Pembelajaran Matematika Teori Belajar Dienes

- Keterlibatan siswa dalam belajar sangat tinggi. - Pengetahuan yang diperoleh siswa bukan hanya didapat dari presentasi guru namun melalui kontruksi siswa sendiri. - Menumbuhkan sikap-sikap positif dalam diri siswa seperti kerjasama, kebersamaan, toleransi, tanggung jawab, dan bisa menerima pendapat orang lain. b. Kekurangan - Membutuhkan sarana dan prasarana yang memadai. - Butuh penyesuaian kondisi jika dipakai sebagai kegiatan rutinitas. - Jika siswa tidak diawasi dengan baik akan menimbulkan kegaduhan dikelas. - Siswa terbiasa mendapatkan hadiah.

2.1.3 Pembelajaran Matematika Melalui Teori Belajar Dienes

2.1.3.1 Pembelajaran Matematika

Matematika merupakan suatu bahan kaji yang memiliki objek abstrak dan dibangun melalui proses penalaran deduktif, yaitu kebenaran suatu konsep dalam matematika bersifat sangat kuat dan jelas. Suminarsih 2007: 1 mengemukakan bahwa matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang memberikan kontribusi positif tercapainya masyarakat yang cerdas dan bermartabat melalui sikap kritis dan berpikir logis. Maka dari itu mata pelajaran matematika dimasukkan dalam tiga tingkat pendidikan di Indonesia, yaitu Sekolah Dasar SD, Sekolah Menengah Pertama SMP dan Sekolah Menengah Atas SMA. Dalam matematika di SD membekali peserta didik untuk mampu berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama. Pembelajaran matematika disekolah harus memberikan peluang kepada siswa untuk berusaha dan mencari pengalaman tentang matematika. Dengan berjalannya waktu muncul teori-teori belajar yang dapat dimanfaatkan guru untuk memaksimalkan pembelajaran matematika. Ditambah muncul beberapa model- model pembelajaran yang dapat mendukung kesuksesan pembelajaran matematika lebih menarik dalam penyajiannya kepada siswa.

2.1.3.2 Teori Belajar Dienes

Zoltan P. Dienes seorang matematikawan yang memusatkan perhatian pada cara-cara pengajaran terhadap siswa-siswa. Dasar teori ini bertumpu pada Piaget dan pengembangannya diorientasikan pada siswa-siswa, sehingga sistem yang dikembangkan menarik bagi siswa yang mempelajarinya. Teori Piaget melihat sisi atau aspek dalam diri siswa yaitu tingkat perkembangan kognitif khususnya siswa. Sependapat dengan Piaget, tentang perkembangan intelektual. Selain itu teori Dienes ini juga berkaintan dengan pendekatan PAKEM yang didalamnya ada unsur permianan. Jean Piaget menurut Soemakin dalam Nyimas Aisyah dkk 2008: 3 berpendapat bahwa proses berpikir manusia memiliki tahapan dari lahir hingga dewasa. Proses berpikir dibagi dalam empat tahap perkembangan, sebagai berikut: 1. Periode Sensori Motor 0-2 tahun. Karakteristik period ini merupakan gerakan-gerakan sebagai akibat reaksi langsung dari rangsangan yang timbul karena anak melihat objek dan meraba-raba objek. 2. Periode Pra-operasional 2-7 tahun. Operasi yang dimaksud disini adalah suatu proses berpikir atau logik, dan merupakan aktivitas mental, bukan aktivitas sensori motor. Pada periode ini anak belum dapat mengambil keputusan secara logis, melainkan keputusan yang dapat dilihat seketika. Periode ini sering disebut juga periode pemberian simbol, misalnya suatu benda diberi nama simbol. Anak terpaku pada kontak langsung dengan lingkungannya, tetapi anak mulai memanipulasi simbol dari benda-benda sekitar. 3. Periode operasi kongkret 7-12 tahun. Periode ini disebut operasi kongkret sebab berpikir logiknya didasarkan atas manipulasi fisik dari objek-objek. Pengerjaan-pngerjaan logika dapat dilakukan dengan berorientasi ke objek- objek atau peristiwa-peristiwa yang langsung dialami anak. Anak masih terikat dengan pengalaman pribadi, pengalaman anak masih kongkret dan belum formal. Dalam periode operasi kongkret, karakteristik berpikir anak adalah sebagai berikut : a. Kombinasivitas atau klasifikasi adalah suatu operasi dua kelas atau lebih yang dikomunikasikan ke dalam suatu kelas yang lebih besar. Anak dapat membentuk variasi relasi kelas dan mengerti bahwa beberapa kelas dapat dimasukkan ke kelas lain. Misalnya semua manusia laki-laki dan semua manusia perempuan adalah semua manusia. Hubungan AB, BC menjadi AC. b. Reversibilitas adalah operasi kebalikan. Misalnya, 3 + ? = 4 sama dengan 4 – 3 = ?. Reversibilitas ini merupakan karakteristik utama untuk berpikir operasional di dalam teori Piaget. c. Asosiasivitas adalah suatu operasi terhadap bebepa klas yang dikombinasikan mnurut sembarang urutan. Misalnya himpunan bilangan bulat, operasi “+”, berlaku hukum asosiatif terhadap penjumlahan. d. Identitas adalah suatu operasi dengan unsur atau kelas hasilnya tidak berubah. Misalnya dalam himpunan bilangan bulat dengan operasi “+”, Unsur nol adalah 0 sehingga 5 + 0 = 5. Demikian juga suatu jumlah dapat dinolkan dengan mengkombinasikan lawannya, misalnya 5 ditambah – 5 menjadi 5 – 5= 0. e. Korespondensi satu-satu antara objek-objek dari dua kelas. Misalnya unsur dari suatu himpunan berkawan dengan satu unsur dari himpunan kedua dan sebaliknya. f. Kesadaran adanya prinsip-prinsip konservasi. Konservasi berkenaan dengan kesadaran bahwa satu aspek dari benda, tetap sama sementara aspek lainnya berubah. Anak pada periode ini dilandasi oleh observasi dari pengalaman dengan objek nyata, tetapi ia seudah mulai menggeneralisasi objek-objek tadi. 4. Periode Operasi Formal 12-seterusnya tahun. Periode ini juga disebut periode operasi hipotetik-deduktif yang merupakan tahap tertinggi dari perkembangan intelektual. Anak-anak pada periode ini sudah memberikan alasan dengan menggunakan lebih banyak simbol atau gagasan dalam cara berpikir. Anak sudah dapat mengoperasikan argumen-argumen tanpa dikaitkan dengan benda-benda empirik. Anak sudah dapat melihat hubungan-hubungan abstrak dan menggunakan proposisi-proposisi logik- formal termasuk aksioma dan definisi-definisi verbal. Ruseffendi yang ditulis Somakim dalam Nyimas Aisyah 2007: 17, untuk dapat mengajarkan konsep matematika pada anak dengan baik dan mudah dimengerti, maka materi yang akan disampaikan disesuaikan dengan tingkat intelektualnya sudah siap atau belum dapat menerima materi tersebut. Menurut Piaget dalam Ruseffendi Nyimas Aisyah 2007: 18, ada enam tahap dalam perkembangan belajar anak yang disebut dengan hukum kekekalan, yaitu : 1. Hukum kekekalan bilangan 6-7 tahun Anak yang sudah memahami kekekalan bilangan akan mengerti bahawa suatu jumlah benda itu tetap walaupun dipindah-pindah posisinya. 2. Hukum kekekalan materi 7-8 tahun Anak yang sudah memahami hukum kekekalan materi atau zat akan mengatakan bahwa materi atau zat akan tetap sama banyaknya meskipun dipindah tempatnya. 3. Hukum kekekalan panjang 8-9 tahun Anak yang sudah memahami hukum kekekalan panjang akan mengatakan bahwa panjang tali akan tetap meskipun tali itu dilengkungkan. 4. Hukum kekekalan luas 8-9 tahun Selain kekelan panjang, pada usia 8-9 tahun anak juga sudah waktunya memahami tentang kekekalan luas. Anak yang sudah memahami hukum kekekalan luas akan mengatakan bahwa luas daerah yang ditutupi suatu benda akan tetap sama luas meskipun letak benda diubah. 5. Hukum kekekalan berat 9-10 tahun Anak yang sudah memahami hukum kekekalan berat akan mengatakan bahwa berat suatu benda akan tetap meskipun bentuk, tempat dan alat penimbangan benda tersebut berbeda. 6. Hukum kekekalan isi 14-15 tahun Anak yang sudah memahami hukum kekalan isi menyatakan bahwa pada suatu bak atau bejana yang penuh dan dimasukkan suatu benda, maka air yang tumbah sama dengan benda yang dimasukkan. Teori belajar Dienes yang menekankan pada tahapan permainan yang berarti proses pembelajaran melibatkan anak didik dalam belajar. Dalam proses pembelajaran dapat membuat anak didik senang dalam belajar. Oleh karena itu selain terkait dengan teori Piaget, teori Dienes juga terkait dengan konsep pembelajaran dengan pendekatan PAKEM Pembelajaran Aktif Kreatif Efektif dan Menyenangkan. Secara garis besar PAKEM menggambarkan kondisi-kondisi sebagai berikut : a. Peserta didik terlibat dalam berbagai kegiatan aktivitas yang mengembangkan keterampilan, kemampuan dan pemahamannya dengan mnekankan pada belajat dengan berbuat learning by doing . b. Guru mennggunakan berbagai motivasi dan alat peraga, termasuk lingkungan sebagai sumber belajar agar pengajar lbih menarik, menyenangkan dan relevan bagi peserta didik. c. Guru mengatur kelas untuk memajang buku dan materi dengan tampilan yang menarik. d. Guru menggunakan cara belajar yang lebih kooperatif dan interaktif melalui pembagian siswa dalam kelompok-kelompok. e. Guru mendorong siswa untuk menemukan caranya sendiri dalam menyelesaikan suatu masalah yang disediakan guru maupun dari siswa sendiri sehingga mereka dapat mengungkapkan gagasan sendiri dan melibatkan peserta didik dalam menciptakan lingkungan sekolahnya sendiri agar siswa lebih nyaman. Yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan PAKEM, yaitu : a. Memahami sifat anak sesuai dengan umur b. Mengenal peserta didik secara individu, misalnya sejarah kesehatan siswa. Bermanfaat untuk mengantisipasi kegiatan yang dihindari anak-anak yang memiliki kondisi kesehatan yang kurang baik. c. Memanfaatkan perilaku anak dalam pengorganisasian belajar. Misalnya menawarkan pada siswa bagi yang ingin menjadi ketua- ketua kelompok, sekaligus melatih siswa berorganisasi. d. Mengembangkan kemampuan berpikir kritis, kreatif dalam kemampuan memecahkan masalah. Ini berarti kasus-kasus atau masalah-masalah yang disediakan guru disesuikan kemampuan anak, sehingga tidak terlalu mudah atau sulit bagi siswa. e. Mengembangkan ruang kelas sebagai lingkungan belajar yang menarik. f. Memanfaatkan lingkungan sebagai sumber belajar. g. Memberikan umpan balik yang tanggung jawab untuk meningkatkan kegiatan belajar mengajar. Dienes dalam Nyimas Aisyah 2008: 2 “mengemukakan bahwa tiap-tiap konsep atau prinsip dalam matematika yang konkret akan dapat dipahami dengan baik. Ini mengandung arti bahwa jika benda-benda atau objek-objek dalam bentuk permainan akan sangat berperan bila dimanipulasi dengan baik dalam pengajaran matematika.” Didalam teorinya, Dienes membagi beberapa tahap agar konsep-konsep matematika akan berhasil jika dipelajari dalam tahap-tahap tertentu. Tahapan tersebut adalah: 1. Permainan Bebas Free Play Permainan bebas merupakan tahap belajar konsep yang aktifitasnya tidak berstruktur dan tidak diarahkan. Kebebasan untuk mengatur benda diberikan siswa sehingga selama permainan pengetahuan anak akan muncul. Dengan permainan bebas anak mulai mmbentuk struktur mental dan struktur sikap dalam mempersiapkan diri untuk memahami konsep yang sedang dipelajari. 2. Permainan yang Menggunakan Aturan Games Dalam permainan yang disertai aturan siswa sudah mulai meneliti pola-pola dan keteraturan yang terdapat dalam konsep tertentu. Banyak pola akan mempengaruhi tingkat usaha siswa dalam mencari, sedangkan keteraturan dalam konsep akan muncul ketika macam pola ditambah dan dilakukan berulang-ulang. 3. Permainan Kesamaan Sifat Searching for communalities Dalam mecari kesamaan sifat siswa dimulai diarahkan dalam kegiatan menemukan sifat-sifat kesamaan dalam permainan. Menyiapkan dua benda yang berbeda dan mencari kesamaan dan perbedaannya. 4. Permainan Representasi Representation Representasi adalah tahap pengambilan sifat dari beberapa situasi yang sejenis. Siswa menyimpulkan kesamaan sifat yang terdapat dalam situasi-situasi yang dihadapi, dengan demikian mereka telah mengarah pada pengertian struktur matematika yang bersifat abstrak yang terdapat dalam konsep yang sedang dipelajari. 5. Permainan dengan Simbolisasi symbolization Simbolisasi termasuk tahap belajar konsep yang membutuhkan kemampuan merumuskan representasi dari setiap konsep-konsep dengan menggunakan simbol matematika atau perumusan verbal. 6. Permainan dengan Formalisasi Formulization Dalam tahap ini siswa dituntut untuk merumuskan sifat-sifat konsep dan kemudian merumuskan sifat-sifat baru konsep tersebut. Karso dalam Nyimas Aisyah dkk 2008: 11 menyatakan, pada tahap formalisasi anak tidak hanya mampu merumuskan teorema serta membuktikannya secara deduktif, tetapi mereka sudah mempunyai pengetahuan tentang sistem yang berlaku dari pemahaman konsep-konsep yang terlibat satu sama lainnya.

2.2 Kajian Hasil Penelitian yang Relevan

Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengembangan Model Team Game Turnament Berdasar Teori Dienes dalam Mata Pelajaran Matematika pada Siswa Kelas V SD

0 0 13

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengembangan Model Team Game Turnament Berdasar Teori Dienes dalam Mata Pelajaran Matematika pada Siswa Kelas V SD T1 292008011 BAB I

0 0 4

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengembangan Model Team Game Turnament Berdasar Teori Dienes dalam Mata Pelajaran Matematika pada Siswa Kelas V SD T1 292008011 BAB IV

0 0 29

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengembangan Model Team Game Turnament Berdasar Teori Dienes dalam Mata Pelajaran Matematika pada Siswa Kelas V SD T1 292008011 BAB V

0 0 2

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengembangan Model Team Game Turnament Berdasar Teori Dienes dalam Mata Pelajaran Matematika pada Siswa Kelas V SD

0 0 121

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengembangan Model Two Stay Two Stray Berdasar Teori Dienes dalam Pembelajaran Matematika pada Siswa Kelas V SD

0 0 11

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengembangan Model Two Stay Two Stray Berdasar Teori Dienes dalam Pembelajaran Matematika pada Siswa Kelas V SD T1 292008007 BAB I

0 0 4

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengembangan Model Two Stay Two Stray Berdasar Teori Dienes dalam Pembelajaran Matematika pada Siswa Kelas V SD T1 292008007 BAB II

0 0 17

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengembangan Model Two Stay Two Stray Berdasar Teori Dienes dalam Pembelajaran Matematika pada Siswa Kelas V SD T1 292008007 BAB IV

0 0 32

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengembangan Model Two Stay Two Stray Berdasar Teori Dienes dalam Pembelajaran Matematika pada Siswa Kelas V SD T1 292008007 BAB V

0 0 1