PENGARUH METODE PEMBELAJARAN BAGIAN DAN KESELURUHAN TERHADAP PUKULAN FOREHAND TENISMEJA PADA SISWA KELAS VII SMP N 1 LUMBOK SEMINUNG LAMPUNG BARAT TAHUN PELAJARAN 2012/2013

(1)

PENGARUH METODE PEMBELAJARAN BAGIAN DAN

KESELURUHAN TERHADAP PUKULAN FOREHAND

TENISMEJA PADA SISWA KELAS VII SMP N 1 LUMBOK SEMINUNG LAMPUNG BARAT

TAHUN PELAJARAN 2012/2013

Oleh

HELI HARMOKO

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mendapat Gelar SARJANA PENDIDIKAN

Pada

Jurusan Ilmu Pendidikan

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2014


(2)

(3)

ii

ABSTRAK

PENGARUH METODE PEMBELAJARAN BAGIAN DAN

KESELURUHAN TERHADAP PUKULAN FOREHAND

TENISMEJA PADA SISWA KELAS VII SMP N 1 LUMBOK SEMINUNG LAMPUNG BARAT

TAHUN PELAJARAN 2012/2013

Oleh

HELI HARMOKO

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mendapatkan data secara empiris mengetahui : (1) ada tidaknya pengaruh metode pembelajaran bagian terhadap peningkatan pukulan forehand tenis meja; (2) ada tidaknya pengaruh metode pembelajaran keseluruhan terhadap peningkatan pukulan forehand tenismeja; dan (3) metode pembelajaran mana yang lebih meningkatkan pukulan forehand

tenismeja pada siswa kelas VII SMPN 1 Lumbok Seminung Lampung Barat tahun pelajaran 2012/2013.

Metode penelitian yang digunakan adalah eksperimen. Dengan populasi sebanyak 80 siswa, namun dengan beberapa pertimbangan yang logis maka teknik sampel yang digunakan adalah proporsional randomsampling, sampel penelitian diambil hanya sejumlah 40 siswa secara acak. Instrumen yang digunakan ialah penilaian gerak dasar pukulan forehand pada permainan tenismeja. Sedangkan teknik analisis data menggunakan uji-t perbedaan dan uji-t pengaruh.

Hasil penelitian menunjukkan: pertama, ada pengaruh yang signifikan metode pembelajaran bagian terhadap peningkatan pukulan forehand tenismeja; kedua, ada pengaruh yang signifikan metode pembelajaran keseluruhan terhadap

peningkatan pukulan forehand tenismeja; dan ketiga, metode pembelajaran bagian lebih baik dari pada metode pembelajaran keseluruhan terhadap peningkatan pukulan forehand tenismeja pada siswa kelas VII SMPN 1 Lumbok Seminung Lampung Barat tahun pelajaran 2012/2013.


(4)

(5)

(6)

(7)

xii

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 4

C. Batasan Masalah ... 5

D. Rumusan Masalah ... 5

E. Tujuan Penelitian ... 6

F. Manfaat Penelitian ... 6

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Belajar dan Pembelajaran... 10

B. Belajar Gerak ... 29

C. Keterampilan Gerak ... 34

D. Metode Pembelajaran Bagian ... 35

E. Metode Pembelajaran Keseluruhan ... 37

F. Pendidikan Jasmani ... 38

G. Tenismeja ... 40

H. Kerangka Berpikir ... 49

I. Hipotesis ... 52

III.METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian ... 54

B. Populasi dan Sampel ... 56

C. Variabel Penelitian ... 57

D. Definisi Operasional Variabel ... 58

E. Rancangan Penelitian ... 59

F. Teknik Pengumpulan Data ... 60

G. Instrumen Penelitian ... 60


(8)

xiii

IV.HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian ... 69

1. Deskripsi Data ... 69

2. Analisis Ujicoba Instrumen ... 71

3. Analisis Uji Prasyarat ... 72

4. Analisi Uji Hipotesis ... 74

B. Pembahasan ... 76

V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 80

B. Saran ... 80

DAFTAR PUSTAKA ... 82


(9)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Permainan tenismeja adalah salah satu cabang olahraga yang banyak digemari masyarakat luas, terutama masyarakat sekolah termasuk perguruan tinggi. Hal ini bukan hanya disebabkan oleh masuknya cabang ini dalam kurikulum di sekolah tetapi juga permainan ini sangat menarik dan dapat dimainkan di dalam ruangan dengan peralatan yang relatif murah, serta tidak membutuhkan tempat yang luas. Tenismeja dapat dimainkan dan dinikmati oleh semua anggota keluarga dan memberi gerak badan serta hiburan kepada pemain-pemain pada semua tingkat usia, dan termasuk juga mereka yang cacat jasmaninya. Menurut Johnny Leach: “Tenismeja memanglah merupakan olahraga yang sungguh-sungguh internasional sifatnya yang dimainkan dibanyak negara dari pada olahraga lain”.

Olahraga tenismeja di Indonesia merupakan bagian dari salah satu cabang olahraga permainan yang belum dapat mengimbangi prestasi dunia, baik di tingkat Asia maupun di tingkat Internasional. Oleh karena usaha untuk meningkatkan hasil belajar (keterampilan bermain) tenismeja adalah sangat penting baik ditingkat sekolah, club atau perkumpulan- perkumpulan tenismeja yang lainnya.


(10)

Melalui olahraga tenismeja secara khusus akan memperoleh manfaat dalam hal pertumbuhan fisik, mental dan sosial yang baik. Hal tersebut tidak dapat dipungkiri karena di dalam permainan tenismeja terkandung nilai-nilai pedagogis, fisiologis, intelektual dan sosiologis. Melalui olahraga ini juga dapat mendidik siswa untuk rajin, tekun, ulet, disiplin dan bertanggung jawab. Salah satu cara meningkatkan hasil belajar tenismeja dalam permainan

tenismeja adalah dengan cara memilih dan menggunakan metode yang tepat di dalam mengajar tenismeja.

Dalam proses belajar tenismeja merupakan sasaran pokok dalam penelitian, terutama yang menyangkut masalah perbedaan pembelajaran pukulan forehand dengan metode bagian dan keseluruhan. lni bukan berarti bahwa kemampuan dalam tenismeja tidak hanya ditentukan oleh metode belajar saja, tetapi masih banyak faktor lain yang dapat mempengaruhinya.

Seorang guru harus mampu menerapkan metode pembelajaran gerak yang tepat. Cara-cara atau metode yang sering digunakan dalam pembelajaran keterampilan gerak dasar ialah: (1) metode keseluruhan, (2) metode bagian, (3) metode drill, (4) metode pemecahan masalah, (5) pendekatan ketepatan dan (6) pendekatan kecepatan”.

Dalam hal ini penulis memilih hasil belajar keterampilan pukulan forehand dalam tenismeja dengan menggunakan metode bagian dan keseluruhan sebagai pilihan yang tepat untuk meningkatkan pukulan forehand dalam tenismeja, karena cara memukul bola yang baik dan benar akan menentukan pengembangan permainan itu sendiri.


(11)

Banyaknya metode pembelajaran keterampilan gerak dasar menuntut seorang guru harus cermat dalam memilih dan menentukan metode mengajar. Metode mengajar bagian dan keseluruhan merupakan metode mengajar gerak yang memiliki karakteristik yang berbeda. Penerapan metode pembelajaran tersebut di dasarkan pada jenis keterampilan yang dipelajari memiliki unsur gerakan yang sulit atau sederhana. Selain itu, keberadaan siswa juga merupakan faktor yang penting dan harus diperhatikan dalam menerapkan metode pembelajaran, apakah siswa telah memiliki keterampilan yang baik ataukah belum.

Metode keseluruhan dan bagian merupakan metode yang dapat diterapakan untuk meningktakan keterampilan gerak termasuk pukulan forehand dalam tenismeja. Kedua metode tersebut masing-masing memiliki 4 ciri dan penekanan yang berbeda, sehingga belum diketahui pengaruhnya terhadap peningkatan kemampuan pukulan forehand dalam tenismeja. Khusus mata pelajaran tenismeja perlu mendapat perhatian khusus dimana dalam pelaksanaan pembelajaran tenismeja yang diberikan oleh guru di sekolah mungkin hanya memperhatikan penguasaan gerak dasar

keterampilan-keterampilan saja tetapi harus juga didukung oleh metode pembelajaran yang tepat, efektif dan efisien sekaligus menyenangkan.

Berdasarkan penilaian hasil belajar yang penulis lakukan pada saat penelitian pendahuluan dalam pembelajaran keterampilan gerak dasar pukulan forehand dalam tenismeja di SMPN 1 Lumbok Seminung Lampung Barat, rata-rata nilai yang diraih tidak mencapai standar ketuntasan sekolah. Dari 40 siswa, yang mendapatkan nilai 65 ke atas atau dinyatakan tuntas hanya sebesar 26 %,


(12)

sedangkan yang belum tuntas sebesar 74 %. Siswa dinyatakan tuntas atau berhasil dalam mengikuti proses pembelajaran sesuai dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) jika mencapai nilai 65 dan dinyatakan belum tuntas atau remedial jika mendapatkan nilai kurang dari 65.

Hasil temuan awal menunjukkan bahwa letak kesalahan atau kesulitan gerak yang dialami siswa adalah pada tahap pelaksanaan, terutama deskriptor gerakan sikap berdiri, posisi kaki, mengambil bola dititik tertinggi, bola tepat mengenai bagian tengah bet, pukul dengan kuat dan terarah. Penulis

mengidentifikasi penyebab masih rendahnya kemampuan siswa dalam menguasai pukulan forehand ialah pada perkenaan bola saat memukul tidak tepat pada permukaan tengah bet, belum bisa mengarahkan pukulan forehand memantul ke meja lawan, masih kaku cara pegangan pukulan forehand dan penyelesaian akhir yang kurang efektif. Metode belajar yang dipakai monoton atau tidak ada variasi membuat proses pembelajaran membosankan, hal ini terlihat pada saat penulis melakukan penelitian pendahuluan.

Berdasarkan uraian-uraian di atas bahwa hasil belajar yang dicapai oleh siswa tidak terlepas dari peranan guru dalam memilih dan menerapkan metode pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik materi dan siswa agar tercapainya keberhasilan pembelajaran. Metode yang dipilih harus dapat memberdayakan siswa agar lebih banyak bergerak untuk mencoba gerak dasar forehand dan berlatih secara berulang-ulang.

Dengan harapan proses pembelajaran dapat berjalan efektif sesuai dengan yang diharapkan, maka peneliti berasumsi bahwa metode pembelajaran bagian


(13)

dan metode keseluruhan dapat diterapkan dalam upaya memperbaiki pukulan forehand. Metode bagian cara penyampainnya dilakukan secara bertahap yaitu dengan jalan membagi-bagikan materi pelajaran menjadi bagian yang lebih kecil atau sederhana. Metode bagian dipergunakan untuk mempelajarai materi pelajaran yang luas dan kompleks agar dapat dibagi-bagi menjadi beberapa unit, supaya dapat mempermudah mempelajarinya. Sedangkan metode keseluruhan dapat dipakai untuk mempelajari suatu keterampilan gerak, cara pendekatan dalam mengajar dimana untuk menguasai suatu rangkaian gerak, kepada siswa diajarkan semua unsur rangkaian gerak secara keseluruhan sekaligus dan dipraktikan secara keseluruhan sekaligus. Proses pembelajaran di awali dengan penanaman konsep secara keseluruhan, sampai konsep tersebut dipahami benar barulah dialihkan ke dalam bagian yang lebih sederhana.

Bertitik tolak dari uraian di atas, maka peneliti ingin mengetahui bagaimana pemilihan metode tersebut apakah tepat dan terdapat perbedaan dalam meningkatkan keterampilan gerak dasar siswa pada mata pelajaran tenismeja khususnya pada pukulan forehand. Sehingga penulis mengambil judul

penelitian”Pengaruh Metode Pembelajaran Bagian dan Keseluruhan Terhadap Pukulan Forehand Dalam Tenismeja”. Untuk mengetahui hal tersebut, maka perlu dikaji dan diteliti secara lebih mendalam baik secara teori maupun praktik melalui penelitian eksperimen.


(14)

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, maka permasalahan yang timbul dapat diidentifikasi sebagai berikut:

1. Masih perlunya pemilihan metode pembelajaran yang tepat untuk proses belajar gerak dasar pada mata pelajaran tenismeja.

2. Kurangnya kemampuan siswa dalam menguasai gerak dasar pukulan forehand pada bermain tenismeja

3. Siswa rata-rata mengalami kesulitan saat memukul bola tidak tepat mengenai permukaan tengah bet sehingga hasil pukulan belum baik. 4. Siswa rata-rata belum bisa mengarahkan pukulan forehand memantul ke

meja lawan.

5. Sebagian siswa masih kaku cara pegangan pukulan forehand. 6. Sebagian besar siswa belum pernah bermain tenismeja secara rutin,

padahal permainan ini memerlukan rutinitas bermain yang kontinue agar dapat bermain dengan baik.

C. Batasan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah yang telah diuraikan di atas, untuk memudahkan penelitian perlu pembatasan yang berdasarkan tujuan dari penelitian ini, adapun pembatasan masalah tersebut adalah menggunakan dua metode yaitu bagian dan keseluruhan untuk meningkatkan gerak dasar pukulan forehand dalam tenismeja, dengan sampel penelitian adalah siswa kelas VII SMPN 1 Lumbok Seminung Lampung Barat tahun pelajaran 2012/2013.


(15)

D. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Apakah ada perbedaan yang signifikan dari metode pembelajaran bagian

dan keseluruhan terhadap peningkatan pukulan forehand tenismeja pada siswa kelas VII SMPN 1 Lumbok Seminung Lampung Barat tahun pelajaran 2012/2013?

2. Apakah ada pengaruh yang signifikan dalam penggunaan metode pembelajaran bagian terhadap peningkatan pukulan forehand tenismeja pada siswa kelas VII SMPN 1 Lumbok Seminung Lampung Barat tahun pelajaran 2012/2013?

3. Apakah ada pengaruh yang signifikan dalam penggunaan metode pembelajaran keseluruhan terhadap peningkatan pukulan forehand tenismeja pada siswa kelas VII SMPN 1 Lumbok Seminung Lampung Barat Tahun pelajaran 2012/2013?

4. Manakah dari kedua jenis metode pembelajaran ini yang lebih

meningkatkan pukulan forehand dalam tenismeja pada siswa kelas VII SMPN 1 Lumbok Seminung Lampung Barat tahun pelajaran 2012/2013?

E. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Tujuan umum

a. Untuk membuktikan adakah perbedaan yang signifikan dari metode pembelajaran bagian dan keseluruhan terhadap peningkatan pukulan


(16)

forehand tenismeja pada siswa kelas VII SMPN 1 Lumbok Seminung Lampung Barat tahun pelajaran 2012/2013.

b. Untuk membuktikan adakah pengaruh yang signifikan dari metode pembelajaran bagian dan keseluruhan terhadap peningkatan pukulan forehand dalam tenismeja pada siswa kelas VII SMPN 1 Lumbok Seminung Lampung Barat tahun pelajaran 2012/2013.

2. Tujuan khusus

a. Untuk mengetahui besarnya pengaruh metode pembelajaran bagian terhadap peningkatan pukulan forehand dalam tenismeja pada siswa kelas VII SMPN 1 Lumbok Seminung Lampung Barat tahun pelajaran 2012/2013.

b. Untuk mengetahui besarnya pengaruh metode pembelajaran keseluruhan terhadap peningkatan pukulan forehand dalam tenismeja pada siswa kelas VII SMPN 1 Lumbok Seminung Lampung Barat tahun pelajaran 2012/2013.

c. Untuk mengetahui metode pembelajaran mana yang lebih meningkatkan pukulan forehand dalam tenismeja pada siswa kelas VII SMPN 1 Lumbok Seminung Lampung Barat tahun pelajaran 2012/2013.


(17)

F. Manfaat Peneiltian

Hasil penelitian ini diharapkan berguna untuk: 1. Peneliti

Untuk mendapatkan data yang empiris mengenai perbedaan dan pengaruh metode pembelajaran bagian dan keseluruhan terhadap pukulan forehand tenismeja.

2. Siswa

Untuk dapat meningkatkan hasil belajar pukulan forehand dalam keterampilan bermain tenismeja.

3. Guru

Bahan informasi kepada guru Pendidikan Jasmani dan siswa dapat digunakan sebagai acuan dalam meningkatkan keterampilan bermain tenismeja, khususnya pukulan forehand.

4. Kepala sekolah

Sebagai acuan dan bahan pertimbangan dalam pembuatan kurikulum Pendidikan Jasmani khususnya di sekolah.


(18)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Belajar dan Pembelajaran

1. Pengertian Belajar

Robert N. Gagne (dalam Sugiyanto 1994; 233) mendefinisikan tentang belajar yaitu : ”Belajar adalah suatu perubahan pembawaan atau kemampuan yang bertahan dalam jangka waktu tertentu dan tidak semata-mata

disebabkan oleh proses pertumbuhan”. Selanjutnya Robert N. Gagne (dalam Sugiyanto 1994: 232) mengatakan bahwa aspek-aspek kemampuan yang bisa ditingkatkan melalui belajar adalah meliputi : 1) Keterampilan

intelektual. 2) Kemampuan mengungkapkan informasi dalam bentuk verbal. 3) Strategi berfikir. 4) Keterampilan gerak. 5) Emosi dan perasaan.

Dengan gambaran bahwa aspek-aspek kemampuan yang bisa dikembangkan melalui kegiatan belajar meliputi berbagai macam kemampuan tersebut, maka pengertian belajarpun menjadi luas.

Menurut Skinner dalam Dimyati dan Mudjiono (2009:9) mengatakan bahwa belajar adalah suatu perilaku. Pada saat orang belajar, maka responnya menjadi lebih baik. Sebaliknya, bila tidak belajar maka responnya menurun. Sedangkan menurut Gagne dalam Dimyati dan Mudjiono (2009:10) belajar merupakan kegiatan yang kompleks. Hasil


(19)

belajar berupa kapabilitas (kemampuan). Setelah belajar orang memiliki keterampilan, pengetahuan, sikap dan nilai. Timbulnya kapabilitas tersebut adalah dari (i) stimulasi yang berasal dari lingkungan, dan (ii) proses kognitif yang dilakukan oleh pebelajar. Jadi menurut pengertian diatas, berarti belajar merupakan seperangkat proses kognitif yang mengubah sifat stimulus (rangsangan) lingkungan, melewati pengolahan informasi, menjadi kapabilitas baru. Dengan belajar maka akan dihasilkan perubahan tingkah laku yang meliputi tiga ranah yakni, ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotor.

Belajar adalah suatu perubahan yang relatif pemanen dalam suatu

kecenderungan tingkah laku sebagai hasil dari praktik atau latihan. (Nana Sujana, 1991: 5). Menurut Thorndike dalam Arma Abdulllah dan Agus Manadji (1994: 162) belajar adalah asosiasi antara kesan yang diperoleh alat indera (stimulus) dan impuls untuk berbuat (respons). Ada tiga aspek penting dalam belajar, yaitu :

a. Hukum kesiapan

Berarti bahwa individu akan belajar jauh lebih efektif dan cepat bila ia telah siap atau matang untuk belajar dan seandainya ada kebutuhan yang dirasakan. Ini berarti dalam aktivitas Pendidikan Jasmani guru seharusnyalah dapat menentukan materi-materi yang tepat dan mampu dilakukan oleh anak. Guru harus memberikan pemahaman mengapa manusia bergerak dan cara melakukan gerakan secara aman, efisien dan efektif sehingga kegiatan belajar akan memuaskan.


(20)

b. Hukum latihan

Jika seseorang ingin memperoleh hasil yang lebih baik, maka ia harus berlatih. Sebagai hasil dari latihan yang terus-menerus akan diperoleh kekuatan, tetapi sebagai hasil tidak berlatih akan memperoleh

kelemahan. Kegiatan belajar dalam pendidikan diperoleh dengan melakukan. Melakukan berulang-ulang tidak berarti mendapatkan kesegaran atau keterampilan yang lebih baik. Melalui pengulangan yang dilandasi dengan konsep yang jelas tentang apa yang harus dikerjakan dan dilakukan secara teratur akan menghasilkan kemajuan dalam pencapaian tujuan yang dikehendaki. Ini berarti guru harus menerapkan latihan atau pengulangan dengan penambahan beban agar meningkatnya kesegaran jasmani anak, dengan memperhatikan pula fase pertumbuhan dan perkembangan anak.

c. Hukum pengaruh

Bahwa seseorang individu akan lebih mungkin untuk mengulangi pengalaman yang memuaskan daripada pengalaman-pengalaman yang mengganggu. Hukum ini seperti yang berlaku pada Pendidikan Jasmani mengandung arti bahwa setiap usaha seharusnya diupayakan untuk menyediakan situasi-situasi agar siswa mengalami keberhasilan serta mempunyai pengalaman yang menyenangkan dan memuaskan. Guru harus merencanakan model-model pembelajaran yang menarik dan menyenangkan, akan lebih baik jika disesuaikan


(21)

dengan fase pertumbuhan dan perkembangan anak, pada usia remaja, anak akan menyukai permainan, bermain dengan kelompok-kelompok dan menunjukkan prestasinya sehingga mendapat pengakuan diri dari orang lain.

2. Pengertian Pembelajaran

Pembelajaran yang diidentikkan dengan kata “mengajar” berasal dari kata dasar “ajar” yang berarti petunjuk yang diberikan kepada orang supaya diketahui (diturut) ditambah dengan awalan “pe” dan akhiran “an menjadi “pembelajaran”, yang berarti proses, perbuatan, cara mengajar atau

mengajarkan sehingga anak didik mau belajar.

Menurut Oemar Hamalik (2008: 57), mengatakan bahwa pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur yang saling mempengaruhi mencapai tujuan pembelajaran. Dengan kata lain, manusia terlibat dalam system pengajaran terdiri dari siswa, guru, dan tenaga lainya, misalnya tenaga laboratorium. Material, meliputi buku-buku, papan tulis, dan alat tulisnya, fotografi, slide dan film, audio dan video tape. Fasilitas dan perlengkapan, terdiri dari ruangan kelas dan lapangan. Prosedur meliputi jadwal dan metode penyampaian informasi, praktek, belajar, ujian, dan sebagainya. Proses pembelajaran merupakan suatu usaha yang amat strategis untuk mencapai tujuan yang diharapkan yang berkaitan dengan proses pembelajaran.


(22)

Pengertian yang mantap dalam hakikat dan defenisi pembelajaran merupakan bantuan yang sangat berguna bagi pengajaran pendidikan

jasmani. Berdasarkan pendapat di atas, pembelajaran adalah proses kegiatan guru secara terprogram dalam desain instruksional, untuk siswa belajar secara aktif, yang menekankan pada pengertian sumber belajar. Proses pembelajaran merupakan suatu usaha yang amat strategis untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Begitu juga dengan proses belajar mengajar sendiri merupakan hubungan timbal balik antar peserta didik dan pendidik, juga antar sesama peserta didik. Sehingga terasa sekali bahwa proses

pembelajaran bukan sekedar penyampaian pesan berupa materi

pembelajaran saja, tetapi menanamkan sikap dan nilai pada diri peserta didik yang sedang belajar.

Pembelajaran yang berkualitas sangat tergantung dari motivasi pelajar dan kreatifitas pengajar. Pembelajar yang memiliki motivasi tinggi ditunjang dengan pengajar yang mampu memfasilitasi motivasi tersebut akan

membawa pada keberhasilan pencapaian target belajar. Target belajar dapat diukur melalui perubahan sikap dan kemampuan siswa melalui proses belajar. Desain pembelajaran yang baik, ditunjang fasilitas yang memandai, ditambah dengan kreatifitas guru akan membuat peserta didik lebih mudah mencapai target belajar.

Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran adalah serangkaian kegiatan yang dirancang dan disusun agar terjadi proses belajar pada siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran. Pembelajaran


(23)

mengacu pada segala kegiatan yang dirancang untuk mendukung proses belajar yang ditandai dengan adanya perubahan perilaku individu yang sesuai dengan tujuan pembelajaran.

3. Prinsip – Prinsip Belajar

Agar aktivitas yang dilakukan guru dalam proses pembelajaran terarah pada upaya peningkatan potensi siswa secara komprehensip, maka pembelajaran harus dikembangkan sesuai dengan prinsip-prinsip yang benar, yang bertolak dari kebutuhan internal siswa untuk belajar. Banyak teori dan prinsip-prinsip yang dikemukakan oleh para ahli antara satu dengan yang lain memiliki persamaan dan perbedaan. Dimyati dan Mudjiono (2009:42) membagi prinsip prinsip belajar dalam 7 kategori, antara lain:

a. Perhatian dan motivasi

Menurut Gagne dan Berlin dalam Dimyati dan Mudjiono (2009:42) perhatian mempunyai peranan yang sangat penting dalam kegiatan belajar. Dalam teori belajar pengolahan informasi terungkap bahwa tanpa adanya perhatian tak mungkin terjadi belajar. Sedangkan motivasi juga mempunyai peranan penting dalam kegiatan belajar. Motivasi adalah tenaga yang menggerakkan dan mengarahkan aktifitas seseorang. Motivasi dapat dibandingkan dengan mesin dan kemudian pada mobil.


(24)

b. Keaktifan

Belajar hanya mungkin terjadi apabila anak aktif mengalamin sendiri. Belajar tidak bisa dilimpahkan kepada orang lain. John Dewey dalam Davies dalam Dimyati dan Mudjiono (2009:44) mengemukakan bahwa belajar adalah menyangkut apa yang harus dikerjakan siswa untuk dirinya sendiri, maka inisiatif harus datang dari siswa sendiri. Guru sekadar pembimbing dan pengarah.

c. Keterlibatan Langsung/ Berpengalaman

Belajar yang paling baik adalah belajar melalui pengalaman langsung. Dalam belajar melalui pengalaman langsung siswa tidak sekedar

mengamati secara langsung tetapi ia harus mengahayati, terlibat langsung dalam perbuatan dan bertanggung jawab terhadap hasilnya.

d. Pengulangan

Prinsip belajar yang menekankan perlunya pengulangan dikemukakan oleh teori Psikologi daya. Menurut teori ini belajar adalah melatih daya-daya yang ada pada manusia yang terdiri atas daya-daya mengamat,

menangkap, mengingat, menghayal, merasakan, berfikir, dan sebagainya. Dengan mengadakan pengulangan maka daya tersebut akan

mengembang. Seperti halnya pisau yang selalu diasah akan menjadi tajam, maka daya-daya yang dilatih akan menjadi sempurna.


(25)

e. Tantangan

Dalam situasi belajar siswa menghadapi suatu tujuan yang ingin dicapai tetapi selalu terdapat hambatan dengan mempelajari bahan ajar, maka timbullah motif untuk mengatasi hambatan itu yaitu dengan mempelajari bahan belajar tersebut. Apabila hambatan itu telah diatasi, artinya tujuan belajar telah tercapai, maka ia akan masuk dalam medan baru dan tujuan baru, demikian seterusnya. Tantangan yang dihadapi dalam bahan belajar membuat siswa bergairah untuk mengatasinya dan tertantang untuk mempelajarinya.

f. Balikan dan Penguatan

Prinsip belajar yang berkaitan dengan balikan dan penguatan terutama tekanan oleh teori belajar Operant Conditioning dari B.F. Skinner. Kalau pada teori Conditioning yang diberi kondisi adalah stimulusnya, maka pada operant conditioning yang diperkuat adalah responnya. Siswa akan belajar lebih bersemangat apabila mengetahui dan mendapatkan hasil yang baik. Apabila hasil yang diperoleh baik akan merupakan kebalikan yang menyenangkan dan berpengaruh baik bagi usaha belajar

selanjutnya. Namun dorongan belajar itu menurut B.F Skinner tidak saja oleh penguatan yang menyenangkan tetapi juga yang tidak menyenangkan (Gagne dan Berlin dalam Dimyati dan Mudjiono 2009: 48)

g. Perbedaan Individual

Siswa merupakan individual yang unik. Artinya, tidak ada dua orang siswa yang sama persis, tiap siswa memiliki perbedaan satu dengan yang


(26)

lain. Perbedaan individual berpengaruh pada cara dan hasil belajar siswa. Karenanya, perbedaan individu perlu diperhatikan oleh guru dalam upaya pembelajaran.

Davies dalam Dimyati dan Mudjiono (2009: 50), mengingatkan beberapa hal yang dapat menjadikan kerangka dasar bagi penerapan prinsip-prinsip belajar belajar dalam proses pembelajaran, yaitu :1) Hal apapun yang dipelajari murid, maka ia harus mempelajarinya sendiri. Tidak seorangpun yang dapat melakukan kegiatan belajar tersebut untuknya. 2) Setiap murid belajar menurut tempo (kecepatannya) sendiri dan untuk setiap kelompok umur, terdapat variasi dalam kecepatan belajar. 3) Seorang murid belajar lebih banyak bilamana setiap langkah segera diberikan penguatan

(reinforcement). 4) Penguasaan secara penuh dari setiap langkah-langkah pembelajaran, memungkinkan murid belajar secara lebih berarti. 5) Apabila siswa diberikan tanggung jawab untuk mempelajari sendiri, maka ia lebih termotivasi untuk belajar, dan ia akan belajar dan mengingat lebih baik. Selanjutnya Davies dalam Dimyati dan Mudjiono (2009: 51), menjelaskan prisip-prinsip belajar sebagai berikut :

a). Prinsip Belajar Kognitif

1. Perhatian harus dipusatkan pada aspek-aspek lingkungan yang relevan sebelum proses belajar kognitif terjadi.

2. Hasil belajar kognitif akan bervariasi sesuai dengan taraf dan jenis perbedaan individual yang ada.


(27)

3. Bentuk-bentuk kesiapan perbendaharaan kata atau kemampuan

membaca, kecakapan dan pengalaman berpengaruh langsung terhadap proses belajar kognitif.

4. Pengalaman belajar harus diorganisasikan ke dalam satuan-satuan unit-unit yang sesuai.

5. Bila menyajikan konsep, kebermaknaan dalam konsep amatlah penting. Perilaku mencari, penerapan, pendefinisian resmi dan penilaian sangat diperlukan untuk menguji bahwa suatu konsep benar-benar bermakna.

6. Dalam pemecahan masalah, para siswa harus dibantu untuk mendefinisikan dan membatasi lingkup masalah, menemukan informasi yang sesuai, menafsirkan dan menganalisis masalah dan memungkinkan tumbuhnya kemampuan berpikir yang multi dimensional (divergent thinking).

b). Prinsip Belajar Afektif

1. Sikap dan nilai tidak hanya diperoleh dari proses pembelajaran langsung, akan tetapi sering diperoleh melalui proses identifikasi dari orang lain.

2. Sikap lebih mudah dibentuk karena pengalaman yang menyenangkan. 3. Nilai-nilai yang ada pada diri individu dipengaruhi oleh standar


(28)

4. Bagaimana para siswa menyesuaikan diri dan memberi reaksi terhadap situasi akan memberi dampak dan pengaruh terhadap proses belajar afektif.

5. Dalam banyak kesempatan nilai-nilai penting yang diperoleh pada masa kanak-kanak akan tetap melekat sepanjang hayat.

6. Proses belajar di sekolah dan kesehatan mental memiliki hubungan yng erat.

7. Model interaksi guru dan siswa yang positif dalam proses

pembelajaran di kelas, dapat memberikan kontribusi bagi tumbuhnya sikap positif di kalangan siswa.

8. Para siswa dapat dibantu agar lebih matang dengan cara memberikan dorongan bagi mereka untuk lebih mengenal dan memahami sikap, peranan serta emosi.

c). Prinsip Belajar Psikomotorik

a. Perkembangan psikomotorik anak, sebagian berlangsung secara beraturan dan sebagian diantaranya tidak beraturan.

b. Di dalam tugas suatu kelompok akan menunjukkan variasi kemampuan dasar psikomotorik.

c. Struktur ragawi dan sistem syaraf individu membantu menentukan taraf penampilan psikomorik.

d. Melalui aktivitas bermain dan aktivitas informal lainnya para siswa akan memperoleh kemampuan mengontrol gerakannya secara lebih baik.


(29)

e. Seirama dengan kematangan fisik dan mental, kemampuan belajar untuk memadukan dan memperluas gerakan motorik akan lebih dapat

diperkuat.

f. Faktor-faktor lingkungan memberikan pengaruh terhadap bentuk dan cakupan penampilan psikomotor individu.

g. Penjelasan yang baik, demonstrasi dan partisipasi aktif siswa dapat menambah efisiensi belajar psikomotorik.

h. Latihan yang cukup yang diberikan dalam rentang waktu tertentu dapat memperkuat proses belajar psikomotorik.

4. Tujuan Pembelajaran

Tujuan pembelajaran adalah tercapainya perubahan perilaku atau

kompetensi pada siswa setelah mengikuti kegiatan pembelajarantercapainya perubahan perilaku atau kompetensi pada siswa setelah mengikuti kegiatan pembelajaran.

Tujuan tersebut dirumuskan dalam bentuk pernyataan atau deskripsi yang spesifik. Yang menarik untuk digarisbawahi yaitu dari pemikiran Kemp dan David E. Kapel bahwa perumusan tujuan pembelajaran harus diwujudkan dalam bentuk tertulis. Hal ini mengandung implikasi bahwa setiap

perencanaan pembelajaran seyogyanya dibuat secara tertulis (written plan). Upaya merumuskan tujuan pembelajaran dapat memberikan manfaat tertentu, baik bagi guru maupun siswa.


(30)

Nana Syaodih Sukmadinata (2007) mengidentifikasi 4 (empat) manfaat dari tujuan pembelajaran, yaitu: (1) memudahkan dalam mengkomunikasikan maksud kegiatan belajar mengajar kepada siswa, sehingga siswa dapat melakukan perbuatan belajarnya secara lebih mandiri; (2) memudahkan guru memilih dan menyusun bahan ajar; (3) membantu memudahkan guru

menentukan kegiatan belajar dan media pembelajaran; (4) memudahkan guru mengadakan penilaian.

Dalam pendekatan masalah khusus dalam pembelajaran atau sering di kenal dengan istilah SME, mendeskripsikan bahwa pendekatan ini akan

menciptakan pembelajaran yang spesifik sesuai dengan bidangnya.

Pendekatan ini lebih mempertimbangkan apa yang harus dipelajari tentang materi tersebut. Tidak bisa dipungkiri bahwa identifikasi tujuan

pembelajaran melalui pendekatan masalah khusus dalam pembelajaran, mengandung makna sebagai pengetahuan dan pengertian berdasarkan informasi yang diterima.

Pendekatan berikutnya yaitu pendekatan penguraian isi pembelajaran. Pendekatan ini lebih menetapkan berdasarkan fakta-fakta dari masalah yang di tampilkan, tapi sebuah asumsi menyatakan bahwa frekuensi akan

mempengaruhi masalah seperti siswa yang berada dalam kelas unggul tetapi tidak belajar dengan tipe yang benar atau yidak sesuia dengan isi

pembelajaran. Pendekatan ini sering terjadi jika ”tipe yang benar dan sesuai dengan isi pembelajaran” sesuai denga isi standar kurikulum dan bagan kerja, perangkat pembelajaran, pelatihan manual, dan lain sebagainya.


(31)

Masalah pada pendekatan ini, harus sesuai dengan standar isi dimana tidak banyak yang sesuai atau tidak ada jalan keluar yang cukup mampu untuk organisasi atau kebutuhan sosial.

Tujuan khusus melalui pendekatan tugas akan valid jika melalui

perencanaan yang tepat dan melalui latihan dengan petugas yang ahli dalam pelatihan tersebut atau jika pendesain pembelajaran dapat melatih

pemahaman dan kecakapan untuk mengkonfirmasi atau mengubah tujuan pembelajaran setelah menemukan fakta. Pendekatan yang keempat yaitu pendekatan pada teknologi penampilan, dimana dalam tujuan pembelajaran disusun dalam menanggapi masalah atau kesempatan dalam sebuah struktur. Tidak ada pertimbangan atas gagasan sebelumnya dari apa yang harus dipelajari dari apa yang akan termasuk dalam tujuan pembelajaran atau dalam kenyataan adanya kebutuhan untuk semua pembelajaran. Pendesain terlibat dalam analisis pelaksanaan dan proses asesmen kebutuhan untuk mengidentifikasi masalah dengan tepat, dimana hal tersebut bukanlah tugas yang mudah.

Kegiatan menyusun rencana pembelajaran merupakan salah satu tugas penting guru dalam memproses pembelajaran siswa. Dalam perspektif kebijakan pendidikan nasional yang dituangkan dalam Permendiknas RI No. 52 Tahun 2008 tentang Standar Proses disebutkan bahwa salah satu

komponen dalam penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yaitu adanya tujuan pembelajaran yang di dalamnya menggambarkan proses dan hasil belajar yang diharapkan dapat dicapai oleh peserta didik sesuai dengan kompetensi dasar.


(32)

Agar proses pembelajaran dapat terkonsepsikan dengan baik, maka seorang guru dituntut untuk mampu menyusun dan merumuskan tujuan

pembelajaran secara jelas dan tegas. Dengan harapan dapat memberikan pemahaman kepada para guru agar dapat merumuskan tujuan pembelajaran secara tegas dan jelas dari mata pelajaran yang menjadi tanggung jawabnya. Salah satu sumbangan terbesar dari aliran psikologi behaviorisme terhadap pembelajaran bahwa pembelajaran seyogyanya memiliki tujuan. Gagasan perlunya tujuan dalam pembelajaran pertama kali dikemukakan oleh B.F. Skinner pada tahun 1950. Kemudian diikuti oleh Robert Mager pada tahun 1962 kemudian sejak pada tahun 1970 hingga sekarang penerapannya

semakin meluas hampir di seluruh lembaga pendidikan di dunia, termasuk di Indonesia.

Merujuk pada tulisan Hamzah B. Uno (2008) berikut ini dikemukakan beberapa pengertian yang dikemukakan oleh para ahli. Robert F. Mager (1962) mengemukakan bahwa tujuan pembelajaran adalah perilaku yang hendak dicapai atau yang dapat dikerjakan oleh siswa pada kondisi dan tingkat kompetensi tertentu. Kemp (1977) dan David E. Kapel (1981) menyebutkan bahwa tujuan pembelajaran suatu pernyataan yang spesifik yang dinyatakan dalam perilaku atau penampilan yang diwujudkan dalam bentuk tulisan untuk menggambarkan hasil belajar yang diharapkan. Henry Ellington (1984) bahwa tujuan pembelajaran adalah pernyataan yang diharapkan dapat dicapai sebagai hasil belajar. Sementara itu, Oemar Hamalik (2005) menyebutkan bahwa tujuan pembelajaran adalah suatu


(33)

deskripsi mengenai tingkah laku yang diharapkan tercapai oleh siswa setelah berlangsung pembelajaran .

5. Strategi Pembelajaran

Strategi Pembelajaransecara umum strategi dapat diartikan sebagai suatu garis-garis besar haluan untuk bertindak dalam usaha mencapai sasaran yang telah ditentukan. Dihubungkan dengan belajar mengajar, strategi juga bisa diartikn sebagai pola-pola umum kegiatan guru dan anak didik dalam perwujudan kegiatan belajar mengajar untuk mencapai tujuan yang telah digariskan.

Gabbard, LeBlanc dan Lovy (1994: 7) dalam Muhajir (2007:15) menyatakan bahwa strategi pembelajaran merujuk pada suatu proses mengatur

lingkungan belajar. Setiap strategi merupakan gabungan beberapa variabel. Variabel yang penting dalam strategi pembelajaran adalah metode

penyampaian bahan ajar, pola organisasi yang digunakan guru untuk menyampaikan materi, dan bentuk komunikasi yang dipergunakan. Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa strategi pembelajaran merupakan suatu rencana tindakan (rangkaian kegiatan) yang termasuk juga penggunaan metide dan pemanfaatan berbagai sumber daya/kekuatan dalam pembelajaran. Ini berarti bahwa di dalam penyusunan suatu strategi baru sampai pada proses penyusunan rencana kerja belum sampai pada tindakan. Strategi disusun untuk mencapai tujuan tertentu, artinya disini bahwa arah dari semua keputusan penyusunan strategi adalah pencapaian tujuan,


(34)

sehingga penyusunan langkah-langkah pembelajaran, pemanfaatan berbagai fasilitas dan sumber belajar semuanya diarahkan dalam upaya pencapaian tujuan. Namun sebelumnya perlu dirumuskan suatu tujuan yang jelas yang dapat diukur keberhasilannya.

6. Metode Pembelajaran

Pendidikan memegang peran penting dalam mempersiapkan sumber daya manusia yang berkualitas. Oleh karena itu, pendidikan hendaknya dikelola, baik secara kualitas maupun kuantitas. Hal tersebut bisa tercapai apabila siswa dapat menyelesaikan pendidikan tepat pada waktunya dengan hasil belajar yang baik. Hasil belajar seseorang ditentukan oleh berbagai faktor yang mempengaruhinya. Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi hasil belajar seseorang yaitu, kemampuan guru (profesionalisme guru) dalam mengelola pembelajaran dengan metode-metode yang tepat, yang memberi kemudahan bagi siswa untuk mempelajari materi pelajaran, sehingga menghasilkan belajar yang lebih baik.

Metode pembelajaran merupakan salah satu faktor penting dalam kegiatan pembelajaran. Berkaitan dengan metode pembelajaran Nana Sujana (1991: 76) bahwa, “Metode pembelajaran ialah cara yang dipergunakan guru dalam mengadakan hubungan dengan siswa pada saat berlangsungnya pengajaran”. Menurut Griffin, Mitcheil, dan Oslin (1997); Joyce, Well dan Showers (1992); Magill (1993); Mosston dan Ashworth (1994); Singer dan Dick (1980) dalam Muhajir (2007:15) bahwa metode pembelajaran yang sering


(35)

digunakan dalam pengajaran aktivitas jasmani sebanyak tujuh katagori. Ketujuh kategori metode tersebut dirinci sebagai berikut.

a. Pendekatan pengetahuan-keterampilan (knowledge-skill approach) yang memiliki dua metode, yaitu metode ceramah (lecture) dan latihan (drill). b. Pendekatan sosialisasi (socialization approach) yang berdasarkan

pandangan bahwa proses pendidikan harus diarahkan untuk selain meningkatkan keterampilan pribadi dan berkarya, juga keterampilan berinteraksi sosial dan hubungan manusiawi. Pendekatan ini memiliki kelompok metode the social family, the information processing family, the personal family, the havioral system family, dan the professional skills.

c. Pendekatan personalisasi yang berlandaskan atas pemikiran bahwa aktivitas jasmani dapat dipergunakan sebagai media untuk

mengembangkan kualitas pribadi, metodenya adalah movementeducation (problem solving techniques).

d. Pendekatan belajar (learningapproach) yang berupaya untuk mempengaruhi kompetensi dan proses belajar anak dengan metode terprogram (programmedinstruction), computerassistedinstruction (CAI), dan metode kreativitas dan pemecahan masalah (creativityand problemsolving).

e. Pendekatan motor learning yang mengajarkan aktivitas jasmani berdasarkan klasifikasi keterampilan dan teori proses informasi yang diterima. Metode yang dikembangkan berdasarkan pendekatan ini adalah part-whole methods, dan modelling (demonstration).


(36)

f. Spektrum gaya mengajar yang dikembangkan oleh Muska Mosston. Spektrum dikembangkan berdasarkan pemikiran bahwa pembelajaran merupakan interaksi antara guru-siswa dan pelaksanaan pembagian tanggungjawab. Metode yang ada dalam spectrum berjumlah sebelas, yaitu: (1) komando/command, (2) latihan/practice, (3)

resiprokal/reciprocal, (4) uji mandiri/self check, (5) inklusi/inclusion, (6) penemuan terbimbing/gudeddiscovery, (7) penemuan tunggal/convergen discovery, (8) penemuan beragam/divergentproduction, (9) program individu/individualprogram, (10) inisiasi siswa/learnerinitiated, dan (11) pengajaran mandiri/selfteaching.

g. Pendekatan taktis permainan (tactical games approaches). Pendekatan yang dikembangkan oleh Universitas Lougborough untuk mengajarkan permainan agar anak memahami manfaat teknik permainan tertentu dengan cara mengenal situasi permainan tertentu terlebih dahulu kepada anak.

Secara umum dapat dilihat bahwa metode mengajar dapat mengarahkan perhatian siswa terhahadap hakikat belajar yang spesifik, membangkitkan motivasi untuk belajar, memberikan umpan balik dengan segera,

memberikan kesempatan bagi siswa untuk maju sesuai dengan kemampuan dan kecepatannya sendiri, dapat mengembangkan dan membina sikap positif terhadap diri sendiri, guru, materi pelajaran serta proses pendidikan pada umumnya. Pendapat tersebut menunjukkan, penerapan metode pembelajaran yang dilakukan seorang guru akan mempengaruhi pencapaian tujuan


(37)

tepat akan dapat membangkitkan motivasi belajar siswa, sehingga akan mendukung pencapaian hasil belajar lebih optimal.

B. Belajar Gerak

Belajar gerak tidak bisa dipisahkan dari pembahasan belajar pada umumnya. Belajar merupakan suatu usaha yang dilakukan untuk memperoleh perubahan tingkah laku yang baru, sedangkan belajar gerak akan menghasilkan umpan balik untuk memperbaiki gerakan-gerakan yang dipelajari, sehingga dapat menghasilkan gerakan-gerakan yang benar.

Belajar gerak adalah belajara yang diwujudkan melalui respon-respon moskular dan diekspresikan dalam gerakan tubuh. Proses belajar gerak berbentuk kegiatan mengamati gerakan dan kemudian mencoba menirukan berulang-ulang, menerapkan pola-pola gerak tertentu pada sitiasi tertentu yang dihadapi dan juga dalam bentuk kegiatan menciptakan pola-pola gerak baru untuk tujuan-tujua tertentu. (Sugiyanto:1993:3)

Seseorang akan melakukan gerakan tertentu apabila mempunyai kemauan untuk bergerak dan merasa perlu untuk melakukan gerakan, akan melakukan suatu gerakan apabila mengerti gerakan apa yang harus dilakukan, dan gerakan tertentu itu bila terwujud apabila fisik memiliki cukup kemampuan untuk bergerak. (Sugiyanto, 1993:3)

Menurut Lutan (1988) belajar adalah suatu proses perubahan perilaku yang relatif permanen pada diri seseorang yang diperoleh melalui pengalaman dan latihan dan dapat diamati melalui penampilannya. Perubahan tingkah laku


(38)

sebagai hasil belajar memiliki pengertian yang luas, bisa berupa keterampilan fisik, verbal, intelektual, maupun sikap. Menurut Bloom dalam Lutan (1988: 102) perubahan tingkah laku sebagai hasil belajar dapat dikelompokkan ke dalam 3 ranah, yaitu: a) kognitif, b) afektif, c) psikomotor.

Tugas utama dari belajar gerak adalah penerimaan segala informasi yang relevan tentang gerakan-gerakan yang dipelajari, kemudian mengolah dan menyusun informasi tersebut memungkinkan suatu realisasi secara optimal. Dengan demikian tugas utama peserta didik dalam proses belajar gerak adalah menerima dan menginterprestasikan informasi tentang gerakan-gerakan yang akan dipelajari kemudian mengolah dan menginformasikan informasi tersebut sedemikian rupa sehingga memungkinkan realisasi gerakan secara optimal dalam bentuk keterampilan.

Dan untuk mempelajari gerak maka guru Pendidikan Jasmani perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut :

1. Kesiapan belajar. Bahwa pembelajaran harus mempertimbangkan hukum kesiapan. Anak yang lebih siap akan lebih unggul dalam menerima pembelajaran. (Arma Abdullah, 1994)

2. Menurut Lutan (1988) dalam mempelajari gerak faktor kesempatan belajar merupakan hal yang penting. Pemberian kesempatan yang cukup banyak bagi anak sejak usia dini untuk bergerak atau melakukan aktivitas jasmani dalam mengeksporasi lingkungannya sangat penting. Bukan saja untuk perkembangan yang normal kelak setelah dewasa, tapi juga untuk


(39)

perkembangan mental yang sehat. Jadi penting bagi orangtua atau guru untuk memberikan kesempatan anak belajar melalui gerak.

3. Kesempatan latihan. Anak harus diberi waktu untuk latihan sebanyak yang diperlukan untuk menguasai. Semakin banyak kesempatan berlatih,

semakin banyak pengalaman gerak yang anak lakukan dan dapatkan. Meskipun demikian, kualitas latihan jauh lebih penting ketimbang kuantitasnya. (Arma Abdullah, 1994)

4. Model yang baik. Dalam mempelajari motorik, meniru suatu model memainkan peran yang penting, maka untuk mempelajari suatu dengan baik, anak harus dapat mencontoh yang baik. Model yang ada harus merupakan replika dari gerakan-gerakan yang dilakukan dalam olahraga tersebut.

5. Bimbingan. Untuk dapat meniru suatu model dengan betul, anak

membutuhkan bimbingan. Bimbingan juga membantu anak membetulkan sesuatu kesalahan sebelum kesalahan tersebut terlanjur dipelajari dengan baik sehingga sulit dibetulkan kembali. Bimbingan dalam hal ini

merupakan feedback.

6. Motivasi. Besar kecilnya semangat usaha seseorang tergantung pada besar kecilnya motivasi yang dimilikinya.

Dari pengertian-pengertian di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa belajar keterampilan gerak adalah usaha yang dilakukan untuk memperoleh


(40)

Lutan (1988) menjelaskan dalam proses belajar gerak ada tiga tahapan yang harus dilalui oleh siswa untuk mencapai tingkat keterampilan yang sempurna (otomatis). Tiga tahapan belajar gerak yaitu fase kognitif, fase asosiatif dan fase otonom ini harus dilakukan secara berurutan, karena tahap sebelumnya adalah prasyarat untuk tahaf berikutnya. Apabila ketiga tahapan belajar gerak ini tidak dilakukan oleh guru pada saat mengajar Pendidikan Jasmani, maka guru tidak boleh mengharap banyak dari apa yang selama ini mereka lakukan, khususnya untuk mencapai tujuan Pendidikan Jasmani yang ideal, seperti yang dikemukakan di bawah ini :

1. Fase Kognitif

Fase Kognitif merupakan tahap awal dalam belajar gerak di dalam fase ini seorang berusaha untuk memahami bentuk gerakan yang dipelajarinya. Di dalam hal ini teknik gerakan pukulan forehand tenis meja, maka yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana cara melakukan teknik gerakan tersebut. Pada fase ini aktivitas berfikir masih sangat menonjol, karena harus berusaha memahami bagaimana bentuk gerakan dan bagaimana harus melakukannya. Oleh sebab itu seseorang harus mampu

membayangkan gerakan forehand tenis meja, kemudian mempraktekannya di dalam gerakan. Untuk memindahkan bayangan gerakan ke dalam gerakan yang nyata tidaklah mudah, tetapi dengan dilakukannya pengulangan-pengulangan, maka diharapkan seseorang akan mampu melakukan gerakan tersebut sesuai dengan bayangan yang apa adanya. Belajar pukulan forehand tenis meja, perlu diberikan informasi mengenai


(41)

teknik-teknik pukulan, baik teknik berdiri, cara memegang bat, teknik ayunan, maupun gerakan lanjutan. Setelah itu, diberikan informasi tentang gerak dasar pukulan yang benar sesuai dengan struktur gerak. Jadi pada fase ini seseorang dituntut untuk mengingat, memahami dan mampu mengaplikasikan, serta memahami gerakan pukulan forehand tenis meja. 2. Fase Asosiatif

Fase asosiatif merupakan fase ke dua dalam belajar gerak. Pada fase ini diperlukan pengulangan yang banyak, yaitu pengulangan dari bagian-bagian gerakan yang telah dilakukan pada fase kognitif. Jadi fase ini seseorang sudah sampai pada taraf merangkai gerakan secara keseluruhan, hal ini dapat dilakukan apbila bagian-bagian tersebut telah dapat dilakukan atau dikuasai. Pada fase ini gerakan dilakukan secara berulang-ulang. Penguasaan atas gerakan akan semakin meningkat, peningkatan

penguasaan keterampilan gerakan akan tampak dalam hal gerakan semakin lancer, semakin sesuai dengan kemauan atau semakin sesuai dengan bayangan gerakan yang ingin dilakukan, kesalahan gerakan semakin berkurang dan semakin konsisten, serta pelaksanaannya semakin baik dan hampir menyerupai gerakan sesungguhnya.

3. Fase Otonom

Fase otonom merupakan fase akhir dalam belajar gerak. Pada fase ini seseorang mencapai tingkat penguasaan gerak yang tertinggi, yaitu seseorang dapat melakukan rangkaian gerakan secara otonom dan secara


(42)

otomatis. Pada fase ini seseorang telah mampu melakukan aktivitas yang sempurna dan melakukan gerakan dengan baik tanpa memikirkan unsur-unsur bentuk gerakan yang ingin dilakukan itu. Hal ini dapat pula disebut otomatisasi. Untuk mencapai fase otonom, diperlukan pengulangan gerakan secara teratur dengan jumlah ulangan yang banyak dan dalam jangka waktu relatif lama. Untuk mencapai fase ini kemampuan tiap individu tidak sama, dan untuk mencapai tingkat yang sama, jangka waktu yang diperlukan berbeda-beda. Hal ini dipengaruhi oleh faktor-faktor bakat dan minat.

C. Keterampilan Gerak

Keterampilan adalah suatu yang dimiliki oleh seseorang berupa bakat atau kemampuan untuk melakukan suatu yang dapat menghasilkan, baik berupa gerak maupun kerajinan yang dapat dimanfaatkan. Keterampilan motorik (gerak) adalah kemampuan untuk melakukan gerakan secara efisien dan efektif, keterampilan gerak diperoleh melalui proses belajar yaitu dengan cara memahami gerakan dan melakukan gerakan tersebut secara berulang-ulang disertai dengan kesadaran berfikir akan benar atau tidaknya gerakan yang dilakukan. Dan dalam belajar motorik ( gerak ) diwujudkan melalui respon-respon muscular yang diekspresikan melalui gerak tubuh.

Keterampilan gerak dasar merupakan pola gerak yang perkembangannya sejalan dengan pertumbuhan dan tingkat kematangan. Keterampilan gerak dasar inilah yang menjadi dasar untuk ketangkasan yang lebih kompleks.


(43)

Lutan (1988) membagi tiga gerakan dasar yaitu, 1) lokomotor, (2) gerak non lokomotor, (3) manipulatif.

Lutan (1988) mendefinisikan gerak lokomotor adalah gerak yang digunakan untuk memindahkan tubuh dari satu tempat ke tempat misalnya: jalan, lompat atau berguling. Gerak non lokomotor adalah keterampilan yang dilakukan tanpa memindahkan tubuh dari tempatnya, misalnya melenting, mendorong dan menarik. Sedangkan gerak manipualtif adalah keterampilan memainkan suatu proyek dilakukan dengan kaki maupun dengan tangan atau bagian tubuh yang lain, misalnya memukul bola.

D. Metode Pembelajaran Bagian

Metode pembelajaran bagian disebut juga metode elementer. Metode ini cara penyampainnya secara bertahap yaitu dengan jalan membagi-bagikan materi pelajaran menjadi bagian yang lebih kecil atau sederhana. Metode ini

dipergunakan untuk mempelajarai materi pelajaran yang luas dan kompleks agar dapat dibagi-bagi menjadi beberapa unit, supaya dapat mempermudah mempelajarinya.

Metode bagian menurut E.P. Hutabarat ( 1985: 32), yaitu :

“Bila kita belajar sesuatu, maka kita pelajari dahulu bagian pertama sampai kita kuasai, kemudian kita beralih mempelajari bagian kedua, sesudah bagian kedua ini kita pelajarai dan kuasai, kita beralih lagi ke bagian ketiga dan setelah itu dikuasai kita pindah ke bagian berikutnya. Demikianlah seterusnya sampai semua pelajaran itu kita pelajari dan kuasai.”


(44)

Melalui sub-sub ini diharapkan individu yang belajar dapat menguasai metode yang cukup efisien untuk dilaksanakan, sebab metode ini dapat membantu siswa dan guru untuk mengetahui sejauh mana penguasaan siswa terhadap suatu materi yang diberikan. Dengan metode ini, siswa harus menguasai terlebih dahulu suatu bagian, barulah ditambah dengan bagian lainnya, sehingga dapat diketahui bagian-bagian yang telah dikuasai maupun yang belum dikuasai oleh seorang murid, oleh sebab itu guru lebih mudah untuk mencari di bagian mana kekurangan seorang murid, dan lebih mudah untuk memperbaikinya. Metode bagian dapat pula digunakan dalam keterampilan gerak yaitu permainan tenis meja terhadap beberapa materi, diantaranya materi pukulan forehand.

Pada teknik awal pukul forehand, terdapat tiga tahap gerakan, yaitu: sikap awal (cara berdiri), cara memukul, kemudian gerakan lanjutan (follow through), pertama-tama kita mempelajari sikap awal, kemudian setelah dikuasai barulah kita pelajari tahap yang kedua yaitu cara memukul, yang telah masuk ke gerakan-gerakan lanjutan. Setelah masing-masing tahap dikuasai dengan baik, kemudian ketiga tahap tersebut di gabungkan secara keseluruhan. Jadi dengan kata lain metode bagian adalah suatu cara belajar yang beranjak dari suatu bagian ke yang menyeluruh atau dari yang khusus ke yang umum.

Untuk melatih keterampilan gerak diperlukan pengulangan dan pembagian materi menjadi beberapa bagian seperti yang dikemukakan oleh Woeryanto (1984:2) yaitu : “Melatih keterampilan (skill) dan teknik harus dilakukan


(45)

dengan cara bagian perbagian (partbypart) kemudian dikoreksi dengan ulangan-ulangan yang cukup banyak pada bagian itu.”

Selain itu metode bagian membutuhkan waktu yang lebih singkat dari metode lain dalam mempelajari suatu materi pelajaran. Hal ini sesuai dengan pendapat B. E. Rahantoknam sebagai berikut: Bila kita membagi suatu tugas menjadi bagian-bagian, maka kita telah mendistribusikan session pembelajaran. Belajar bagian-bagian merupakan suatu unit pembelajaran yang lebih singkat dari pembelajaran keseluruhan.

Pendapat-pendapat di atas dapat dikatakan bahwa metode bagian merupakan metode yang baik untuk diterapkan di dalam mempelajari keterampilan gerak dari yang mudah ke yang sukar.

E. Metode Pembelajaran Keseluruhan

Metode keseluruhan disebut juga metode global dan merupakan kebalikan dari metode bagian. Metode keseluruhan merupakan suatu metode pembelajar yang mana cara penyampaiannya diberikan secara keseluruhan. Metode keseluruhan, dapat dipakai untuk mempelajari suatu keterampilan gerak, seperti yang dikemukakan oleh Sugiyanto (1993:3), yaitu: “Metode praktik keseluruhan adalah cara pendekatan dalam mengajar dimana untuk menguasai suatu rangkaian gerak, kepada atlet diajarkan semua unsur rangkaian gerak secara keseluruhan sekaligus dan dipraktikan secara keseluruhan sekaligus.” Pada metode ini, diharapkan siswa dapat mempelajari materi yang diberikan oleh guru secara keseluruhan. Proses pembelajaran di awali dengan


(46)

penanaman konsep secara keseluruhan, sampai konsep tersebut dipahami benar barulah dialihkan ke dalam bagian yang lebih sederhana..

Metode keseluruhan, didukung oleh aliran psykologi Gestal. Gestal

berpendapat bahwa belajar mengandung komponen yang jauh lebih kompleks, dan menolak adanya pengotakan unsur gerakan manusia, sebab manusia merupakan sesuatu unsur yang utuh yang tidak dapat dikotak-kotakan atau dipisah-pisahkan. Menurut Gestal, keseluruhan yang menentukan tingkah laku bagian-bagian, kita memahami sesuatu sebagai suatu keseluruhan atau

kesatuan dan bukan sebagai bagian-bagian.

Teori Gestal ini merupakan dasar dari pengajaran yang bersifat keseluruhan yaitu hal yang utuh akan berkembang sebagai hal yang utuh pula, dan hal yang utuh adalah penting dari pada jumlah dari bagian-bagian.

Menurut pendapat di atas suatu materi pelajaran itu diberikan sekaligus kepada siswa, sampai siswa mengerti benar materi yang diberikan contoh gerakan dan siswa melakukan gerakan tersebut secara berulang-ulang sampai materi tersebut dapat dikuasai secara keseluruhan.

F. Pendidikan Jasmani

Pendidikan Jasmani adalah proses pendidikan yang memanfaatkan aktivitas jasmani yang direncanakan secara sistematik bertujuan untuk mengembangkan dan meningkatkan individu secara organik, neuromuskuler, perseptual,


(47)

kognitif, dan emosional, dalam kerangka sistem pendidikan nasional. (Depdiknas, 2004:1)

Pendidikan jasmani merupakan pembelajaran yang didesain untuk

meningkatkan kebugaran jasmani, pengetahuan, prilaku hidup yang aktif dan sikap sportif melalui kegiatan jasmani yang dilaksanakan secara terencana, bertahap, dan berkelanjutan agar dapat meningkatkan sikap positif bagi diri sendiri sebagai pelaku dan menghargai manfaat aktifitas jasmani bagi peningkatan kualitas hidup sehat seseorang sehingga akan terbentuk jiwa sportif dan gaya hidup yang aktif ( Depdiknas, 2004 : 2)

Pendidikan jasmani mengandung dua pengertian yaitu pendidikan untuk jasmani dan pendidikan melalui aktivitas jasmani. Pendidikan untuk jasmani mengandung pengertian bahwa jasmani merupakan tujuan akhir dari proses pendidikan dengan mengabaikan aspek yang lain, sedangkan pendidikan melalui aktivitas jasmani mengandung pengertian bahwa tujuan pendidikan dapat dicapai melalui aktivitas jasmani.

Tujuan pendidikan ini umumnya menyangkut aspek kognitif, afektif dan psikomotor. Ketiga aspek tersebut dapat dibentuk melalui aktivitas jasmani yang berupa gerak jasmani atau olahraga. Aktivitas jasmani tersebut harus dikelola secara sistematis, dipilih sesuai karakteristik peserta didik, tingkat kematangan, kemampuan, pertumbuhan dan perkembangan peserta didik sehingga mampu meningkatkan aspek kognitif, afektif dan psikomotor. (Sudirman Husin : 2008 dalam Semilokakarya Penjas-Olahraga Unila)


(48)

G. Tenismeja

1. Pengertian Tenismeja

Yang dimaksud dengan tenismeja adalah suatu permainan yang

menggunakan meja sebagai lapangan yang dibatasi oleh jaring (net) yang menggunakan bola kecil yang terbuat dari celluloid dan permainannya menggunakan pemukul atau yang disebut bet (Depdiknas, 2004 : 3). Negara asal tenismeja yang sebenarnya tidak diketahui. Olahraga ini dimulai kira-kira di tahun 1890-an sebagai permainan pendatang. Tenismeja menjadi populer pada tahun 1920-an dan klub-klub

bermunculan di seluruh dunia. Nama aslinya adalah ping pong, diambil dari nama merk dagang Parker Brother. Kemudian dari pingpong diubah menjadi tenismeja. Federasi Tenismeja Internasional (ITTF) didirikan pada tahun 1926.

Tenismeja adalah cabang olahraga yang sangat mengandalkan kemampuan skill yang tinggi dan kondisi tubuh yang prima. Faktor kematangan skill mutlak menentukan dalam permainan tenismeja, hal ini mengingat bentuk lapangan yang relatif kecil, bola yang kecil, pemukul yang kecil. Ciri khas permainan tenismeja yang lain adalah kecepatan. Kecepatan ini tidak hanya pada gerakan-gerakan saja, melainkan hitungannyapun cepat. Dalam satu set permainan dibutuhkan 11 angka yang diperoleh pada setiap bola mati, baik oleh sendiri maupun lawan. Sifat permainan tenismeja rally point memerlukan kematangan teknik dan mental untuk mengambil


(49)

keputusan yang cepat untuk menyerang dan bertahan. Rally point yaitu suatu sifat permainan yang apabila bola mati langsung menghasilkan angka. Kecepatan memukul, ketepatan menganalisa pukulan lawan mutlak

menentukan. Pengembalian bola yang tepat, setiap jenis pukulan mempunyai efek terhadap bola yang berbeda pula.

2. Teknik Dasar Tenismeja

Adapun teknik-teknik dasar bermain tenismeja menurut Larry Hodges (2002) adalah sebagai berikut :

a. Teknik Memegang Bet (Grip).

Teknik memegang bet merupakan faktor yang sangat penting dalam permainan tenis meja. Secara garis besar pegangan dapat dibedakan menjadi dua macam:

1) Memegang Bet Seperti Berjabat Tangan (Shakehand Grip) Shakehand Grip sangat populer terutama di negara-negara Eropa atau dunia Barat. Dengan pegangan ini, seorang pemain dapat menggunakan kedua sisi bet.


(50)

2) Memegang Bet Seperti Memegang Tangkai Pena (Penhold Grip) Penhold Grip dikenal pula dengan Asia Grip, walaupun

kebanyakan pemain Asia menggunakan Shakehand Grip. Pada pegangan ini hanya satu sisi bet yang dapat digunakan.

Gambar 2. Penhold Grip.

3) Seemiller Grip

Seemiller Grip juga disebut dengan American Grip, yang

merupakan versi dari Shakehands Grip.Cara memegang ini hampir sama dengan shakehandgrip. Bedanya pada seemiller grip,bet bagian atas diputar dari 20-90 derajat ke arah tubuh. Jari telunjuk menempel di sepanjang sisi bet. Kelebihan gaya seemiller

grip adalah mudah melakukan blok, mudah menguasai permainan di tengah meja mudah melakukan perubahan sisi bet pada saat permaianan berlangsung, pergelangan tangan mudah digerakkan untuk pukulan forehand.Kelemahan pada gaya seemiller

grip adalah kesulitan melakukan pukulan backhand yang jauh dari meja, kesulitan melakukan pukulan sudut, tidak efektif untuk pola bertahan.


(51)

b. Pukulan Forehand

Alex Kertamana (1993) Pukulan forehand adalah pukulan topspin yang agresif dianggap penting dengan tiga alasan pertama, pukulan ini untuk menyerang, kedua, pukulan ini bisa menjadi pukulan utama untuk melakukan serangan, ketiga, pukulan ini yang paling sering digunakan dalam permainan dan lebih kuat dari pada backhand. Caranya dengan berdiri menghadap meja kaki kanan ditarik sedikit kearah belakang putar tubuh kearah kanan dengan bertumpu pada pinggang dengan tangan yang diayunkan kearah luar. Selanjutnya jagalah siku agar tetap berada didekat pinggang. Pindahkan berat badan ke kaki kanan, saat tangan mengayunkan kebelakang

(backswing) jaga agar bet tetap tegak lurus dengan lantai. Ujung bet dan tangan harus sedikit mengarah kebawah dengan siku kira-kira 120 derajat. Lakukan ayunan kearah depan (forwardswing) dengan

memutar berat badan anda ke depan ke kaki kiri. Pada saat yang bersamaan putar pinggang dan tangan kearah depan jaga siku agar tetap dan tak berubah Sudut siku kira kita 120 derajat. Lakukan kontak saat kita-kira bola berada pada bagian puncak pantulan, dibagian depan sedikit kearah kanan dan tubuh. Bet harus berputar disekitar bagian atas dan bagian belakang bola untuk menimbulkan topspin. Untuk mendapatkan forhand top spin yang keras bet harus ditutup dan kontak dilakukan dibagian belakang bola mengarah kebagian atas bola.


(52)

tubuh.Cara melakukan pukulan ini adalah dengan merendahkan posisi tubuh, lalu gerakkan tangan yang memegang bet ke arah pinggang. Jika tidak kidal gerakan ke arah kanan. Siku membentuk sudut kira-kira 90 derajat. Sekarang tinggal menggerakkan tangan kedepan tanpa merubah siku.

Persiapan Pelaksanaan Gerak lanjutan Gambar 3. Gerak Dasar Forehand Tenismeja

c. Pukulan Backhand

Pukulan backhand dilakukan jika bola berada disebelah kiri badan. Cara melakukannya pertama rendahkan posisi tubuh lalu gerakkan tangan ke arah pinggang sebelah kiri. Jika tidak kidal, dengan sudut siku sembilan puluh derajat. Gerakkan tangan dan bet ke arah depan, jaga siku agar tetap sembilan puluh derajat dan bet tetap lurus.


(53)

d. Drive

Drive merupakan pukulan dengan ayunan panjang sehingga

menghasilkan pukulan yang datar dan keras. Tipe pukulan ini keras dan cepat. Ada dua jenis drive, yaitu forehand drive and backhand drive. 1) Forehand drive.

Cara melakukan forehand drive, pertama gerakkan bed ke arah depan. Gerakan ini diikuti dengan perputaran badan kearah depan kira-kira badan berputar tiga puluh derajat. Kesalahan dan cara mengatasi dalam melakukan pukulan forehand drive adalah terjadi perubahan pada posisi bet akibat bergeraknya pergelangan tangan. Hal ini menyulitkan saat kontak dengan bola. Kuatkan pergelangan tangan saat sikap permulaan, sehingga bet tidak akan mudah berubah posisi. 2) Backhand drive.

Cara melakukan backhand drive, pertama siku membentuk sudut sembilan puluh derajat. Pergerakan bet diikuti oleh gerak memutar badan. Usahakan kontak dengan bola saat bet berada di depan badan agak kiri. Kesalahan yang sering terjadi dalam pukulan drive dan cara mengatasinya adalah gerakan kaki. Untuk mengatasi hal ini adalah dengan memperbanyak latihan backhand.


(54)

e. Push

Push adalah pukulan backspin pasif yang dilakukan untuk menghadapi backspin. Pukulan ini dapat menjaga agar bola tidak melambung terlalu tinggi dari net. Ada dua jenis push, yaitu forehand push dan backhand push.

1) Forehand push.

Perhatikan agar posisi bet sedikit terbuka gerakan bet kedepan dan sedikit kebawah. Usahakan bola mengenai bet bagian tengah. 2) Backhand push.

Perkenaan bolanya sama dengan forehandpush. Bedanya ini menggunakan backhand. Usahakan kontak bola hanya terjadi gesekan tetapi kuat sehingga menghasilkan bola backspin yang sempurna. Usahakan perkenaan bola di kiri mendekati bagian depan tubuh.

f. Chop

Chop merupakan pukulan backspin yang bersifat bertahan. Ada dua jenis chop, yaitu forehand chop danbackhand chop.

1) Forehand chop.

Persiapan dalam melakukan pukulan forehand chop sama untuk melakukan pukulan forehand, tapi posisi bet agak


(55)

terbuka. Gerakkan bet ke depan condong ke bawah. Usahkan kontak dengan bola terjadi di depan kanan badan. Perkenaan bola pada sisi bet depan agak bawah dan perkenaan pada bola pada sisi bawah bola.

2) Backhand chop.

Posisi awal sama dengan backhand, tetapi posisi bet terbuka atau sisi depan condong ke atas. Usahakan kontak bola pada bagian sisi bawah bet depan dengan sisi bawah bola. Usahakan perkenaan bola di kiri agak depan tubuh.

g. Block

Block adalah cara paling sederhana untuk mengembalikan pukulan yang keras. Block dilakukan setelah bola memantul dari meja. Hal ini dilakukan untuk membuat lawan tidak dapat melancarkan serangan dengan cepat, karena bola yang di block akan kembali dengan cepat. Ada dua jenis block, yaitu forehand block danbackhand block.

1) Forehand block.

Melakukan forehand block yang pertama gerakkan bet ke depan, posisi bet tertutup (sisi depan bet menghadap ke bawah).

Perhatikan arah datangnya bola, segera lakukan block setelah bola memantul dari meja, perkenaan bola dengan bet tepat pada tengah bet.


(56)

2) Backhand block.

Bet berada disebelah kiri tubuh. Gerakkan bet ke depan jika ingin melakukan blocking, posisi bet tertutup (sisi depan bet menghadap ke bawah). Perhatikan arah datangnya bola, segera

lakukan block setelah bola memantul dari meja, perkenan bola dengan bet tepat pada tengah bet.

h. Service / Servis

Servis yaitu memukul bola untuk menyajikan bola pertama. Ada beberapa teknik servis yaitu servis forehand topspin, servis backhand topspin.

1) Forehand Topspin.

Untuk melakukan forehand topspin pemain berdiri dengan sikap persiapan di meja bagian kanan dan menghadap sektor kiri meja lawan. Tangan kanan memegang bet berada di kanan badan dengan siku ditekuk sebesar sembilan puluh derajat. Telapak tangan kiri memegang bola. Bola dilambungkan setinggi enam belas senti meter, kemudian dipukul dengan bet. Usahakan pantulan bola tidak begitu tinggi dari net.


(57)

Untuk melakukan backhand topspin pemain berdiri di tengah meja dengan sikap persiapan. Tangan kanan memegang bet dengan mendekatkanya ke pinggang sebelah kiri. Telapak tangan kiri memegang bola. Lambungkan bola setinggi enam belas senti meter, pukul dengan bet. Usahakan bola tidak begitu tinggi dari net sehingga pantulan bola di meja lawan tidak begitu tinggi.

i. Backhand Backspin.

Untuk melakukan backhand backspin pemain berdiri di tengah meja dengan sikap persiapan. Tangan kanan memegang bet dengan mendekatkannya ke pinggang sebelah kiri. Telapak tangan kiri memegang bola. Lambungkan bola setinggi enam belas senti meter, pukul dengan bet. Untuk melakukan pukulan ini hanya menggesek bagian belakang bola dengan bagian bawah bet. Gerakan bet ke depan condong turun ke bawah. Usahakan bola tidak begitu tinggi dari net sehingga pantulan bola di meja lawan tidak begitu tinggi.

H. Kerangka Berpikir

Mempelajari pukulan forehand dengan metode bagian berarti mempelajari gerakan pukulan secara bertahap, yaitu membagi gerakan menjadi beberapa unsur gerakan yang lebih sederhana sampai ke gerakan yang kompleks, sehingga masing-masing bagian gerakan dapat dikuasai. Setelah itu barulah menggabungkan unsur-unsur gerakan menjadi pukulan yang sederhana . Tujuan dari metode bagian ini adalah mendapatkan kesempurnaan gerakan


(58)

dari masing-masing unsur gerakan pukulan melalui pengulangan dan koreksi yang cukup, sehingga menjadi gerakan pukulan yang sempurna.

Dengan metode bagian diharapkan materi yang diberikan akan lebih mudah diterima oleh para siswa, demikian pula koreksi yang dilakukan secara bertahap akan lebih mudah diperbaiki oleh siswa sebab belum menjadi suatu kebiasaan. Untuk mempelajari suatu keterampilan yang kompleks sebaiknya dibagi menjadi bagian-bagian yang kecil agar mudah dikuasai, begitu juga halnya dengan mempelajari keterampilan pukulan forehand tenismeja. Metode keseluruhan merupakan bentuk pembelajaran suatu keterampilan yang pelaksanaannya dilakukan secara utuh dari keterampilan yang dipelajari. , perlu juga dimasukkan unsur bagian yang dianggap perlu untuk memberikan penguatan. Hal ini tentunya penguatan antara siswa yang satu dengan siswa yang lain berbeda, karena kesalahan masing-masing individu tidaklah sama berdasarkan konsep berpikir siswa masing-masing tentang pukulan forehand berbeda. Dari permasalahan di atas penulis bermaksud mengadakan penelitian tentang metode mana yang lebih efektif digunakan dalam belajar

keterampilan pukulan forehand pada siswa kelas VII SMP N 1 Lumbok Seminung Lampung Barat Tahun Pelajaran 2012/2013.

Tabel 1. Perbedaan Metode Bagian dan Metode Keseluruhan.

Metode bagian Metode keseluruhan

- Mempelajari gerakan pukulan secara bertahap.

- Mempelajari gerakan pukulan tidak secara bertahap.


(59)

- Membagi unsur-unsur gerakan dari yang sederhana menjadi lebih sulit.

- Mendapatkan kesempurnaan gerakan dengan melalui pengulangan karena gerakan diberikan secara bertahap dan anak tidak mengembangkan diri secara mandiri.

- Lebih mudah untuk diperbaiki kesalahan siswa sebab belum menjadi suatu kebiasaan. - Materi yang diberikan akan

lebih mudah diterima karena bagian yang kompleks menjadi bagian-bagian yang lebih kecil.

- Unsur-unsur gerakan

merupakan satu kesatuan dan hanya diperbaiki pada bagian yang sulit.

- Anak melakukan gerakan berdasarkan konsep yang ada, dan mengembangkan sendiri secara mandiri

- Susah untuk memperbaiki kesalahan siswa karena sudah menjadi suatu kebiasaan - Materi yang diberikan akan

lebih susah diterima karena anak mengembangkan diri berdasarkan konsep berfikir masing-masing.

Berdasarkan uraian tabel tersebut di atas perbedaan metode latihan bagian dengan metode latihan keseluruhan, bahwa metode latihan bagian lebih baik hasilnya, bila diterapkan dalam melatih pukulan forehand tenismeja. Metode bagian, merupakan materi latihan diberikan secara bertahap dan dilakukan koreksi yang cukup sehingga untuk memperbaiki kesalahan siswa lebih mudah. Sedangkan metode keseluruhan lebih sukar untuk diterapkan karena mempelajari pukulan tidak secara bertahap dan anak mengembangkan sendiri secara mandiri, apabila ada suatu kesalahan akan sulit dirubah karena sudah menjadi suatu kebiasaan.


(60)

I. Hipotesis

Hipotesis adalah dugaan sementara atau jawaban sementara yang harus diuji lagi kebenarannya melalui penelitian ilmiah. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

Ho1 : Tidak ada pengaruh yang signifikan metode pembelajaran bagian

terhadap peningkatan pukulan forehand tenismeja pada siswa kelas VII SMPN 1 Lumbok Seminung Lampung Barat tahun pelajaran

2012/2013.

Ha1 : Ada pengaruh yang signifikan metode pembelajaran bagian terhadap

peningkatan pukulan forehand tenismeja pada siswa kelas VII SMPN 1 Lumbok Seminung Lampung Barat tahun pelajaran 2012/2013.

Ho2 : Tidak ada pengaruh yang signifikan metode pembelajaran keseluruhan

terhadap peningkatan pukulan forehand tenismeja pada siswa kelas VII SMPN 1 Lumbok Seminung Lampung Barat tahun pelajaran

2012/2013.

Ha2 : Ada pengaruh yang signifikan metode pembelajaran keseluruhan

terhadap peningkatan pukulan forehand tenismeja pada siswa kelas VII SMPN 1 Lumbok Seminung Lampung Barat tahun pelajaran

2012/2013.

Ho3 : Metode pembelajaran keseluruhan lebih baik daripada metode

pembelajaran bagian terhadap peningkatan pukulan forehand tenismeja pada siswa kelas VII SMPN 1 Lumbok Seminung Lampung barat tahun pelajaran 2012/2013.


(61)

Ha3: Metode pembelajaran bagian lebih baik daripada metode pembelajaran

keseluruhan terhadap peningkatan pukulan forehand tenismeja pada siswa kelas VII SMPN 1 Lumbok Seminung Lampung Barat tahun pelajaran 2012/2013.


(62)

III. METODOLOGI PENELITIAN

A.Metode Penelitian

Metode penelitian merupakan strategi umum yang dianut dalam pengumpulan data dan analisis data yang diperlukan, guna menjawab persoalan yang

dihadapi. Metode merupakan suatu prosedur atau cara ilmiah untuk mengetahui sesuatu. Menurut Sugiyono (2009:2) cara ilmiah berarti :

Kegiatan penelitian itu didasarkan pada cirri-ciri keilmuan, yaitu rasional, empiris dan sistematis. Rasional berarti penelitian itu dilakukan dengan cara-cara yang masuk akal sehingga terjangkau oleh penalaran manusia. Empiris berarti cara-cara yang dilakukan itu dapat diamati oleh indera manusia, sehingga orang lain dapat mengamati dan mengetahui cara-cara yang digunakan. Sistenatis artinya, proses yang digunakan itu

menggunakan langkah-langkah tertentu dan bersifat logis.

Berdasarkan pendapat diatas, penulis menyimpulkan bahwa metode penelitian merupakan cara ilmiah yang digunakan oleh peneliti dalam merancang ,

melaksanakan,dan mengolah data, serta menarik kesimpulan berkenaan dengan masalah penelitian. Sugiyono (2009:2) berpendapat bahwa “Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu”.

Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian eksperimen. Menurut Arikunto (1998:9) penelitian eksperimen adalah suatu penelitian yang selalu dilakukan dengan maksud untuk melihat akibat dari suatu perlakuan.


(63)

Penelitian eksperimen adalah suatu penelitian yang berusaha mencari pengaruh variabel tertentu terhadap variabel yang lain dalam kondisi yang terkontrol secara ketat. Metode yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen komparatif atau eksperimen semu, karena didalam kedua perlakuan ini tidak ada kontrol.

Pendapat Aswarni yang dikutip Arikunto (1998: 236) menyebutkan bahwa metode komparatif akan menemukan persamaan-persamaan dan perbedaan-perbedaan tentang benda, orang, prosedur kerja, ide, kritik terhadap orang, kelompok, terhadap suatu idea atau suatu prosedur kerja”. Pendapat lain, Mohammad Nasir(1988 : 68) mengatakan bahwa “ penelitian komparatif adalah sejenis penelitian deskriptif yang ingin mencari jawaban secara mendasar tentang sebab akibat, dengan menganalisa faktor-faktor penyebab terjadinya atau munculnya suatu fenomena tertentu”.

Tujuan penelitian eksperimen semu yaitu mendekati perkiraan untuk keadaan yang dapat dicapai melalui eksperimen yang sebenarnya dalam keadaan yang tidak memungkinkan untuk mengontrol dan/atau memanipulasi seluruh variabel-variabel yang relevan. Peneliti harus secara jelas memahami kompromi-kompromi yang ada pada validitas internal dan eksternal, rancangannya, dan bertindak di dalam keterbatasan-keterbatasan tertentu. Jadi dapat disimpulkan bahwa metode komparatif adalah penelitian yang bertujuan untuk membandingkan dua variabel atau lebih, untuk mendapatkan jawaban atau fakta apakah ada perbandingan atau tidak dari objek yang sedang diteliti.


(64)

B.Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi dalam suatu penelitian merupakan kumpulan individu atau objek yang mempunyai sifat-sifat umum. Menurut Arikunto (1998:106), populasi adalah keseluruhan subjek penelitian. Sedangkan menurut Sudjana (2005:6) populasi adalah semua hasil menghitung atau pengukuran kuantitatif, kualitatif, mengenai karakteristik tertentu dari semua anggota kumpulan lengkap dan jelas, yang dipelajari sifat-sifatnya. Sedangkan menurut Riduwan (2005: 55) mengatakan bahwa, ”populasi merupakan objek atau subjek yang berada pada suatu wilayah dan memenuhi syarat-syarat tertentu berkaitan dengan masalah penelitian”.

Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa populasi adalah semua objek yang akan diteliti yang bersifat lengkap dan jelas. Populasi dalam penelitin ini ialah siswa kelas VII SMPN 1 Lumbok Seminung Lampung Barat, yang berjumlah 80 orang.

2. Sampel

Sampel adalah sebagian dari populasi yang akan diteliti. Arikunto (1998:109) akan tetapi dalam penelitian ini semua populasi dijadikan

sampel. Arikunto (1998:108) apabila seseorang meneliti semua elemen yang ada dalam wilayah penelitian, maka penelitiannya merupakan penelitian populasi sampel. Apabila subyeknya kurang dari 100, lebih baik diambil


(65)

semua. Sebaliknya jika jumlah subyeknya besar dapat diambil antara 10-15% atau 20-25%.

Jumlah populasi penelitian ini tidak lebih dari 100 yaitu 80 siswa, namun dengan beberapa pertimbangan yang logis, yaitu biaya, tenaga dan efektivitas dan fokus penelitian maka sampel penelitian diambil hanya sejumlah 40 siswa, yang diambil secara acak.

C. Variabel Penelitian

Variabel adalah objek penelitian, atau apa yang akan menjadi titik perhatian suatu penelitian (Arikunto, 1998:20). Dalam penelitian ini, variabel

penelitiannya menjadi dua, yaitu:

a. Variabel bebas adalah variabel yang nilai-nilainya tidak terkandung pada variabel lainnya yang berguna untuk meramalkan dan menerangkan nilai variabel yang disimbolkan dengan (X) adapun variabel bebas dalam penelitian ini adalah:

1. Metode bagian. (X1)

2. Metode keseluruhan (X2)

b. Variabel terikat adalah variabel yang nilai-nilainya bergantung pada variabel lainnya dan merupakan variabel yang diterangkan nilainya dilambangkan dengan (Y) adapun variabel terikat dalam penelitian ini adalah pukulan forehand tenis meja (Y)


(66)

Gambar 5. Variabel Penelitian. Keterangan :

X1 : Metode Bagian X2 : Metode Keseluruhan

Y : Pukulan Forehand Tenismeja

D. Definisi Operasional Variabel

1. Yang dimaksud dengan metode bagian dalam penelitian ini adalah

mempelajari dahulu bagian pertama yaitu mempelajari cara memegang bet (shakehand grip), ayunan bed, sudut bed, pukulan Forehand dengan dasar-dasar, cara berdiri (posisi siap) dan pengenalan bola dengan bed. 2. Yang dimaksud dengan metode keseluruhan adalah mengajar dimana

untuk menguasai suatu rangkaian gerak kepada atlit atau siswa diajarkan semua unsur rangkaian gerak secara keseluruhan sekaligus dan dipraktikan secara keseluruhan sekaligus.

3. Yang dimaksud pukulan forehand tenismeja dalam penelitian ini adalah berdiri menghadap meja kaki kanan ditarik sedikit kearah belakang putar tubuh kearah kanan dengan bertumpu pada pinggang dengan tangan yang diayunkan kearah luar. Selanjutnya jagalah siku agar tetap berada didekat pinggang. Pindahkan berat badan ke kaki kanan, saat tangan mengayunkan

X

1

Y

X

2


(67)

kebelakang. Tes yang dilakukan yaitu diukur dengan menggunakan

“penilaian gerak dasar” yang penulis buat sendiri dan merubah dari format penilaian yang sudah ada. Penilaian ini akan penulis uji terlebih dahulu sebelum melakukan tes awal dalam penelitian.

E. Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian adalah gambaran dari seluruh pemikiran dan kegiatan yang dilakukan dalam penelitian. Adapun bentuk desain dalam penelitian ini sebagai berikut:

K1 T2 P T1 OP

K2 T2 Gambar 6. Rancangan Penelitian. Keterangan:

P : Populasi

T1 : Tes awal

OP : Ordinal Pairing

K1 : Kelompok yang diberi metode bagian K2 : Kelompok yang diberi metode keseluruhan T2 : Tes akhir


(68)

Adapun pembagian kelompok dalam penelitian ini dengan cara ordinal pairing sebagai berikut :

1 2

4 3

5 6

dst 7

Gambar 7. OrdinalPairing.

F. Teknik Pengumpulan Data

Tes dilakukan sebelum pemberian treatment, dan untuk menentukan

pembagian kelompok yang diberikan metode pembelajaran bagian, dan yang diberi metode keseluruhan dengan ordinal pairing.

G. Instrumen Penelitian

Menurut Arikunto (1998: 112) instrumen penelitian adalah alat pada waktu penelitian menggunakan suatu metode. Keberhasilan suatu penelitian banyak ditentukan oleh instrumen yang digunakan, sebab data yang diperoleh untuk menjawab pertanyaan penelitian dan menguji melalui instrumen tersebut. Instrumen yang penulis pakai berupa indikator-indikator dari penilaian gerak dasar pukulan forehand pada permainan tenis meja, yang terdiri dari: 1) Tahap persiapan, 2) Tahap gerakan, dan 3) Akhir gerakan, (Roji, 2006 dalam Ilham 2004:15). Setiap siswa diwajibkan melakukan gerak dasar pukulan forehand sesuai dengan arahan oleh peneliti/guru.


(69)

Dengan penilaian kualitas gerak dasar pukulan forehand terdiri dari: 1. Tidak ada gerakan yang muncul

2. Satu gerakan muncul 3. Dua gerakan muncul 4. Tiga gerakan muncul 5. Empat gerakan muncul

H. Teknik Analisis Data

Sebelum menggunakan instrumen untuk mengambil data, maka instrumen yang digunakan perlu diujicobakan terlebih dahulu untuk mengetahui tingkat validitas dan reliabilitas instrumen tersebut.

1. Uji Validitas Instrumen

Menurut Arikunto (1998 : 168) validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrumen. Uji validitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah validitas konstruk (Construct Validity). Menurut Djaali dan Pudji (2008) dalam Sugiyono (2008) bahwa validitas konstruk adalah validitas yang mempermasalahkan seberapa jauh item-item tes mampu mengukur apa-apa yang benar-benar hendak diukur sesuai dengan konsep khusus atau definisi konseptual yang telah ditetapkan. Pengujian validitas konstruk dapat dilakukan dengan analisis statistika seperti analisis faktor atau dengan pendekatan multi triad


(70)

multi method. Uji validitas digunakan rumus korelasi Product Moment sebagai berikut.

  

 

2 2

2

 

2

X.Y

Y

-Y

n

X

-X

n

Y

X

-X.Y

r

n

Keterangan :

rxy = koefisien korelasi suatu butir/item n = jumlah subyek

X = skor suatu butir/item

Y = skor total (Arikunto, 1998: 72)

Selanjutnya dihitung dengan uji-t dengan rumus : :

Keterangan : t : Nilai t hitung

r : Koefisien korelasi hasil r hitung

n : Jumlah responden

Distribusi tabel t untuk α = 0,05 dan derajat kebebasan (dk) = n-2 dengan uji satu pihak. Kaidah pengujian jika t hitung > t tabel berarti valid sebaliknya jika

thitung < t tabel berarti tidak valid. Jika instrumen itu valid, maka dilihat dari

kriteria penafsiran mengenai indeks korelasinya (r) menurut Riduwan (2005: 98) sebagai berikut : 0,80 – 1,00 = sangat tinggi, 0,60- 0,79 = tinggi, 0,40 – 0,59 = cukup, 0,20 – 0,39 = rendah dan 0,00 – 0,19 = sangat rendah (tidak valid).


(71)

2. Uji Reliabilitas dengan Pengukuran Ulang/ Retest

Reliabilitas tes adalah suatu tes yang dikatakan reliabel apabila tes itu berulang-ulang memberikan hasil yang sama. Pada penelitian ini alat ukur menggunakan metode teknik ulang. Menurut Nurhasan (1986: 1.18) untuk mengetahui besarnya derat keterandalan suatu alat pengukur dapat dilakukan dengan melakukan dua kali pengukuran yaitu pengukuran pertama dan ulanganya. Instrumen ini kemudian diujicobakan kepada sekelompok responden dan dicatat hasilnya, kedua hasil pengukuran tersebut dikoreksi dengan menggunakan korelasi product-moment atau korelasi pearson sebagai berikut :

  

 

2 2

2

 

2

X.Y

Y

-Y

n

X

-X

n

Y

X

-X.Y

r

n

Keterangan :

rxy = koefisien korelasi suatu butir/item n = jumlah subyek

X = skor tes pertama Y = skor retest

Harga r yang diperoleh dikonsultasikan dengan tabel korelasi product

moment, sehingga dianggap reliabel apabila harga r hitung > r tabel pada taraf

α = 0,05.

Selanjutnya data yang dianalisis adalah data dari hasil tes awal dan akhir. Menghitung hasil tes awal dan akhir menggunakan teknik analisa data uji t. Adapun syarat dalam menggunakan uji t adalah :


(72)

1. Uji Homogenitas

Uji homogenitas dilakukan untuk memperoleh informasi apakah kedua kelompok sampel memiliki varians yang homogen atau tidak. Menurut Sudjana (2005:250) untuk pengujian homogenitas digunakan rumus sebagai berikut:

Terkecil Varians

Terbesar Varians

F

Membandingkan nilai F hitung dengan F tabel dengan rumus

Dk pembilang : n-1 (untuk varians terbesar) Dk penyebut : n-1 (untuk varians terkecil)

Taraf signifikan ( 0.05) maka dicari pada tabel F.

Dengan kriteria pengujian, Jika : F hitung≥ F tabel berarti tidak homogen

sebaliknya F hitung≤ F tabel berarti homogen.

2. Uji Normalitas

Uji normalitas adalah uji untuk melihat apakah data penelitian yang diperoleh mempunyai distribusi atau sebaran normal atau tidak. Untuk pengujian normalitas ini adalah menggunakan uji Liliefors. Langkah pengujiannya mengikuti prosedur Sudjana (2005: 466) yaitu : a. Pengamatan X1,X2,...,Xn dijadikan bilangan baku Z1,Z2,...,Zn

dengan menggunakan rumus

SD Zi  xi X


(1)

Gambar. Gerakan Forehand Dengan Metode Bagian


(2)

Gambar. Siswa Melakukan Timang Bola


(3)

Gambar. Contoh Forehand Pantul Tembok Dengan Metode Bagian


(4)

Gambar. Siswa Melakukan Forehand Dengan Metode Keseluruhan


(5)

Gambar. Tes Akhir


(6)

Dokumen yang terkait

PERBANDINGAN METODE LATIHAN BAGIAN DENGAN METODE LATIHAN KESELURUHAN TERHADAP PRESTASI BELAJAR PUKULAN FOREHAND DRIVE TENIS MEJA PADA KEGIATAN EXSTRAKURIKULER SISWA PUTRA SMK GAJAH TUNGGAL HADIMULYO METRO TAHUN 2009

0 6 10

UPAYA MENINGKATKAN GERAK DASAR PUKULAN BACKHAND DALAM TENISMEJA DENGAN MODIFIKASI ALAT PADA SISWA KELAS V SD N NEGERI AGUNG TAHUN PELAJARAN 2012/2013

1 35 53

KEBIASAAN MENULIS SISWA KELAS VII SMP NEGERI 1 RUMBIA LAMPUNG TENGAH TAHUN PELAJARAN 2012/2013

1 13 17

PENGARUH METODE BAGIAN DAN METODE KESELURUHAN TERHADAP KETERAMPILAN RENANG GAYA DADA PADA SISWA KELAS VII 7 SMP N 1 RUMBIA TAHUN AJARAN 2012/2013

1 18 51

PERBANDINGAN METODE PEMBELAJARAN KESELURUHAN DAN BAGIAN TERHADAP KETERAMPILAN GERAK DASAR PASSING ATAS BOLAVOLI PADA SISWA KELAS X SMA N I RUMBIA LAMPUNG TENGAH TAHUN PELAJARAN 2012/2013

0 13 52

PERBANDINGAN METODE PEMBELAJARAN BAGIAN DAN KESELURUHAN TERHADAP KETERAMPILAN GERAK DASAR LOB PADA PERMAINAN BULUTANGKIS SISWA EKSTRAKURIKULER SD N 1 PEKALONGAN

2 24 66

PENGARUH PENGGUNAAN MODIFIKASI ALATBERMAIN TERHADAP HASIL PUKULAN FOREHAND TENIS MEJA PADA SISWA KELAS VIII SMP N 4 TULANG BAWANG BARAT TAHUN PELAJARAN 2011-2012

1 31 60

PENGARUH METODE PEMBELAJARAN BAGIAN DAN KESELURUHAN TERHADAP PUKULAN FOREHAND TENISMEJA PADA SISWA KELAS VII SMP N 1 LUMBOK SEMINUNG LAMPUNG BARAT TAHUN PELAJARAN 2012/2013

1 23 130

PENGARUH PEMBELAJARAN PENGAYAAN BERBENTUK TEKA-TEKI SILANG (TTS) TERHADAP KREATIVITAS SISWA KELAS VII DANVIII SMP TUNAS HARAPAN BANDAR LAMPUNG TAHUN PELAJARAN 2012/2013

1 11 43

PERBANDINGAN METODE LATIHAN BAGIAN DENGAN METODE LATIHAN KESELURUHAN TERHADAP PRESTASI BELAJAR PUKULAN FOREHAND DRIVE TENIS MEJA PADA KEGIATAN EKSTRAKURIKULER SISWA PUTRA SMP N 3 TRIMURJO TAHUN 2015

1 12 80