Kanak-kanak Awal: Otonomi versus Rasa Malu dan Ragu

35 berpendapat bahwa tahap otonomi versus rasa malu dan ragu-ragu memiliki implikasi penting bagi perkembangan individu di masa depan. Sampai sejauh ini, kita telah berdiskusi mengenai bagaiana emosi dan kompetensi emosi berubah seiring dengan perkembangan anak-anak. Kita juga telah mengkaji peran gaya emosional; sebagai dampaknya, kita telah melihat bagaimana emosi memberikan nada-nada pada pengalaman kita. Meskipun demikian, emosi juga menuliskan liriknya karena emosi terdapat dala inti relasi kita dengan orang lain. 10

2. Kanak-kanak Awal: Otonomi versus Rasa Malu dan Ragu

Menurut pendapat dalam bukunya Matthew, tahap ini mencul sejak akhir tahun pertama hidup manusia, kurang lebih, sampai akhir tahun ketiga, dan berkorelasi erat dengan tahap anal perkembangan psikoseksual Freud. Selama tahap ini, anak dengan cepat belajar banyak keterampilan. Mereka belajar berjalan, memanjat, menarik, mendorong dan bicara. Secara umum, mereka belajar bagaimana menahan dan melapas sesuatu. Bukan hanya diaplikasikan ke objek-objek fisik, namun menahan dan melepas juga berkaitan dengan feses dan urine juga. Dengan kata lain, anak sekarang bisa memutuskan ‘dari dirinya’ untuk melakukan sesuatu atau tidak. Kalau begitu anak menjadi terlibat di dalam peperangan kehendak dengan orangtuanya. Tahap ini, kalau begitu, menjadi sangat menentukan bagi perbandingan cinta dan benci, kerjasama dan kesediaan, kebebasan mengekspresikan diri dan pensupresiannya. Dari rasa boleh mengendalikan diri tanpa harus kehilangan penghargaan diri, datanglah rasa kehendak baik dan kebanggaan yang akan berthan lama, dari hilangnya rasa boleh mengendalikan diri selain harus takluk pada kendali dari luar, datanglah rasa ragu dan rasa malu yang memberatkan. Erikson, 1985, hlm.254. 10 John W. Santrock, Life Span Development Jakarta: Erlangga, 2012 p.214-217. 36 Erikso n mendefinisikan kehendak sebagai “kegigihan tak tertembus untuk menggunakan kehendak bebas selain juga pembatasan diri, tak peduli pengalaman rasa malu dan ragu yang dirasakan dimasa bayi”. Sekali lagi penting untuk dicatat kalau resolusi yang positif bagi krisis yang mencirikan di tahap ini tidak berarti anak tidak lagi mengalami rasa malu dan ragu. Sebaliknya, ego anak menjadi cukup kuat untuk menghadapi secara tepat pengalaman-pengalaman malu dan ragu yang tak terelakkan datangnya itu. Perhatikan kalau kebajikan-kebajikan yang muncul sebagai hasil dari resolusi positif krisis-krisis ini bukan lain adalah fungsi-fungsi ego. Contohnya kebajikan harapan dan kehendak memiliki sejumlah pengaruh bagi kualitas hidup manusia namun kecil saja bagi kelangsungan hidup, artinya mereka mampu memenuhi kebutuhan-kebutuhan biologisnyaid, tetapi tidak sefleksibel, opyimis atau sebahagia mereka yang umumnya memiliki harapan dan kehendak. 11 Otonomi vs. Rasa Malu dan Ragu menurut pandangan dari Laura berk merupakan peralihan menuju masa balita, Freud menganggap cara orangtua dalam mengajarkan buang air dengan benar toilet training sangat menentukan kesehatan psikologis. Akan tetapi bagi Erikson, pelatihan ini hanyalah salah satu dari sekian banyak pengalaman yang berpengaruh. Penghindaran lazim oleh balita yang baru bisa berjalan dan bicara – “Tidak”, “Akan kulakukan sendiri” – memperlihatkan bahwa mereka telah memasuki periode munculnya rasa percaya diri. Mereka mau melakukan sendiri bukan hanya di toilet, tetapi juga dalam situasi lain. Konflik pada diri balita, otonomi vs. rasa malu dan ragu autonomy versus shame and doubt, bisa diatasi dengan baik bila orangtua memberikan bimbingan tepat dan pilihan wajar pada anak-anak mereka. Seorang anak usia 2 tahun yang penuh percaya diri memiliki 11 Matthew H. Olson B.R. Hergenhahn, Pengantar Teori-Teori Kepribadian, Edisi Kedelapan Pustaka Pelajar, Yogyakarta: 2013, 292-293 37 orangtua yang tidak suka mengkritik atau menyerang dia saat gagal dalam keterampilan baru – menggunakan toilet, makan dengan sendok, atau membereskan mainan. Mereka memenuhi tuntutan akan otonomi diri melalui toleransi dan pengertian – misalnya, memberikan tambahan waktu untuk menyelesaikan permainan sebelum berangkat ke toko grosir. Sebaliknya, bila orangtua berlebihan atau kurang dalam pengendalian, hasilnya adalah anak akan merasa terpaksa dan malu atau ragu akan kemampuannya untuk mengendalikan dorongannya dan bertindak sendiri dengan benar. Pendek kata, kepercayaan dasar dan otonomi menumbuhkan pengasuhan hangat dan peka serta harapan wajar bagi pengendalian terhadap dorongan yang mulai muncul di tahun kedua. Bila anak memasuki beberapa tahun pertamanya tanpa rasa percaya yang cukup pada pengasuh dan perasaan positif mengenai individualitas, dia sama saja sedang menabur benih-benih masalah. Orang dewasa yang kesulitan membangun ikatan dekat, terlalu mengandalkan orang tercinta, atau terus-menerus ragu akan kemampuan diri untuk mengatasi tantangan baru, tidak akan bisa sepenuhnya menguasai tugas-tugas kepercayaan dan otonomi selama masa bayi dan balita. 12 Menurut pendapat John W Shartok Otonomi versus rasa malu dan keragu-raguan autonomy versus shame and doubt adalah tahap kedua dari perkembangan menurut Erikson, yang berlangsung pada akhir masa bayi dan masa baru mulai berjalan 1 hingga 3 tahun. Setelah memperoleh kepercayaan dari pengasuhnya, bayi mulai menemukan bahwa perilaku mereka adalah keputusan mereka sendiri. Mereka mulai menyatakan rasa 12 Laura E. Berk. Development Through The Lifespan. Edisi Kelima Transisis Menjelang Dewasa Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012 p.240-241 38 kemandirian atau otonominya. Jika bayi terlalu banyak dibatasi dan dihukum terlalu keras, mereka cenderung mengembangkan rasa malu dan ragu-ragu. 13 Kemandirian menurut John W. Santrock menurut teori Erik Erikson 1968 mengedapankan bahwa kemandirian merupakan isu yang penting pada pada tahun kedua kehidupan. Erikson menggambarkan tahap kedua perkembangan sebagai tahap otonomi versus rasa malu dan ragu-ragu. Otonomi dibangun seiring dengna berkembangnya kemampuan mental dan motorik. Pada tahap ini, bayi tidak hanya mampu berjalan, namun mereka juga mampu memanjat, membuka dan menutup, menjatuhkan, mendorong dan menarik, serta memegang dan melepaskan. Bayi merasa bangga dengan semua prestasi ini dan ingin melakukan segala sesuatunya sendiri, apakah itu menyiram toilet, membuka bungkusan paket, atau memutuskan apa yang hendak dimakan. Penting bagi orang tua untuk mengenali motivasi balita dalalm melakukan apa yang dapat dilakukan sesuai dengan kemampuan mereka. Mereka dapat belajar mengendalikan otot dan dorongan-dorongan mereka. Namun, ketika pengasuh tidak sabar dan melakukan hal-hal yang ebetulnya dapat dilakukan oleh balita itu sendiri maka yang berkembang adalah rasa malu dan ragu-ragu. Setiap orang tua membuat anaknya menjadi terburu-buru dari waktu ke waktu. Apabila orang tua selalu bersikap terlalu melindungi anaknya ataupun terlalu banyak mengkritik kecelakaan-kecelakaan kecil yang terjadi misalnya, kencing di celana, bermain tanah, menumpahkan, atau memecahkan, anak tersebut akan mengembangkan rasa malu dan ragu- ragu yang berlebihan mengenai kemampuan mereka untuk mengendalikan diri sendiri dan dunianya. Sebagaimana yang akan didiskusikan di bab-bab selanjutnya, Erikson berpendapat bahwa tahap otonomi versus rasa malu dan ragu-ragu memiliki implikasi penting bagi perkembangan individu di masa depan. 13 John W. Santrock, Life Span Development Jakarta: Erlangga, 2012, 26 39 Sampai sejauh ini, kita telah berdiskusi mengenai bagaiana emosi dan kompetensi emosi berubah seiring dengan perkembangan anak-anak. Kita juga telah mengkaji peran gaya emosional; sebagai dampaknya, kita telah melihat bagaimana emosi memberikan nada-nada pada pengalaman kita. Meskipun demikian, emosi juga menuliskan liriknya karena emosi terdapat dala inti relasi kita dengan orang lain. 14 Menurut penney upton Masa kanak-kanak awal 2 hingga 3 tahun ini merupakan Konflik dasar otonomi versus rasa malu dan ragu, peristiwa penting latihan ke toilet, hasil anak-anak perlu mengembangkan rasa pengendalian pribadi atas keterampilan-keterampilan fisik dan rasa kemandirian. Keberhasilan tahap ini akan mendorong perasaan otonom; kegagalan menimbulkan perasaan malu dan ragu. 15 Menurut William Crain Tahap umum: Otonomi vs Rasa Malu dan Ragu-ragu, Erikson mendefinisikan konflik di titik ini sebagai otonomi versus rasa malu dan ragu-ragu. Otonomi muncul dari dalam, sebuah pendewasaan biologis yang mengasuh kemampuan anak untuk melakukan segala hal dengan caranya sendiri – mengontrol otot perut mereka sendiri, berdiri di atas kaki sendiri, menggunakan tangannya sendiri, dan sebagainya. Rasa malu dan ragu-ragu, sebaliknya, datang dari kesadaran akan ekspektasi dan tekanan sosial. Contohnya, seorang gadis kecil yang mengompol di celana jadi sadar diri, khawatir kalau orang lain melihatnya dalam kondisi itu. Rasa ragu berasal dari kesadaran bahwa dirinya tidak begitu berkuasa, sehingga orang lain bisa mengontrol dia dan bertindak lebih baik daripada dia. Harapan idealnya, anak bisa belajar menyesuaikan diri dengan aturan-aturan sosial tanpa banyak kehilangan pemahaman awal mereka mengenai otonomi. Orang tua di sejumlah budaya berusaha membantu anak mereka mengalami hal ini. Dengan lembut mereka 14 John W. Santrock, Life Span Development Jakarta: Erlangga, 2012,217. 15 Penney Upton. Psikologi Perkembangan. Jakarta: Erlangga, 2012, p.22-23 40 berusaha membantu anak belajar perilaku sosial tanpa menghancurkan independensinya. Namun sayang, orang tua lain tidak sesensitif ini, malah mempermalukan anak mereka secara berlebihan, contohnya saat mereka buang angin. Orang tua mematahkan hati anak dengan sikap bermusuhan, atau menertawakan upaya mereka melakukan hal-hal tertentu dengan caranya sendiri. Dalam kondisi yang demikian, anak bisa mengembangkan rasa malu dan ragu-ragu yang abadi, yang ujung-ujungnya malah menggiring impuls-impuls mereka kepada pembatasan diri sendiri. Maka mereka akan mengembangkan kekuatan ego dalam bentuk kehendak yang kokoh. “Kehendak”, kata Erikson, “merupakan kebulatan tekad yang tidak bisa dipatahkan untuk melatih pilihan bebas dan pengendalikan diri” 1964, h.119. Erikson memasukkan pengendalian-diri di dalam definisi ini karena percaya bahwa penting bagi anak untuk belajar mengontrol ipuls-impuls mereka sendiri, dan menentukan apa yang tidak pantas tidak boleh dilakukan. Jadi anaklah yang seharusnya berinisiatif demikian – bukannya kekuatan eksternal. 16 Menurut Jess Feist dan georgry Otonomi versus Rasa Malu dan Ragu-Ragu menurut teori erikson, jika masa kanak-kanak awal adalah waktunya pengekspresian-diri dan otonomi, maka ini juga menjadi waktu bagi rasa malu dan ragu-ragu shame and doubt saat anak-anak gigih untuk mengekspresikan ode muskuler-uretra-anal, mereka tampaknya menemukan sebuah budaya yang berusaha melarang sejumlah pengekspresian-diri seperti itu. Orangtua mungkin mempermalukan anak ketika mereka mengotori celana dengan urin atau feses, atau ketika mereka mengacak-acak makanan mereka. Orangtua bisa juga menanamkan keraguan dengan mempertanyakan kemampuan anak-anak untuk memenuhi standar-standar orangtua. 16 William Crain. Teori Perkembangan.Yogyakarta: Pustaka Pelajar: 2007, 436-437 41 Konflik antara otonomi dan rasa malu dan keraguan ini menjadi krisis psikososial utama masa kanak-kanak awal. Idealnya, anak-anak harus mengembangkan sebuah proporsi yang tepat antara otonomi dan rasa malu dan keraguan, dan proporsi ini mestinya mendukung otonomi-kualitas sintonik masa kanak-kanak awal. Anak-anak yang terlalu sedikit mengembangkan otonomi akan mengalami kesulitan-kesulitan di tahap-tahap selanjutnya, kehilangan kesempatan untuk meraih kekuatan dasar tahap-tahap berikutnya. Otonomi berkembang dari rasa percaya mendasar. Jika rasa percaya mendasar sudah terbangun pada masa bayi, anak-anak akan belajr untuk memiliki keyakinan pada diri mereka sendiri, dan dunia mereka akan tetap utuh sekalipun anak-anak mengalami krisis psikososial ringan. Jika mereka tidak dapat mengembangkan rasa percaya menasr selama masa bayi, maka upaya-upaya untuk meraih kendali atas organ-organ otot anal dan uretra selama masa kanak-kanak awal akan menemui perasaan malu dan ragu-ragu yang kuat, menyiapkan tahapan bagi sebuah krisis psikososial yang serius. Rasa disingkapkan. Rasa ragu, di sisi lain, adalah perasaan tidak pasti, perasaan bahwa sesuatu masih tetap tersembunyi dan tidak bisa dilihat. Rasa malu dan ragu-ragu adalah kualitas distonik, dan keduanya tumbuh dari rasa tidak percaya mendasar yang sudah terbentuk pada masa bayi. Kehendak: Kekuatan Dasar Masa Kanak-Kanak Awal Anak baru dapat berkembang hanya jika lingkungan mengizinkan sejumlah pengekspresian-diri dalam cara mereka mengontrol otot anus dan otot-otot lainnya. Ketika pengalaman mereka menghasilkan terlalu banyak rasa malu dan ragu-ragu, anak tidak akan bisa mengembangkan secara adekuat kekuatan dasar kedua yang penting ini. Kehendak yang tidak adekuat akan terekspresikan sebagai kompulsi, patologi inti masa kanak-kanak awal. 42 Kehendak yang terlalu sedikit dan kompulsivitas yang terlalu banyak akan terbawa ke dalam usia bermain sebagai lemahnya tujuan, dan ke dalam usia sekolah sebagai kurangnya rasa percaya diri. 17 Menurut bukunya Erik H erikson otonomi versus rasa malu dan ketidapercayaan. Tahap ini menjadi penentu bagi rasio antara cinta dan benci, kerja sama dan keras kepala, kebebasan untuk mengekspresikan diri dan menekannya. Dari perasaan pengendalian diri tanpa kehilangan penghargaan diri timbul perasaan kehilangan penghargaan diri timbul perasaan akan keinginan kontrol diri dan perasaan bangga yang abadi; dari perasaan kehilangan kontrol diri dan perasaan terlalu dikuasai orang lain timbul kecenderungan abadi untuk selalu ragu-ragu dan malu. Jika, bagi sebagian pembaca, potensi- potensi “negatif” tahapan-tahapan kami tampak mendapat penekanan yang terlalu keras, kami harus mengingatkan bahwa hal itu bukan hanya akibat dari terpreokupasi dengan data klinis. Orang dewasa, yang tampaknya matang dan tidak neurotik, menunjukkan sensitivitas tentang kemungkinan timbulnya rasa malu karena “kehilangan muka” dan ketakutan untuk “diserang dari belakang”, yang bukan hanya tidak rasional dan berlawanan dengan pengetahuan yang mereka miliki, tetapi juga dapat menjadi makna yang menentukan bila sentimen-sentimen yang terkait memengaruhinya, misalnya kebijakan antarras dan internasional. Perasaan memiliki martabat yang sah dan kebebasan yang sah secara hukum di pihak orang-orang dewasa di sekitarnya memberikan ekspektasi yang pasti kepada anak yang berkemauan baik bahwa jenis otonomi yang dibantu perkembangnya pada masa kanak-kanak tidak akan menghasilkan keragu-raguan atau rasa malu yang tidak semestinya di kehidupan dewasanya kelak. Jadi, perasaan otonomi yang dibantu perkembangannya pada anak dan 17 Jess Feist dan Gregory J. Feist. Theories of Personalitiy. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008, 220-221 43 dimodifikasi sepanjang hidupnya akan membantu dan dibantu oleh terpeliharanya rasa keadilan di dalam kehidupan ekonoi maupun politik. 18

3. Usia Prasekolah: Inisiatif versus Rasa Bersalah

Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peran Pendeta terhadap Narapidana Hukuman Mati di Lembaga Permasyarakatan Nusakambangan T2 752014012 BAB I

0 0 19

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peran Pendeta terhadap Narapidana Hukuman Mati di Lembaga Permasyarakatan Nusakambangan T2 752014012 BAB IV

0 0 25

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peran Pendeta terhadap Narapidana Hukuman Mati di Lembaga Permasyarakatan Nusakambangan T2 752014012 BAB V

0 0 4

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peran Pendeta terhadap Narapidana Hukuman Mati di Lembaga Permasyarakatan Nusakambangan

0 17 11

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peran Pendeta terhadap Narapidana Hukuman Mati di Lembaga Permasyarakatan Nusakambangan

0 0 4

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Stres dan Strategi Coping pada Narapidana Wanita di Lembaga Permasyarakatan Kelas II A Wanita Semarang

0 0 2

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Indonesia dalam Pemahaman Pendeta Gereja Protestan Maluku (GPM) T2 752011022 BAB II

1 6 38

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: HUKUMAN ROTAN : Suatu Analisa Sosiologi terhadap hukuman Rotan Bagi Masyarakat di Negeri Latuhalat T2 752011020 BAB II

0 1 15

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Mutasi Tenaga Pendeta: Suatu Analisis tentang Mutasi Tenaga Pendeta di GPM T2 912013020 BAB II

0 0 17

T2__BAB II Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Waktu Tunggu Eksekusi Pidana Mati dalam Perspektif Hak Asasi Manusia T2 BAB II

0 0 58