Hubungan Tingkat Keparahan ISPA dengan Status Gizi Pada Anak Balita

5.2.3 Indeks Berat Badan Menurut Tinggi Badan BBTB

Berat badan memiliki hubungan yang linear dengan tinggi badan. Dalam keadaan normal, perkembangan berat badan akan searah dengan pertumbuhan tinggi badan. Indeks BBTB merupakan indikator yang baik untuk menilai status gizi saat ini. Pada tabel 4.12 menunjukkan 73 anak balita mempunyai status gizi yang normal, 21,6 gemuk, 2,7 kurus dan 2,7 kurus sekali. Ini menunjukkan BBTB anak balita belum cukup baik karena masih ditemukan BBTB kurus, kurus sekali dan gemuk. Anak balita yang kurus dan kurus sekali kemungkinan mempunyai tinggi badan yang normal akan tetapi berat badannya kurang menurut tinggi badannya. Sedangkan anak balita yang gemuk kemungkinan tinggi badannya normal akan tetapi berat badannya lebih menurut tinggi badannya, atau memiliki tinggi badan yang kurang dan berat badan yang lebih menurut tinggi badannya.

5.3 Hubungan Tingkat Keparahan ISPA dengan Status Gizi Pada Anak Balita

Dari tabel 4.18 menunjukkan hubungan tingkat keparahan ISPA pada anak balita berdasarkan indeks BBU didapatkan bahwa balita yang menderita ISPA ringan paling banyak berstatus gizi yang baik yaitu sebesar 88,9, balita yang menderita ISPA sedang paling banyak bersatatus gizi baik yaitu sebesar 70,2 dan balita yang menderita ISPA berat paling banyak bersatatus gizi kurang yaitu sebesar 62,5. Berdasarkan hasil uji statistik dengan menggunakan uji Chi Square, ternyata tidak ada hubungan yang signifikan antara tingkat keparahan ISPA dengan status gizi berdasarkan indeks BBU. Hal ini mungkin disebabkan anak balita mendapatkan Universitas Sumatera Utara makanan dan gizi yang baik sehingga ISPA yang diderita tidak terlalu mempengaruhi status gizinya. Dari tabel 4.19 menunjukkan hubungan tingkat keparahan ISPA dengan status gizi pada anak balita berdasarkan indeks TBU didapatkan bahwa balita yang menderita ISPA Ringan paling banyak mempunyai tinggi badan yang normal yaitu sebesar 55,6, balita yang menderita ISPA Sedang paling banyak mempunyai tinggi badan yang pendek yaitu sebesar 73,7, dan balita yang menderita ISPA Berat paling banyak mempunyai tinggi badan yang pendek yaitu sebesar 87,5. Berdasarkan hasil uji statistik dengan menggunakan uji Chi Square, diperoleh bahwa nilai p 0,05 yang berarti tidak ada hubungan yang signifikan antara tingkat keparahan ISPA dengan status gizi berdasarkan indeks TBU. Dari tabel 4.20 menunjukkan hubungan tingkat keparahan ISPA dengan status gizi pada anak balita berdasarkan indeks BBTB didapatkan bahwa balita yang menderita ISPA Ringan paling banyak berstatus gizi yang normal yaitu sebesar 44,5, balita yang menderita ISPA Sedang paling banyak berstatus gizi normal yaitu sebesar 78,9, dan balita yang menderita ISPA Berat paling banyak berstatus gizi normal yaitu sebesar 62,5. Berdasarkan hasil uji statistik dengan menggunakan uji Chi Square, diperoleh nilai p 0,05 yang berarti tidak ada hubungan yang signifikan antara tingkat keparahan ISPA dengan status gizi berdasarkan indeks BBTB. Hasil penelitian yang menunjukkan tidak adanya hubungan antara tingkat keparahan ISPA dengan status gizi pada anak balita berdasarkan indeks BBU, TBU dan BBTB mungkin disebabkan asupan gizi yang baik yang diterima balita dari Universitas Sumatera Utara makanan sehingga status gizi anak balita tetap terjaga walaupun terserang oleh penyakit infeksi. Selain itu pengaruh lingkungan yang buruk lebih besar pengaruhnya menyebabkan anak balita menderita ISPA. Keadaan gizi yang baik pada anak balita dapat membantu balita sehingga tidak terserang oleh ISPA yang lebih berat, karena keadaan gizi yang buruk akan memperberat ISPA yang diderita oleh balita. Penelitian Gani 2003 dengan penelitian case control yang membuktikan adanya hubungan antara gizi buruk dengan kejadian ISPA. Menurut penelitian Kartasasmita 1993 bahwa gizi yang buruk atau kurang akan memperberat ISPA yang diderita balita.

5.4 Hubungan Frekuensi Kejadian ISPA dengan Status Gizi Pada Anak Balita

Dokumen yang terkait

Status Gizi dan Indeks Prestasi Anak SD Negeri No. 173441 Menurut Tahun Kelahiran Sebelum dan Saat Serta Sesudah Krisis Moneter di Kecamatan Onan Ganjang Kabupaten Humbang Hasundutan Tahun 2006

0 32 81

Hubungan Antara Status Ibu Bekerja atau Ibu TidakBekerja Dengan Status Gizi Anak Balita di Kecamatan Medan Tembung.

5 42 70

Perbedaan Status Gizi Balita yang Berada di Wilayah Kerja Posyandu Madya dengan Posyandu Purnama di Kelurahan Padang Bulan Kecamatan Medan Baru

2 54 72

Gambaran Kecenderungan Status Gizi Anak Baru Masuk Sekolah Dasar Di Kecamatan Medan Sunggal Tahun 2007-2010

2 41 132

Status Gizi Balita Berdasarkan Indikator Keluarga Sadar Gizi (Kadarzi) Di Kelurahan Labuhan Deli Medan Marelan Tahun 2009

2 73 101

HUBUNGAN ANTARA KEJADIAN DIARE DENGAN STATUS GIZI ANAK BALITA DI KELURAHAN BEKONANG KECAMATAN MOJOLABAN KABUPATEN SUKOHARJO.

0 0 6

HUBUNGAN KESAKITAN ISPA DAN DIARE DENGAN STATUS GIZI ANAK BALITA DI DESA SELODOKO KECAMATAN AMPEL Hubungan Kesakitan ISPA dan Diare dengan Status Gizi Anak Balita di Desa Selodoko Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali.

0 1 17

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN GIZI IBU, TINGKAT KONSUMSI PANGAN DENGAN STATUS GIZI ANAK DI BAWAH DUA TAHUN DI Hubungan Antara Pengetahuan Gizi Ibu, Tingkat Konsumsi Pangan Dengan Status Gizi Anak Di Bawah Dua Tahun Di Kelurahan Kestalan Kecamatan Banjarsa

0 1 16

HUBUNGAN FREKUENSI BERULANGNYA ISPA DENGAN STATUS GIZI BALITA DI KELURAHAN JEBRES SURAKARTA.

0 0 1

Hubungan Frekuensi Berulangnya ISPA dengan Status Gizi Balita di Kelurahan Jebres Surakarta IMG 20160222 0001

0 0 1