi 2 hal berikut:

A. Pembiayaan modal kerja, yaitu pembiayaan untuk memenuhi kebutuhan:

a)Peningkatan produksi, baik secara kuantitatif, yaitu jumlah hasil produksi, maupun secara kualitatif, yaitu peningkatan kualitas atau mutu hasil produksi;dan

b)Untuk keperluan perdagangan atau peningkatan utility of place dari suatu barang.

B. Pembiayaan investasi, yaitu untuk memenuhi kebutuhan barang-barang modal (capital goods) serta fasilitas-fasilitas yang erat kaitannya dengan itu.


(58)

II. Pembiayaan konsumtif, yaitu pembiayaan yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi, yang akan habis digunakan untuk dipakai memenuhi kebutuhan.

Pembiayaan konsumtif diperlukan oleh pengguna dana untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dan akan habis dipakai untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Kebutuhan konsumsi dapat dibedakan atas kebutuhan primer (pokok atau dasar) dan kebutuhan sekunder. Kebutuhan primer adalah kebutuhan pokok, baik berupa barang, seperti makanan, minuman, pakaian, dan tempat tinggal maupun berupa jasa, seperti pendidikan dasar dan pengobatan. Adapun kebutuhan sekunder adalah kebutuhan tambahan, yang secara kuantitatif maupun kualitatif lebih tinggi atau lebih mewah dari kebutuhan primer, baik berupa barang, seperti makanan dan minuman, pakaian/perhiasan, bangunan rumah, kendaraan dan sebagainya, maupun berupa jasa, seperti pendidikan, pelayanan kesehatan, pariwisata, hiburan, dan sebagainya.

2.2.3.2. Pembiayaan pada bank Syariah

Menurut Ghazali (2005: 18), bank konvensional sering kali tidak terlalu memperhatikan penggunaan dana yang disalurkannya. Mungkin saja seseorang mengajukan kredit untuk usaha, namun sebagian dari uang itu


(59)

digunakan untuk mengembangkan usaha. Inilah yang kerap dilakukan oleh debitur karena menganggap kredit sebagai uang lebih. Dan ternyata hasilnya usaha mereka menjadi terlalu berat menanggung beban pengembalian yang sesungguhnya digunakan juga untuk keperluan pribadinya.

Beda halnya jika kita mengajukan pembiayaan ke bank syariah. Hal pertama yang akan ditanyakan adalah untuk apa pembiayaan itu diperlukan, karena maksud pembiayaan akan menentukan akad pembiayaan apa yang akan digunakan.

Pada bank konvensional, akad yang digunakan hanya satu, yaitu pinjam uang untuk tujuan apapun, yang pasti jumlah pengembaliannya telah ditambah dengan bunga. Sedangkan pada bank syariah, walaupun sama-sama untuk usaha, tetapi jika beda tujuan, pasti akad yang digunakan juga akan berbeda.

Bank syariah dapat menyediakan pembiayaan komersil untuk pemenuhan barang konsumsi sebagai berikut (www.scribd.com/doc/3144164/Praktek-Pembiayaan-Dalam-Perbankan-Syariah):

1.Al-Bai’bitsaman ajil (salah satu bentuk murabahah) atau jual beli dengan

angsuran.

2.Al-ijarah al-muntahia bit-tamlik atau sewa beli.

3.Al-Musyawarakah mutanaqhishah atau decreasing participation, dimana

secara bertahap bank menurunkan jumlah partisipasinya. 4.Ar-Rahn untuk memenuhi kebutuhan jasa.


(60)

Hal-hal di atas ini adalah yang menghasilkan beberapa jenis dari produk syariah.

2.2.4. Pembiyaan Murabahah

2.2.4.1. Pengertian Murabahah

Murabahah adalah transaksi penjualan barang dengan menyatakan harga perolehan dan keuntungan (margin) yang disepakati oleh penjual dan pembeli. Keuntungan tersebut bisa berupa lump sum atau berdasarkan persentase. Pembayaran atas akad jual beli dapat dilakukan secara tunai (bai’

naqdan) atau tangguh (Bai’ Mu’ajjal/bai’ Bi’tsaman Ajil).

Skema 2.1.: Skema Murabahah

2.Akad Jual Beli 6.Bayar

5. Terima Barang & Dokumen

3.Beli Barang 4. Kirim

Sumber: M. Syafii Antonio, 2001: 107

NASABAH 

BANK SYARIAH 

PENJUAL/  SUPPLIES 1.NEGOSIASI &  

PERSYARATAN 

2.2.4.2. Jenis-jenis Murabahah


(61)

1. Murabahah dengan pesanan (murabaha to the purchase order)

Dalam murabahah jenis ini, penjual melakukan pembelian barang setelah ada pemesanan dari pembeli. Murabahah dengan pesanan dapat bersifat mengikat atau tidak mengikat pembeli untuk membeli barang yang dipesannya. Kalau bersifat mengikat, berarti pembeli harus membeli barang yang dipesannya dan tidak dapat membatalkan pesanannya.

2. Murabahah tanpa pesanan; murabahah jenis ini bersifat tidak mengikat, atau dengan kata lain ada yang beli atau tidak, bank syariah tetap menyediakan barang

2.2.4.3. Rukun dan Ketentuan Murabahah

Rukun dan ketentuan murabahah, yaitu (Nurhayati, dkk., 2008: 165):

1.Pelaku

Pelaku cakap hukum dan baligh (berakal dan dapat membedakan), sehingga jual beli dengan orang gila menjadi tidak sah sedangkan jual beli dengan anak kecil dianggap sah, apabila seizin walinya.

2.Objek Jual Beli, harus memenuhi:

a. Barang yang diperjualbelikan adalah barang halal.

b. Barang yang diperjualbelikan harus dapat diambil manfaatnya atau memiliki nilai.


(62)

c. Barang tersebut dimiliki oleh penjual.

d. Barang tersebut dapat diserahkan tanpa tergantung dengan kejadian tertentu di masa depan.

e. Barang tersebut harus diketahui secara spesifik dan dapat

diidentifikasi oleh pembeli sehingga tidak ada gharar (ketidakpastian).

f. Barang tersebut dapat diketahui kuantitasnya dengan jelas.

g. Barang tersebut dapat diketahui kualitasnya dengan jelas sehingga tidak ada gharar.

h. Harga barang tersebut jelas.

i. Barang yang diakadkan secara fisik ada di tangan penjual.

3. Ijab Kabul

Pernyataan dan ekspresi saling rida/rela di antara pihak-pihak pelaku akad yang dilakukan secara verbal, tertulis, melalui korespondensi atau menggunakan cara-cara komunikasi modern.

2.2.4.4. Syarat-syarat Murabahah

Syarat-syarat Murabahah (Antonio, 2001: 102):

1. Bank Islam (penjual) memberitahu biaya modal kepada nasabah. 2. Kontrak pertama harus sah sesuai dengan rukun yang ditetapkan.


(63)

3. Kontrak harus bebas dari riba.

4. Bank Islam (penjual) harus menjelaskan setiap cacat yang terjadi sesudah pembelian dan harus membuka semua hal yang berhubungan dengan cacat. 5. Bank Islam (penjual) harus membuka semua ukuran yang berlaku bagi

harga pembelian, misalnya jika pembelian dilakukan secara hutang. 6. Jika syarat dalam 1, 4 atau 5 tidak dipenuhi, pembeli memiliki pilihan:

a. Melanjutkan pembelian seperti apa adanya.

b. Kembali kepada penjual dan menyatakan ketidaksetujuan. c. Membatalkan kontrak.

Jual beli secara murabahah di atas hanya untuk barang atau produk yang telah dikuasai atau dimiliki oleh penjual pada waktu negosiasi dan berkontrak. Bila produk tersebut tidak dimiliki penjual, sistem yang digunakan adalah murabahah kepada pemesanan pembelian (murabahah KPP), hal ini dinamakan demikian karena penjual semata-mata mengadakan barang untuk memenuhi kebutuhan si pembeli yang memesannya.

2.2.4.5. Dasar Hukum Murabahah

Sumber hukum murabahah adalah:

1.Al-Quran

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu makan hak sesamamu

dengan jalan batil kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu” (QS. An-Nisa’: 29).


(64)

“Dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.”

(QS. Al-Baqarah 2:275).

2. Al-Hadist

Dari Suhaib al-Rumi r.a, bahwa Rasulullah Saw, bersabda : “Tiga hal yang

didalamnya terdapat keberkahan: jual beli secara tangguh, muqaradhah (mudharabah), dan mencampur gandum dengan tepung untuk keperluan rumah, bukan untuk dijual” (HR. Ibn Majah).

“Sesungguhnya jual beli itu harus dilakukan secara suka sama suka.”

(Riwayat al-Baihaqi, Ibnu Majah, dan sahih menurut Ibnu Hiban).

3. Fatwa Dewan Syariah Nasional

Nomor 4/ DSN-MUI IV/ 2000 tanggal 1 April 2000 tentang Murabahah, Nomor 13/ DSN-MUI IX/ 2000 tanggal 16 September 2000 tentang Uang Muka Dalam Murabahah,

Nomor 16/ DSN-MUI IX/ 2000 tanggal 16 September 2000 tentang Diskon Dalam Murabahah,

Nomor 17/ DSN-MUI IX/ 2000 tanggal 16 September 2000 tentang Sanksi Atas Nasabah Mampu Yang Menunda-nunda Pembayaran, dan Nomor 23/ DSN-MUI/ III/ 2002 tanggal 28 Maret 2002 tentang Potongan Pelunasan Dalam Murabahah.


(65)

Berdasarkan fatwa-fatwa tersebut, Bank Indonesia mengatur lebih lanjut dalam bentuk Peraturan Bank Indonesia atau Surat Edaran Bank Indonesia, seperti tentang kolektibilitas dan Pedoman Akuntansi Perbankan Syari’ah Indonesia (PAPSI). Sesuai UU No.10/1998 tentang perubahan UU No.7 tentang Perbankan dalam penjelasan pasal 6 huruf m dijelaskan bahwa yang mempunyai kewenangan untuk mengatur kegiatan usaha Bank Syari’ah adalah Bank Indonesia.

2.2.4.6. Aturan tentang Murabahah

Pembiayaan murabahah telah diatur dalam Fatwa DSN No. 4 / DSN – MUI / IV / 2000. Dalam fatwa tersebut disebutkan ketentuan mengenai

murabahah yaitu sebagai berikut (Bank Indonesia, 2001 : 25):

1. Ketentuan umum murabahah:

a. Bank dan nasabah harus melakukan akad murabahah yang bebas riba. b. Barang yang diperjualbelikan tidak diharamkan oleh syariah Islam. c. Bank membiayai sebagian atau seluruh harga pembelian barang yang


(66)

d. Bank membeli barang yang diperlukan nasabah atas nama bank sendiri dan pembelian ini harus sah dan bebas riba.

e. Bank harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan

pembelian, misalnya jika pembelian dilakukan secara utang.

f. Bank kemudian menjual barang tersebut kepada nasabah (pemesan)

dengan harga jual senilai harga ditambaha keuntungannya. Dalam kaitan ini bank harus memberi tahu secara jujur harga pokok barang kepada nasabah berikut biaya yang diperlukan.

g. Nasabah membayar harga barang yang telah disepakati tersebut pada jangka waktu tertentu yang telah disepakati.

h. Untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan atau kerusakan akad

tersebut, pihak bank dapat mengadakan perjanjian khusus dengan nasabah.

i. Jika bank hendak mewakilkan kepada nasabah untuk membeli barang

dari pihak ketiga, akad jual beli murabahah harus dilakukan setelah barang secara prinsip menjadi milik bank.

2. Ketentuan murabahah terhadap nasabah:

a. Nasabah mengajukan permohonan dan janji pembelian suatu barang

atau aset kepada bank.

b. Jika bank menerima permohonan tersebut, ia harus membeli terlebih dahulu aset yang dipesannya secara sah dengan pedagang.


(67)

c. Bank kemudian menawarkan aset tersebut kepada nasabah dan nasabah harus menerima (membelinya) sesuai dengan janji yang telah disepakatinya, karena secara hukum janji tersebut mengikat, kemudian kedua belah pihak harus membuat kontrak jual beli.

d. Dalam jual beli ini bank dibolehkan meminta nasabah untuk membayar uang muka saat menandatangani kesepakatan awal pemesanan.

e. Jika nasabah kemudian menolak membeli barang tersebut, biaya riil bank harus dibayar dari uang muka tersebut.

f. Jika nilai uang muka kurang dari kerugian yang harus ditanggung oleh bank, bank dapat meminta kembali sisa kerugiannya kepada nasabah. g. Jika uang muka memakai kontrak urbun sebagai alternatif dari uang

muka, maka:

1) Jika nasabah memutuskan untuk membeli barang tersebut, ia

tinggal membayar sisa harga.

2) Jika nasabah batal membeli, uang muka menjadi milik bank

maksimal sebesar kerugian yang ditanggung oleh bank akibat pembatalan tersebut, dan jika uang muka tidak mencukupi, nasabah wajib melunasi kekurangannya.

3. Jaminan dalam murabahah:

a. Jaminan dalam murabahah diperbolehkan, agar nasabah serius dengan pesanannya.


(68)

b. Bank dapat meminta nasabah untuk menyediakan jaminan yang dapat dipegang.

4. Hutang dalam murabahah:

a. Secara prinsip, penyelesaian hutang nasabah dalam transaksi

murabahah tidak ada kaitanya dengan transaksi lain yang dilakukan

nasabah dengan pihak ketiga atas barang tersebut. Jika nasabah menjual kembali barang tersebut dengan keuntungan atau kerugian, ia tetap berkewajiban untuk menyelesaikan hutanngnya kepada bank.

b. Jika nasabah menjual barang tersebut sebelum masa angsuran berakhir, ia tidak wajib segera melunasi seluruh angsurannya.

c. Jika penjulan barang tersebut menyebabkan kerugian, nasabah tetap harus menyelesaikan hutangnya sesuai kesepakatan awal. Ia tidak boleh memperlambat pembayaran angsuran atau meminta kerugian itu diperhitungkan.

5. Penundaan pembayaran dalam murabahah:

a. Nasabah yang memliki kemampuan tidak dibenarkan menunda

penyelesaian hutangnya.

b. Jika nasabah menunda-nunda pembayaran dengan sengaja, atau jika


(69)

penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrase Syariah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.

6. Bangkrut dalam murabahah:

Jika nasabah telah dinyatakan pailit dan gagal menyelesaikan hutangnya, bank harus menunda tagihan hutang sampai ia menjadi sanggup kembali, atau berdasarkan kesepakatan.

2.2.4.7. Manfaat Murabahah

Sesuai dengan istilah bisnis, transaksi murabahah memiliki beberapa manfaat, demikian juga resiko yang harus diantisipasi. Murabahah memberikan banyak manfaat kepada bank syariah. Salah satunya adalah adanya keuntungan yang muncul dari selisih harga beli dari penjual dengan harga jual kepada nasabah. Selain itu, sistem murabahah juga sangat sederhana. Hal tersebut memudahkan penanganan administrasinya di bank syariah.

2.2.4.8. Resiko Pembiayaan Murabahah

Di antara kemungkinan resiko yang harus diantisispasi antara lain sebagai berikut (Antonio, 2001: 107):

a. Default atau kelalalian, nasabah sengaja tidak membayar angsuran.

b. Fluktuasi harga komparatif. Ini terjadi bila harga suatu barang di pasar naik setelah bank membelikannya untuk nasabah.


(70)

c. Penolakan nasabah, barang yang dikirim bisa saja ditolak oleh nasabah karena berbagai sebab.

d. Dijual, karena murabahah bersifat jual beli dengan utang, maka ketika kontrak ditandatangani, barang itu menjadi milik nasabah.

2.2.4.9. Beberapa Ketentuan Umum dari Pembiayaan Murabahah

a. Jaminan

Pada dasarnya, jaminan bukanlah satu rukun atau syarat yang mutlak dipenuhi dalam murabahah, demikian juga dalam murabahah kepada pemesan pembelian. Jaminan dimaksudkan untuk menjaga agar si pemesan tidak main-main dengan pesanan. Si pembeli (penyedia pembiayaan/bank) dapat meminta si pemesan (pemohon/nasabah) suatu jaminan untuk dipegangnya. Dalam teknis operasionalnya, barang-barang yang dipesan dapat menjadi salah satu jaminan yang bisa diterima untuk pembayaran hutang.

b. Utang dalam Murabahah Kepada Pemesan Pembelian

Secara prinsip, penyelesaian si pemesan dalam transaksi murabahah kepada pemesan pembelian tidak ada kaitannya dengan transaksi lain yang dilakukan si pemesan kepada pihak ketiga atas barang pesanan tersebut. Apakah si pemesan menjual kembali barang tersebut dengan keuntungan atau kerugian, ia tetap berkewajiban menyelesaikan hutangnya kepada si pembeli.


(71)

Jika pemesan menjual barang tersebut sebelum masa angsurannya berakhir, ia tidak wajib segera melunasi seluruh angsurannya. Seandainya penjualan aset tersebut merugi, contohnya kalau nasabah adalah pedagang juga, pemesan tetap harus menyelesaikan pinjamannya sesuai kesepakatan awal. Hal ini karena transaksi penjualan kepada pihak ketiga yang dilakukan nasabah merupakan akad yang benar-benar terpisah dari akad murabahah pertama dengan bank.

c. Penundaan Pembayaran oleh Debitur Mampu

Seorang nasabah yang mempunyai kemampuan ekonomis dilarang menunda penyelesaian hutangnya dalam murabahah ini. Bila seorang pemesan menunda penyelesaian hutang tersebut, pembeli dapat mengambil tindakan: mengambil prosedur hukum untuk mendapatkan kembali hutang itu dan mengklaim kerugian finansial yang terjadi akibat penundaan.

Rasulullah saw. Pernah mengingatkan pengutang yang mampu tetapi lalai dalam salah satu hadistnya, “Yang melalaikan pembayaran hutang (padahal

ia mampu) maka dapat dikenakan sanksi dan dicemarkan nama baiknya”.

Prosedur dan mekanisme penyelesaian sengketa antara bank syariah dan nasabahnya telah diatur melalui Badan Arbitrase Muamalah Indonesia (BAMUI), suatu lembaga yang didirikan bersama antara Kejaksaan Agung Republik Indonesia dan MUI.


(72)

Jika pemesan yang berhutang dianggap pailit dan gagal menyelesaikan hutangnya karena benar-benar tidak mampu secara ekonomi dan bukan karena lalai sedangkan ia mampu, kreditor harus menunda tagihan hutang sampai ia menjadi sanggup kembali. Dalam hal ini, Allah SWT telah berfirman, “Dan jika (orang berhutang itu) dalam kesukaran, berilah

tangguh sampai dia berkelapangan”, (Al-Baqarah: 280).

2.2.5. Perlakuan Akuntansi Murabahah (PSAK 102)

Piutang murabahah diakui sebesar nilai perolehan ditambah keuntungan (margin) yang disepakati.

‐ Pengakuan keuntungan dilakukan pada periode terjadinya, apabila akad berakhir pada periode yang sama atau selama periode akad secara proporsional apabila akad melampaui satu periode laporan keuangan.

Piutang murabahah disajikan sebesar nilai bersih yang dapat direalisasikan yaitu saldo piutang murabahah dikurangi penyisihan kerugian piutang.

Margin murabahah ditangguhkan disajikan sebagai pos lawan piutang

murabahah.

Aktiva murabahah diakui sebesar biaya perolehan pada saat perolehannya.

Pengukuran aktiva murabahah setelah pengukuran:

Dalam murabahah dengan pesanan mengikat:


(73)

- penurunan nilai diakui beban dan pengukuran aktiva;

Dalam murabahah tanpa pesanan/pesanan tidak mengikat jika ada

indikasi kuat pembeli batal:

- dinilai sebesar biaya perolehan atau nilai bersih yang dapat direalisasi, mana yang lebih rendah; dan

- jika nilai bersih yang dapat direalisasi < biaya perolehan, maka selisihnya diakui sebagai kerugian.

- Potongan pembelian dari pemasok:

 Tidak boleh diakui sebagai pendapatan; tetapi

Mengurangi biaya perolehan aktiva murabahah. - Piutang murabahah diakui sebesar:

Biaya perolehan aktiva murabahah + keuntungan

 Pada akhir periode laporan keuangan, sebesar nilai bersih yang dapat direalisasi: piutang-penyisihan piutang.

- Keuntungan murabahah/murabahah pesanan diakui:

 Pada saat akad, jika akad berakhir pada periode laporan keuangan

yang sama; atau

 Selama proporsional selama periode akad apabila akad melampaui


(74)

Akuntansi untuk penjual

Akuntansi untuk penjual menurut buku yang ditulis oleh Nurhayati dan Wasilah, yang diterbitkan tahun 2008, halaman 167-172, adalah:

1. Pada saat perolehan, aset murabahah diakui sebagai persediaan sebesar biaya perolehan.

-Aset Murabahah xxx

Kas xxx

2. Untuk murabahah pesanan mengikat, pengukuran aset murabahah setelah perolehan adalah dinilai sebesar biaya perolehan dan jika terjadi penurunan nilai aset karena usang, rusak atau kondisi lainnya sebelum diserahkan ke nasabah, penurunann nilai tersebut diakui sebagai beban dan mengurangi nilai aset.

Jika terjadi penurunan nilai untuk murabahah pesanan mengikat, maka jurnal:

-Beban xxx

Aset Murabahah xxx

Untuk murabahah tanpa pesanan atau murabahah pesanan tidak

mengikat maka aset dinilai berdasarkan biaya perolehan atau nilai bersih yang dapat direalisasi, dan dipilih mana yang lebih rendah. Apabila nilai


(1)

BAB V

Kesimpulan dan Saran

5.1. Kesimpulan

Dari penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti mengenai Perlakuan Akuntansi Terhadap Pembiayaan Murabahah berdasarkan PSAK No. 102 tentang Akuntansi Murabahah yang telah dilakukan di BRI Syariah Sidoarjo, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Pembiayaan murabahah yang diterapkan oleh Bank BRI Syariah Sidoarjo adalah murabahah dengan akad wakalah dan tanpa menggunakan akad

wakalah. Murabahah tanpa akad wakalah itu berarti bahwa pihak bank

membeli sendiri barang yang dipesan oleh nasabah. Sedangkan

murabahah dengan menggunakan akad wakalah, adalah dalam pembelian

barang, pihak bank mewakilkan atau memberikan perwakilan atau

wakalah kepada nasabah untuk membeli barang atas nama bank. Pada

akad wakalah pada BRI Syariah Sidoarjo, akad murabahah dilakukan terlebih dahulu sebelum akad wakalah dilakukan. Hal itu bertentangan dengan ketentuan syariah, yaitu Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI No. 04/DSN-MUI/IV/2000 yang menyebutkan bahwa: “jika bank hendak

mewakilkan pembelian barang kepada nasabah, maka bank harus terlebih dahulu memiliki barang sebelum akad murabahah terjadi. Itu artinya,


(2)

pemberian wakalah kepada nasabah tidak boleh mendahului akad murabahah”.

2. Perlakuan akuntansi yang diterapkan oleh Bank BRI Syariah Sidoarjo dalam pembiayaan murabahah sudah sesuai dengan PSAK No.102, akan tetapi yang kurang sesuai hanyalah prosedur yang dijalankan oleh BRI Syariah Sidoarjo, bahwa BRI Syariah Sidoaro menjual barang yang belum dimilikinya. Hal tersebut dilakukan oleh BRI Syariah Sidoarjo untuk menghindari resiko kelalaian yang dilakukan oleh nasabah.

3. Antara bank syariah dengan bank konvensional adalah dua hal yang sangat berbeda.

4. Bank Syariah, khususnya BRI Syariah Sidoarjo, melakukan pembiayaan atas dasar kesepakatan antara kedua belah pihak, yaitu dasar rela sama rela.

5.2. Saran

Berdasarkan kesimpulan yang disampaikan di atas, maka saran-saran yang dapat dikemukakan adalah sebagai berikut:

a. Bagi perusahaan, yaitu Bank BRI Syariah Sidoarjo

1. BRI Syariah Sidoarjo sebaiknya menerapkan prinsip jual beli yang sesuai dengan ketentuan perbankan syariah. Pada akad murabahah dengan

wakalah, bank harus terlebih dahulu memberikan wakalah kepada nasabah


(3)

murabahah pun dapat ditandatangani. Jika bank khawatir dengan resiko

pembatalan pembeilan oleh nasabah, maka sebaiknya bank harus meminimalisir akad murabahah dengan wakalah. Bank sebaiknya membeli sendiri barang pesanan nasabah, kemudian bank baru dapat menjualnya kepada nasabah dan akad murabahah pun dapat ditandatangani. Namun jika bank tetap hendak melakukan akad

murabahah dengan wakalah, maka hal itu dapat diantisipasi dengan

mengadakan perjanjian khusus dengan nasabah yang menyatakan bahwa nasabah tidak boleh melakukan pembatalan pembelian jika akad wakalah telah diberikan kepada nasabah. Dengan begitu, maka akad murabahah dengan wakalah pun dapat sesuai dengan ketentuan syariah. Hal ini dilakukan agar bank syariah bisa tetap menjaga kepatuhan terhadap prinsip syariah.

2. Selain itu, peneliti juga memberikan saran untuk ditiadakannya pemberian surat kuasa kepada nasabah dalam proses realisasi pembiayaan murabahah. Karena hal tersebut diidentifikasi dapat memberikan peluang terjadinya kecurangan sehingga dapat merugikan pihak PT. BRI Syariah Sidoarjo.

3. Peran Dewan Pengawas Syariah (DPS) dalam mengawasi operasional bank syariah harus benar-benar dilaksanakan dan jika diperlukan dapat dilakukan inspeksi mendadak oleh pihak DPS ke cabang-cabang bank syariah secara langsung. Hal ini dilakukan agar prinsip-prinsip syariah


(4)

142  

dapat diterapkan secara benar yang pada akhirnya harus dipertanggungjawabkan kepada Allah SWT.

4. Sebaiknya dalam suatu bank syariah, besarnya margin yang ditentukan jangan terlalu tinggi, karena apabila margin yang ditentukan terlalu tinggi, maka bank syariah tidak banyak berbeda dengan bank konvensional pada umumnya. Sebaiknya besaran margin yang diberikan seyogyanya tidak memberatka terhadap nasabah pembiayaan murabahah tersebut.

b. Bagi peneliti yang akan datang

Diharapkan dengan adanya penelitian ini, akan banyak peneliti-peneliti lain yang tertarik untuk menggunakan metode penelitian kualitatif dalam melakukan penelitian, untuk penelitian selanjutnya akan lebih baik lagi bila penelitian tidak hanya dilakukan di daerah Sidoarjo saja, akan tetapi juga di daerah yang lainnya juga.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Antonio, Muhammad Syafi’i, 1992. Bank Syariah: Wacana Ulama dan

Cendekiawan, Bank Indonesia dan Takzia Institute, Jakarta. (11 Oktober

2010)

Antonio, M. Syafi’i, 2000, Bank Syariah : Suatu Pengenalan Umum, Edisi

Khusus, Tazkie Institute, Jakarta. (10 Oktober 2010)

Antonio, Muhammad Syafi’i, 2001, Bank Syariah dari Teori ke Praktek, Gema Insani Press dan Tanzkia Cendekia, Jakarta. (8 Oktober 2010)

Antonio, Muhammad Syafi’i, 2004, Bank Syari’ah: analisis kekuatan, peluang,

kelemahan, dan ancaman, Ekonisia, Yogyakarta.(5 Oktober 2010)

Departemen Agama, Al-Quran dan Terjemahannya, Departemen Agama Republik Indonesia, Jakarta. (5 Oktober 2010)

Departemen Agama, Terjemahan Al-Hadist, Departemen Agama Republik Indonesia, Jakarta. (5 Oktober 2010)

DSN-MUI. 2001. Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional untuk Lembaga

Keuangan Syariah. DSN.(10 Oktober 2010)

ekonomiislamkita.blogspot.com/2008/08/bank-syariah.html. (6 Oktober 2010) Gamal, Merza, 2004, Aktivitas Ekonomi Syariah, Catatan Dakwah Seorang

Praktisi Perbankan Syariah, Jakarta. (6 Oktober 2010)

Hosen, M.N, 2005, Buku Saku Perbankan Syariah, Pusat Komunikasi Ekonomi Syariah (PKES), Jakarta. (9 Oktober 2010)

IAI 2007. Pernyataan Standart Akuntansi Keuangan Nomor. 59 dan Nomor. 102, Salemba Empat, Jakarta. (5 Oktober 2010)

id.wikipedia.org/wiki/Perbankan_syariah. (6 Oktober 2010) id.wikipedia.org/wiki/Riba. (6 Oktober 2010)

Jati, Joko Rusmanto, 2004, Pembiayaan dengan Prinsip Jual Beli Istishna pada

Bank Syariah berdasarkan PSAK No.59, Surabaya. (3 Oktober 2010)

Lewis, dkk. , 2004, Perbankan Syariah, PT. Serambi Ilmu Semesta, Jakarta. (8 Oktober 2010)

Muhammad, Prof.DR. Abdullah bin bin Ahmad ath-Thoyaar,1414 H. Bunuk

al-Islamiyah Baina an-Nazhoriyah wa at-Tathbiq, Dar al-Wathan, Riyadh,


(6)

naqsya.wordpress.com/2007/07/08/j-bank-syariah-sebagai-lembaga-keuangan-yang-mengacu-pada-syariat-islam. (6 Oktober 2010)

Nurhayati, dkk., 2008, Akuntansi Syariah di Indonesia, Penerbit Salemba Empat, Depok. (4 Oktober 2010)

Puja, Ayuningtyas, 2008, Perlakuan Akuntansi Terhadap Pembiayaan

Murabahah pada Bank Syariah menurut PSAK No. 59 (Studi Kasus pada BPR Syariah Jabal Tsur Pandaan), Surabaya.

Rahmawaty, Anita, 2007, Ekonomi Syari’ah: Tinjauan Kritis Produk Murabahah

dalam Perbankan Syari’ah di Indonesia, Kudus. (30 September 2010)

Sumitro, Warkum, 2004, Asas-asas Perbankan Islam & Lembaga-lembaga

Terkait, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta. (8 Oktober 2010)

Widianti, Erlina Mariza, 2009, Efektivitas Penerapan Sistem Mudharabah

menurut PSAK 105 dan Sistem Profitabilitas pada Asuransi Jiwa Syariah, Surabaya. (5 Oktober 2010)

Wiroso, 2005, Jual Beli Murabahah, UII Press, Yogyakarta. (10 Oktober 2010) www.koperasisyariah.com/jenis-jenis-riba/. (6 Oktober 2010)

www.pesantrenvirtual.com/index.php/ekonomi-syariah/1106-riba-dan-meta-ekonomi-islam. (6 Oktober 2010)

www.scribd.com/doc/7240781/Konsep-Bank-Syariah. (6 Oktober 2010)

www.scribd.com/doc/3144164/Praktek-Pembiayaan-Dalam-Perbankan-Syariah. (6 Oktober 2010)


Dokumen yang terkait

Penerapan Akuntansi Perbankan Syariah Untuk Produk Pembiayaan Murabahah Berdasarkan PSAK No.102 Studi Kasus Pada PT. Bank Muamalat Indonesia Tbk

0 13 84

EVALUASI PENERAPAN AKUNTANSI MURABAHAH DI PERBANKAN SYARIAH BERDASARKAN PSAK NO. 102 (Study Kasus pada Bank Mandiri Syariah Surakarta).

0 1 15

Penerapan Akuntansi Perbankan Syariah Untuk Produk Pembiayaan Murabahah Berdasarkan PSAK No.102 Studi Kasus Pada PT. Bank Muamalat Indonesia Tbk

0 0 9

Penerapan Akuntansi Perbankan Syariah Untuk Produk Pembiayaan Murabahah Berdasarkan PSAK No.102 Studi Kasus Pada PT. Bank Muamalat Indonesia Tbk

0 0 2

Penerapan Akuntansi Perbankan Syariah Untuk Produk Pembiayaan Murabahah Berdasarkan PSAK No.102 Studi Kasus Pada PT. Bank Muamalat Indonesia Tbk

0 0 10

Penerapan Akuntansi Perbankan Syariah Untuk Produk Pembiayaan Murabahah Berdasarkan PSAK No.102 Studi Kasus Pada PT. Bank Muamalat Indonesia Tbk

0 0 29

ANALISIS PERLAKUAN AKUNTANSI PSAK 102 ATAS PRAKTEK AKUNTANSI PEMBIAYAAN MURABAHAH PADA BANK SYARIAH BUKOPIN KC SIDOARJO - Perbanas Institutional Repository

0 0 12

ANALISIS PERLAKUAN AKUNTANSI PSAK 102 ATAS PRAKTEK AKUNTANSI PEMBIAYAAN MURABAHAH PADA BANK SYARIAH BUKOPIN KC SIDOARJO - Perbanas Institutional Repository

0 0 15

PERLAKUAN AKUNTANSI TERHADAP PEMBIAYAAN MURABAHAH PADA BANK SYARIAH BERDASARKAN PSAK NO. 102 TENTANG AKUNTANSI MURABAHAH (Studi Kasus Pada Bank BRI Syariah Sidoarjo) SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Ekono

0 0 26

PENERAPAN PSAK 102 TENTANG AKUNTANSI MURABAHAH PADA PIUTANG MURABAHAH (Studi pada Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) Bandar lampung) - Raden Intan Repository

0 3 101