BAB 3
PEMBAHASAN
3.1. Pendekatan Perhitungan Operasional
Berdasarkan kesepakatan Basel II Accord, bank diperbolehkan untuk menggunakan salah satu dari tiga metode untuk menghitung pendapatan risiko operasional. Suatu bank
memiliki kemampuan untuk berpindah dari metode yang sederhana ke metode yang lebih kompleks dengan menggunakan metode statistik. Metode-metode tersebut adalah Basic
Indicator Approach, Standardized Approach dan Advanced Measurement Approach.
Di bawah lingkungan tertentu, bank dapat menggunakan Alternatif Standardized Approach ASA dengan metode Advanced Measurement Approach AMA yang salah
satunya menggunakan model Bayesian Bootstrapping yang menggunakan OpVaR Operational Value at Risk untuk menghitung regulatory capital.
3.2. Pengukuran Risiko Operasional Dengan Teorema Bayes
Pengukuran risiko operasional dengan menggunakan teorema Bayes akan diberikan dua kasus sebagai berikut. Kasus pertama mempergunakan perhitungan probabilita
kondisional dan kasus kedua mempergunakan perhitungan
Monte Carlo Simulation
untuk mensimulasikan banyaknya
event
atau peristiwa.
Untuk contoh pertama, misalnya suatu perusahaan mempunyai data besarnya probabilita awal
prior probability
dari suatu
event
gagalnya sistem komputer sebagai berikut
Pq
i
= 0,15 yaitu probabilita terjadinya kegagalan sistem komputer. Pq
2
= 0,85 yaitu probabilita tidak terjadinya kegagalan sistem komputer.
Kemudian berdasar
event
kegagalan sistem komputer ini diketahui besarnya probabilita kondisional, yaitu terjadinya
event
kesalahan transaksi dengan kondisi terjadinya kegagalan sistem komputer adalah:
PX
1
θ
1
= 0,60 yaitu probabilita terjadinya kesalahan transaksi karena terjadinya kegagalan sistem komputer, dan
PX
1
θ
2
= 0,40 yaitu probabilita terjadinya kesalahan transaksi karena tidak terjadinya kegagalan sistem komputer.
Kondisi risiko operasional adalah tejadinya kegagalan sistem komputer dan kesalahan transaksi juga terjadi. Dengan kondisi ini besarnya probabilita terjadinya
kegagalan sistem komputer karena terjadinya kesalahan transaksi dapat dijelaskan dengan mempergunakan teorema Bayes sebagai berikut
B P
A P
A B
P B
A P
atau
1 1
1 1
1 1
X P
P X
P X
P
2 1
2 1
1 1
1
. .
X P
q P
X P
q P
X P
209 ,
43 ,
15 ,
60 ,
1 1
X P
Dan
791 ,
209 ,
1
1 2
X P
Selanjutnya diasumsikan bahwa manajemen dapat mengambil kebijakan dalam menentukan batasan jumlah transaksi yang harus dilakukan oleh
Divisi Treasury
dengan asumsi sebagai berikut
A
1
= meminta
Divisi Treasury
untuk meningkatkan jumlah transaksi dalam jumlah besar per hari.
A
2
= meminta
Divisi Treasury
untuk meningkatkan jumlah transaksi dalam jumlah sedang per hari.
A
3
= meminta
Divisi Treasury
untuk meningkatkan jumlah transaksi dalam jumlah kecil per hari.
Sedangkan data matriks kerugian karena kegagalan sistem komputer jika terjadi kesalahan transaksi dapat diberikan dalam Tabel 3.1 di bawah ini
Tabel 3.1 Matriks Kerugian karena Kegagalan Sistem Komputer Kegagalan Sistem
Komputer Kebijakan
A
1
A
2
A
3
Θ
1
200.000 175.000
150.000 Θ
2
50.000 75.000
100.000
Sumber: Muslich, Muhammad,”Managemen Risiko Operasional – Teori dan Praktik”, Sinar Grafika Offset, PT. Bumi Aksara, Jakarta, 2007
Berdasarkan data di atas, besarnya potensi kerugian dari setiap kebijakan yang diambil manajemen perusahaan adalah sebagai berikut
Potensi Kerugian dengan A
1
= 200.000 0,209 + 50.000 0,791 = Rp 81.350 Potensi Kerugian dengan A
2
= 175.000 0,209 + 75.000 0,791 = Rp 95.900 Potensi Kerugian dengan A
3
= 150.000 0,209 + 100.000 0,791 = Rp 110.450
Dari potensi kerugian untuk tiap kebijakan tersebut, perusahaan dapat menentukan kebijakan apa yang harus diambil untuk meminimumkan kerugian.
Contoh lain dari pengukuran potensi kerugian risiko operasional dapat dilakukan dengan mempergunakan revisi
posterior probability
teorema Bayes. Sebagai contoh dalam Tabel 3.2 diberikan perhitungan
posterior probability
yang dihitung dengan mempergunakan teorema Bayes.
Tabel 3.2 Perhitungan
Postorior Probability
dengan Teorema Bayes Transaksi
Bermasalah Jumlah Hari
Prior Probability
Likelihood Prior X
Likelihood Postorior
Probability 2
1 0.00
0.00 0.0000
10 10
5 5.74
0.29 1.8368
20 30
15 20.13
3.02 19.3286
30 40
20 26.68
5.34 34.1561
40 45
23 21.50
4.84 30.9606
50 30
15 11.72
1.76 11.2507
60 15
8 4.25
0.32 2.0386
70 14
7 0.90
0.06 0.4033
80 10
5 0.08
0.00 0.0252
90 4
2 0.00
0.00 0.0001
100 0.00
0.00 0.0000
Jumlah 200
100 15.6240
100.0000
Sumber: Muslich, Muhammad,”Managemen Risiko Operasional – Teori dan Praktik”, Sinar Grafika Offset, PT. Bumi Aksara, Jakarta, 2007
Dari data di atas dapat diketahui bahwa terdapat dua hari dari 200 hari transaksi perusahaan tidak bermasalah. Selanjutnya terdapat 10 hari dari 200 hari perusahaan
mempunyai transaksi yang bermasalah sebanyak 10, dan seterusnya. Dari data jumlah hari, kemudian dapat dihitung besarnya
prior probability
,
likelihood
, prior X likelihood, dan posterior probability.
Perhitungan Prior probability didapat dengan cara Prior Probability untuk transaksi bermasalah 0
100 200
2
x
= 1 Prior Probability untuk transaksi bermasalah 10
100 200
10
x
= 5
Dan seterusnya.
Likelihood didapat dengan cara melakukan pengambilan sampel transaksi yang terjadi. Misalkan terdapat 10 sampel transaksi yang diambil diperoleh 3 transaksi yang
bermasalah, kemudian gunakan rumus binomial sehingga diperoleh
Likelihood untuk transaksi bermasalah 0
k m
k
q q
r m
1
7 3
1 3
10
= 0 Likelihood untuk transaksi bermasalah 10
7 3
9 ,
1 ,
3 10
= 5,74 Dan seterusnya.
Prior X likelihood diperoleh dengan mengalikan nilai likelihood dengan prior X likelihood
Prior X likelihood untuk transaksi bermasalah 0 = 1 x 0 = 0 Prior X likelihood untuk transaksi bermasalah 10 = 5 x 5.74 = 0.29
Dan seterusnya.
Nilai posterior probability dapat dicari dengan cara: Posterior probability untuk transaksi bermasalah 0 =
6240 ,
15 1
= 0 Posterior probability untuk transaksi bermasalah 10 =
6240 ,
15 74
, 5
5 = 1,8368
Dan seterusnya.
3.3. Pengukuran Risiko Operasional Dengan Bayesian Bootstrapping