Pengukuran Risiko Operasional Dengan Pendekatan Bayesian Bootstrapping

(1)

OLEH

JULFIANI

090823051

DEPARTEMEN MATEMATIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2011

PENGUKURAN RISIKO OPERASIONAL DENGAN PENDEKATAN

BAYESIAN BOOTSTRAPPING


(2)

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains

JULFIANI

090823051

DEPARTEMEN MATEMATIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2011


(3)

PERNYATAAN

PENGUKURAN RISIKO OPERASIONAL DENGAN PENDEKATAN BAYESIAN BOOTSTRAPPING

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yamg masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Juni 2011

Julfiani 090823051


(4)

PERSETUJUAN

Judul : PENGUKURAN RISIKO OPERASIONAL DENGAN

PENDEKATAN BAYESIAN BOOTSTRAPPING Kategori : SKRIPSI

Nama : JULFIANI Nomor Induk Mahasiswa : 090823051

Program Studi : SARJANA (S1) MATEMATIKA Departemen : MATEMATIKA

Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM (FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Diluluskan di Medan, Juli 2011 Komisi Pembimbing :

Pembimbing 2, Pembimbing 1,

Syahrial Lubis, S.Si, M.Si Prof.Dr.Drs.Iryanto, M.Si NIP.194604041971071001 Diketahui/Disetujui oleh

Departemen Matematika FMIPA USU Ketua,

Prof. Dr. Tulus, M.Si NIP. 196209011988031002


(5)

PENGHARGAAN

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan penulis kekuatan dan semangat sehingga penyusunan Skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik dan tepat waktu. Serta salawat dan salam kepada Rasulullah Muhammad SAW sebagai pemimpin umat yang telah meninggalkan pedoman yang mulia dalam bentuk Al-Qur’an dan sunnah beliau.

Selama proses penyusunan ini, telah banyak bantuan, nasehat, dan bimbingan yang penulis terima demi selesainya skripsi ini. Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya terutama kepada Ibunda tercinta Hj.Hasraini, Ayahanda tercinta Drs.H.Taswir Pasaribu dan Kakanda tersayang Wirdatul Aini serta Adinda Delvi Dawati dan Sri Dewi yang telah memberikan dukungan sehingga skripsi ini selesai.

Selanjutnya penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Sutarman, M.Sc selaku Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara, Bapak Prof. Dr. Tulus, M.Si dan Ibu Dra. Mardiningsih, M.Si selaku Ketua dan Sekretaris Departemen Matematika di FMIPA USU. Bapak Drs. Pangarapen Bangun, M.Si selaku Ketua Pelaksana Jurusan Program S1 Statistika Ekstensi. Bapak Prof.Dr.Drs.Iryanto, M.Si dan Bapak Syahrial Lubis, S.Si, M,Si selaku dosen Pembimbing I dan Pembimbing II yang telah bersedia memberikan arahan, bimbingan, dan petunjuk kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Bapak Drs.Henry Rani Sitepu, M. Si dan Bapak Drs. Suwarno Ariswoyo, M. Si selaku Dosen Penguji I dan Penguji II pada ujian sarjana saya. Serta seluruh staf pengajar Matematika di FMIPA USU beserta pegawai dan teman-teman kuliah.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih banyak terdapat kekurangan. Untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun. Semoga penulisan skripsi ini dapat memberikan manfaat dan berguna bagi pembaca dan penulis. Akhir kata penulis mengucapkan banyak terima kasih.


(6)

ABSTRAK

Manajemen risiko adalah proses pengelolaan risiko yang mencakup identifikasi, evaluasi dan pengendalian risiko yang dapat mengancam kelangsungan aktivitas usaha. Risiko operasional sebagai salah satu elemen risiko sangat mempengaruhi kinerja perusahaan. Riset membuktikan bahwa 83% responden mengkaji strategi risiko operasional dengan maksud untuk meningkatkan level performansi perusahaan. Managemen risiko operasional melalui tiga tahapan penting dimulai dari identifikasi risiko, pengukuran risiko serta pengendalian risiko. Basel Committe on Banking Supervision (BCBS) adalah komite 13 negara yang dibentuk untuk mempromosikan penanganan konsisten terhadap risiko-risiko yang dihadapi oleh bank .Salah satu kerangka Basel menjelaskan tentang AMA (Advance Measurement Approach) yang sedianya digunakan untuk mengukur risiko operasional. Penggunaan metode AMA sebagai metode pengukuran kuantitatif lebih menekankan pada analisis kerugian operasional. Besarnya potensi kerugian risiko operasional dengan pendekatan Bayesian Bootstrapping pada level 95% pada contoh yang dikemukakan didapatlah potensi kerugian optimal sebesar Rp. 177.406,32.


(7)

OPERATIONAL RISK MEASUREMENT WITH APPROACH BAYESIAN BOOTSTRAPPING APPROACH

ABSTRACT

Risk management is risk management process that includes identification, evaluation and control of risks that could threaten the sustainability of business activities. Operational risk as one of the element of risk proved to be an essential element of daily operationa l job. Research shows that 83% of respondent use operational risk Management (ORM) as a tool to improve their companys performance level. operational risk Management (ORM) develop three important phase started from risk identification, risk assessment and risk mitigation. Basel Committe on Banking Supervision (BCBS) is a committe of 13 countries established to promote consistent risk mitigation on bank. On of the Basel framework provide information of AMA (Advance Measurement Approach) that can be used as quantification tools for operation risk assessment. AMA method is needed as quantification more emphasize to operational loss analisys. The cost of operational risk loss potential with Bayesian Bootstrapping approach in level 95% for example is Rp. 177.406,32.


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

Persetujuan i

Penghargaan ii

Abstrak iii

Abstract iv

Daftar Isi v

Daftar Tabel vi

Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang 1

1.2 Perumusan Masalah 2

1.3 Tinjauan Pustaka 3

1.4 Tujuan Penelitian 5

1.5 Kontribusi Penelitian 5

1.6 Metode Penelitian 6

Bab 2 Landasan Teori 2.1 Peluang 7

2.2 Peluang Bersyarat (Conditional Probability) 8

2.3 Teorema Bayes 8

2.4 Bootstrapping 11

2.4.1 Bootstrap Untuk Data Independen 11

2.4.2 Bootstrap Untuk Data Dependen 11

2.4.3 Bayesian Bootstrapping 12

2.5 Manajemen Risiko Operasional 2.5.1 Definisi 13

2.5.2 Kejadian Risiko Operasional 14

2.5.3 Expected Loss dan Unexpected Loss 15

2.5.4 Kategori Kejadian Risiko Operasional 16

2.6 Pengukuran Risiko Operasional 17

2.6.1 Basic Indicator Approach (BIA) 17

2.6.2 Standardized Approach 18


(9)

2.7 Sifat-sifat Deskriptif Statistik 20 2.7.1 Distribusi Frekuensi Kerugian Operasional 20

2.9.1.1 Distribusi Binomial 20

2.8 Model Value at Risk 21

2.8.1 Variabel Value at Risk 21

2.8.2 Model Perhitungan VaR 22

Bab 3 Pembahasan

3.1 Pendekatan Perhitungan Operasional 23

3.2 Pengukuran Risiko Operasional dengan Teorema Bayes 23 3.3 Pengukuran Risiko Operasional dengan Teorema Bayesian Bootstrapping 27 Bab 4 Penutup

4.1 Kesimpulan 31

4.2 Saran 31


(10)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 3.1 Matriks Kerugian karena Kegagalan Sistem Komputer 25 Tabel 3.2 Perhitungan Postorior Probability dengan Teorema Bayes 26 Tabel 3.3 VaR dengan Bayesian Bootstrapping 29


(11)

ABSTRAK

Manajemen risiko adalah proses pengelolaan risiko yang mencakup identifikasi, evaluasi dan pengendalian risiko yang dapat mengancam kelangsungan aktivitas usaha. Risiko operasional sebagai salah satu elemen risiko sangat mempengaruhi kinerja perusahaan. Riset membuktikan bahwa 83% responden mengkaji strategi risiko operasional dengan maksud untuk meningkatkan level performansi perusahaan. Managemen risiko operasional melalui tiga tahapan penting dimulai dari identifikasi risiko, pengukuran risiko serta pengendalian risiko. Basel Committe on Banking Supervision (BCBS) adalah komite 13 negara yang dibentuk untuk mempromosikan penanganan konsisten terhadap risiko-risiko yang dihadapi oleh bank .Salah satu kerangka Basel menjelaskan tentang AMA (Advance Measurement Approach) yang sedianya digunakan untuk mengukur risiko operasional. Penggunaan metode AMA sebagai metode pengukuran kuantitatif lebih menekankan pada analisis kerugian operasional. Besarnya potensi kerugian risiko operasional dengan pendekatan Bayesian Bootstrapping pada level 95% pada contoh yang dikemukakan didapatlah potensi kerugian optimal sebesar Rp. 177.406,32.


(12)

OPERATIONAL RISK MEASUREMENT WITH APPROACH BAYESIAN BOOTSTRAPPING APPROACH

ABSTRACT

Risk management is risk management process that includes identification, evaluation and control of risks that could threaten the sustainability of business activities. Operational risk as one of the element of risk proved to be an essential element of daily operationa l job. Research shows that 83% of respondent use operational risk Management (ORM) as a tool to improve their companys performance level. operational risk Management (ORM) develop three important phase started from risk identification, risk assessment and risk mitigation. Basel Committe on Banking Supervision (BCBS) is a committe of 13 countries established to promote consistent risk mitigation on bank. On of the Basel framework provide information of AMA (Advance Measurement Approach) that can be used as quantification tools for operation risk assessment. AMA method is needed as quantification more emphasize to operational loss analisys. The cost of operational risk loss potential with Bayesian Bootstrapping approach in level 95% for example is Rp. 177.406,32.


(13)

Bab 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Perbankan adalah industri yang syarat dengan risiko. Mulai dari pengumpulan dana sebagai sumber liabilitas, hingga penyaluran dana pada aktiva produktif. Berbagai kegiatan jasa yang ditawarkan bank tidak luput dari risiko. Masalahnya adalah apakah lindung nilai dan mitigasi dapat menjamin keselamatan bank dari risiko yang mungkin terjadi. Bank itu sendiri memiliki pengertian sebagai lembaga yang diberikan izin oleh otoritas perbankan untuk menerima simpanan, memberikan kredit dan menerima serta menerbitkan cek (Kasmir,2007).

Risiko dalam konteks perbankan merupakan suatu kejadian potensial, baik yang dapat diperkirakan (anticipated) maupun yang tidak diperkirakan (unanticipated) yang berdampak negatif terhadap pendapatan dan permodalan Bank.

Salah satu risiko yang wajib dikelola bank adalah risiko operasional. Risiko Operasional adalah risiko kerugian yang timbul karena ketidakcukupan atau kegagalan proses internal, sumber daya manusia, dan sistem yang gagal atau dari peristiwa eksternal. Metode perhitungan nilai risiko yang berkembang saat ini hanya dapat diaplikasikan pada industri perbankan, karena menggunakan parameter serta variabel gross income yang hanya sesuai dengan business line perbankan contohnya menggunakan pendekatan-pendekatan seperti Basic Indicator Approach (BIA), Standardized Approach (SA) yang tidak dapat menggambarkan secara nyata potensi kerugian yang dialami suatu industri. Untuk itu Bank harus dapat mengembangkan sendiri model pengukuran berapa besar perusahaan dapat menyerap kerugian akibat suatu risiko operasional dengan derajat kepercayaan


(14)

tertentu yang cocok dengan karakteristik usahanya yang disebut dengan metode Advanced Measurement Approach (AMA). Fungsi AMA adalah sebagai terstandardisasi dasar yang mengizinkan suatu bank untuk menggunakan model internal yang dimiliki. Pendekatan AMA lebih menekankan pada analisis kerugian operasional. Karena itu, bagi perusahaan yang ingin menerapkan model AMA dalam pengukuran risiko operasional harus mempunyai database kerugian operasional sekurang-kurangnya dua hingga lima tahun ke belakang. Model ini juga mempunyai teknologi yang tinggi sehingga dapat menangkap, menyeleksi, dan melaporkan informasi risiko operasional.

Dalam wadah organisasi, pengambilan keputusan merupakan fungsi utama seorang manajer atau administrator. Kegiatan pengambilan keputusan meliputi pengidentifikasian masalah, pencarian alternatif penyelesaian masalah, evaluasi dari alternatif-alternatif tersebut dan pemilihan alternatif keputusan yang terbaik. Pengambilan keputusan diperlukan pada semua tahap kegiatan administrasi dan manajemen termasuk yang berkaitan dengan proses internal, sumber daya manusia, dan sistem yang gagal atau dari peristiwa eksternal yang kesemuanya berkaitan dengan risiko operasional. Dalam pengambilan keputusan mencakup kegiatan identifikasi masalah, perumusan dan

pemilihan alternatif keputusan berdasarkan perhitungan konsekuensi dan berbagai dampak yang mungkin timbul dalam rangka mengendalikan usaha sesuai dengan rencana dan kondisi yang ada.

1.2. PERUMUSAN MASALAH

Pada penelitian ini rumusan masalah yang akan dibahas adalah bagaimana menggunakan pendekatan Bayesian Bootstrapping dalam mengukur cadangan modal / pembebanan untuk meng-cover risiko operasional.


(15)

1.3. TINJAUAN PUSTAKA

Setiap kasus pengambilan keputusan memerlukan informasi untuk menentukan peluang prior suatu peristiwa akan terjadi. Dalam pengambilan keputusan dengan Teorema Bayes setiap informasi mempunyai nilai tersendiri untuk menentukan peluang prior sebagai informasi baru. Peluang yang telah diperbaharui (direvisi) ini disebut peluang posterior. Pada suatu kejadian dimana pada suatu percobaan yang menghasilkan 2 kemungkinan peristiwa yang terjadi, yaitu peristiwa A dan peristiwa B dengan syarat kedua peristiwa tersebut dependent satu sama lain, maka terjadinya peristiwa A akan berpengaruh terhadap peluang terjadinya peristiwa B. Misalkan A1, A2,…, An adalah kelompok

kejadian yang mutually exclusive (dua kejadian yang tidak dapat terjadi bersamaan) dan exhaustive (lengkap) merupakan kombinasi dari 2 kejadian keseluruhannya yang merupakan peluang prior. Dimana B merupakan informasi tambahan yang berpengaruh terhadap kejadian A, Maka peluang Ai terjadi dengan syarat kejadian B telah terjadi

terlebih dahulu dituliskan P(AiB). Peluang posterior P(AiB) menunjukkan besarnya

peluang terjadinya suatu peristiwa Ak sebagai akibat dari adanya informasi hasil

percobaan B. Nilai peluangnya adalah :

k i i i i i i A P A B P A P A B P B A P 1

Peluang P(A Bi) adalah peluang bersyarat dari percobaan informasi eksperimental A

apabila terjadi peristiwa Bi dan peluang P(Bi) adalah peluang priori.

Teorema Bayes merupakan salah satu pendekatan pengukuran risiko operasional AMA. Pendekatan teorema Bayes sendiri didasarkan pada perhitungan probabilita kondisional, yaitu probabilita terjadinya suatu peristiwa A dengan kondisi peristiwa B terjadi. Dalam pengukuran risiko operasional dengan pendekatan teorema Bayes diperlukan beberapa komponen sebagai berikut.


(16)

1. Suatu informasi yang menyatakan hubungan antara suatu peristiwa dengan peristiwa yang lain

2. Suatu peluang yang menyatakan informasi hubungan keterikatan antara peristiwa 3. Teorema Bayes yang diterapkan secara resursive untuk menentukan besarnya

peluang suatuperistiwa kondisional terhadap terjadinya suatu peristiwayang lain.

Teori probabilita dapat digunakan untuk membantu menentukan karakteristik dari indikator risiko, baik jumlah frekuensi maupun severitas kerugian risiko operasional. Peluang dari terjadinya suatu peristiwa atau peluang peristiwa A secara umum dinyatakan sebagai P(A) yang nilainya antara 0 dan 1 atau dinyatakan sebagai 0 ≤ P(A) ≤ 1. Peristiwa bukan peristiwa A adalah peristiwa yang bersifat complementary dan karenanya peluang bukan peristiwa A dinyatakan sebagai P(A) = 1 – P(A).

(Muslich, 2007)

Bootstrapping untuk teorema Bayes dapat digunakan untuk mengukur potensi kerugian risiko operasional. Prosedur untuk melakukan estimasi potensi kerugian risiko operasional dengan Bayesian Bootstrapping dapat dilakukan sebagai berikut

a. Dibuat variabel random uniform dengan interval (0,1) sebanyak n-1.

b. Data random uniform u1,…un-1 diurutkan meningkat dengan x0 = 0 dan un = 1.

c. Dibuat gap diantara bilangan random uniform sehingga gi = ui– ui-1 untuk

i = 1,2,…n.

d. Vektor g = (g1,…gn) digunakan sebagai probabilita untuk sampel Bayesian

Bootstrapping. (King, Jack L,2001)

Untuk menghitung besarnya potensi kerugian operasional value at risk dengan pendekatan Bayesian Bootstrapping dipergunakan rumus sebagai berikut:


(17)

p

Xp 1 ln

Keterangan:

Xp = operasional value at risk μ = rata-rata

σ = simpangan baku ξ = kemiringan

p = selang kepercayaan (Muslich,2007)

1.4. TUJUAN PENELITIAN

Penelitian ini bertujuan untuk mengukur jumlah kerugian risiko operasional menggunakan model OpVaR dengan pendekatan Bayesian Bootstrapping.

1.5. KONTRIBUSI PENELITIAN

Kontribusi dari penelitian yang diharapkan adalah:

1. Secara teoritis akan memberikan tambahan wawasan terhadap ilmu manajemen risiko operasional terutama dalam pengukuran risiko dengan pendekatan Bayesian Bootstrapping.

2. Bermanfaat untuk bidang ilmu yang berkaitan dengan Bayesian Theorem seperti bidang perbankan, industri dan lain-lain.


(18)

1.6. METODE PENELITIAN

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

a. Mengumpulkan referensi yang berkaitan dengan penelitian yang dilakukan baik berupa buku, tulisan maupun jurnal.

b. Menjelaskan tentang latar belakang dari penulisan, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan-batasan yang digunakan, dan penggunaan asumsi yang diperlukan, serta sistematika penulisan yang membahas tentang metodologi yang digunakan dalam pelaksanaan penelitian.

c. Melakukan studi literatur dengan membahas teori-teori yang berkaitan dengan manajemen risiko operasional, teorema Bayesian dan Bootstrapping serta teori-teori lainnya yang mendukung penelitian ini.

d. Menjelaskan tentang langkah – langkah dalam mengembangkan model yang merupakan fokus utama dalam penelitian ini. Data yang diperoleh pada bab ini digunakan untuk memberikan input atau masukan data awal yang akan diolah dalam tahapan penelitian selanjutnya. Kemudian data tersebut akan diolah dengan metode yang dikembangkan dalam rangka penyelesaian permasalahan dalam penelitian ini.

e. Analisa dan pembahasan terhadap hasil pengembangan model serta solusi optimal yang didapat

f. Mengambil kesimpulan dari analisa yang diperoleh dan memberikan saran yang berguna bagi pengguna hasil penelitian ini maupun untuk penelitian selanjutnya.


(19)

Bab 2

LANDASAN TEORI

2.1. Peluang

Peluang adalah suatu nilai untuk mengukur tingkat kemungkinan terjadinya suatu kejadian yang tidak pasti (uncertainty event). Menurut Sudjana (1992), peluang merupakan suatu peristiwa yang terjadi dibandingkan dengan banyaknya peristiwa. Misalnya bahwa suatu peristiwa (A) dapat terjadi dengan n(A) cara dari n(S) kemungkinan cara yang sama, maka peluang kejadian A sukses adalah:

S n A n A P

Peluang dari kejadian A yang gagal adalah: A P S n A n A

P c 1 1

Atau P Ac 1 P A

Jumlah dari peluang untuk mendapatkan sukses dan peluang untuk gagal adalah selalu sama dengan 1 atau dapat ditulis:

1 c A P A P Gagal P Sukses P

Besarnya nilai kemungkinan bagi munculnya suatu kejadian adalah selalu diantara nol dan satu. Pernyataan ini dapat dituliskan sebagai 0 ≤ P(A) ≤ 1, dimana P(A) menyatakan nilai kemungkinan bagi munculnya kejadian A. Jika terdapat dua kejadian yang bersifat mutually exclusive, maka probabilita terjadinya kejadian A atau terjadinya kejadian B adalah jumlah dari P(A) dan P(B). Dengan kata lain, terjadinya kejadian A


(20)

atau kejadian B adalah sama dengan satu. Dalam probabilita kondisional terjadinya kejadian A dikondisikan dengan terjadinya kejadian B dahulu. Probabilita kondisional terjadinya kejadian A dengan kondisi terjadinya kejadian B dinyatakan dengan rumus sebagai berikut:

B P

A P A B P B A P

2.2. Peluang Bersyarat (Conditional Probability)

Pada suatu percobaan akan menghasilkan dua atau lebih kemungkinan peristiwa yang akan terjadi. Peluang akan terjadinya peristiwa B dengan syarat peristiwa A telah terjadi terlebih dahulu adalah:

A P

B A P A B P

A P

B P A

P .

Yang menyatakan bahwa:

P(B A) = peluang peristiwa B terjadi dengan syarat peristiwa A terjadi lebih dahulu P(A B) = peluang peristiwa A dan peristiwa B terjadi bersamaan

P(A) = peluang terjadinya peristiwa A

2.3. Teorema Bayes

Teorema Bayes dikemukakan oleh seorang pendeta presbyterian Inggris pada tahun 1763 yang bernama Thomas Bayes. Teorema Bayes digunakan untuk menghitung probabilitas terjadinya suatu peristiwa berdasarkan pengaruh yang didapat dari hasil observasi.


(21)

Antara Teorema Bayes dengan teori peluang terdapat hubungan yang sangat erat, karena untuk membuktikan Teorema Bayes tidak terlepas dari penggunaan teori peluang, dengan kata lain teori peluang adalah konsep dasar bagi Teorema Bayes.

Teorema Bayes menerangkan hubungan antara probabilitas terjadinya peristiwa A dengan syarat peristiwa B telah terjadi dan probabilitas terjadinya peristiwa B dengan syarat peristiwa A telah terjadi. Teorema ini didasarkan pada prinsip bahwa tambahan informasi dapat memperbaiki probabilitas. Teorema Bayes ini bermanfaat untuk mengubah atau memutakhirkan (meng-update) probabilitas yang dihitung dengan tersedianya data dan informasi tambahan.

Syarat-syarat Teorema Bayes bisa digunakan untuk menentukan pengambilan keputusan, yaitu (Ferry N. Idroes, 2008):

a. Berada pada kondisi ketidakpastian (adanya alternative tindakan) b. Peluang prior diketahui dan peluang posterior dapat ditentukan c. Peluangnya mempunyai nilai antara nol dan satu.

Sesuai dengan probabilitas subyektif, bila seseorang mengamati kejadian B dan mempunyai keyakinan bahwa ada kemungkinan B akan muncul, maka probabilitas B disebut probabilitas prior. Setelah ada informasi tambahan bahwa misalnya kejadian A telah muncul, mungkin akan terjadi perubahan terhadap perkiraan semula mengenai kemungkinan B untuk muncul. Probabilitas untuk B sekarang adalah probabilitas bersyarat akibat A dan disebut sebagai probabilitas posterior. Teorema Bayes merupakan mekanisme untuk memperbaharui probabilitas dari prior menjadi probabilitas posterior.

Teorema Bayes dapat diperoleh dari konsep teori peluang bahwa rumus Teorema Bayes adalah sebagai berikut: Andaikan S menyatakan ruang sampel dari beberapa percobaan dan k adalah kejadian Ai,…,Ak dalam S sedemikian hingga Ai,…,Ak saling

asing dan

k

i

i S

A 1

. Sehingga dapat dikatakan kejadian k tersebut membentuk partisi atau bagian dari S. jika k kejadian Ai,…,Ak membentuk sebuah partisi dari S dan jika B


(22)

adalah kejadian lain dalam S, maka kejadian akan membentuk partisi atau bagian untuk B. k i i i i i i A P A B P A P A B P B A P 1 Keterangan:

P(Ai B) = Peristiwa A akan terjadi dengan syarat peristiwa B terjadi lebih dulu

P(Ai) = Peluang peristiwa A

P(B Ai) = Peristiwa B akan terjadi dengan syarat peristiwa A terjadi lebih dulu

P(B) = Peluang peristiwa B

Bukti: B P B A P B A P i i B A P B A P B A P B A P B A P i i i ... 2 1 Dengan: k i i

i P BA

A P B P 1 i i

i B P A P BA

A P k i i i i i B A P A B P A P B A P 1 Maka didapat: k i i i i i i A B P A P A B P A P B A P 1


(23)

2.4. Bootstrapping

Pada saat ini Bootstrap sudah menjadi metode standard dalam ilmu statistika modern. Ide dasar dari Bootstrap adalah membangun data bayangan (pseudo data) dengan menggunakan informasi dari data asli. Namun demikian, penulis tetap harus memperhatikan sifat-sifat dari data asli tersebut, sehingga data bayangan akan memiliki karakteristik semirip mungkin dengan data asli.

2.4.1. Bootstrap Untuk Data Independen

Bootstrap merupakan metode simulasi yang berbasis pada data dan seringkali digunakan sebagai alat dalam statistika inferensia. Penggunaan kata Bootstrap ini diambil dari frase

to pull oneself up by one’s bootstrap” (Efron, Tibshirani, 1993). Resampling untuk data independen (iid-independent identical distributed) merupakan metode Bootstrap yang paling sederhana. Misalkan X1, X2,…, Xn yang berdistribusi P. Resample untuk data iid

dilakukan dengan cara melakukan pengambilan sampel dari data asli secara acak dengan pengembalian (replacing sample).

2.4.2. Bootstrap Untuk Data Dependen

Bootstrap untuk data dependen merupakan area riset yang sangat berkembang. Resampling pada data dependen harus dibangun sedemikian rupa sehingga struktur ketergantungan antara data tidak hilang. Salah satu aplikasi dari Bootstrap dari data dependen ini adalah untuk mencari selang kepercayaan dari parameter-parameter model peramalan yang bersesuaian. Adapun langkah-langkah yang dilakukan untuk melakukan metode Bootstrap adalah sebagai berikut:


(24)

1. Memberikan nilai indeks 1 sampai n pada error hasil peramalan. Melakukan resampling dengan pengembalian pada index error. Kemudian index error diganti dengan nilai error sebenarnya.

2. Menggunakan hasil perhitungan error pada langkah 1 untuk membangun sejumlah 1000 sampel bootstrap error. Masing-masing sampel berisi n buah random sampling error.

3. Membangun 1000 time series baru

4. Mengestimasi nilai-nilai parameter time series baru yang dibangun pada langkah 3. Parameter yang dihasilkan adalah parameter yang baru dan berjumlah 1000 buah

5. Melakukan pengurutan nilai-nilai parameter dari yang terkecil hingga yang terbesar.

6. Memperoleh 95% confidence interval dengan cara membuang sejumlah 2,5% pada urutan parameter bagian atas dan sejumlah 2,5% pada urutan parameter bagian bawah. Parameter yang baru memiliki tingkat kepercayaan 95%.

2.4.3. Bayesian Bootstrapping

Bootstrapping untuk teorema Bayes dapat digunakan untuk mengukur potensi kerugian risiko operasional. Pendekatan ini dikembangkan untuk menunjukkan bagaimana pengukuran risiko operasional teorema Bayes dapat diestimasi dengan pendekatan bootstrapping. Untuk menghitung besarnya potensi kerugian operasional value at risk dengan pendekatan Bayesian Bootstrapping dipergunakan rumus sebagai berikut:

p

Xp 1 ln

Keterangan:


(25)

μ = rata-rata

σ = simpangan baku ξ = kemiringan

p = selang kepercayaan (Muslich,2007) Dengan n x x n i i 1 1 1 2 2 n x x n i i 3 2 1 x x n n n i

2.5. Manajemen Risiko Operasional

2.5.1. Definisi

Manajemen risiko operasional merupakan serangkaian prosedur dan metodologi yang digunakan untuk mengidentifikasi, mengukur, memantau dan mengendalikan risiko pasar yang timbul dari kegiatan usaha bank. Bagi perbankan, penerapan manajemen risiko dapat meningkatkan shareholder, memberikan gambaran kepada pengelola bank mengenai kemungkinan kerugian bank di masa datang, meningkatkan metode dan proses pengambilan keputusan yang didasarkan pada ketersediaan informasi yang digunakan untuk menilai risiko.

Bagi otoritas pengawasan bank, penerapan manajemen risiko akan mempermudah penilaian terhadap kemungkinan kerugian yang dihadapi bank yang dapat mempengaruhi


(26)

permodalan bank dan sebagai salah satu dasar penilaian dalam menetapkan strategi dan fokus pengawasan bank. Adapun tahap evolusi manajemen risiko operasional dibagi menjadi empat tahap, yaitu:

a. Identifikasi dan pengumpulan data

Dalam tahap ini perusahaan perlu melakukan mapping berbagai risiko operasional yang ada dalam perusahaan dan menciptakan suatu proses untuk mengumpulkan dan menjumlahkan data kerugian.

b. Penyusunan metrics dan tracking

Dalam tahap ini perusahaan perlu menyusun metric dan key risk indicator untuk tiap risiko operasional yang telah diidentifikasi dalam tahap sebelumnya. Dalam penyusunan ini termasuk pula penyusunan sistem tracking data dan informasi frekuensi dan severitas suatu risiko tertentu.

c. Pengukuran

Dalam tahap ini perusahaan perlu menyusun suatu metode untuk kuantifikasi risiko operasional dari semua unit kerja.

d. Manajemen

Dalam tahap ini perusahaan perlu melakukan konsolidasi hasil yang diperoleh dari tahap tiga untuk mendapatkan perhitungan alokasi modal untuk menutup kerugian risiko operasional dan analisis kinerja berbasis risiko dan redistribusi portofolio untuk menyesuaikan profil risiko perusahaan yang diinginkan.


(27)

2.5.2. Kejadian Risiko Operasional

Risiko operasional sangat terkait dengan banyaknya masalah yang timbul karena kelemahan proses di dalam bank. Namun demikian, risiko operasional tidak hanya terdapat pada bank saja, tetapi pada setiap jenis usaha. Risiko operasional merupakan risiko yang penting yang dapat mempengaruhi nasabah secara harian. Itu sebabnya mengapa bank meningkatkan fokus perhatiannya pada proses, prosedur dan pengawasan yang sejalan dengan risiko operasional.

Lembaga Pengawas Perbankan telah mendorong bank-bank untuk melihat proses operasional seluas mungkin dan mempertimbangkan events yang memiliki frekuensi rendah tetapi memiliki dampak yang tinggi (low frequency/high impact) selain risiko kredit dan risiko pasar.

Kejadian risiko operasional dikelompokkan dalam dua faktor yaitu frekuensi dan dampak. Frekuensi adalah seberapa sering suatu peristiwa operasional itu terjadi, sedangkan dampak adalah jumlah kerugian yang timbul dari peristiwa tersebut. Pengelompokkan risiko operasional didasarkan pada seberapa sering peristiwa terjadi dan dampak kerugian yang ditimbulkan (severity). Misalkan ada empat jenis kejadian operasional (events), yaitu:

a. Low Frequency/High Impact (LFHI) b. High Frequency/High Impact (HFHI) c. Low Frequency/Low Impact (LFLI) d. High Frequency/Low Impact (HFHI)

Secara umum manajemen risiko operasional memfokuskan kepada dua jenis kejadian, yaitu low frequency/high impact (LFHI) dan high frequency/low impact (HFLI). LFHI sangat sulit untuk dipahami dan diprediksi serta memiliki potensi untuk menghancurkan bank. Sedangkan HFLI dikelola dengan meningkatkan efisiensi usaha,


(28)

Bank mengabaikan suatu kejadian yang memiliki low frequency/low impact (LFLI) karena membutuhkan biaya yang lebih besar untuk mengelola dan memantau dibandingankan dengan tingkat kerugian yang timbul bila terjadi. Sedangkan high frequency/high impact (HFHI) tidak relevan karena bila kejadian ini terjadi bank secara cepat akan menderita kerugian yang besar dan harus menghentikan usahanya. Kerugian ini juga tidak berkelanjutan dan pengawasan bank akan mengambil langkah-langkah untuk menyelesaikan praktik-praktik bisnis yang buruk.

2.5.3. Expected Loss dan Unexpected Loss

Pada saat menghitung kebutuhan modal risiko operasional, bank diwajibkan menghitung berdasarkan kepada expected loss dan unexpected loss. Expected Loss adalah kerugian yang terjadi dalam operasional bank secara normal atau dapat disederhanakan sebagai

“the lost ofdoing business”. Karenanya bank berasumsi bahwa kerugian ini merupakan bagian dari operasional bank. Beberapa bank juga telah memasukkan expected loss dalam struktur harga produk. Bila suatu bank dapat membuktikan kepada lembaga pengawas bahwa bank telah menghitung expected loss, maka expected loss itu tidak perlu dihitung lagi dalam perhitungan modal regulasi. Dalam hal ini modal regulasi risiko bank sama dengan unexpected loss.

Bank menggunakan metode statistik dalam memprediksikan expected loss di masa yang akan datang dengan menggunakan data dan pengalaman di masa yang lalu. Metode sederhana untuk menghitung expected loss adalah dengan menggunakan nilai rata-rata (mean) dari kerugian aktual dalam suatu periode tertentu. Unexpected loss adalah kerugian yang berasal dari even yang tidak diharapkan terjadi atau suatu peristiwa ekstrim dan memiliki probabilitas terjadinya sangat rendah. Unexpected loss secara tipikal berasal dari even yang memiliki low frequency/high impact.


(29)

Bank berusaha untuk memprediksi unexpected loss dengan menggunakan statistik sama seperti dalam expected loss. Unexpected loss dihitung dengan menggunakan data dan pengalaman internal bank. Untuk menghitung unexpected loss bank dapat menggunakan

a. Data internal yang tersedia b. Data eksternal dari bank lain

c. Data dari scenario risiko operasional

Untuk menghitung expected loss dan unexpected loss dalam Bassel II, bank diwajibkan untuk memiliki data historis kerugian risiko operasional internal dan eksternal yang mencakup definisi-definisi risiko operasional yang berbeda dan berbagai macam kategori. Untuk memastikan pendekatan yang konsisten diantara bank-bank, Basel II Accord menetapkan suatu set definisi jenis-jenis kerugian operasional.

2.5.4. Kategori Kejadian Risiko Operasional

Cara yang paling mudah untuk memahami risiko operasional di bank adalah dengan mengkategorikan risiko operasional sebagai risiko. Oleh karena itu, pemahaman mengenai kejadian operasional yang dapat menyebabkan kerugian dapat dilakukan dengan cara mengelompokkan risiko operasional ke dalam sejumlah kategori kejadian risiko yang didasarkan pada penyebab utama kejadian risiko. Risiko operasional selanjutnya dapat dibagi dalam beberapa subkategori seperti risiko yang melekat pada:

a. Risiko proses internal b. Risiko manusia c. Risiko sistem


(30)

2.6. Pengukuran Risiko Operasional

Basel II Accord membolehkan bank untuk menghitung pendapatan risiko operasional di mana BIS (Bank for International Settlement) memberikan beberapa pilihan metode yang dapat digunakan oleh suatu bank yaitu:

a. Basic Indicator Approach (BIA) b. Standardized Approach (SA)

c. Advanced Measurement Approach (AMA) (Ferry N. Idroes,2008)

2.6.1. Basic Indicator Approach (BIA)

Basic Indicator Approach merupakan pendekatan yang paling sederhana dan dapat digunakan oleh semua bank untuk menghitung kebutuhan modal risiko operasional berdasarkan Basel II. BIA menggunakan total gross income suatu bank sebagai indikator besaran eksposur. Dalam hal ini, gross income mewakili skala kegiatan usaha dan oleh karena dapat digunakan untuk menunjukkan risiko operasional yang melekat pada bank. Persentase yang digunakan dalam formula BIA ditetapkan sebesar 15%, dengan penetapan persentase tersebut jumlah modal risiko operasional yang dipersyaratkan pada tahun tertentu adalah gross income dikalikan 15%. Formula untuk menghitung modal risiko operasional bank dapat dirumuskan sebagai berikut:

n GI

K i

i BIA

3

1 *

Dengan: KBIA = besarnya potensi risiko operasional

GIi = gross income rata-rata selama 3 tahun α = 15% (ketetapan)


(31)

2.6.2. Standardized Approach (SA)

Standardized Approach mencoba mengatasi kurangnya sensivitas risiko dari Basic Indicator Approach dengan cara membagi aktivitas dalam delapan jenis bisnis dan menggunakan pendapatan kotor (gross income) dari tiap jenis bisnis yang digunakan sebagai indikator risiko operasional atas masing-masing jenis bisnis. Delapan jenis bisnis tersebut adalah:

a. Corporate Finance dengan beta 18% b. Trading and Sales dengan beta 18% c. Retail Banking dengan beta 12% d. Commercial Banking dengan beta 15% e. Payment and Settlement dengan beta 18% f. Agency Services dengan beta 15%

g. Asset Management dengan beta 12% h. Retail Brokerage dengan beta 12% (GARP,2007)

Dengan membagi bank menjadi bisnis yang berbeda-beda dan memberikan persentase yang berbeda kepada tiap jenis bisnis, Standardized Approach menghubungkan areal bisnis bank dan risikonya dengan pembebanan modal risiko operasional. Menurut Standardized Approach jumlah modal agregat diambil dari rata-ratanya untuk menghasilkan jumlah modal regulasi risiko operasional yang dibutuhkan.

Modal regulasi agregat untuk tahun tunggal dihitung dengan menambahkan hasil gross income dikalikan dengan faktor beta untuk setiap jenis bisnis dengan mengabaikan apakah gross income untuk tiap jenis bisnis bernilai negatif dan jumlah keseluruhan untuk tahun tertentu negatif. Maka angka tersebut akan diganti dengan nol untuk perhitungan rata-rata. Berdasarkan Basel Committee (Basel Capital Accord I) perhitungan nilai rata-rata Standardized Approach selalu dihitung selama tiga tahun terakhir dan dapat dirumuskan sebagai berikut:


(32)

3

0 , * 1 n

i

i i

SA

GI Max

K

Dengan: KSA = pembebanan modal risiko operasional menurut metode SA

GIi = gross income untuk masing-masing jenis bisnis

βi = nilai beta untuk masing-masing jenis bisnis

2.6.3. Advanced Measurement Approach (AMA)

Metode Advanced Measurement Approach (AMA) merupakan perhitungan kebutuhan modal untuk risiko operasional dengan menggunakan model yang dikembangkan secara internal oleh bank. Dibandingkan dengan model yang standard, pendekatan model AMA lebih menekankan pada analisis kerugian operasional. Untuk bank yang ingin menerapkan model AMA dalam pengukuran risiko operasional harus mempunyai database kerugian operasional sekurang-kurangnya dua hingga lima tahun ke belakang. Bank yang ingin menggunakan metode ini harus memiliki teknologi yang tinggi sehingga dengan bantuan teknologi tersebut dapat dibuat model yang menangkap, menyeleksi dan melaporkan informasi risiko operasional eksternal untuk tujuan validasi model.

Basel Committee tidak menentukan model untuk AMA karena bank diperbolehkan menggunakan sistem pengukuran risiko operasional internal mereka. Menurut standard kuantitatif Basel Committee, kategori risiko operasional dapat dikelompokkan dalam 7 tipe, yaitu:

a. Penyelewengan internal b. Penyelewengan eksternal

c. Praktik kepegawaian dan keselamatan kerja d. Klien, produk dan praktik bisnis

e. Kerusakan terhadap asset fisik perusahaan f. Terganggunya bisnis dan kegagalan sistem


(33)

g. Manajemen proses, pelaksanaan dan penyerahan produk dan jasa

2.7. Sifat-Sifat Deskriptif Statistik

Pengukuran potensi kerugian risiko operasional dan untuk melakukan pemodelan pada suatu bank perlu terlebih dahulu mengetahui karakteristik dari distribusi kerugian operasional. Adapun distribusi kerugian risiko operasional dapat dikelompokkan menjadi distribusi frekuensi kerugian operasional dan distribusi severitas kerugian operasional.

2.7.1. Distribusi Frekuensi Kerugian Operasional

Distribusi frekuensi menunjukkan jumlah atau frekuensi terjadinya suatu jenis kerugian operasional dalam suatu periode tertentu, tanpa melihat nilai kerugian. Distribusi frekuensi kerugian operasional merupakan distribusi diskrit yaitu distribusi atas data yang nilai data harus bilangan integer karena jumlah bilangan merupakan bilangan bulat positif.

2.7.1.1. Distribusi Binomial

Distribusi binomial merupakan salah satu distribusi diskrit yang berguna untuk memodelkan masalah probabilitas dari frekuensi atau jumlah sukses atas suatu aktivitas yang bersifat independen. Distribusi binomial dinyatakan dengan dua parameter yaitu m yang menunjukkan kerugian operasional tertentu yang bersifat independen dan identik sedangkan q yang menunjukkan probabilitasnya dan r menyatakan kejadian ke-i dimana r> 0. Probabilitas fungsi distribusi binomial dinyatakan sebagai berikut:

k m k

k r q q

m


(34)

Dengan parameter distribusi binomial yang dapat diestimasi sebagai berikut:

ian kinanKejad mlahKemung

MaksimumJu

ian rvasiKejad JumlahObse

q

Distribusi Binomial memiliki mean dan varians sebagai berikut: Mean = E (x) = np

Varians = V (x) = np(1-p) = npq

2.8. Model Value at Risk

Salah satu tantangan yang dihadapi pada risiko operasional adalah mengukur risiko pasar secara konsisten terhadap seluruh posisi risiko yang sensitive terhadap perubahan harga pasar. Hal ini telah dapat dijawab dengan perkembangan model Value at Risk (VaR). pada tahun 1994, J.P. Morgan mempopulerkan konsep Value at Risk sebagai alat ukur risiko. VaR adalah kerugian yang dapat ditoleransi dengan tingkat kepercayaan (keamanan) tertentu. Pada sebelumnya model VaR ini, limit risiko ditentukan berdasarkan jumlah dari instrument tertentu yang dimiliki oleh bank. Dengan cara ini evaluasi terhadap level risiko masing-masing limit sulit dilakukan.

2.8.1. Variabel Value at Risk

Variable-variabel utama dalam perhitungan VaR ada;ah jumlah data historis yang digunakan untuk menghitung volatilitas dan jumlah hari untuk proyeksi harga pasar di waktu mendatang. Basel mensyaratkan data historis yang digunakan adalah minimal satu tahun. Walaupun mungkin bank menggunakan periode yang lebih lama dan perlu diingat bahwa bank harus konsisten terhadap periode historis yang ditentukan untuk menjaga stabilitas perhitungan VaR.


(35)

2.8.2. Model Perhitungan VaR

Perhitungan VaR untuk trading book dalam jumlah besar merupakan perhitungan yang kompleks harus dapat mencakup interaksi berbagai faktor risiko dalam mensimulasikan perubahan harga pasar. Model vaR menghitung risiko dengan membuat distribusi kerugian yang mungkin terjadi selama periode waktu tertentu untuk masing-masing posisi risiko yang dimiliki.

Distribusi tersebut dapat dilakukan dengan proses dua langkah yaitu langkah pertama dimana distribusi harga pasar di waktu mendatang dihitung berdasarkan data historis. Adapun faktor utama dalam perhitungan distribusi tersebut adalah volatilitas historis. Hal ini dapat dilakukan untuk menghitung seberapa besar deviasi perubahan harga pasar terhadap nilai mean dan pada umumnya hasilnya dapat dinyatakan sebagai annual percentage. Sebagai contoh, jika volatilitas 20% per tahun diterapkan pada harga saham 100 berarti harga saham akan berfluktuasi antara 80 dan 120 dalam periode 12 bulan ke depan. Volatilitas historis dapat digunakan sebagai input dalam model untuk mensimulasikan pergerakan harga pasar di waktu mendatang.

Langkah kedua yaitu menilai kembali masing-masing posisi risiko menggunakan distribusi harga pasar untuk membuat distribusi perubahan nilai dalam posisi risiko secara keseluruhan. Adapun tingkat kerugian yang mendekati confidence level yang digunakan oleh bank berdasarkan Basel adalah mensyaratkan sebesar 99% dengan menggunakan asumsi bahwa distribusi kerugian adalah distribusi operasional. Analisis ini dilakukan berulang-ulang untuk seluruh posisi risiko dan kemudian nilainya dijumlahkan untuk memperoleh nilai total VaR. nilai VaR ini dapat dijumlahkan karena masing-masing telah dihitung dengan dasar yang konsisten oleh karena perbandingan risiko antar area bisnis yang berbeda-beda.


(36)

BAB 3

PEMBAHASAN

3.1. Pendekatan Perhitungan Operasional

Berdasarkan kesepakatan Basel II Accord, bank diperbolehkan untuk menggunakan salah satu dari tiga metode untuk menghitung pendapatan risiko operasional. Suatu bank memiliki kemampuan untuk berpindah dari metode yang sederhana ke metode yang lebih kompleks dengan menggunakan metode statistik. Metode-metode tersebut adalah Basic Indicator Approach, Standardized Approach dan Advanced Measurement Approach.

Di bawah lingkungan tertentu, bank dapat menggunakan Alternatif Standardized Approach (ASA) dengan metode Advanced Measurement Approach (AMA) yang salah satunya menggunakan model Bayesian Bootstrapping yang menggunakan OpVaR (Operational Value at Risk) untuk menghitung regulatory capital.

3.2. Pengukuran Risiko Operasional Dengan Teorema Bayes

Pengukuran risiko operasional dengan menggunakan teorema Bayes akan diberikan dua kasus sebagai berikut. Kasus pertama mempergunakan perhitungan probabilita kondisional dan kasus kedua mempergunakan perhitungan Monte Carlo Simulation untuk mensimulasikan banyaknya event atau peristiwa.

Untuk contoh pertama, misalnya suatu perusahaan mempunyai data besarnya probabilita awal (prior probability) dari suatu event gagalnya sistem komputer sebagai berikut


(37)

P(qi) = 0,15 yaitu probabilita terjadinya kegagalan sistem komputer.

P(q2) = 0,85 yaitu probabilita tidak terjadinya kegagalan sistem komputer.

Kemudian berdasar event kegagalan sistem komputer ini diketahui besarnya probabilita kondisional, yaitu terjadinya event kesalahan transaksi dengan kondisi terjadinya kegagalan sistem komputer adalah:

P(X1 θ1) = 0,60 yaitu probabilita terjadinya kesalahan transaksi karena terjadinya

kegagalan sistem komputer, dan

P(X1 θ2) = 0,40 yaitu probabilita terjadinya kesalahan transaksi karena tidak terjadinya

kegagalan sistem komputer.

Kondisi risiko operasional adalah tejadinya kegagalan sistem komputer dan kesalahan transaksi juga terjadi. Dengan kondisi ini besarnya probabilita terjadinya kegagalan sistem komputer karena terjadinya kesalahan transaksi dapat dijelaskan dengan mempergunakan teorema Bayes sebagai berikut

B P A P A B P B A

P atau

1 1 1 1 1 1 X P P X P X P 2 1 2 1 1 1

1 P q .P X P q .P X

X P 209 , 0 43 , 0 15 , 0 60 , 0 1 1 X P

Dan P 2 X1 1 0,209 0,791

Selanjutnya diasumsikan bahwa manajemen dapat mengambil kebijakan dalam menentukan batasan jumlah transaksi yang harus dilakukan oleh Divisi Treasury dengan asumsi sebagai berikut


(38)

A1 = meminta Divisi Treasury untuk meningkatkan jumlah transaksi dalam jumlah

besar per hari.

A2 = meminta Divisi Treasury untuk meningkatkan jumlah transaksi dalam jumlah

sedang per hari.

A3 = meminta Divisi Treasury untuk meningkatkan jumlah transaksi dalam jumlah

kecil per hari.

Sedangkan data matriks kerugian karena kegagalan sistem komputer jika terjadi kesalahan transaksi dapat diberikan dalam Tabel 3.1 di bawah ini

Tabel 3.1 Matriks Kerugian karena Kegagalan Sistem Komputer Kegagalan Sistem

Komputer

Kebijakan

A1 A2 A3

Θ1 200.000 175.000 150.000

Θ2 50.000 75.000 100.000

Sumber: Muslich, Muhammad,”Managemen Risiko Operasional –Teori dan Praktik”, Sinar Grafika Offset, PT. Bumi Aksara, Jakarta, 2007

Berdasarkan data di atas, besarnya potensi kerugian dari setiap kebijakan yang diambil manajemen perusahaan adalah sebagai berikut

Potensi Kerugian dengan A1 = 200.000 (0,209) + 50.000 (0,791) = Rp 81.350

Potensi Kerugian dengan A2 = 175.000 (0,209) + 75.000 (0,791) = Rp 95.900

Potensi Kerugian dengan A3 = 150.000 (0,209) + 100.000 (0,791) = Rp 110.450

Dari potensi kerugian untuk tiap kebijakan tersebut, perusahaan dapat menentukan kebijakan apa yang harus diambil untuk meminimumkan kerugian.

Contoh lain dari pengukuran potensi kerugian risiko operasional dapat dilakukan dengan mempergunakan revisi posterior probability teorema Bayes. Sebagai contoh dalam Tabel 3.2 diberikan perhitungan posterior probability yang dihitung dengan mempergunakan teorema Bayes.


(39)

Tabel 3.2 Perhitungan Postorior Probability dengan Teorema Bayes Transaksi

Bermasalah Jumlah Hari

Prior

Probability Likelihood

Prior X Likelihood

Postorior Probability

0% 2 1% 0.00% 0.00% 0.0000%

10% 10 5% 5.74% 0.29% 1.8368%

20% 30 15% 20.13% 3.02% 19.3286%

30% 40 20% 26.68% 5.34% 34.1561%

40% 45 23% 21.50% 4.84% 30.9606%

50% 30 15% 11.72% 1.76% 11.2507%

60% 15 8% 4.25% 0.32% 2.0386%

70% 14 7% 0.90% 0.06% 0.4033%

80% 10 5% 0.08% 0.00% 0.0252%

90% 4 2% 0.00% 0.00% 0.0001%

100% 0 0% 0.00% 0.00% 0.0000%

Jumlah 200 100% 15.6240% 100.0000%

Sumber: Muslich, Muhammad,”Managemen Risiko Operasional – Teori dan Praktik”, Sinar Grafika Offset, PT. Bumi Aksara, Jakarta, 2007

Dari data di atas dapat diketahui bahwa terdapat dua hari dari 200 hari transaksi perusahaan tidak bermasalah. Selanjutnya terdapat 10 hari dari 200 hari perusahaan mempunyai transaksi yang bermasalah sebanyak 10%, dan seterusnya. Dari data jumlah hari, kemudian dapat dihitung besarnya prior probability, likelihood, prior X likelihood, dan posterior probability.

Perhitungan Prior probability didapat dengan cara

Prior Probability untuk transaksi bermasalah 0% 100 200

2 x = 1% Prior Probability untuk transaksi bermasalah 10% 100

200 10

x = 5%


(40)

Dan seterusnya.

Likelihood didapat dengan cara melakukan pengambilan sampel transaksi yang terjadi. Misalkan terdapat 10 sampel transaksi yang diambil diperoleh 3 transaksi yang bermasalah, kemudian gunakan rumus binomial sehingga diperoleh

Likelihood untuk transaksi bermasalah 0% q k q m k r m 1 7 3 1 0 3 10 = 0%

Likelihood untuk transaksi bermasalah 10% 0,13 0,9 7 3

10

= 5,74% Dan seterusnya.

Prior X likelihood diperoleh dengan mengalikan nilai likelihood dengan prior X likelihood

Prior X likelihood untuk transaksi bermasalah 0% = 1% x 0% = 0%

Prior X likelihood untuk transaksi bermasalah 10% = 5% x 5.74% = 0.29% Dan seterusnya.

Nilai posterior probability dapat dicari dengan cara: Posterior probability untuk transaksi bermasalah 0% =

6240 , 15 0 1 = 0% Posterior probability untuk transaksi bermasalah 10% =

6240 , 15 74 , 5 5 = 1,8368% Dan seterusnya.


(41)

3.3. Pengukuran Risiko Operasional Dengan Bayesian Bootstrapping

Bootstrapping untuk teorema Bayes dapat digunakan untuk mengukur potensi kerugian risiko operasional. Pendekatan ini dikembangkan untuk menunjukkan bagaimana pengukuran risiko operasional teorema Bayes dapat diestimasi dengan pendekatan bootstrapping.

Pendekatan Bayesian Bootstrapping didasarkan pada pendekatan asumsi sebagai berikut. Jika x1,…,xn adalah suatu random variabel kerugian risiko operasional sebanyak

n yang didistribusikan secara iid distribusi G dan θ adalah parameter dari distribusi G maka dapat diestimasi berdasarkan variabel random x1,…,xn. Besarnya posterior

probability dapat dihitung sebesar 1/n untuk setiap variabel x1dan bervariasi menurut

Bayesian Bootstrapping.

Prosedur untuk melakukan estimasi potensi kerugian risiko operasional dengan Bayesian Bootstrapping pendekatan Chernick (1999) dapat dilakukan sebagai berikut

1. Dibuat variabel random uniform dengan interval (0,1) sebanyak n-1.

2. Data random uniform u1,…,un-1 diurutkan meningkan dengan x0 = 0 dan un= 1.

3. Dibuat gap di antara bilangan random uniform sehungga g1 = ui – ui-1 untuk i = 1,2,…n.

4. Vector g = (g1,…,gn) digunakan sebagai probabilita untuk sampel Bayesian

Bootstrapping.

Untuk contoh pengukuran potensi kerugian risiko operasional dengan pendekatan Bayesian Bootstrapping diberikan pada Tabel 3.3 di bawah ini


(42)

Tabel 3.3 VaR dengan Bayesian Bootstrapping

No Uniform

Numbers UN Diurutkan Gaps

Postorior Probability

1 0.0000000 0.129765

2 0.375011444 0.1297647 0.1297647 0.011658 3 0.319132054 0.1414228 0.0116581 0.032075 4 0.129764702 0.1734977 0.0320750 0.145634 5 0.389507736 0.3191321 0.1456343 0.055879 6 0.173497726 0.3750114 0.0558794 0.014496 7 0.717459639 0.3895077 0.0144963 0.039033 8 0.141422773 0.4285409 0.0390332 0.288919 9 0.971068453 0.7174596 0.2889187 0.153081 10 0.870540483 0.8705405 0.1530808 0.100528 11 0.42854091 0.9710685 0.1005280 0.028932

12 1.0000000 0.0289315

Sumber: Muslich, Muhammad,”Managemen Risiko Operasional – Teori dan Praktik”, Sinar Grafika Offset, PT. Bumi Aksara, Jakarta, 2007

Jika diasumsikan bahwa besarnya nilai kerugian per transaksi yang bermasalah adalah Rp 50.000 maka besarnya nilai kerugian per transaksi adalah sebagai berikut


(43)

Tabel 3.4 Nilai Kerugian per Transaksi Transaksi

Bermasalah

Nilai Kerugian

0.129765 6488.25

0.011658 582.9

0.032075 1603.75

0.145634 7281.7

0.055879 2793.95

0.014496 724.8

0.039033 1951.65

0.288919 14445.95

0.153081 7654.05

0.100528 5026.4

0.028932 1446.6

μ 4545.45

σ 4213.40

ξ 1.36

Berdasarkan nilai kerugian di atas, dapat dihitung besarnya potensi kerugian operasional dengan Value at Risk pada tingkat kepercayaan 95% yaitu:

p

OpsVaR 1 ln

1 ln0,95 1,36 36

, 1

40 , 4213 45

, 4545 = 177.406,32


(44)

BAB 4

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Kesimpulan yang diperoleh adalah:

1. Kejadian risiko operasional dapat diperkecil jika system dan prosedur ada

2. Teorem Bayesian Bootstrapping dapat digunakan dalam pengukuran risiko operasional karena tersedianya nilai prior yang selanjutnya dapat diperoleh nilai posteriornya.

4.2 Saran

Dari analisis dan kesimpulan yang didapat, saran yang mungkin dapta membantu dalam memperkecil risiko yang ada adalah dengan menyediakan tenaga kerja yang terampil dan menyediakan anggaran perawatan baik untuk tenaga kerja maupun peralatan atau perlengkapan yang digunakan.


(45)

DAFTAR PUSTAKA

Efron,B. dan Tibshirani,RJ, (1993), An Introduction to the Bootstrap, Chapman and Hall, London

Global Association of Risk Professionals dan Badan Sertifikasi Managemen Risiko, (2007), Indonesia Certificate in Banking Risk and Regulation-workbook level 1, level 2, GARP, London

Idroes, Ferry N., (2008), Manajemen Risiko Perbankan, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta

Kasmir, (2007), Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta

King, Jack L., (2001), Operational Risk: Measurement and Modelling, Wiley, Chichester, United Kingdom

Muslich, M., (2007), Manajemen Risiko Operasional, Teori & Praktik, PT. Bumi Aksara, Jakarta

Sudjana, (1992), Metoda Statistika, Tarsito, Bandung

http://www.google.com/teori bayes, 25 Maret 2011 http://www.google.com/bootstraping, 25 Maret 2011 http://www.google.com/manajemen risiko, 25 Maret 2011


(1)

Dan seterusnya.

Likelihood didapat dengan cara melakukan pengambilan sampel transaksi yang terjadi. Misalkan terdapat 10 sampel transaksi yang diambil diperoleh 3 transaksi yang bermasalah, kemudian gunakan rumus binomial sehingga diperoleh

Likelihood untuk transaksi bermasalah 0% q k q m k r m 1 7 3 1 0 3 10 = 0%

Likelihood untuk transaksi bermasalah 10% 0,13 0,9 7 3

10

= 5,74% Dan seterusnya.

Prior X likelihood diperoleh dengan mengalikan nilai likelihood dengan prior X likelihood

Prior X likelihood untuk transaksi bermasalah 0% = 1% x 0% = 0%

Prior X likelihood untuk transaksi bermasalah 10% = 5% x 5.74% = 0.29% Dan seterusnya.

Nilai posterior probability dapat dicari dengan cara:

Posterior probability untuk transaksi bermasalah 0% =

6240 , 15 0 1 = 0%

Posterior probability untuk transaksi bermasalah 10% =

6240 , 15 74 , 5 5 = 1,8368% Dan seterusnya.


(2)

3.3. Pengukuran Risiko Operasional Dengan Bayesian Bootstrapping

Bootstrapping untuk teorema Bayes dapat digunakan untuk mengukur potensi kerugian risiko operasional. Pendekatan ini dikembangkan untuk menunjukkan bagaimana pengukuran risiko operasional teorema Bayes dapat diestimasi dengan pendekatan bootstrapping.

Pendekatan Bayesian Bootstrapping didasarkan pada pendekatan asumsi sebagai berikut. Jika x1,…,xn adalah suatu random variabel kerugian risiko operasional sebanyak n yang didistribusikan secara iid distribusi G dan θ adalah parameter dari distribusi G maka dapat diestimasi berdasarkan variabel random x1,…,xn. Besarnya posterior probability dapat dihitung sebesar 1/n untuk setiap variabel x1dan bervariasi menurut Bayesian Bootstrapping.

Prosedur untuk melakukan estimasi potensi kerugian risiko operasional dengan Bayesian Bootstrapping pendekatan Chernick (1999) dapat dilakukan sebagai berikut

1. Dibuat variabel random uniform dengan interval (0,1) sebanyak n-1.

2. Data random uniform u1,…,un-1 diurutkan meningkan dengan x0 = 0 dan un= 1. 3. Dibuat gap di antara bilangan random uniform sehungga g1 = ui – ui-1 untuk i =

1,2,…n.

4. Vector g = (g1,…,gn) digunakan sebagai probabilita untuk sampel Bayesian Bootstrapping.

Untuk contoh pengukuran potensi kerugian risiko operasional dengan pendekatan Bayesian Bootstrapping diberikan pada Tabel 3.3 di bawah ini


(3)

Tabel 3.3 VaR dengan Bayesian Bootstrapping

No Uniform

Numbers UN Diurutkan Gaps

Postorior Probability

1 0.0000000 0.129765

2 0.375011444 0.1297647 0.1297647 0.011658 3 0.319132054 0.1414228 0.0116581 0.032075 4 0.129764702 0.1734977 0.0320750 0.145634 5 0.389507736 0.3191321 0.1456343 0.055879 6 0.173497726 0.3750114 0.0558794 0.014496 7 0.717459639 0.3895077 0.0144963 0.039033 8 0.141422773 0.4285409 0.0390332 0.288919 9 0.971068453 0.7174596 0.2889187 0.153081 10 0.870540483 0.8705405 0.1530808 0.100528 11 0.42854091 0.9710685 0.1005280 0.028932

12 1.0000000 0.0289315

Sumber: Muslich, Muhammad,”Managemen Risiko Operasional –Teori dan Praktik”, Sinar Grafika Offset, PT. Bumi Aksara, Jakarta, 2007

Jika diasumsikan bahwa besarnya nilai kerugian per transaksi yang bermasalah adalah Rp 50.000 maka besarnya nilai kerugian per transaksi adalah sebagai berikut


(4)

Tabel 3.4 Nilai Kerugian per Transaksi Transaksi

Bermasalah

Nilai Kerugian

0.129765 6488.25

0.011658 582.9

0.032075 1603.75

0.145634 7281.7

0.055879 2793.95

0.014496 724.8

0.039033 1951.65

0.288919 14445.95

0.153081 7654.05

0.100528 5026.4

0.028932 1446.6

μ 4545.45

σ 4213.40

ξ 1.36

Berdasarkan nilai kerugian di atas, dapat dihitung besarnya potensi kerugian operasional dengan Value at Risk pada tingkat kepercayaan 95% yaitu:

p

OpsVaR 1 ln

1 ln0,95 1,36 36

, 1

40 , 4213 45

, 4545

= 177.406,32


(5)

BAB 4

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Kesimpulan yang diperoleh adalah:

1. Kejadian risiko operasional dapat diperkecil jika system dan prosedur ada

2. Teorem Bayesian Bootstrapping dapat digunakan dalam pengukuran risiko operasional karena tersedianya nilai prior yang selanjutnya dapat diperoleh nilai posteriornya.

4.2 Saran

Dari analisis dan kesimpulan yang didapat, saran yang mungkin dapta membantu dalam memperkecil risiko yang ada adalah dengan menyediakan tenaga kerja yang terampil dan menyediakan anggaran perawatan baik untuk tenaga kerja maupun peralatan atau perlengkapan yang digunakan.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Efron,B. dan Tibshirani,RJ, (1993), An Introduction to the Bootstrap, Chapman and Hall, London

Global Association of Risk Professionals dan Badan Sertifikasi Managemen Risiko, (2007), Indonesia Certificate in Banking Risk and Regulation-workbook level 1, level 2, GARP, London

Idroes, Ferry N., (2008), Manajemen Risiko Perbankan, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta

Kasmir, (2007), Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta

King, Jack L., (2001), Operational Risk: Measurement and Modelling, Wiley, Chichester, United Kingdom

Muslich, M., (2007), Manajemen Risiko Operasional, Teori & Praktik, PT. Bumi Aksara, Jakarta

Sudjana, (1992), Metoda Statistika, Tarsito, Bandung http://www.google.com/teori bayes, 25 Maret 2011 http://www.google.com/bootstraping, 25 Maret 2011 http://www.google.com/manajemen risiko, 25 Maret 2011