23
BAB IV SISTEM SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT KARO
4.1. Asal Usul Etnis dan Nama Karo
Daerah Sumatera Utara terdiri dari pantai, dataran rendah, dataran tinggi dan pegunungan. Daerah pantai terletak sepanjang pesisir timur, barat
dan bersambung dengan dataran rendah. Dataran Karo, Toba dan Humbang merupakan dataran tinggi, sedangkan pegunungan Bukit Barisan yang yang
membujur di tengah–tengah dari utara ke selatan merupakan daerah pegunungan. Luas daerah Sumatera Utara sekitar 71.680 km
2
dan terletak antara 1 dengan 4 lintang utara dan antara 98 dengan 100 bujur timur.
Penduduk pribumi Sumatera Utara terdiri atass suku Melayu, Toba, Karo, Simalungun, Pakpak Dairi, Mandailing dan Nias, dengan mata pencaharian
sehari–hari adalah bertani. Saragih 2007 :42 Berdasarkan asal usul terjadinya suku Karo belum diketahui secara
pasti. Namun diperkirakan sudah ada sekitar tahun 1250. Karena menurut
beberapa penulis pada waktu itu sudah ada kerajaan Haru Aru. Kerajaan
ini dulunya cukup kuat dan wilayah kekuasaan yang sangat luas.
Universitas Sumatera Utara
24
Masa kejayaan kerajaan ini cukup lama. Namun sekitar tahun 1539 kerajan Haru kalah dan hancur total akibat serangan tentara kerajaan Aceh
yang memiliki persenjataan yang cukup kuat. Rakyatnya pergi menyelamatkan diri ketempat yang dianggapnya aman.
Rakyat yang pergi menyelamatkan diri ada yang ke Singkil, Pak-pak Dairi, Aceh Gayo Alas, Asahan, Simalungun, dan dataran tinggi tanah
Karo Karo Gugung. Sebahagian lagi pergi ke dataran rendah dekat pengunungan mulai dari bukit Lawang, Bahorok Buah Orok, Deli Serdang
sampai keperbatasan Sipis-pis Tebing Tinggi sekarang. Mereka yang menempati tempat yang baru diluar Asahan kemudian disebut orang Karo
sisa perang Haru. Suku Karo yang tinggal di dataran rendah dekat pengunungan yang luasnya lebih kurang 5.000 km2 kemudian disebut
Batak Karo Dusun. Disisi lain dari penemuan sejarah, di Labu Tuo yang letaknya
berdekatan dengan kota pelabuhan Baros, ditemukan sebuah batu bertulis pada tahun 1872, isinya baru dapat dibaca pada tahun 1932 oleh Prof.
Nilakantisastri, Guru besar Purbakala di Madras.
Universitas Sumatera Utara
25
Batu tertulis tersebut ditemukan oleh Kontelitir Deuz. Isinya bahwa pada tahun 1088 M ada 1.500 orang Tamil dari India Selatan bertempat
tinggal di Baros. Mereka membentuk kesatuan untuk mencegah persaingan sesama mereka dalam dagang kapur barus dan kemenyan, mereka
membentuk kesatuan dagang di daerah itu. Penduduk yang terdahulu menempati daerah itu semakin bertambah
dengan adanya pendatang baru. Pendatang baru itu terutama berasal dari India dengan maksud untuk mencari sumber penghidupan terutama
berdagang disamping menanamkan pengaruhnya. Di luar daerah Baros mereka menjumpai gading gajah, cula badak, kapur barus, kemenyan dan
emas yang sangat berharga dan digemari pada waktu itu. Barang-barang ini dibawa dan diperdagangkan di India, Eropa, dan
Tiongkok. Beberapa diantaranya ada juga yang menetap dan menggabungkan diri dengan golongan pribumi setempat. Mereka tidak
kembali kenegrinya, ada juga akibat sulitnya atau putusnya hubungan karena pemimpinnya tidak datang lagi.
Universitas Sumatera Utara
26
Di daerah-daerah sekitarnya sering terjadi perpindahan penduduk. Perpindahan tersebut disebabkan terjadinya huru-hara untuk mencari tempat
pertanian yang lebih baik. Oleh karena terjadinya pergeseran penduduk tersebut suku Karo tinggalnya berpencar dan sebagian kecil derada di
dataran tinggi Karo.Diperkirakan orang India Tamil yang tinggal disekitar Baros itulah yang sampai di desa Seberaya Karo kemudian tinggal
bersama dengan penduduk setempat. Dari sumber lain diketahui pula bahwa pada tahun 1680 Guru
Pertimpus Guru Pa Timpus sudah tinggal di Medan sekarang. Dia bermarga Sembiring Pelawi datang dari tanah Karo Gugung, bermaksud
untuk membuka ladang diantara sungai Babura dan sungai Deli. Kemudian Guru Pa Timpus kawin dengan seorang putri panglima Hali yang tinggal di
Sei Sikambing. Panglima Hali sendiri sebenarnya dulu berasal dari suku Karo, bermarga Tarigan.
Disisi lain masih ada sumber dengan versi yang berbeda. Sumber itu adalah nenek kandung penulis Sempa Sitepu bernama Rayung Karo
Sitepu
Universitas Sumatera Utara
27
Nama orang si Karo-lah asal mula nama suku Karo, katanya dengan muka serius memulai penuturanya. Pada zaman dahulu kala ada seorang
maharaja yang sangat kaya, sakti dan berwibawa. Dia tinggal disebuah negeri bersama permaisuri dan putra-putrinya, yang letaknya jauh
diseberang lautan. Dia mempunyai panglima, ratusan prajurit, puluhan wanita sebagai dayang-dayang dan puluhan pembantu.
Pada suatu ketika maharaja ingin pergi dari negeri tempat tinggalnya itu dan ingin mencari tempat lain yang lebuh luas dan tanahnya lebih subur
serta ditempat baru itu dia akan mendirikan sebuah kerajaan. Pada waktu yang ditentukan berangkatlah maharaja, permaisuri, putra-putrinya, dayang-
dayang, pembantu dan panglima pengawal maharaja ikut bersama berpuluh- puluh prajurit. Panglima itu bernama si Karo, tubuhnya kekar dan berwajah
tampan. Mereka juga membawa perhiasan miik raja untuk kebutuhan sehari-hari dan kebutuhan diperjalanan.
Universitas Sumatera Utara
28
Berbulan-bulan mereka berjalan ke arah selatan melewati gunung, perbukitan dan sungai. Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari mereka
berburu dan menangkap ikan sambil berjalanan yang tampa disadari mereka telah sampai di pulau Pinang.
Setelah agak lama mereka tinggal di semenanjung Malaka yang bersebarangan dengan pulau Pinang pada pagi hari ketika matahari terbit
maharaja memandang ke selatan yang nampak terlihatnya laut yang terbentang luas dan pulau yang lebih luas dari pulau Pinang. Maharaja
berniat mengetahui pulau itu perjalanan yang mereka alami sangat sulit karena angin dan gelombang yang sangat kencang. Perahu yang mereka
tumpangi terkatung-katung dan tidak ada yang dapat mereka lakukan. Dalam keadaan seperti itu mereka sadar bahwa mereka telah kembali ke
tempat semula. Setelah mereka memperhatikan ternyata pulau itu adalah bukan tempat mereka semula akan tetapi, pulau berhala sekarang.
Beberapa bulan lamanya mereka tinggal di pulau itu dengan mencari ikan sebagai makanan mereka sehari-hari. Di pulau itu tidak mereka
temukan manusia sehingga mereka hidup bebas.
Universitas Sumatera Utara
29
Pada saat itulah si Karo panglima maharaja mempersunting seorang dari putri dari maharaja yang selama ini sudah jatuh cinta, hal itu di
beritahukan kepada rombongan yang lantas mencari pasangan masing- masing. Setelah itu rombongan si Karo pergi melanjutkan perjalanan ke
pulau sangat jauh yaitu pulai perca Sumatera tempat itu kemudian diketahui dengan nama pulau Belawan. Dari tempat itu mereka melanjutkan
perjalanan malalui perahu sungai kepedalaman. Sepanjang perjalanan mereka tidak menjumpai manusia selain
sungai dan pepohonan. Berapa jam lamanya kemudian mereka berjalan kaki
ketempat yang disebut Durin tani. Ditempat itu terdapat gua umang yang
cukup besar. Gua umang itu yang digunakan mereka sebagai rumah sementara. Lebih kurang satu tahun lamanya mereka tinggal dan
bersembunyi di Gua itu. Si Karo bekas panglima maharaja menganggap tempat itu tidak sesuai, sehingga dia mengajak rombongan pergi kearah
hulu sunagai menuju pegunungan. Anggota rombongan tidak menjawab karena keberatan. Si Karo mulai marah dan seorang anggota bertanya
kemana lagi mereka akan pergi karena tempat itu cukup baik bagi mereka.
Universitas Sumatera Utara
30
Mereka tidak mau tua-tua diperjalanan. Persediaan makanan juga sudah menipis. Mendengar ucapan itu si Karo bertanya siapa yang mau ikut dia,
dan 15 orang mengikut dia. Si-Karo berpesan pada orang yang tinggal agar suatu waktu kita dapat bertemu kembali atau anak cucu kita oleh karena itu,
kuperintahkan kalian agar semuanya memakai nama Karo sebagai tambahan namanya, hal ini sebagai tanda pengenal keturunan kita agar tidak
saling baku hantam dan kita satu keturunan yang merasa senasib dan sepenanggungan.
Setelah itu mereka berangkat dan rombongan yang tinggal di Durin tani yang menempati daerah dataran rendah Karo yang berdekatan dengan
kota Medan sekarang. Rombongan si Karo yang mengikuti aliran sungai Lau betimus menuju arah pegunungan. Dua hari lamanya mereka berada
dalam perjalanan melalui beberapa tempat yang kemudian dinamai Buluh Hawar.
Tempat itu berpariasi berbukit dan dekat sungai. Tempat itu kemudian disebut dengan desa Si Keben berdekatan dengan Bandar baru.
Mereka tinggal disitu beberapa bulan yang pada suatu pagi, si Karo pergi
Universitas Sumatera Utara
31
kesebuah bukit yang agak tinggi kemudian mengarahkan pandanganya ke arah utara dan nampak olehnya batas laut dengan daratan dan dia merasa
tempat itu dekat dengan laut. Akhirnya rombongan si Karo bergerak kembali meneruskan
perjalanan yaitu sebelah kiri gunung Barus sekarang. Dengan susah payah mereka melintasi hutan rimba yang belum pernah di jamah manusia dan
tanahnya berlapis-lapis dan terlindung dari cahaya matahari. Suara burung dan suara binatang masih banyak disekitar mereka. Setelah perjalanan
mereka tiba diatas dataran dekat gunung Barus. Mereka terkejut melihat alam yang begitu indah dengan aneka ragam tumbuhan dan pepohonan
hutan. Keesokan harinya mereka berjalan ke tempat yang mereka pandang indah. Menjelang tengah hari mereka tiba disana dan berhenti di bawah
pohon jabi-jabi sejenis pohon beringing. Mereka semua berpendapat tempat itu cukup baik dan memberikan
ketenangan pikiran karena udara sejuk yang dekat dengan sungai Lau Biang sekarang.
Universitas Sumatera Utara
32
Si Karo mengambil segenggam tanah dan mengamati dan rasa tanah itu belum sama beratnya dengan tanah negeri asal, maka di putuskan untuk
mencari tempat lain disekitar. Mereka kemudian memutuskan mencari tempat lain disekitarnya. Dari sebuah bukit mereka melihat suatu dataran
yang agak luas diseberang sungai. Mereka menyuruh anjing menyebaranginya, setelah kurang dua jam anjing tersebut mengibas-
ibaskan ekornya sebagai suatu tanda ada tempat yang baik ditempati. Karena dipandu anjing maka tempat itu disebut sungai Lau Biang
yang berarti dapat diseberangi anjing. Tempat itu luas dan tanahnya subur, si Karo pun mengulangi caranya menilai tanah. Terdapat kesesuaian tanah
di negeri asalnya dengan tanah tersebut Anggota rombongan bersorak mendengar ucapan si Karo yang
kemudian dahulu dinamakan tempat itu mulawari berseberangan dengan sungai si Capah yang sekarang dinamakan Seberaya daerah sekitarnya
dinamakan Sukapiring. Mulawari dahulu telah jadi talun karo peninggalan nenek Karo
Universitas Sumatera Utara
33
Sehari-hari mereka membuat rumah sederhana dari gubuk, mengerjakan lahan pertanian dengan tebang bebas. Setelah itu jumlah
mereka bertambah sehingga berpindah ketempat lain diantaranya kuta Bale, Samura, Seberaya, Sukanalu dan Suka. Demikianlah dan beratus tahun
bahkan ribuan tahun jumlahnya bertambah. Mereka menempati wilayah si Karo kebarat sampai dengan Aceh dan selatan berbatasan dengan Tapanuli
Utara dan sampai ke Dairi, sedangkan Timur menempati daerah Simalungun. Jadi pendatang si Karolah yang menjadi asal-usul nama Karo.
Ada juga yang mengatakan kerajaan Sukapiring didataran tinggi Karo erat hubunganya sejarah putri hijau seorang raja di Deli yang
kerajaannya hancur akibat kerajaan aceh ceritanya ada di seberaya berkaitan dengan putri hijau di deli tua. Memang ada perbedaan akan tetapi,
persamaan tokoh dan sisa perang yang ditinggalkan berupa pecahan meriam Putri Hijau yang ada di Seberaya yang kemudian pindah ke Sukanalu yang
saat ini kita jumpai di kawasan Sitepu rumah ukir. Pecahan meriam Putri Hijau di deli tua diletakkan dalam sebuah bangunan berbentuk rumah adat
Karo.
Universitas Sumatera Utara
34
Walaupun sementara ada pendapat suku Karo termasuk Sub Suku keturunan Toba yang berasal dari gunung Pusuk Buhit hal tersebut menurut
buku yang penulis kurang logis dan tidak rasional. Sitepu 1996 : 5 – 12
4.2. Daerah Wilayah Budaya Masyarakat Karo