Masa Bayi: Rasa Percaya Versus Rasa Tidak Percaya

25 hampa ini . tidak punya daya untuk mengikat individu-individu di sebuah budaya bersama- sama, karenanya menyimpangkan tujuan orisinil ritualisme. 1

2.1. Tahapan Psikososial Erikson

1. Masa Bayi: Rasa Percaya Versus Rasa Tidak Percaya

Menurut dalam bukunya Mathew untuk teori Erikson Jika pengasuhan terhadap bayi- bayi ini dapat memuaskan kebutuhan mereka lewat cara-cara yang konsisten dan penuh cinta, bayi pun akan mengembangkan perasaan kepercayaan dasar. Namun jika orang tua menolak dan memuaskan kebutuhan mereka dengan cara yang tidak konsisten, yang muncul adalah ketidak percayaan dasar. Jika pengasuhan dipenuhi rasa sayang dan diberikan secara konsisten, bayi belajar mereka tidak perlu khawatir terhadap orang tua yang penuh kasih dan bisa diandalkan, dan karenanya tidak begitu terganggu saat orang tua hilang dari pandangan mereka Prestasi sosial pertama bayi, kalau begitu, adalah kesediaannya membiarkan ibu hilang dari pandangan tanpa menimbulkan rasa cemas atau marah, karena ibu telah menjadi sebuah kepastian batin yang sama besarnya dengan prediktibilitas dunia luar. Konsistensi, kontinuitas dan kesamaan pengalaan yang seperti ini menyediakan sebuah basis mentah bagi perasaan identita ego yang bergantung, saya kira, kepada kognisi bahwa terdapat sebuah populasi batin kenangan dan antisipasi sensasi dan imaji, yang berkorelasi erat dengan populasi diluar diri yaitu benda-benda dan orang-orang yang dikenal dan dapat diprediksi Erikson, 1985, hlm.247 1 Matthew H. Olson B.R. Hergenhahn, Pengantar Teori-Teori Kepribadian, Edisi Kedelapan Pustaka Pelajar, Yogyakarta: 2013 284-289 26 Krisis rasa percaya dasar lawan rasa tidak percaya dasar disebut terselesaikan secara positif ketika anak lebih banyak mengembangkan rasa percaya daripada tidak. Menurut Erikson, rasa tidak percaya tetap dialami anak yang pengasuhan orangtuanya penuh cinta dan konsisten bukan karena negatifnya pengasuhan itu, melainkan anak mulai belajar, bahwa jika dia memercayai setiap orang dan segala sesuatu sama besarnya seperti ia percaya orangtua mereka, kesulitan kadang muncul. Sejumlah kecil rasa tidak percaya sehat adanya, dan justru kondusif bagi upaya anak menjaga kelangsungan hidupnya. Namun, anak yang dominan dengan rasa percayalah yang memiliki keberanian untuk mengambil resiko dan tidak mudah dikalahkan rasa kecewa dan putus asa. Erikson menyatakan bahwa ketika krisis yang mencirikan suatu tahap dapat terselesaikan secara positif, sebuah kebajikan akan muncul. Kebajikan ini menambahkan kekuatan bagi egonya. Ditahap ini, ketika anak memiliki rasa percaya lebih besar daripada rasa tidak percaya, kebajikan berupa harapan yang akan muncul. Erikson mendefinisikan harapan sebagai “keyakinan yang bertahan lama tentang bisa diraihnya keinginan-keinginan yang sangat didamba, tak peduli tekanan gelap dan kemarahan menandai awal eksistensinya” 2 Menurut John W. Santrock Kepercayaan vs. Ketidapercayaan Dasar menurut teori Erikson, menerima penekanan Freud pada pentingnya hubungan orangtua-bayi selama penyusuan, tapi dia memperluas dan memperkaya pandangan Freud ini. Hasil baik selama masa bayi, Erikson percaya, tidak bergantung pada jumlah makanan atau stimulasi oral yang ditawarkan, melainkan pada kualitas pengasuhan: mengurangi ketidaknyamanan dengan segera dan sepeka mungkin, menggendong bayi dengan lembut, menunggu dengan sabar 2 Matthew H. Olson B.R. Hergenhahn, Pengantar Teori-Teori Kepribadian, Edisi Kedelapan Pustaka Pelajar, Yogyakarta: 2013, 290-291 27 sampai bayi cukup menyusu, dan menyapihnya bila bayi tampak tidak berminat pada ASI atau susu botol. Menurut Erikson, mustahil orangtua bisa memenuhi semua kebutuhan bayi. Banyak faktor yang memengaruhi kebahagiaan pribadi, kondisi hidup saat ini misalnya, bertambahnya anak kecil dalam keluarga, dan praktik budaya pengasuhan dari orang tua. Akan tetapi, bila keseimbangan pengasuhan sarat dengan perhatian dan kasih sayang, konflik psikologis di tahun pertama – kepercayaan dasar vs. ketidakpercayaan basic trust versus mistrust – bisa diatasi dengan baik. Bayi yang percaya berharap dunia itu baik dan menyenangkan, sehingga dia yakin untuk berpetualang dan melakukan eksplorasi di dalamnya. Bayi yang tidak percaya tidak mau mengandalkan kasih dan kebaikan hati orang lain, sehingga dia melindungi dirinya dengan menarik diri dari orang dan sesuatu di sekitarnya. Kepercayaan versus ketidakpercayaan trust versus mistrust adalah tahap pertama dari perkembangan psikososial menurut Erikson, yang dialami dalam satu tahun pertama dari kehidupan seseorang. Di masa bayi, kepercayaan akan menentukan landasan bagi ekspektasi seumur hidup bahwa dunia akan menjadi tempat tinggal yang baik dan menyenangkan. 3 Rasa percayaMenurut Erik Erikson 1968, satu tahun pertama dalam kehidupan ditandai oleh tahap perkembangan rasa percaya versus rasa tidak percaya trust-versus mistrust. Bayi tadinya merasakan adanya kehidupan yang teratur , hangat, dan terlindungi dalam kandungan ibu, kemudian sang bayi menghadapi sebuah dunia yang kurang aman. Erikson berpendapat bahwa bayi mempelajari rasa percaya jika mereka diasuh secara 3 John W. Santrock, Life Span Development Jakarta: Erlangga, 2012, 26 28 konsisten dan hangat. Jika bayi tidak diberi makan dengan baik dan tidak ditempatkan dalam suasana hangat secara konsisten maka bayi cenderung mengembangkan rasa tidak percaya. Rasa percaya versus rasa tidak percaya tidaklah sama sekalil berakhir dalam satu tahun pertama kehidupan. Rasa percaya versus rasa tidak percaya muncul lagi dalam tahap- tahap perkembangan selanjutnya. Sebagai contoh, anak-anak yang meninggalkan masa bayi dengan rasa percaya masih dapat memiliki rasa tidak percaya yang muncul pada tahap berikutnya, yang mungkin terjadi apabila orang tua mereka terpisah atau bercerai karena konflik berkepanjangan. 4 Menurut Penney Upton usia bayi lahir hingga 18 bulan memiliki Konflik dasar kepercayaan versus ketidakpercayaan, peristiwa penting makannya, hasil anak-anak mengembangkan rasa percaya bila orang-orang yang mengasuhnya memberikan keandalan, perhatian, dan kasih sayang. Ketiadaan hal tersebut akan menimbulkan ketidakpercayaan 5 Tabel . Pentahapan Freud dan Erikson Usia Pentahapan Freud Pentahapan Umum Erikson Lahir – 1 tahun Oral Rasa percaya vs tidak percaya: Harapan 1 – 3 tahun Anal Otonomi vs rasa malu, ragu-ragu: Kehendak 3 – 6 tahun Falik Odipal Inisiatif vs rasa bersalah: Tujuan 6 – 11 tahun Latensi Kegigihanindustri vs inferioritas: Kompetensi Masa remaja Genital Identitas vs kebingungan peran: Kesetiaan Dewasa muda Keintiman vs isolasi: Cinta Dewasa Semangat-berbagi vs penyerapan diri dan 4 John W. Santrock, Life Span Development Jakarta: Erlangga, 2012,214 5 Penney Upton. Psikologi Perkembangan. Jakarta: Erlangga, 2012, 22-23 29 Usia Pentahapan Freud Pentahapan Umum Erikson stagnasi : Perhatian Usia senja Integritas ego vs rasa putus asa: Hikmat Menurut William Crain Tahap paling umum: Kepercayaan vs ketidakpercayaan Mendasar merupakanTahap umum periode oral ini terdiri atas perkenalan umu ego anak yang sedang perkembang dengan dunia sosial. Di tahap pertama, ketika bayi berusaha memasukkan hal-hal yang mereka butuhkan, mereka berinteraksi dengan para pengasuhnya, mengikuti cara budaya bertindak pada dirinya yang terpenting dari interaksi-interaksi ini adalah bayi berusaha menemukan sejumlah konsistensi, prediksi dan reliabilitas di dalam tindakan-tindakan mengasuh mereka. Ketika memahami bahwa orang tua cukup konsisten dan bisa diandalkan, mereka mulai mengembangkan pemahaman tentang kepercayaan mendasar kepada orang tua. Bayi menjadi paham jika mereka merasa dingin, basah atau lapar, maka orang tua bisa diandalkan untuk membebaskan rasa sakit itu. Beberapa orang tua mungkin akan lebih sering datang menengok bayi mereka, sementara yang lain menengok sesuai jadwal tertentu, namun di kedua kasus ini bayi belajar bahwa orang tua bisa diandalkan dan karena itu bisa dipercaya. Kebalikan dari hal ini adalah rasa tidak percaya, perasaan bahwa orang tua tidak bisa diprediksi dan tidak bisa dipercaya dan mungkin tidak akan pernah hadir jika dibutuhkan 1963,h.247. Di sisi lain, bayi juga harus belajar memercayai dirinya sendiri. Karena masalah ini menjadi semakin akut waktu mereka mengetahui besarnya konsekuensi dari giginya yang gatal telah menyakiti puting ibu lewat gigitan yang tajam dan genggaman yang keras. Ketika bayi belajar mengatur dorongan ini – yaitu menyedot tanpa menggigit, menggenggam tanpa menyakiti – bayi mulai melihat dirinya “cukup bisa diperacaya sehingga para pengasuhnya 30 tidak perlu khawatir akan digigit” 1963, h.248. Untuk ibu sendiri, Erikson menyarankan agar mereka tidak menarik diri terlalu menyolok atau menyapih terlalu cepat bayinya. Karena jika hal ini terjadi, si bayi akan merasa perawatannya tidak bisa dipercaya karena tiba-tiba dihentikan begitu saja. Setelah berhasil mengembangkan rasa percaya kepada pengasuh, bayi akan menunjukkannya di dalam tingkah laku, Erikson melihat tanda pertama kepercayaan pada ibu ini muncul ketika bayi rela “membiarkan ibu menghilang dari pandangan matanya tanpa rasa cemas atau marah yang tidak perlu” 1963, h.47. istilah ‘tidak perlu’ ini penting untuk dijelaskan, karena kita melihat di dalam uraian Bowlby bahwa kebanyakan bayi mengalami kecemasan akan perpisahan. Namun jika orang tuanya bisa diandalkan, kata Erikson, maka bayi bisa belajar mentolerir ketidakhadiran mereka. Hanya jika orang tuanya tidak bisa diandalkan, barulah bayi tidak membiarkan mereka pergi, dan terserang paning bila memaksa pergi juga. 6 Menurut Jest dan Feist Rasa Percaya Mendasar versus Rasa Tidak Percaya Mendasar merupakan Hubungan antarpribadi bayi yang paling signifikan adalah dengan pengasuh utama mereka, biasanya ibu. Ketika sadar bahwa ibu selalu menyediakan makanan secara teratur, mereka pun mulai belajar rasa percaya dasar. Jika mereka terus belajar mendengarkan secara konsisten suara ibu yang menyenangkan dan ritmis, mereka mengembangkan lebih banyak lagi rasa percaya mendasar. Ketika mereka dapat bersandar kepada lingkungan visual yang menyenangkan, mereka dapat memadatkan rasa percaya dasar mereka lebih kuat lagi. Dengan kata lain, jika pola mereka menerima hal-hal yang berkaitan dengan cara budaya memberikan hal-hal, maka bayi dapat belajar rasa percaya dasar. Sebaliknya, bayi 6 William Crain. Teori Perkembangan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar,2007,428-431 31 akan belajar rasa tidak percaya mendasar jika tidak menemukan kaitan antara kebutuhan- kebutuhan oral-pengindraan mereka dengan lingkungan tempat mereka tinggal. Rasa percaya dasar biasanya bersifat sintonik, sedangkan rasa tidak percaya mendasar bersifat distonik. Meskipun begitu, bayi harus mengembangkan kedua sikap ini. Terlalu banyak rasa percaya membuat mereka naif dan rapuh terhaap tipu muslihat ddunia, semantara terlalu sedikit rasa percaya membawa kepada rasa frustasi, kemarahan, kebencian, sinisme, atau depresi. Keduanya, rasa percaya an tidak percaya mendasar, merupakan pengalaman yang tidak terelakkan bagi bayi. Semua bayi yang bertahan hidup sudah mendapatkan makan dan perawatan yang baik sehingga mereka cukup memiliki alasan untuk percaya. Selain itu semua bayi yang sudah difrustasikan oleh sakit, lapar, dan tidak nyaman memiliki alasan yang cukup untuk tidak p Erikson yakin bahwa rasio percaya dan tidak percaya cukup kritis bagi kemampuan manusia untuk beradaptasi. Dalam Masa Kanak-kanak Awal, Sekali lagi Erikson mengambil sebuah panangan yang lebih luas. Baginya, anak kecil menerima kesenangan bukan hanya dari menguasai otot- otot anus dan perut namun, juga dari menguasai fungsi-fungsi tubuh lainnya serpti buang air kecil, berjalan, melempar, memeluk, dan sebagainya. Selain itu, anak-anak mengembangkan perasaan kontrol atas lingkungan antarpribadi mereka, sama seperti mengukur kontrol diri mereka. Meskipun begitu, masa kanak-kanak awal juga merupakan waktu untuk mengalami keraguan dan rasa malu ketika anak belajar bahwa sebagian besar upaya mereka mencapai otonomi tidak berhasil. 7 Menurut pendapat Erik H Erikson kepercayaan dasar vs ketidakpercayaan dasar ,Ibu menciptakan perasaan percaya pada diri anak-anaknya melalui administrasi yang kualitasnya 7 Jess Feist dan Gregory J. Feist. Theories of Personalitiy. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008, 218-219 32 merupakan kombinasi antara perhatian yang sensitif terhadap kebutuhan-kebutuhan individual si bayi dan perasaan sebagai pribadi yang dapat dipercaya yang kuat di dalam kerangka gaya hidup budaya yang dapat dipercaya. Hal itu membentuk dasar untuk perasaan identitas di dalam diri anak yang kelak akan mengombinasikan perasaan “baik-baik saja”, perasaan menjadi diri sendiri, dan menjadi seperti apa dirinya kelak sebagaimana yang dipercaya oleh orang-orang lain. Jadi, di dalam batas-batas tertentu yang sebelumnya didefinisikan sebagai hal- hal yang “harus” di dalam perawatan anak ada beberapa frustrasi di tahap-tahap selanjutnya, yang tidak dapat dipikul oleh anak yang sedang tumbuh jika frustrasinya menghasilkan pengalaman kesamaan yang semakin besar dan kontinuitas perkembangan yang semakin kuat, yang terus menerus di perbarui, menuju ke arah integrasi siklus akhir kehidupan individual dengan rasa memiliki yang lebih luas dan bermakna. Orangtua tentu bukan hanya memiliki cara-cara tertentu untuk membimbing melalui larangan dan ijin; mereka juga harus mampu merepresentasikan kepada anak tentang sebuah keyakinan yang mendalam, yang nyaris somatis, bahwa ada makna untuk hal-hal yang sedang mereka lakukan. Akhirnya anak-anak menjadi neurotik bukan karena frustrasi, tetapi karena kurang atau hilangnya makna sosial untuk frustrasi-frustrasinya 8 . Menurut pendapat dari Laura Berk kepercayaan vs. ketidapercayaan dasar erikson, erikson menerima penekanan Freud pada pentingnya hubungan orangtua-bayi selama penyusuan, tapi dia memperluas dan memperkaya pandangan Freud ini. Hasil baik selama masa bayi, Erikson percaya, tidak bergantung pada jumlah makanan atau stimulasi oral yang ditawarkan, melainkan pada kualitas pengasuhan: mengurangi ketidaknyamanan dengan segera dan sepeka mungkin, menggendong bayi dengan lembut, menunggu dengan sabar 8 Erik H. Erikson, Childhood and Society, Pustaka Pelajar, Yogyakarta: 2010 p. 294 33 sampai bayi cukup menyusu, dan menyapihnya bila bayi tampak tidak berminat pada ASI atau susu botol. Menurut Erikson, mustahil orangtua bisa memenuhi semua kebutuhan bayi. Banyak faktor yang memengaruhi kebahagiaan pribadi, kondisi hidup saat ini misalnya, bertambahnya anak kecil dalam keluarga, dan praktik budaya pengasuhan dari orang tua. Akan tetapi, bila keseimbangan pengasuhan sarat dengan perhatian dan kasih sayang, konflik psikologis di tahun pertama – kepercayaan dasar vs. ketidakpercayaan basic trust versus mistrust – bisa diatasi dengan baik. Bayi yang percaya berharap dunia itu baik dan menyenangkan, sehingga dia yakin untuk berpetualang dan melakukan eksplorasi di dalamnya. Bayi yang tidak percaya tidak mau mengandalkan kasih dan kebaikan hati orang lain, sehingga dia melindungi dirinya dengan menarik diri dari orang dan sesuatu di sekitarnya. 9 Menurut pendapat John W. Santrock Rasa percayaMenurut Erik Erikson 1968, satu tahun pertama dalam kehidupan ditandai oleh tahap perkembangan rasa percaya versus rasa tidak percaya trust-versus mistrust. Bayi tadinya merasakan adanya kehidupan yang teratur , hangat, dan terlindungi dalam kandungan ibu, kemudian sang bayi menghadapi sebuah dunia yang kurang aman. Erikson berpendapat bahwa bayi mempelajari rasa percaya jika mereka diasuh secara konsisten dan hangat. Jika bayi tidak diberi makan dengan baik dan tidak ditempatkan dalam suasana hangat secara konsisten maka bayi cenderung mengembangkan rasa tidak percaya. Rasa percaya versus rasa tidak percaya tidaklah sama sekalil berakhir dalam satu tahun pertama kehidupan. Rasa percaya versus rasa tidak percaya muncul lagi dalam tahap- 9 Laura E. Berk. Development Through The Lifespan. Edisi Kelima Dari Prenatal sampai remajaYogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012 p.240 34 tahap perkembangan selanjutnya. Sebagai contoh, anak-anak yang meninggalkan masa bayi dengan rasa percaya masih dapat memiliki rasa tidak percaya yang muncul pada tahap berikutnya, yang mungkin terjadi apabila orang tua mereka terpisah atau bercerai karena konflik berkepanjangan. Kemandirian Erik Erikson 1968 mengedapankan bahwa kemandirian merupakan isu yang penting pada pada tahun kedua kehidupan. Erikson menggambarkan tahap kedua perkembangan sebagai tahap otonomi versus rasa malu dan ragu-ragu. Otonomi dibangun seiring dengna berkembangnya kemampuan mental dan motorik. Pada tahap ini, bayi tidak hanya mampu berjalan, namun mereka juga mampu memanjat, membuka dan menutup, menjatuhkan, mendorong dan menarik, serta memegang dan melepaskan. Bayi merasa bangga dengan semua prestasi ini dan ingin melakukan segala sesuatunya sendiri, apakah itu menyiram toilet, membuka bungkusan paket, atau memutuskan apa yang hendak dimakan. Penting bagi orang tua untuk mengenali motivasi balita dalalm melakukan apa yang dapat dilakukan sesuai dengan kemampuan mereka. Mereka dapat belajar mengendalikan otot dan dorongan- dorongan mereka. Namun, ketika pengasuh tidak sabar dan melakukan hal-hal yang ebetulnya dapat dilakukan oleh balita itu sendiri maka yang berkembang adalah rasa malu dan ragu-ragu. Setiap orang tua membuat anaknya menjadi terburu-buru dari waktu ke waktu. Apabila orang tua selalu bersikap terlalu melindungi anaknya ataupun terlalu banyak mengkritik kecelakaan-kecelakaan kecil yang terjadi misalnya, kencing di celana, bermain tanah, menumpahkan, atau memecahkan, anak tersebut akan mengembangkan rasa malu dan ragu-ragu yang berlebihan mengenai kemampuan mereka untuk mengendalikan diri sendiri dan dunianya. Sebagaimana yang akan didiskusikan di bab-bab selanjutnya, Erikson 35 berpendapat bahwa tahap otonomi versus rasa malu dan ragu-ragu memiliki implikasi penting bagi perkembangan individu di masa depan. Sampai sejauh ini, kita telah berdiskusi mengenai bagaiana emosi dan kompetensi emosi berubah seiring dengan perkembangan anak-anak. Kita juga telah mengkaji peran gaya emosional; sebagai dampaknya, kita telah melihat bagaimana emosi memberikan nada-nada pada pengalaman kita. Meskipun demikian, emosi juga menuliskan liriknya karena emosi terdapat dala inti relasi kita dengan orang lain. 10

2. Kanak-kanak Awal: Otonomi versus Rasa Malu dan Ragu

Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peran Pendeta terhadap Narapidana Hukuman Mati di Lembaga Permasyarakatan Nusakambangan T2 752014012 BAB I

0 0 19

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peran Pendeta terhadap Narapidana Hukuman Mati di Lembaga Permasyarakatan Nusakambangan T2 752014012 BAB IV

0 0 25

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peran Pendeta terhadap Narapidana Hukuman Mati di Lembaga Permasyarakatan Nusakambangan T2 752014012 BAB V

0 0 4

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peran Pendeta terhadap Narapidana Hukuman Mati di Lembaga Permasyarakatan Nusakambangan

0 17 11

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peran Pendeta terhadap Narapidana Hukuman Mati di Lembaga Permasyarakatan Nusakambangan

0 0 4

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Stres dan Strategi Coping pada Narapidana Wanita di Lembaga Permasyarakatan Kelas II A Wanita Semarang

0 0 2

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Indonesia dalam Pemahaman Pendeta Gereja Protestan Maluku (GPM) T2 752011022 BAB II

1 6 38

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: HUKUMAN ROTAN : Suatu Analisa Sosiologi terhadap hukuman Rotan Bagi Masyarakat di Negeri Latuhalat T2 752011020 BAB II

0 1 15

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Mutasi Tenaga Pendeta: Suatu Analisis tentang Mutasi Tenaga Pendeta di GPM T2 912013020 BAB II

0 0 17

T2__BAB II Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Waktu Tunggu Eksekusi Pidana Mati dalam Perspektif Hak Asasi Manusia T2 BAB II

0 0 58