makanan sehingga status gizi anak balita tetap terjaga walaupun terserang oleh penyakit infeksi. Selain itu pengaruh lingkungan yang buruk lebih besar pengaruhnya
menyebabkan anak balita menderita ISPA. Keadaan gizi yang baik pada anak balita dapat membantu balita sehingga tidak terserang oleh ISPA yang lebih berat, karena
keadaan gizi yang buruk akan memperberat ISPA yang diderita oleh balita. Penelitian Gani 2003 dengan penelitian case control yang membuktikan adanya hubungan
antara gizi buruk dengan kejadian ISPA. Menurut penelitian Kartasasmita 1993 bahwa gizi yang buruk atau kurang akan memperberat ISPA yang diderita balita.
5.4 Hubungan Frekuensi Kejadian ISPA dengan Status Gizi Pada Anak Balita
Dari tabel 4.21 menunjukkan hubungan frekuensi kejadian ISPA dengan status gizi pada anak balita berdasarkan indeks BBU didapatkan bahwa balita yang
menderita ISPA 1 kali dalam satu bulan terakhir paling banyak berstatus gizi baik yaitu sebesar 68,9, balita yang menderita ISPA 2 kali dalam satu bulan terakhir
paling banyak berstatus gizi baik yaitu sebesar 72,0, balita yang menderita ISPA 3 kali dalam satu bulan terakhir paling banyak berstatus gizi normal 66,7 dan balita
yang menderita ISPA lebih dari 3 kali dalam satu bulan terakhir memiliki status gizi kurang.
Berdasarkan hasil uji statistik dengan menggunakan uji Chi Square, diperoleh nilai p 0,05 yang berarti tidak ada hubungan yang signifikan antara frekuensi
kejadian ISPA dengan status gizi berdasarkan indeks BBU.
Universitas Sumatera Utara
Dari tabel 4.22 menunjukkan hubungan antara frekuensi kejadian ISPA dengan status gizi pada anak balita berdasarkan indeks TBU didapatkan bahwa
balita yang menderita ISPA 1 kali dalam satu bulan terakhir paling banyak dengan tinggi badan yang pendek yaitu sebesar 73,3, balita yang menderita ISPA 2 kali
dalam satu bulan terakhir paling banyak dengan tinggi badan yang pendek yaitu sebesar 72,0, balita yang menderita ISPA 3 kali dalam satu bulan terakhir paling
banyak dengan tinggi badan yang normal 66,7 dan balita yang menderita ISPA lebih dari 3 kali dalam satu bulan terakhir memiliki tinggi badan yang pendek.
Berdasarkan hasil uji statistik dengan menggunakan uji Chi Square, diperoleh nilai p 0,05 yang berarti tidak ada hubungan yang signifikan antara frekuensi
kejadian ISPA dengan status gizi berdasarkan indeks TBU. Dari tabel 4.23 menunjukkan hubungan antara frekuensi kejadian ISPA
dengan status gizi pada anak balita berdasarkan indeks BBTB didapatkan bahwa balita yang menderita ISPA 1 kali dalam satu bulan terakhir paling banyak berstatus
gizi normal yaitu sebesar 77,8, balita yang menderita ISPA 2 kali dalam satu bulan terakhir paling banyak berstatus gizi normal yaitu sebesar 64,0, balita yang
menderita ISPA 3 kali dalam satu bulan terakhir paling banyak berstatus gizi normal yaitu sebesar 66,7, dan balita yang menderita ISPA lebih dari 3 kali dalam satu
bulan terakhir berstatus gizi yang normal. Berdasarkan hasil uji statistik dengan menggunakan uji Chi Square, diperoleh
nilai p 0,05 yang berati tidak ada hubungan yang signifikan antara frekuensi kejadian ISPA dengan status gizi berdasarkan indeks BBTB.
Universitas Sumatera Utara
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara frekuensi kejadian ISPA dengan status gizi pada anak balita berdasarkan
indeks BBU, TBU dan BBTB, hal ini mungkin disebabkan asupan gizi yang baik pada anak balita sehingga tidak mudah terserang oleh ISPA. Menurut Pudjiastuti
1998 bahwa anak yang menderita malnutrisi berat dan kronis lebih sering terkena ISPA dibandingkan dengan anak berat badan normal. Anak balita dengan status gizi
kurang yang tidak teratasi dalam waktu lama akan menjadi gizi buruk dan dapat terjadi kematian karena kurangnya daya tahan tubuh.
Anak balita yang menderita ISPA jika diberikan perawatan yang baik seperti vitamin dan perawatan waktu sakit yang baik dapat meningkatkan daya tahan tubuh
anak sehingga penyakit ISPA yang diderita tidak terlalu mempengaruhi status gizi anak balita.
Universitas Sumatera Utara
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan uraian pembahasan, maka dapat dikemukakan beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Status gizi anak balita menurut indeks BBU sebagian besar 68,9 status gizi berada dalam kategori baik, akan tetapi masih ditemukan anak balita dengan
status gizi kurang 31,1. Berdasarkan indeks TBU sebagian besar 71,6 berada dalam kategori tinggi badan yang pendek, dan hanya 28,4 yang berada
dalam kategori tinggi badan yang normal, dan berdasarkan indeks BBTB sebagian besar 73 berada dalam kategori normal, akan tetapi masih terdapat
anak balita dengan status gizi gemuk 21,6, kurus 2,7 dan kurus sekali 2,7.
2. Tingkat keparahan ISPA pada anak balita sebagian besar berkategori sedang 77.
3. Frekuensi kejadian ISPA pada anak balita sebagian besar menderita ISPA satu kali dalam satu bulan terakhir 60,8.
4. Tidak ada hubungan yang signifikan antara tingkat keparahan ISPA dengan status gizi pada anak balita berdasarkan indeks BBU, TBU dan BBTB.
5. Tidak ada hubungan yang signifikan antara frekuensi kejadian ISPA dengan status gizi pada anak balita berdasarkan indeks BBU, TBU dan BBTB.
Universitas Sumatera Utara