Pengaruh Komposisi Alkanolamida Dari Turunan RBDPKO Sebagai Bahan Penyerasi Pengisi Bentonite Clay Pada Produk Lateks Karet Alam

(1)

LAMPIRAN 1 DATA PENELITIAN

L1.1 DATA HASIL DENSITAS SAMBUNG SILANG(CROSSLINK DENSITY) Tabel L1.1 Data Hasil Densitas Sambung Silang (Crosslink Density)

Waktu Vulkanisasi

(menit)

Kadar Pengisi LM + A + BC

(gr)

Pembebanan Pengisi

Suhu 100(0C)

Suhu 110(0C)

Suhu 120(0C)

Rata-Rata x

105

10

LM: 94 ; A :1 ;

BC: 5 16.6 5.953 5.615 4.198 5.255

LM: 93 ; A :2 ;

BC: 5 16.6 8.101 6.422 5.136 6.553

LM: 92 ; A :3 ;

BC: 5 16.6 7.505 6.432 5.121 6.353

LM: 91 ; A :4 ;

BC: 5 16.6 7.613 6.444 5.211 6.423

LM: 90 ; A :5 ;


(2)

L1.2 DATA HASIL KEKUATAN TARIK(TENSILE STRENGTH) Tabel L1.2 Data Hasil Kekuatan Tarik(Tensile Strength)

Waktu Vulkanisasi

(menit)

Kadar Pengisi LM + A + BC

(gr)

Pembebanan Pengisi

Suhu 100(0C)

Suhu 110(0C)

Suhu 120(0C)

10

LM: 94 ; A :1 ;

BC: 5 16,6 3.515 3.211 4.190

LM: 93 ; A :2 ;

BC: 5 16.6 3.066 2.995 3.790

LM: 92 ; A :3 ;

BC: 5 16.6 3.779 1.001 2.541

LM: 91 ; A :4 ;

BC: 5 16.6 3.266 3.145 4.390

LM: 90 ; A :5 ;


(3)

L1.3 DATA HASIL MODULUS TARIK SAAT PEMANJANGAN 100% (M100)

Tabel L1.3 Data Hasil Modulus Tarik Saat Pemanjangan 100% (M100) Waktu

Vulkanisasi (menit)

Kadar Pengisi LM + A + BC

(gr)

Pembebanan Pengisi

Suhu 100(0C)

Suhu 110(0C)

Suhu 120(0C)

10

LM: 94 ; A :1 ;

BC: 5 16,6 1.004 1.688 1.908

LM: 93 ; A :2 ;

BC: 5 16.6 1.212 2.031 2.201

LM: 92 ; A :3 ;

BC: 5 16.6 1.112 2.121 2.465

LM: 91 ; A :4 ;

BC: 5 16.6 1.327 1.625 1.650

LM: 90 ; A :5 ;


(4)

L1.4 DATA HASIL MODULUS TARIK SAAT PEMANJANGAN 300% (M300)

Tabel L1.4 Data Hasil Modulus Tarik Saat Pemanjangan 300% (M300) Waktu

Vulkanisasi (menit)

Kadar Pengisi LM + A + BC

(gr)

Pembebanan Pengisi

Suhu 100(0C)

Suhu 110(0C)

Suhu 120(0C)

10

LM: 94 ; A :1 ;

BC: 5 16,6 2.626 6.389 3.950

LM: 93 ; A :2 ;

BC: 5 16.6 4.181 7.866 5.314

LM: 92 ; A :3 ;

BC: 5 16.6 6.296 7.823 4.993

LM: 91 ; A :4 ;

BC: 5 16.6 4.188 3.489 6.916

LM: 90 ; A :5 ;


(5)

L1.5 DATA HASIL PEMANJANGAN SAAT PUTUS (ELONGATION AT BREAK)

Tabel L1.5 Data Hasil Pemanjangan Saat Putus (Elongation at Break) Waktu

Vulkanisasi (menit)

Kadar Pengisi LM + A + BC

(gr)

Pembebanan Pengisi

Suhu 100(0C)

Suhu 110(0C)

Suhu 120(0C)

10

LM: 94 ; A :1 ;

BC: 5 16,6 0.311 0.888 0.625

LM: 93 ; A :2 ;

BC: 5 16.6 0.468 0.865 0.525

LM: 92 ; A :3 ;

BC: 5 16.6 0.476 0.765 0.615

LM: 91 ; A :4 ;

BC: 5 16.6 0.568 0.965 0.725

LM: 90 ; A :5 ;


(6)

LAMPIRAN 2

CONTOH PERHITUNGAN

Untuk pengujian kekuatan tarik (tensile strength), modulus tarik (tensile modulus), dan pemanjangan saat putus (elongation at break) telah dihitung oleh Universal Testing MachineAL-GOTECH 7000 M.

L2.1 PERHITUNGAN DENSITAS SAMBUNG SILANG (CROSSLINK DENSITY) PRODUK LATEKS KARET ALAM

Dari persamaan Flory Rehner :

sol sol d d d d r

/

W

/

W

/

W

V

ρ

ρ

ρ

+

=

[

]

) ( . . 2 . ) 1 ln( ) 2

( 1/3

0 2 1 r NRL r r r C V V V V V M ρ χ − − − − = − Dimana :

Wd = massa awal produk lateks karet alam

Wsol = massa pelarut yang terjerap dalam produk lateks karet alam ρd = ρ lateks karet alam tervulkanisasi = 0,9203 gr/cm3

ρsol = ρtoluena = 0,87 gr/cm3

ρNRL = ρ lateks karet alam = 0,932 gr/cm3 Vo toluena = 108,5 mol.cm-3

X toluena = 0,39

(2MC-1) = densitas sambung silang (gram.mol/gram karet)

Untuk perhitungan sampel produk lateks karet alam : Massa awal produk lateks karet alam (Wd) = 0,2046 gram Massa botol kosong = 49,7688 gram

Massa produk lateks karet alam yang membengkak + massa botol = 51,0411 gram Massa produk lateks karet alam yang membengkak = 1,2723 gram


(7)

• Wsol/ρsol = (1,2723- 0,1495) / 0,87 = 1.2905 cm3

• Vr = (0,2673)/(0,2673+1,2905) = 0,1715

• 1-Vr = 1- 0,1715 = 0,8285

• -ln(1-Vr) = -ln(0,8285) = 0,1881

• (Vr)2 = (0,1715)2 = 0,0294

• (Vr)1/3 = (0,1715)1/3 = 0,55591

• -ln(1-Vr)–Vr–X. (Vr)2= 0,1881–0,1715–0,39 (0,0294) = 0,005134.

• ρNRL.Vo. (Vr)1/3= 2. 0,932. 108,5. 0,55591 = 112,4294

[

]

) ( . . 2 . ) 1 ln( ) 2

( 1/3

0 2 1 r NRL r r r C V V V V V M ρ χ − − − − = −

= 0,005134/ 112,4294 = 4.56 x 10-5

Berdarsarkan perhitungan diatas, nilai densitas sambung silang produk lateks karet alam adalah sebesar 4.56 x 10-5gram.mol/gram karet.


(8)

(9)

(10)

0 20 40 60 80 100 120

400 800 1200 1600 2000 2400 2800 3200 3600 4000

%

T


(11)

(12)

(13)

USU1501 2015/08/04 10:15 NL D5.5 x3.0k 30 um


(14)

USU1207 2015/06/01 11:39 NL D6.9 x3.0k 30 um


(15)

DAFTAR PUSTAKA

[1] Andrew Ciesielki, “ An Introduction to Rubber Technology”, Rapra Technology Limited, UK, 1999.

[2] Loo, Thio Goan,“Mengelola Karet Alam”, PT. KINTA, Jakarta. 1980.

[3] Triwijoso, Sri Utami, “Pengetahuan Umum Tentang Karet Hevea”Dalam Kumpulan Makalah : In House Training, Pengolahan Lateks Pekat dan Karet Mentah. No : 1. Balai Penelitian Teknologi Karet Bogor, Bogor, 1995.

[4] J. E. Mark, E. Burman, dan F. R. Eirich,“The Science and Technology of Rubber”, Edisi ke–3. Penerbit Elsevier, Inc., New York. pp. 130-131, 2005.

[5] Amelia, Mila,“Pengaruh Swelling Indeks Compound Terhadap Tegangan

Tarik (Green Modulus 300 %) Pada Proses Benang Karet Count 37 NS

40” , PT.Industri Karet Nusantara Medan, Karya ilmiah, FMIPA, Universitas Sumatra Utara, Medan, (2008).

[6] Long, Harry, “ Basic Compounding and Processing of Rubber” , University Akron : Ohio, 1985.

[7] William J, Hall, “Pyrolysis of Latex Glove in the presence of Y-Zeolite”, Journal of waste management 29 (4) : 797-803. (2008).


(16)

[9] G. Kraus, “Interactions of Elastomers and Reinforcing Fillers,” Rubber Chem Technol, XXXVIII November, 1965, p. 1070-1114.

[10] Harjanto S, “Lempung, Dolomit dan Magnesit”, Publikasi Khusus Direktorat Sumber daya Mineral, Bandung, (2000).

[11] Maugard, T., Remaud-Simeon, M., Petre, D. dan Monsan, P. , “Lipase -catalysed Synthesis of Biosurfactants by Transacylation of N-Methyl-Glucamine and Fatty-Acid Methyl Esters”, Tetrahedron, 53(22): 7629 – 7634. 1997.

[12] Anasri, “Pembuatan Alkanolamida Dari Hasil Amidasi RBDPKO, RBD Olein dan RBD Stearin Dengan Dietanolamin” , Departemen kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara , 2010.

[13] KamilErick, Emelya Khoesoema, Hamidah Harahap, “Pengaruh

Biodegradasi Dengan Teknik Penanaman Terhadap Produk Lateks Karet Alam Berpengisi Tepung Kulit Pisang Yang Diputihkan Dengan Hydrogen

Peroksida”, Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara, 2012.

[14] Tampubolon Harry Laksana, Darwis Syarifuddin Hutapea, Indra Surya,

“Pengaruh Penambahan Alkanolamida Terhadap Karakteristik Pematangan Dan Kekerasan Vulkanisat Karet Alam Berpengisi Silika”,

Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara, 2012.


(17)

Untuk Pembuatan Poliuretan”, Departemen Kimia, Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara, 2011.

[16] Harahap, H, Surya, I, Kamil, E, Khoesoema, E, Surya, E, "The Effect of Drying Temperature on Mechanical Properties of The Natural Rubber Latex Products Filled With Kaolin Modified Alkanolamide". Journal of Asean 2013 : Moving Forward. 2013.

[17] Ismail, H., T.A. Ruhaizat., “Effect of Palm Oil Fatty Acid om Curing

Characteristics and Mechanical Properties of CaCO3 Filled Natural Rubber Compounds”,Iranian Polymer Journal6 (2) : 97-104. 1997.

[18] Cleiyi Arthur G. Ann Robert W. Doehler , “Industrial Applications of Bntonite”, American Colloid Company, Skokie, Illinois, 2011.

[19] Blackley.D.C. , “Polymer Latices , Science and Technologie”, 2 nd ed : Kluwer Academic : Dordrecht, Netherland, (1973).

[20]. Wirjosentono, B, Sitompul AN, Sumarno, Siregar T.A. dan Lubis, SB,

“Analisa dan Karakterisasi Polimer”,USU Press, Medan. (1995).

[21]. Silverstein, R.M, Bassler. G.C, and Morill, T.C, “Spektrofotometric

Identification of Organic Compounds”, 4th Edition. John Willey and Sons, New York. (1981).

[22] Muis Yugia, “Studi Pemanfaatan Bahan Pengemulsi Berbasis Minyak

Kelapa Untuk Produk Film Lateks Pekat Karet Alam Dengan Agen


(18)

[23] Rasyidi A Fachri, “ Pengaruh Penambahan Filler Kaolin Terhadap

Elastisitas Dan Kekerasan Produk Souvenir Dari Karet Alam ( Hevea

Brasiliensis)”, Jurusan Teknik Kimia, Universitas Sriwijaya, 2012.

[24] Budi, AFS, “Recent Devolopment in Natural Rubber Prices”, FAO, Consultion on Agricultural Commodity Price Problems, Roma, 2011.

[25] Rusdi Rafli, “Termoplastik Polietilena Terplastisasi Poligliserol Asetat”, Sekolah Pascasarjana, Universitas Sumatera Utara, 2008.

[26] Smith, RP. (Poster) Imaging in Vaccine Research: Past, Present and Future. Wyeth Vaccines Discovery Research Meeting, Pearl River, NY. 2004.

[27] Harmaja Simatupang, Andi Nata, Netti Herlina, “ Studi Isolasi Rendemen

Lignin Dari Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS)”, Jurnal Teknik Kimia USU Vol. 1, No. 1 (2012).

[28] Paul Djomgoue, Daniel Njopwouo , “FT-IR Spectroscopy Applied For

Surface Clays Characterization”, Jurnal of Surface Engineered Material and Advanced Technology 2013

[29] Dina Haryanti, “ Evaluasi Pengaruh Temperatur Pengeringan dan

Iradiasi Sinar Gamma terhadap Karakteristik Film Sambung Silang

Kitosan dan Tripolifosfat”,Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2013.


(19)

[31] Indah M.S. Sitorus, Yudha Widyanata, Indra Surya, “ Pengaruh

Penambahan Akanolamida Terhadap Karakteristik Pematangan dan Kekerasan VulkanisatKaret Alam Berpengisi Kaolin”, Jurnal Teknik Kimia USU, Vol. 2, No. 4 (2013).

[32] Nurdin Bukit,“ Pengolahan Zeolit Alam Sebagai Bahan Pengisi Nano Komposit Polipropilena Dan Karet Alam SIR -20 Dengan Kompatibeliser Anhidrida Maleat- Grafted- Polipropilena”, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara, Medan, 2011.

[33] Hamidah Harahap, et al,“ Pemanfaatan Limbah Kulit Singkong

Termodifikasi Alkanolamida Sebagai Bahan Pengisi Dalam Produk Lateks

Karet Alam : Pengaruh Waktu Vulkanisasi”,Departemen Teknik Kimia, Universitas Sumatera Utara, 2015.

[34] Riani Sari Sembiring,“ Penyediaan Nano Komposit Karet Alam- g

Glycydyl Methacrylate/ Bentonit”,Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara, 2013.

[35] Awaluddin Nainggolan, “Pengaruh Penambahan Surfaktan Sodium Dodhecyl Sulfate (SDS) Terhadap Sifat Mekanik Dan Thermal

Nanokomposit Karet Alam Organobentonit”, Fakultas Matematika daN Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara, 2013.

[36] Hanafi Ismail, Komethi Muniandy and Nadras Othman, “Fatigue Life, Morphological Studies and Thermal Aging of Rattan Powder Filled Natural Rubber Composites as A Function of Filler Loading and A Silane Coupling Agent”, University Sains Malaysia, Penang, 2014.


(20)

[38] Leroy, Eric. Anouar Souid. Remi Deterre. “A Continuous Kinetic Model of Rubber Vulcanization Predicting Induction and Reversion”. Polymer Testing vol. 32. Hal. 575-582. 2013.

[39] Friska E. “Pengaruh Suhu Vulkanisasi dan Komposisi Bentonite Clay yang Dimodifikasi dengan Alkanolamida dari Bahan Baku RBDPKO Pada

Produk Lateks Karet Alam”. Fakultas Teknik. Universitas Sumatera Utara. 2015.

[40] Ignatz-Hoover, F., To, B. H., Datta, R. N., De Hoog, A. J., Huntink, N. M., and Talma, A. G. “Chemical additives migration in rubber”. Rubber Chemistry and Technology, 76(3), 747-768. 2003.


(21)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 LOKASI PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lateks, Fakultas Teknik, Departemen Teknik Kimia, Universitas Sumatera Utara.

3.2 BAHAN DAN PERALATAN 3.2.1 BAHAN

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari bahan yang digunakan untuk pembuatan bahan penyerasi alkanolamida, dan pembuatan senyawa lateks karet alam.

3.2.1.1 BAHAN YANG DIGUNAKAN UNTUK PEMBUATAN BAHAN PENYERASI ALKANOLAMIDA

Bahan-bahan yang digunakan untuk pembuatan bahan penyerasi alkanolamida adalah sebagai berikut :

1. Dietanolamina (C4H11NO2)

2. Refined Bleached Deodorized Palm Kernel Oil(RBDPKO) 3. Natrium Metoksida (CH3ONa)

4. Metanol (CH3OH) 5. Dietil eter ((C2H5)2O)


(22)

3.2.1.2 BAHAN YANG DIGUNAKAN UNTUK PEMBUATAN SENYAWA LATEKS KARET ALAM

Bahan-bahan yang digunakan untuk pembuatan senyawa lateks karet alam adalah sebagai berikut :

1. High AmmoniaLateks dengan kandungan 60% karet basah 2. Zinc Oksida (ZnO)

3. Zinc Dibutyl Dithiocarbamate(ZDEC) 4. Kalium Hidroksida (KOH)

5. Sulfur (S)

6. Kloroform (CHCl3)

7. Kalsium Karbonat (CaCO3) 8. Kalsium Nitrat (Ca(NO3)2) 9. Bentonite Clay

10. Alkanolamida

3.2.2 PERALATAN

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari peralatan yang digunakan untuk pembuatan bahan penyerasi alkanolamida, dan pembuatan senyawa lateks karet alam.

3.2.2.1 PERALATAN YANG DIGUNAKAN UNTUK PEMBUATAN BAHAN PENYERASI ALKANOLAMIDA

Peralatan yang digunakan untuk pembuatan bahan penyerasi alkanolamida adalah sebagai berikut :

1. Rotary Evaporator 2. Oven


(23)

7. Selang

8. Magnetic Stirer 9. Labu Leher Tiga 10. Gelas Ukur 11. Beaker Glass 12. Corong Gelas 13. Kertas Saring 14. Spatula

3.2.2.2 PERALATAN YANG DIGUNAKAN UNTUK PEMBUATAN SENYAWA LATEKS KARET ALAM

Peralatan yang digunakan untuk pembuatan senyawa lateks karet alam adalah sebagai berikut :

1. Vessel Flask 2. Cawan Penguap 3. Stirrer

4. Penangas Air 5. Termometer 6. Neraca Elektrik 7. Plat Seng 8. Oven

3.3 FORMULASI BAHAN

Formulasi bahan dalam penelitian ini terdiri dari formulasi lateks karet alam dan bahan kuratif, serta formulasi dispersibentonite claydan alkanolamida.


(24)

Tabel 3.1 Formulasi Lateks Karet Alam dan Bahan Kuratif

Bahan Berat(gram)

High AmmoniaLateks 100 % 166,7

50 % Sulfur 3

50 % ZDEC 3

30 % ZnO 0,83

50 % Antioksidan 2

10 % KOH Pengisi 5%

3 16,6

3.3.2 FORMULASI DISPERSI BENTONITE CLAY DAN

ALKANOLAMIDA

Formulasi dispersi bentonite clay dan alkanolamida menunjukkan perbandingan komposisi antara bentonite clay, bentonite clay dengan komposisi yang tetap yaitu 5 gram, alkanolamida dengan jumlah komposisi yang berbeda dan air dalam larutan dispersi.

Tabel 3.2 Formulasi DispersiBentonite Claydan Alkanolamida

Bahan A B C D E

Bentonite clay 5 5 5 5 5

Alkanolamida 1 2 3 4 5


(25)

3.4 PROSEDUR PENELITIAN

3.4.1 PROSEDUR PEMBUATAN BAHAN PENYERASI ALKANOLAMIDA

Adapun prosedur pembuatan bahan penyerasi alkanolamida adalah sebagai berikut :

1. Dimasukkan 0,05 mol (50 gram) sampel Refined Bleached Deodorized Palm Kernel Oil (RBDPKO), dan 0,24 mol (25,6 gram) dietanolamina dalam labu leher tiga.

2. Ditambahkan 0,093 mol (5 gram) katalis natrium metoksida (terlebih dahulu dilarutkan dalam 20 ml metanol).

3. Dirangkai alat refluks kondensor dengan pendingin bola.

4. Dipanaskan pada suhu 60 - 70 °C sambil diaduk dengan magnetic stirrer selama 5 jam.

5. Hasil reaksi diuapkan dengan alat rotary evaporator untuk menguapkan pelarutnya.

6. Residu yang diperoleh dilarutkan dalam 100 ml dietil eter.

7. Kemudian dicuci dengan larutan NaCl jenuh sebanyak tiga kali masing-masing 25 ml.

8. Setelah terbentuk dua lapisan, diambil lapisan atas dan lapisan bawah dibuang.

9. Lapisan atas ditambahkan natrium sulfat anhidrat, diamkan selama ± 45 menit, lalu disaring dengan menggunakan kertas saring.

10. Filtrat yang diperoleh diuapkan dengan alat rotary evaporator sampai pelarutnya habis, kemudian residu yang diperoleh dianalisis dengan analisa FTIR.


(26)

3.4.2 PROSEDUR PENDISPERSIAN BENTONITE CLAY DAN ALKANOLAMIDA

Adapun prosedur pendispersian bentonite clay dan alkanolamida adalah sebagai berikut :

1. Bentonite Claydimasukan ke dalamball mill.

2. Ditambahkan aquadest dan alkanolamida dengan perbandingan formulasi yang telah ditentukan dalam Tabel 3.2.

3. Ball mill dihidupkan selama beberapa waktu dan diuji apakah sistem dispersi telah terbentuk.

3.4.3 PROSEDUR ANALISA KANDUNGAN PADATAN TOTAL (TSC) DARI LATEKS KARET ALAM

Adapun prosedur analisa kandungan padatan total (TSC) dari lateks karet alam adalah sebagai berikut :

1. Ditimbang berat cawan porselen.

2. Diambil 5 gram lateks dan dimasukan dalam cawan porselen. 3. Dipanaskan dalam oven pada suhu 100oC hingga bahan mengering. 4. Didinginkan dalam desikator dan ditimbang beratnya.

5. Prosedur diulangi hingga diperoleh berat lateks kering yang konstan. 6. Dihitung kadar kandungan padatan total.

3.4.4 PROSEDUR PEMBUATAN SENYAWA LATEKS KARET ALAM Pembuatan senyawa lateks karet alam terdiri dari beberapa tahap yaitu tahap pra-vulkanisasi, vulkanisasi dan pembuatan film lateks karet alam.


(27)

3.4.4.1 PROSEDUR PRA-VULKANISASILATEKSKARET ALAM Adapun prosedur pra-vulkanisasi adalah sebagai berikut :

1. Bahan kuratif ditimbang dengan formulasi tertentu sesuai dengan Tabel 3.1.

2. Bahan kuratif, lateks, dan dispersi bentonite clay dan alkanolamida dimasukan dalamvessel flaskdan ditutup rapat.

3. Diaduk selama 1 jam.

4. Diaduk di atas penangas air pada suhu 70oC.

5. Setiap selang 5 menit, campuran diuji dengan tes kloroform.

6. Bila campuran telah mencapai tingkat 3, maka pemanasan dan pengadukan dihentikan.

7. Campuran didiamkan selama 24 jam.

3.4.4.2 PROSEDUR UJI KLOROFORM PADA LATEKS KARET ALAM PRA-VULKANISASI

Adapun prosedur uji kloroform pada lateks karet alam pra-vulkanisasi adalah sebagai berikut :

1. Setiap 5 menit pemanasan, diambil 10 ml lateks karet alam pra-vulkanisasi.

2. Lateks karet alam pra-vulkanisasi dimasukan dalam cawan berisi 10 ml kloroform.

3. Campuran diaduk hingga terjadi penggumpalan selama 2-3 menit.

4. Apabila kematangan campuran telah mencapai tingkat 3, maka lateks karet alam pra-vulkanisasi telah matang.

Tingkat pematangan lateks karet alam pra-vulkanisasi melalui tes koagulasi-kloroform ditunjukan Tabel 3.3 di bawah ini :


(28)

Tabel 3.3 Tingkat pematangan lateks karet alam pra-vulkanisasi melalui tes koagulasi-kloroform

No.

Kloroform Keadaan Pematangan Bentuk Koagulan

1 Tak tervulkanisasi Koagulan lengket

2 Sedikit tervulkanisasi Koagulan lembut dan mudah putus

3 Tervulkanisasi sederhana Koagulan antara lengket dan tidak

4 Tervulkanisasi sepenuhnya Koagulan berupa butiran kering

3.4.4.3 PROSEDUR VULKANISASI DAN PEMBUATAN FILM LATEKS KARET ALAM

Adapun prosedur vulkanisasi dan pembuatan film lateks karet alam adalah sebagai berikut :

1. Disiapkan larutan asam asetat 10 %, Kalium Hidroksida (KOH) 10 %, aquadestdan kalsium nitrat 10 %.

2. Plat seng dicuci bersih lalu dicelupkan secara berurutan ke dalam keempat larutan diatas.

3. Plat seng dikeringkan dalam oven pada suhu ± 100 °C selama 5 menit. 4. Plat seng didinginkan sebentar lalu dicelupkan ke dalam lateks karet alam

pra-vulkanisasi.

5. Plat seng dengan lateks karet alam pra-vulkanisasi kemudian divulkanisasi dalam oven pada suhu 100 °C,110 °C dan 120 °C selama 10 menit.

6. Plat seng dengan lateks karet alam vulkanisasi didinginkan dan ditaburkan kalsium karbonat.


(29)

3.5 FLOWCHART PERCOBAAN

3.5.1 FLOWCHART PEMBUATAN BAHAN PENYERASI

ALKANOLAMIDA

Adapun prosedur pembuatan bahan penyerasi alkanolamida dapat dilihat

pada Gambar 3.1 Flowchart Pembuatan Bahan Penyerasi Alkanolamida dibawah

ini:

Mulai

Dimasukkan 0,05 mol (50 gram) sampelRefined Bleached Deodorized Palm Kernel Oil(RBDPKO) dalam labu leher tiga

Ditambahkan 0,093 mol (5 gram) katalis natrium metoksida (terlebih dahulu

dilarutkan dalam 20 ml methanol)

Residu yang diperoleh dilarutkan dalam 100 ml untuk menguapkan pelarutnya

Dicuci dengan larutan NaCl jenuh sebanyak tiga kali masing-masing 25 ml

Ditambahkan 0,24 mol (25,6 gram) dietanolamida

Dipanaskan pada suhu 60-70oC sambil diaduk denganmagnetic stirrerselama 5 jam

Hasil reaksi diuapkan dengan alatrotary evaporatoruntuk menguapkan pelarutnya


(30)

Gambar 3.1 Flowchart Pembuatan Bahan Penyerasi Alkanolamida

Setelah berbentuk dua lapisan, diambil lapisan atas dan lapisan bawah dibuang

Lapisan atas ditambahkan natrium sulfat anhidrat, dan didiamkan selama ± 45 menit

Residu disaring dengan menggunakan kertas saring


(31)

3.5.2 FLOWCHART PENDISPERSIAN BENTONITE CLAY DAN ALKANOLAMIDA

Adapun prosedur pendispersian bentonite clay dan alkanolamida dapat

dilihat pada Gambar 3.2 Flowchart PendispersianBentonite Claydan Alkanolamida dibawah ini.

Mulai

Bentonite Claydimasukkan ke dalamball mill

Ditambahkanaquadestdan alkanolamida dengan perbandingan formulasi yang telah

ditentukan

Ball milldihidupkan dan campuran didispersi selama beberapa waktu

Apakahbentonite clay telah terdispersi semua?

Tidak

Ya

Ball milldihentikan dan larutan dispersi ditampung dalam wadah


(32)

3.5.3 FLOWCHART ANALISA KANDUNGAN PADATAN TOTAL (TSC) DARI LATEKS KARET ALAM

Adapun prosedur analisa kandungan padatan total (TSC) dari lateks karet

alam dapat dilihat pada Gambar 3.3 Flowchart Analisa Kandungan Padatan Total


(33)

3.5.4 FLOWCHART PRA-VULKANISASI LATEKS KARET ALAM Adapun prosedur pra-vulkanisasi dapat dilihat pada Gambar 3.4 Flowchart Pravulkanisasi Lateks Karet Alam dibawah ini

Bahan kuratif, lateks dan dispersibentonite claydan

alkanolamida dimasukkan dalamvessel flaskdan ditutup rapat

Apakah ada variasi

dispersibentonite claydan


(34)

3.5.5 FLOWCHART UJI KLOROFORM PADA LATEKS KARET ALAM PRA-VULKANISASI

Adapun prosedur uji kloroform pada lateks karet alam pra-vulkanisasi dapat dilihat pada Gambar 3.5 Flowchart Uji Kloroform Pada Lateks Karet Alam Pra-Vulkanisasi dibawah ini.


(35)

3.5.6 FLOWCHART VULKANISASI DAN PEMBUATAN FILM LATEKS KARET ALAM

Adapun prosedur vulkanisasi dan pembuatan film lateks karet alam dapat dilihat pada Gambar 3.6 Flowchart Vulkanisasi dan Pembuatan Film Lateks Karet Alam di bawah ini


(36)

(37)

3.6.2 UJI SWELLING INDEX DAN KERAPATAN SAMBUNG SILANG (CROSSLINK DENSITY) DENGAN ASTM D 471

Swellingmerupakan sifat non-mekanis, tetapi secara luas digunakan untuk mengkarakterisasi material elastomer. Uji swelling index dan kerapatan sambung silang (crosslink density) dilakukan sebagai berikut. Produk lateks karet alam dipotong sedemikian rupa hingga massanya mencapai 0,2 gram. Uji kerapatan sambung silang (crosslink density) dihitung dengan menggunakan persamaan Flory-Rehnerseperti persamaan 2.2 berikut ini [17].

[

]

) ( . . 2 . ) 1 ln( ) 2

( 1/3

0 2 1 r NRL r r r C V V V V V M ρ χ − − − − = −

Vr adalah fraksi volume karet dalam gel yang membengkak, dihitung dari persamaan 2.3 berikut ini [17].

sol sol d d d d r

/

W

/

W

/

W

V

ρ

ρ

ρ

+

=

3.6.3 KARAKTERISTIK FOURIER TRANSFORM INFRA-RED (FTIR) Sampel yang akan dianalisa dengan Fourier Transform Infra-Red (FTIR) yaitu berupa :

1. bahan penyerasi alkanolamida 2. bentonite clay

3. produk hasil dispersibentonite claydan bahan penyerasi alkanolamida 4. produk lateks karet alam tanpa pengisi bentonite clay dan tanpa bahan

penyerasi alkanolamida

5. produk lateks karet alam dengan pengisi bentonite clay tanpa bahan penyerasi alkanolamida

6. produk lateks karet alam dengan pengisi bentonite clay dan bahan penyerasi alkanolamida


(38)

penyerasi alkanolamida. Analisa FTIR dilakukan di Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara, Medan.

3.6.4 KARAKTERISASI SCANNING ELECTRON MICROSCOPE (SEM) Sampel yang dianalisa yaitu produk lateks karet alam dengan pengisi tanpa penambahan bahan penyerasi alkanolamida, dan produk lateks karet alam dengan pengisi dan penambahan bahan penyerasi alkanolamida. Tujuan dilakukan analisa ini untuk melihat morfologi penyebaran pengisi didalam matriks lateks karet alam dengan penambahan bahan penyerasi alkanolamida. Analisa SEM dilakukan di Laboratorium Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara.


(39)

%

T

ra

nsm

it

ansi


(40)

0 20 40 60 80 100 120

%

T

%

T

ra

nsm

it


(41)

- 3545 cm-1: regang alkohol (O–H)

- 2135 cm-1: regang alkuna (C≡C)

- 1610 cm-1: regang alkena (C=C)

- 1246 cm-1: regang amina (C–N)

- 1098 cm-1: regang asam karboksilat (C–O)

- 967 cm-1 : regang alkena (˃ C=C˂H)

Gambar 4.2 Karakteristik FTIRBentonite Clay

Dari hasil FTIR di atas dapat dilihat bahwa terdapat gugus alkohol (OH) pada penyerapan bilangan gelombang 3761 cm-1. penyerapan bilangan gelombang 3545 cm-1merupakan vibrasi stretching-OH dari gugus alkohol silanol (Si-OH).Selain itu terdapat juga gugus alkuna (C≡C) yang ditunjukkan oleh penyerapan bilangan gelombang 2135 cm-1, alkena (C=C) yang ditunjukkan oleh penyerapan bilangan gelombang 1610 cm-1, amina (C–N) yang ditunjukkan oleh penyerapan bilangan gelombang 1246 cm-1, asam karboksilat (C–O) yang ditunjukkan oleh penyerapan bilangan gelombang 1098 cm-1 dan gugus alkena pada 967 cm-1(˃ C=C˂H).

Bentonite clayumumnya terdiri dari campuran kristoballit, feldspar, kalsit, gipsum, kaolinit, plagioklas, illit (Gillson, 1960). Penyusun terbesar bentonit adalah silikat dengan oksida utama SiO2(silika) dan Al2O3(aluminat) yang terikat pada molekul air [28]. Dikarenakan penyusun terbesar bentonite clay adalah silikat maka hal ini ditunjukkan oleh penyerapan pada bilangan gelombang 3545 cm-1.


(42)

0 2 4 6 8 10

1 2 3 4 5

Suhu 100 Suhu 110 Suhu 120

Pembebanan Alkanolamida (gr)

D

ensi

ta

s S

am

bung S

il

ang

(x10

-5

gm

ol

/gka

re


(43)

tinggi juga dapat menghasilkan ikatan sambung silang yang tidak stabil atau dikenal sebagai proses reversi. Dimana, reversi akan menyebabkan nilai dari sifat-sifat mekanik menjadi menurun. Biasanya reversi terjadi pada keadaan vulkanisasi yang terlalu lama dan menggunakan suhu yang tinggi [37]

Turunnya nilai densitas sambung silang di setiap kenaikan suhu yang terjadi yaitu pada suhu 1100C dan 1200C diduga adanya pengaruh dari peningkatan suhu vulkanisasi terhadap berkurangnya nilai densitas sambung silang. Sebelumnya telah dilakukan penelitian untuk mengamati pengaruh temprature pengeringan pada karakteristik film sambung silang Kitosan. Pada penelitian itu disimpulkan bahwa dengan adanya peningkatan suhu vulkanisasi , crosslinking menyebabkan berkurangnya mobilitas rantai polimer[29]. Suhu terlampau tinggi akan mengakibatkan film menjadi sangat tipis, kering dan retak. Hal ini karena proses pengeringan berjalan lebih cepat dibandingkan proses pembentukan film. Bahan – bahan yang pembentuk film akan cepat menguap sebelum terjadi pembentukan film.Proses sambung silang adalah tahap yang penting untuk memperbaiki stabilitas film. Proses sambung silang dapat mengakibatkan suatu film memiliki sifat viskositas bertambah , berat molekul bertambah, sifat mekanik menjadi lebih baik. [29]


(44)

0 1 2 3 4 5

1 2 3 4 5

Suhu 100 Suhu 110 suhu 120

Pembebanan Alkanolamida (gr)

K

ekua

ta

n T

ar

ik

((

MP


(45)

5 gr dengan suhu vulkanisasi 1100C dan 1200C kekuatan tarik 2.312 MPa dan 2.122 MPa.

Vulkanisasi adalah suatu proses dimana molekul karet yang linier mengalami reaksi sambung silang sulfur (sulfur-crosslinking) sehingga menjadi molekul polimer yang membentuk rangkaian tiga dimensi. Reaksi ini merubah karet yang bersifat plastis dan lemah menjadi karet yang elastis, keras dan kuat. Vulkanisasi juga dikenal dengan proses pematangan (curing/cure), dan molekul karet yang sudah tersambung silang (crosslinked rubber) dirujuk sebagai vulkanisat karet (rubber vulcanizate). Pada sistem vulkanisasi konvensional akan menghasilkan ikatan silang jenis polisulfida yang fleksibel, sehingga ketahanan letih (fatique) dan ketahanan retak lenturnya baik serta kekuatan tarik (tensile strength)yang tinggi. [31].

Ikatan sambung silang bertanggung jawab dalam memberikan sifat-sifat mekanik pada sistem karet. Ketika crosslink density meningkat, maka ikatan sambung silang akan menopang sistem karet akan semakin banyak sehingga sistem karet menjadi lebih tahan terhadap deformasi. Hal ini, semakin tinggi crosslink density maka kekuatan tarik akan semakin tinggi. Namun ketika crosslink density melewati titik tertentu kekuatan tarik akan menurun [38]

Pada gambar dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi suhu vulkanisasi dan semakin besar pembebanan alkanolamida dapat menurunkan nilai tensile strength pada film lateks karet alam, hal ini disebabkan karena kekuatan tarik merupakan gaya tarik maksimum yang dapat ditahan oleh sebuah film hingga terputus kuat tarik yang terlalu kecil mengindikasikan bahwa film yang bersangkutan tidak dapat dijadikan sediaan, [30].Suhu vulkanisasi juga mempengaruhi sifat kekuatan tarik dari produk lateks karet alam. Suhu vulkanisasi yang semakin tinggi, disatu sisi dapat membantu pembentukan ikatan sambung silang produk lateks karet alam menjadi lebih kaku. Namun disisi lain, suhu vulkanisasi yang tinggi juga dapat memicu reversi pada produk lateks karet


(46)

0 0.5 1 1.5

1 2 3 4 5

Suhu 100 Suhu 110 Suhu 120

Pembebanan Alkanolamida (gr)

P

em

an

ja

n

g

an

S

aa

t

P

u

tu

s

(%


(47)

0 2 4 6 8 10

1 2 3 4 5

Suhu 100 M100 Suhu 110 M100 Suhu 120 M100

Suhu 100 M300 Suhu 110 M300 Suhu 120 M300

Pembebanan Alkanolamida (gr)

T

ens

il

e

M

odu

lus

(M

P


(48)

alam. Modulus tarik saat pemanjangan 100% (M100) merupakan jumlah gaya yang diberikan saat sampel memiliki pemanjangan sebesar 100%. Modulus tarik saat pemanjangan 300% (M300) merupakan jumlah gaya yang diberikan saat sampel memiliki pemanjangan sebesar 300%.

Pada Gambar 4.7 terdapat pemanjangan M100 dan M300, Dapat dilihat pengaruh penambahan pembebanan alkanolamida dan pengaruh kenaikan suhu vulkanisasi . Pada M300 di kenaikan suhu 1100 C dengan penambahan alkanolamida 1gr nilai tensile modulus 6.389 MPa dan , 2 gr nilai tensile modulus mengalami sedikit kenaikan 7.866 MPa. Dibandingkan dengan nilai tesile modulus lainnya disetiap pembebanan dan variasi suhu vulkanisasi lainnya nilai tensile modulus pada M300 di kenaikan suhu vulkanisasi 1100 C mencapai nilai tertinggi. Tetapi penurunan nilai tensile modulus yang terlalu kontras terlihat pada pembebanan 4gr alkanolamida nilai tensile modulus turun 4.334 MPa. Pada M300 di kenaikan suhu 1200 C dengan variasi pembebanan alkanolamida dan suhu vulkanisasi nilai tensile modulus cenderung mengalami peningkatan.

Pada M100 nilai tensile modulus mengalami penurunan disetiap pembebanan 4 gr dan 5 gr alkanolamida dan di setiap variasi suhu vulkanisasi 1100C ; 0.496 MPa dan 1200C ; 0.815 MPa.

Dibandingkan dengan nilai tensile modulus M100 dan M300, nilai M300 menunjukkan nilai tensile modulus yang lebih baik dibandingkan dengan M100 tetapi pada M300 nilai tensile modulus menunjukkan penurunan nilai tensile modulus pada penambahan 3 gr sampai 5 gr alkanolamida, sedangkan pada M100 nilai tensile modulus mengalami beberapa kali kenaikan dan penurunan yang tidak begitu berbeda. Pembebanan pengisi lebih tinggi akan menghasilkan ikatan sambung silang yang lebih sedikit dibandingkan pada pembebanan pengisi yang lebih tinggi. Pada pembebanan yang lebih rendah juga dapat menghasilkan ikatan sambung silang yang tidak stabil atau dikenal dengan proses reversi. Dimana, reversi akan menyebabkan nilai dari sifat mekanik menjadi menurun [37].


(49)

hubungan berbanding terbalik dengan pemanjangan saat putus (elongation at break). Karet alam yang telah divulkanisasi, akan memiliki jumlah ikatan silang lebih banyak sehingga modulus elastisitas atau kekakuannya lebih besar dari pada karet alam yang belum divulkanisasi [32]

Modulus tarik memiliki hubungan yang erat dengan crosslink density. Menurut teori crosslink density, semakin besar crosslink density maka produk vulkanisat yang dihasilkan cenderung memiliki sifat kaku dan rapuh (brittle). Oleh karena itu, ketika crosslink densitymeningkat sebelum melewati titik kritis, sifat-sifat mekanik seperti kekuatan tarik, kekerasan bahan akan meningkat lalu menurun. Namun, ada beberapa sifat yang berbanding lurus dengan crosslink densityseperti modulus statis dan modulus dinamis [33].

Pada Gambar di atas dapat dilihat bahwa, modulus tarik semakin menurun seiring dengan pembebanan pengisi serta kenaikan suhu vulkanisasi. Kekuatan tarik cenderung turun seiring dengan bertambahnya pembebanan pengisi serta pemanjangan saat putus meningkat seiring dengan bertambahnya pembebanan pengisi, sehingga modulus tarik akan berkurang seiring dengan meningkatnya beban pengisi.

Karakterisasi FTIR (Fourier Transform Infra Red) produk lateks karet alam dilakukan untuk mengidentifikasi gugus fungsi dari produk lateks karet alam sebelum dan sesudah penambahan pengisi bentonite clay dan penyerasi alkanolamida. Karakteristik FTIR dari produk lateks karet alam dapat dilihat pada Gambar 4.9 di bawah ini.


(50)

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 400 800 1200 1600 2000 2400 2800 3200 3600 4000 % T ran sm it an si

Panjang Gelombang (cm-1)

Lateks Murni

Lateks Murni + Bentonit

Lateks Murni + Alkanolamida + Bentonit 798 1710 2111 3300 0 2850 1300


(51)

sambung silang. Selain pembentukan ikatan sambung silang tersebut, bentonite clay juga membentuk ikatan yang baru dengan zink oksida (ZnO) membentuk Zn-cell complex dikarenakan adanya ikatan sambung silang dan ikatan Zn-cell complextersebut yang membentuk interaksi kimia (chemical bonding) yang kuat.

Pada Gambar 4.7 dapat dilihat karakterisasi FTIR dari film lateks karet alam, film lateks ditambahkan dengan bentonite clay, dan film lateks dengan penambahan alkanolamida pada pengisi bentonite clay. Pada gambar dapat dilihat nilai serapan pada gugus film lateks dengan penambahan alkanolamida pada pengisi bentonite clay. Bahan pencepat reaksi juga berperan penting dalam mengikutsertakan bahan pengisi selulosa kulit singkong dalam jaringan sambung silang (crosslink network) produk lateks karet alam [33].


(52)

USU1501 2015/08/04 10:15 NL D5.5 x3.0k 30 um USU1503 2015/08/04 11:28 NL D5.7 x3.0k 30 um

USU1489 2015/06/01 11:39 NL D6.9 x3.0k 30 um

(a) (b)

(c)

USU1497 2015/06/23 12:06 NL D5.6 x3.0k 30 um um

(d)

Bentonite Clay + Alkanolamida

Aglomerasi Lateks Karet Alam


(53)

Gambar 4.11 menunjukkan gambar karakteristik SEM film lateks karet alam komposisi dengan penyerasi alkanolamida pada pengisi bentonite clay yang dihasilkan. Dengan membandingkan lateks tanpa pengisi, lateks dengan pengisi bentonite claydan lateks dengan pengisibentonite clayberpenyerasi alkanolamida sebelum dan sesudah penyobekan. Tujuan dilakukannya karakterisasi SEM adalah untuk mengetahui bagaimana pendispersian pengisi dalam matriks lateks karet alam.

Gambar 4.11 (a) menunjukkan struktur permukaan dari lateks tanpa pengisi dan terlihat molekul lateks karet alam. Gambar 4.11 (b) menunjukkan struktur permukaan dari lateks dengan pengisi bentonite clay dapat dilihat pada gambar (b) menunjukkan struktur lateks yang telah diisi bentonite clay, terjadi penambahan ukuran partikel setelah dilakukan uji pada skala pembesaran yang sama. Dapat dilihat bahwa lateks belum terhomogenkan dengan bentonite clay, hal ini dapat dilihat dari molekul lateks karet alam yang lebih dominan dibandingkan bentonite clay. Gambar 4.11 (c) menunjukkan struktur permukaan dari lateks dengan pengisi bentonite clay berpenyerasi alkanolamida sebelum penyobekan dapat dilihat pada gambar (c) Dapat dilihat produk lateks karet alam setelah adanya penambahan alkanolamida sebagai surfaktan, bahwa alkanolamida mampu menghomogenkan lateks karet alam dan bentonite clay disebabkan penambahan surfaktan dalam larutan akan menyebabkan turunnya tegangan permukaan larutan [35]. Gambar 4.11 (d) menunjukkan struktur permukaan dari lateks dengan pengisi bentonite clay berpenyerasi alkanolamida sesudah penyobekan dapat dilihat pada gambar (d). Tujuan dilakukannya penyobekan adalah untuk mengetahui titik titik partikel lateks dan pengisi.Pada Gambar (d) dapat dilihat bahwa lateks karet alam dan pengisi telah homogen tetapi di beberapa titik ditemukan adanya titik titik aglomerasi. Hal ini disebabkan adanya perbedaan sifat kepolaran antara pengisi bentonite clay dan matriks lateks karet alam. Ini dibuktikan dengan nilai tensile strength, crosslink density, dan


(54)

menghasilkan struktur permukaan yang lebih halus, tetapi masih terdapat bentonite clay yang belum tercampur merata sehingga mengakibatkan kerusakan pada molekul karet ketika melakukan ikatan sambung silang, sehingga dapat menurunkan crosslink density. Menurunnya nilai crosslink density akan mempengaruhi sifat- sifat mekanik seperti kekuatan tarik .

Penelitian sebelumnya mengenai lateks karet alam, menjelaskan bahwa penambahan senyawa alkanolamida dapat meningkatkan kekuatan antarfasa (interfacial adhesion), memberikan struktur permukaan yang halus dan juga memberikan efek sobekan matriks (matrix tearing) pada produk lateks karet alam. Sobekan matriks merupakan bentuk usaha produk lateks karet alam dalam menahan gaya yang diberikan saat pengujian kekuatan tarik [33,36]. Sturktur permukaan yang halus dihasilkan dengan adanya penambahan alkanolamida.


(55)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 KESIMPULAN

Dari hasil analisa spektrum Fourier Transform Infra Red (FTIR), analisa Scanning Electron Microscopy (SEM), uji kekuatan tarik, uji pemanjangan pada saat putus, uji modulus tarik, dan uji densitas sambung silang film lateks karet alam dengan pembebanan alkanolamida yang dimodifikasi dengan pengisi bentonite clay, dapat diambil beberapa kesimpulan, antara lain :

1. Pada grafik terlihat nilai densitas sambung silang yang tertinggi terdapat pada grafik suhu 1000C pada pembebanan alkanolamida 2 gr dengan nilai densitas sambung silang 8.101 (x10-5gmol/gkaret).

2. Pada ujitensile strengthPada kenaikan suhu vulkanisasi 1200C pada pembebanan alkanolamida 1 gr, 2 gr, 3 gr, 4 gr dan 5 gr kekuatan tarik cenderung mengalami penurunan suhu vulkanisasi seiring dengan bertambahnya pembebanan jumalah alkanolamida.

3. Pemanjangan Saat Putus (Elongation at Break) suhu vulkanisasi 1000C memiliki nilai yang lebih rendah dibandingkan pada kenaikan suhu 1100C dan 1200C

4. Nilai M300pada Gambar 4.6 menunjukkan nilai tensile modulus yang lebih baik dibandingkan dengan M100 tetapi pada M300 nilai tensile modulus menunjukkan penurunan nilai tensile modulus pada penambahan 3 gr sampai 5 gr alkanolamida. 5. Sifat mekanik seperti crosslink density, tensile strength, dan elongation at break

dari film lateks karet alam menurun pada penambahan bahan filler dengan komposisi alkanolamida 5 gr .

6. Penambahan penyerasi alkanolamida sebaiknya dilakukan dengan komposisi dibawah 5 gr, dikarenakan pembebanan alkanolamida yang rendah dapat meningkatkan sifat–sifat mekanik dari film lateks karet alam.


(56)

5.2 SARAN

Adapun saran yang dapat diberikan untuk kesempurnaan penelitian ini adalah : 1. Perlunya dilakukan uji dengan jumlah yang berbeda pada konsentrasi yang sama,

untuk melihat pengaruh pembebanan dengan jumlah yang berbeda pada konsentrasi yang sama alkanolamida pada film lateks karet alam.

2. Perlunya dilakukan uji biodegradasi untuk meninjau pengaruh penambahan alkanolamida dan bentonite clay terhadap daya biodegradasi film lateks karet alam.

3. Disarankan untuk melakukan uji pengaruh perlakuan penuaan (aging) dan leachingterhadap sifat mekanik film lateks karet alam.

4. Perlunya dilakukan perbandingan jumlah antara senyawa alkanolamida yang lebih besar dengan bentonite clay dengan ukuran lebih kecil, misal ukuran nano.


(57)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 LATEKS KARET ALAM

Lateks Karet alam yang dikenal dalam perdagangan saat ini adalah lateks kebun yang diperoleh dengan cara menyadap pohon karet. Lateks karet alam tersusun dari hidrokarbon dan mengandung sejumlah kecil bagian bukan karet, seperti lemak, glikolipid, fosfolid, protein, dan bahan organik lainnya [23]. Senyawa umum lateks karet alam mengandung beberapa senyawa kimia yang kompleks, antara lain : karet hidrokarbon, protein, lipid netral, lipid polar, karbohidrat, garam anorganik dan lain- lain. Perbedaan kandungan senyawa kimia lateks karet alam ini tergantung pada jenis tanaman, jenis penanganan, dan cara penyadapan [24]. Lateks karet alam mengandung karet dan partikel bukan karet yang terdapat dalam serum. Agar lateks karet alam tetap dalam bentuk emulsi untuk pembuatan produk jadi, maka ditambahkan bahan pengemulsi asam lemak berantai panjang. Kandungan karet dalam lateks segar biasanya ditingkatkan menjadi 60% kandungan karet kering melalui proses pemekatan sebelum digunakan untuk membuat produk [22]. Di Indonesia sendiri jenis karet alam yang paling banyak adalah jenis Standar Indonesia Rubber -20 (SIR-20). Standar kualitasnya didasarkan pada SNI (06-1903-1990), dimana komposisi maksimum zat bukan karet adalah kotoran 0,2%, abu 1,0% zat terbang 0,8% dan nitrogen 0,6% [24].

Lateks secara umum didefenisikan sebagai cairan kental (getah karet ) yang keluar dari pembuluh karet bila dilukai. Lateks sewaktu keluar dari pembuluh karet masih dalam keadaan steril. Air getah lateks kira – kira mengandung [23] :


(58)

(59)

sebagai bahan aditif yang membantu untuk meningkatkan interaksi clay dengan karet alam. Bahan tersebut adalah senyawa amida tersier, yang diperoleh melalui proses sintesa amidasi, yaitu dengan mereaksikan asam-asam lemak yang berasal dari minyak kelapa sawit dengan dietanolamina NH(CH2CH2OH)2 dengan menggunakan katalis CH3ONa. Molekul-molekul amida asam lemak tersebut memiliki sifat gabungan yang unik, karena rantai hidrokarbonnya yang panjang bersifat non-polar sedangkan gugus amidanya bersifat sangat polar [8] .

Alkanalomida berfungsi, sebagai surfaktan. Surfaktan merupakan bahan kimia yang berpengaruh pada aktivitas permukaan. Surfaktan memiliki kemampuan untuk larut dalam air dan minyak. Molekul surfaktan terdiri dari dua bagian, yaitu gugus yang larut dalam minyak (hidrofob) dan gugus yang larut dalam air (hidrofil). Surfaktan yang memiliki kecenderungan untuk larut dalam minyak dikelompokkan dalam surfaktan oil soluble, sedangkan yang cenderung larut dalam air dikelompokkan dalam surfaktam water soluble Alkanolamida dihasilkan dari turunan minyak sawit Refined Bleached Deodorized Palm Stearin (RBDPS) yang direaksikan dengan dietanolamin. Sintesa Alkanolamida tersebul dilangsungkan secara laboratoris pada suhu 70 derajat celcius selama 5 jam. Pengamatan dimulai dengan mengamati pengaruh Alkanolamida terhadap ciri-ciri pematangan dan sifat-sifat kompon Karet Alam [14].

2.2.1 BAHAN VULKANISASI

Vulkanisasi adalah reaksi sambung silang (crosslinking) molekul-molekul karet oleh sulfur (belerang), sehingga dihasilkan suatu vulkanisat karet yang elastis dan kuat. Keelastisan dan kekuatan karet alam dapat ditingkatkan lagi dengan cara menambahkan pengisi penguat (reinforcing filler) kedalam karet tersebut. Vulkanisasi adalah suatu proses dimana molekul karet yang linier mengalami reaksi sambung silang sulfur (sulfur-crosslinking) sehingga menjadi molekul polimer yang membentuk rangkaian tiga dimensi. Reaksi ini merubah


(60)

(tacky), tidak melarut tetapi hanya mengembang didalam pelarut organik tertentu. [14].

Vulkanisasi dalam kaitannya dengan sifat fisik karet adalah setiap perlakuan yang menurunkan laju alir elastomer, meningkatkan tensile strenght dan modulus. Meskipun vulkanisasi terjadi dengan adanya panas dan bahan vulkanisasi, proses itu tetap berlangsung secara lambat. Reaksi ini dapat dipercepat dengan penambahan sejumlah kecil bahan organik atau anorganik yang disebut akselerator. Untuk mengoptimalkan kerjanya akselerator membutuhkan bahan kimia lain yang dikenal sebagai aktivator. Yang dapat berfungsi sebagai aktivatornya adalah oksida-oksida logam seperti zinkum oksida (ZnO) [1].

Tanpa proses vulkanisasi (crosslinking), karet alam tidak memberikan sifat elastic dan tidak stabil terhadap suhu. Karet tersebut akan lebih lengket dan lembek jika suhu panas dan bersifat getas jika suhu dingin. Hal ini dikarenakan unsur karet yang terdiri dari polimer isoprene yang panjang. Rantai polimer yang belum yang belum divulkanisasi akan lebih mudah bergeser saat terjadi perubahan bentuk. Hjika dilakukan proses vulkanisasi crosslinking, yang terjadi antar rantai polimer itu akan membuat polimer panjang ini saling terkait sehingga tidak mudah bergeser dari tempatnya. Crosslinking sering juga diistilahkan sebagai proses membentuk ikatan silang antara molekul – molekul karet sehingga merubah sifat karet dari viskositas yang lunak menjadi produk akhir dengan sifat yang dikehendaki yaitu elastis, berikut adalah proses crosslinking yang terjadi pada molekul karet [6].

Lateks karet alam setelah dilakukan pemanasan dengan belerang, akan membentuk ikatan silang antar molekul – molekul karet. Proses ini dapat dilihat pada Gambar 2.2 Prosescrosslinkingpada molekul karet di bawah ini.


(61)

(62)

2.2.2 BAHAN PENCEPAT REAKSI (ACCELERATOR)

Kelemahan proses vulkanisasi konvesional yang hanya menggunakan belerang yaitu proses ini membutuhkan waktu yang lama karena reaksi vulkanisasi ini berlangsung sangat lambat, proses vulkanisasi membutuhkan belerang dalam jumlah yang sangat banyak, dan tempratur reaksi yang tinggi. Oleh karena itu pada proses vulkanisasi ditambahkan juga bahan pencepat vulkanisasi yang sering diistilahkan sebagai accelerator , fungsi utama dari bahan pencepat ini adalah untuk mempercepat reaksi vulkanisasi oleh belerang , sedangkan manfaat lain yang bisa didapatkan dengan menambahkan bahan pencepat ini ada dua, yaitu.

1. Kenaikan jumlah produksi karena waktu vulkanisasi menjadi lebih cepat

2. Perbaikan kualitas barang jadi karet oleh karena daya tahan yang lebih baik dengan kekuatan tarik lebih tinggi dibandingkan dengan vulkanisasi tanpa penambahan bahan pencepat [23].

Ada beberapa jenis bahan pencepat yang bisa digunakan, secara umum yaitu dari golongan dithiokarbamat. Bahn pencepat jenis ini mampu membantu reaksi vulkanisasi dengan ultra-cepat, selain itu bahan pencepat ini sesuai jika digunakan untuk pencepat proses vulkanisasi barang – barang tipis dan dapat divulkanisasi dalam waktu singkat dan dengan suhu yang rendah (1000C). contohnya adalah senyawa Zinc dibuthyldithiocarbamate (ZDBC) dan Zinc diethyldithiocarbamate (ZDEC) serta Zinc dimethyldithiocarbamate (ZDMC) [23].

2.2.3 BAHAN PENGAKTIF (ACTIVATOR)

Sebagian besar bahan pencepat vulkanisasi accelerator membutuhkan bahan pengaktif pencepat atau disebut juga penggiat vulkanisasi (activators


(63)

digunakanZinc oxide(ZnO). Selain Zinc oxidesenyawa lain yang bisa digunakan sebagaiActivators Accelerator adalah asam stearat [23]

2.2.4 BAHAN PENSTABIL (STABILIZER)

Pencampuran disperse lateks harus dilakukan hati – hati, karena lateks sangat mudah menggumpal. Bahan pemantap ini berguna mencegah pengentalan atau penggumpalan lateks terlalu cepat . selain itu penambahan bahan pemantap akan melindungi lateks dari tegangan terhadap beberapa campuran dan berfungsi sebagai bahan dispersi. Contoh bahan pemantap yang paling umum digunakan ialah Kalium Hidroxide (KOH) [23].

2.2.5 BAHAN ANTIOKSIDAN (ANTIOXIDANT)

Bahan penangkal oksidasi (antioksidant) adalah bahan kimia yang digunakan untuk mencegah terjadinya proses oksidasi (reaksi dengan oksigen) pada produk karet alam. Bahan antioksidan dapat menstabilkan radikal bebas dengan melengkapi kekurangan electron yang dimiliki radikal bebas, dan menghambat terjadinya reaksi berantai dari pembentukan radikal bebas yang dapat menimbulkan sifat oksidatif pada barang jadi karet. Selain untuk mencegah proses oksidasi oleh oksigen, penambahan bahan antioksidan juga dapat melindungi barang jadi karet terhadap ion ion peroksida yaitu ion tembaga, ion mangan, dan ion besi. Sehingga barang jadi lateks akan memiliki ketahanan terhadap suhu tinggi, sinar matahari, keretakan dan mempunyai sifat lentur [23]. Antioksidan dikelompokkan antara lain ke dalam :

- Fenil nafrilamin (seperti PAN dan PBN) - Kondensat aldehid-amina (seperti agerite resin) - Kondensat keton-amina (seperti flectol H) - Turunan difenil-amina (contoh : nonox OD) - Fenil sulfida (seperti santowhite crystals)


(64)

2.2.6 BAHAN PENGISI (FILLER)

Bahan pengisi ini merupakan material paling besar kedua dalam hal kuantitas di dalam campuran karet setelah karet itu sendiri. Pada umumnya bahan pengisi digunakan untuk memperkuat karet, meningkatkan kepadatan dan meningkatkan sifat pemprosesan . penguat karet merupakan bidang yang penting dalam teknologi pemprosesan karet karena dapat meningkatkan satu atau lebih sifat elastomer, sesuai kegunaanya. Selain itu, penggunaan bahan pengisi akan meningkatkan banyaknya rantai polimer [23].Pengisi-pengisi biasanya digunakan untuk meningkatkan sifat-sifat mekanikal dari vulkanisat karet alam seperti kekuatan tarik (tensile strength), ketahanan terhadap pengikisan dan pengoyakan (resistances to abrasion and tearing) atau untuk memurahkan ongkos suatu produk karet (cheapen the cost of product). Pengisi-pengisi juga mempengaruhi sifat-sifat viskoelastis (viscoelastic properties) dan kekuatan kompon karet. Berdasarkan efek penguatan terhadap sifat-sifat karet (rubber properties), maka pengisi dapat dikelompokkan menjadi 3 yaitu penguat (reinforcing), semi penguat dan bukan penguat (non reinforcing). Pengisi penguat (reinforcing filler) digunakan untuk meningkatkan sifat-sifat mekanikal vulkanisat karet alam seperti yang telah dijelaskan diatas. Pengisi bukan penguat dipakai untuk memurahkan ongkos produksi, dan memudahkan pemprosesan. Pengisi bukan penguat juga dapat menyebabkan peningkatan kekerasan, penurunan kekuatan-kekuatan tarik dan koyak, resistansi pengikisan, dan resiliensi dari vulkanisat karet. Kalsium karbonat (CaCO3), barium sulfat, dan kaolin (clay) adalah contoh-contoh pengisi bukan penguat bagi karet [8].

2.2.7 BAHAN PENYERASI (SURFAKTAN)

Surfaktan merupakan suatu molekul yang sekaligus memiliki gugus hidrofil dan gugus lipofil sehingga dapat mempersatukan campuran yang terdiri dari air dan minyak. Surfaktan adalah bahan aktif permukaan. Aktifitas surfaktan diperoleh karena sifat ganda dari molekulnya. Molekul surfaktan memiliki bagian


(65)

Penggunaan surfaktan terbagi atas tiga golongan, yaitu sebagai bahan pembasah (wetting agent), bahan pengemulsi (emulsifying agent) dan bahan pelarut (solubiliting agent). Penggunaan surfaktan ini bertujuan untuk meningkatkan kestabilan emulsi dengan cara menurunkan tegangan antar muka, antara fasa minyak dan fasa air. Surfaktan digunakan baik berbentuk emulsi minyak dalam air maupun berbentuk emulsi air dalam minyak. Penambahan surfaktan dalam larutan akan menyebabkan turunnya tegangan permukaan larutan. Kemudian setelah mencapai konsentrasi tertentu, tegangan permukaan akan konstan walaupun konsentrasi surfaktan ditambahkan. Kalau surfaktan ditambahkan melebihi konsentrasi ini maka surfaktan mengagregasi membentuk misel [22].

2.2.8 PROSES PENCELUPAN

Proses pencelupan merupakan suatu teknik yang menghasilkan barang dari lateks yang dilakukan dengan mencelup suatu pembentuk, yang telah dibersihkan ke dalam formulasi lateks. Sewaktu pembentuk dicelupkan di dalam formulasi lateks, partikel-partikel lateks yang bersentuhan dengan permukaan pembentuk mengalami hilang kestabilan dan membentuk suatu lapisan atau film, dimana film yang terbentukmempunyai bentuk yang sama dengan pembentuk (cetakan) yang dicelupkan kemdalam formulasi lateks tersebut dan apabila film ini dikeringkan produk lateks akan didapat. Dalam industri, teknik pencelupan ini selalu digunakan untuk menghasilkan produk yang tipis dan berongga seperti sarung tangan, balon dan lain-lain. Teknik pencelupan terdiri dari tiga cara yaitu [19]:

1. Pencelupan terus (straight dipping)

2. Pencelupan berkoagulan (coagulant dipping)

3. Pencelupan pengaktifan panas (heat sensitized dipping)

Pencelupan berkoagulan merupakan teknik pencelupan yang digunakan untuk menghasilkan produk yang mempunyai ketebalan sederhana yaitu 0,2-0,8


(66)

Pencelupan berkoagulan basah ialah teknik pencelupan dimana pembentuk dilapisi oleh koagulan dicelupkan ke dalam formulasi lateks sewaktu koagulan itu masih basah. Contoh koagulan yang digunakan dalam pencelupan berkoagulan basah adalah asam asetat. Pencelupan berkoagulan kering yaitu pembentuk dimasukkan ke dalam formulasi lateks setelah koagulan yang meliputi pembentukan dikeringkan dahulu. Contoh koagulan yang digunakan dalam pencelupan berkoagulan kering ialah kalsium nitrat. Pencelupan berkoagulan kering lebih sering digunakan dari pada pencelupan berkoagulan basah.

2.3 BENTONITE CLAY

Bentonit digunakan oleh industri untuk melakukan banyak pekerjaan. Aplikasi industri tertentu menjadi jelas dari pemahaman tentang komposisi dan struktur bentonit, dan sifat-sifat yang bentonite ciptakan. Bentonit umumnya ditimbun, dikeringkan, dipisahkan sehubungan dengan ukuran partikel atau tanah menjadi bubuk. Bentonite ini dimanfaatkan terutama ketika bahan yang tersuspensi dalam cairan, biasanya air atau sebagai bubuk kering atau granul. Sebagian besar aplikasi industri melibatkan bentonit untuk membentuk suspensi air kental. Tergantung pada proporsi relatif dari bentonite dan air, campuran ini digunakan sebagai ikatan, plasticizing, dan suspend agent [18].

Bentonit menghancurkan menjadi partikel koloid dan, sesuai, menyediakan area permukaan besar per satuan berat dari bentonit. Ini adalah alasan utama mengapa fungsi bentonit dengan baik dalam emulsi stabil, atau sebagai media untuk membawa bahan kimia lainnya. Bentonit bereaksi secara kimiawi dengan banyak bahan organik untuk membentuk senyawa yang digunakan terutama sebagai pembentuk gel agen di berbagai cairan organik. Bentonite yang dipilih untuk setiap kebutuhan industri atas dasar jenis dan kualitas. Pemilihan ini didasarkan terutama pada sifat fisik, kimia dan bentonit menjadi terlibat hanya sejauh itu mempengaruhi sifat fisik [18].


(67)

sebagai pengisi lateks karet alam dalam sistem dispersi. Ini terdiri dari air, kaolin dan alkanolamida.

Hal ini mengamati bahwa pemanfaatan alkanolamida sebagai memodifikasi agen dapat memodifikasi properti kaolin. itu adalah terbukti dari kepadatancross-linkingfisik di mana alkanolamida memiliki peran penting untuk membentuk kuat jaringan cross-link sehingga meningkatkan mekanik properti [28].

2.4 PENGUJIAN/KARAKTERISASI

2.4.1 UJI KEKUATAN TARIK (TENSILE STRENGTH)

Kekuatan tarik adalah salah satu sifat dasar dari bahan polimer yang terpenting dan sering digunakan untuk karakteristik suatu bahan polimer. Kekuatan tarik suatu bahan didefenisikan sebagai besarnya beban maksimum (Fmaks) yang digunakan untuk memutuskan spesimennya bahan dibagi dengan luas penampang awal (Ao) dapat ditunjukkan pada persamaan 2.1 [20].

σ = Fmaks / Ao

………(2.1)

Dimana :

σ = kekuatan tarik (kg. f/mm2) (F) maks = beban maksimum (kgf) Ao = luas penampang awal (mm2)

2.4.2 UJI SWELLING INDEX DAN KERAPATAN SAMBUNG SILANG (CROSSLINK DENSITY).

Uji Swelling (ASTM 3615) adalah dilakukan dengan memotong film latex sampel karet yang dibentuk secara bulat diameter 38 mm dan ketebalan 0,2 mm dengan metode perendaman dalam siklohexana pada suhu kamar selama 30 menit untuk memungkinkan pengembangan guna mencapai kesetimbangan difusi.


(68)

Dimana Ws dan Wi adalah berat dari benda uji sebelum mengembang dan setelah perendaman selama waktu “t”. Rasio ini tentu merupakan ukuran langsung dari tingkat hubungan silang. Berat sampel benda uji sebelum mengembang 38 mm.[25]

2.4.3 KARAKTERISASI FOURIER TRANSFORM INFRA RED (FT-IR)

Pada tahun 1965, Cooley dan Turky mendemonstrasikan teknik spektroskopi FT-IR. Pada dasarnya teknik ini sama dengan spektroskopi infra merah biasa, kecualidilengkapi dengan cara perhitungan Fourier Transform dan pengolahan data untuk mendapatkan resolusi dan kepekaan yang lebih tinggi. Teknik ini dilakukan dengan penambahan peralatan interferometer yang telah lama ditemukan oleh Michelson pada akhir abad 19 [21].

Penggunaan spektrofotometer FT-IR untuk analisa banyak diajukan untuk identifikasi suatu senyawa. Hal ini disebabkan spektrum FT-IR suatu senyawa (misalnya organik) bersifat khas, artinya senyawa yang berbeda akan mempunyai spektrum berbeda pula. Vibrasi ikatan kimia pada suatu molekul menyebabkan pita serapan hampir seluruh di daerah spektrum IR 4000-450 cm-1 [21].

Pada molekul biasa molekul organik frekwensi vibrasinya dalam keadaan tetap. Masing-masing ikatan mempunyai vibrasi regangan (stretching) dan vibrasi tekuk (bending) yang dapat mengabsorbsi energi radiasi pada frekwensi itu. Yang dimaksud vibrasi regangan adalah terjadinya terus menerus perubahan jarak antara dua atom di dalam suatu molekul. Vibrasi ini ada dua macam, yaitu regangan simetris dan tak simetris. Yang dimaksud vibrasi tekuk adalah terjadinya perubahan sudutantara dua ikatan kimia. Ada empat macam vibrasi tekuk, yakni vibrasi tekuk dalam bidang (inplane bending) yang dapat berupa vibrasi deformasi (scissoring) atau vibrasi “rocking” dan vibrasi keluar bidang (out of plane bending) yang dapat berupa “wagning” atau berupa twisting (Gambar 2.4).


(69)

(70)

Teknik SEM pada hakikatnya merupakan pemeriksaan dan analisa permukaan. Data atau tampilan yang diperoleh adalah data dari permukaan atau dari lapisan yang tebalnya sekitar 20 μ m dari permukaan. Gambar permukaan yang diperoleh merupakan tofografi segala tonjolan, lekukan dan lubang pada permukaan [26].

Sinyal elektron sekunder yang dihasilkan ditangkap oleh detektor yang diteruskan ke monitor. Pada monitor akan diperoleh gambar yang khas menggambarkan struktur permukaan spesimen. Selanjutnya gambar di monitor dapat dipotret dengan menggunakan film hitam putih atau dapat pula direkam ke dalam suatu disket [25]

2.5 ANALISIS BIAYA

Dalam penelitian ini, dilakukan suatu analisa biaya terhadap pembuatan produk lateks karet alam. Adapun biaya untuk perancangan bahan mentah (raw material) produk membutuhkan bahan-bahan yakni sebagai berikut:

1. Lateks Karet Alam

2. Bentonite Clay

3. Alkanolamida yang disintesa dari bahan RBDPKO (Refined Bleached Deodorized Palm Kernel Oil)

4. Wadah Pencelupan

Rincian biaya bahan, dan analisa diberikan dalam Tabel 2.1 dan Tabel 2.2.

Tabel 2.1 Rincian Biaya Bahan Pembuatan Produk Lateks Karet Alam

Bahan Jumlah Harga Harga Total


(71)

Plastik Zipper 2 buah Rp 15.000/buah Rp 30.000

Alumunium Foil 2 buah Rp 22.000/buah Rp 44.000

Total Rp 542.000

Tabel 2.2 Rincian Biaya Analisa Pembuatan Produk Lateks Karet Alam

Analisa Jumlah Harga@1Sampel Harga Total

Fourier Transform Infra-Red (FTIR) Alkanolamida

1 Sampel Rp 50.000 Rp 50.000

Fourier Transform Infra-Red (FTIR) Produk Lateks Karet Alam

4 Sampel Rp 75.000 Rp 225.000

Uji Tensile Strength Produk Lateks Karet Alam

15 Sampel

Rp 15.000 Rp 225.000

Analisa Scanning Electron Microscopy (SEM)

4 Sampel Rp 250.000 Rp 1.000.000

Total Rp. 1.500.000

Dari rincian biaya yang telah dilakukan diatas maka total biaya yang diperlukan untuk membuat produk lateks karet alam yaitu sebesar Rp. 2.042.000.


(72)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Lateks karet alam didapat dari pohonHevea Brasiliensisyang berasal dari famili Euphorbia ceae ditemukan dikawasan tropikal Amazon, Amerika Selatan. Lateks karet alam yang berasal dari pohon hevea brasiliensis ini dalam kimia disebut dengan poliisoprena [1] .Lateks karet alam yang pada dewasa ini dipakai untuk pembuatan berbagai bahan baku berbagai industri, seperti industri ban, bumper mobil, busa, peralatan medis, dan sebagainya [2]. Lateks karet alam merupakan suatu cairan berwarna putih sampai kekuningan yang diperoleh dengan cara penyadapan. Pada tumbuhan lateks diproduksi oleh suatu sel-sel yang membentuk suatu pembuluh tersendiri yang disebut pembuluh lateks. Lateks karet alam terdiri atas partikel karet yang mengandung 25-40% bahan karet mentah. dan bahan bukan karet yang terdispersi di dalam air, yaitu 60-75% serum (2-3% protein, 1-2% asam lemak, 0,2% gula dan 0,5 % garam mineral) [2,3]. Lateks karet alam juga merupakan suatu larutan koloid dengan partikel karet dan bukan karet yang tersuspensi di dalam suatu media yang mengandung berbagai zat . Lateks karet alam merupakan dispersi koloid yang stabil dari cis–1,4–poliisoprena dengan massa molekul yang tinggi pada media cair [3,4].

Sebelum lateks karet alam digunakan untuk menghasilkan produk perlu dilakukan sambung-silang terlebih dahulu. Tujuan penyambung-silangan lateks karet alam adalah untuk menentukan produk lateks karet alam yang dihasilkan agar mencapai spesifikasi yang diinginkan. Proses penyambung–silangan bagi lateks karet alam dilakukan dengan mencampurkan bahan tambahan tertentu ke dalam lateks karet alam. Bahan tambahan di dalam campuran lateks karet alam pada mulanya memiliki ukuran butiran yang lebih besar dari ukuran partikel lateks


(73)

vulkanisasi, bahan pencepat, bahan pengaktif, bahan penstabil, bahan antioksidan dan pengisi [4] .

Bahan pengisi merupakan material yang paling besar ke dua dalam hal kuantitas di dalam suatu campuran karet setelah karet itu sendiri. Pada umumnya bahan pengisi digunakan untuk memperkuat produk lateks karet alam, meningkatkan kepadatan dan meningkatkan sifat pemprosesan. penguat karet merupakan bidang yang penting dalam teknologi pemprosesan, karena dapat meningkatkan satu atau lebih sifat elastomer, sesuai kegunaanya. Selain itu pengguanan bahan pengisi akan meningkatkan banyaknya rantai polimer [6]. Disamping itu juga fungsi lain dari bahan pengisi untuk menurunkan biaya produksi, sebagai pengkuat dan perbaikan temperatur depormasi termasuk pelindung [7]. Penambahan bahan pengisi di dalam lateks karet alam diyakini dapat menguatkan vulkanisat produk karet, sehingga kekuatan tarik dan sifat-sifat molekul lainnya seperti ketahanan sobek (tear strength), modulus elastisitas (modulus of elasticity), dan ketahanan lentur (flexural strength) menjadi meningkat [8]. Beragam pengisi digunakan untuk karet alam secara komersil pada umumnya adalah tanah liat(clay),kalsium karbonat, dan titanium dioksida [4].

Penelitan sebelumnya secara fundamental yang melibatkan bentonite clay sebagai bahan pengisi. Secara umum menghasilkan suatu metode baru dalam hal pencampuran polimer seperti yang telah dilakukan. Bahan pengisi yang sering ditambahkan ke dalam polimer adalah bahan yang mampu menyatu secara homogen ke dalam matriks nya, produk lateks karet alam yang berasal dari bahan organik dengan pengisinya, yang berasal dari bahan anorganik tidak menyatu secara homogen, disebabkan oleh perbedaan energi permukaan dari kedua bahan tersebut, untuk menyelesaikan masalah diatas, maka bahan pengisinya dimodifikasi seperti yang telah dilakukan. modifikasi bentonit, dengan menggunakan surfaktan yang berbeda [10].


(74)

daya serap, derajat plastisitas, daya pembersih, daya pengembang, derajat pengganti ion, warna, derajat kecerahan dan ukuran butiran dari bentonit tersebut [10].

Dari penelitian sebelumnya digunakan pengisi tepung kulit pisang yang diputihkan dengan hydrogen peroksida. Penambahan pembebanan tepung kulit pisang yang diputihkan akan meningkatkan kemampuan biodegradasi produk lateks karet alam [13]. Pada penelitian sebelumnya telah dilakukan dengan menggunakan sistem vulkanisasi sulfur terakselarasi semi effisien, penelitian mengenai pengaruh penambahan alkanolamida tehadap karateristik pematangan dan kekerasan vulkanisat lateks karet alam berpengisi silika telah dilakukan, diperoleh bahwa alkanolamida mempersingkat waktu pematangan dari karet. Alkanolamida juga menyebabkan peningkatan modulustensile, kekuatan tarik dan kerapatan sambung silang dengan penambahan hingga 5,0 bsk alkanolamida [14].

Adapun Alkanolamida dihasilkan dari turunan minyak sawit yang direaksikan dengan dietanolamin [14]. Senyawa N-etanol alkil amida adalah senyawa yang termasuk dalam golongan fatty amida yang dapat dimanfaatkan sebagai surfaktan dalam produk detergen, kosmetik dan tekstil. Alkanolamida adalah surfaktan bukan ionik dimana gugus hidroksil yang dimilikinya tidak cukup hidrofilik untuk membuat alkanolamida larut dalam air dengan sendirinya. [15]. Surfaktan alkanolamida yang mempunyai ikatan amida banyak dikembangkan dalam industri pembuatan surfaktan karena ikatan amida secara kimia sangat stabil pada media yang bersifat alkali [11].Alkanolamida dapat digunakan, sebagai pendipersi pada campuran lateks dan pengisinya,[12]. Alkanolamida dapat bertindak sebagai bahan yang membantu proses atau reaksi sambung silang(curative agent)[9] .

Berdasarkan penjelasan di atas, maka bentonite clay sesuai untuk digunakan sebagai pengisi. Penggunaan bentonite clay berukuran 300 mesh sebagai pengisi diharapkan dapat meningkatkan sifat-sifat produk lateks karet


(75)

1.2. PERUMUSAN MASALAH

Adapun yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini yakni bagaimana pengaruh komposisi alkanolamida sebagai penyerasi pada sifat mekanik produk lateks karet alam berpengisi bentonite clay. Untuk menghasilkan sifat mekanis berupa kekuatan tarik (tensile strength) yang optimum dan swelling index untuk mendapatkan kerapatan sambung silang (crossling density).

a. TUJUAN PENELITIAN

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan komposisi alkanolamida sebagai penyerasi yang optimal untuk digunakan pada permukaan bentonit sebagai pengisi serta untuk meningkatkan sifat mekanik dan untuk menemukan formula terbaik alkanolamida yang tepat untuk menghasilkan produk lateks karet alam dengan sifat mekanik berupa kekuatan tarik (tensile strength) menjadi meningkat dan swelling index untuk mendapatkan kerapatan sambung silang (crossling density).

b. MANFAAT PENELITIAN

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut : 1. Memberikan informasi terutama dalam bidang teknologi rekayasa

tentang pemanfaatanbentoniteclay sebagai bahan pengisi.

2. Memberikan informasi suatu bahan penyerasi alkanolamida untuk lateks karet alam yang dapat disintesis dari RBDPKO

3. Memberikan informasi mengenai penggunaan bahan penyerasi alkanolamida dapat meningkatkan interaksi antarfasa(interfacial adhesion)antar pengisibentonite claydengan matriks lateks karet alam.

4. Mengetahui suhu vulkanisasi dari produk lateks karet alam berpengisi bentonit dengan modifikasi alkanolamida sebagai


(76)

c. RUANG LINGKUP PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Departemen Kimia, Universitas Sumatera Utara serta Laboratorium Lateks, FakultasTeknik, DepartemenTeknik Kimia, Universitas Sumatera Utara. Adapun bahan baku yang digunakan pada penelitian ini yaitu :

1. High Ammonia Lateks dengan kandungan 60% karet kering. 2. Bentonite clay berukuran 300 mesh

3. Alkanolamida yang disintesa dari bahan baku RBDPKO (Refined Bleached Deodorized Palm Kernel Oil ).

Variabel-variabel yang dilakukandalampenelitiandi tunjukkan pada tabel – tabel di bawah ini :

Tabel 1.1 Variabel Tetap Yang Dilakukan Dalam Penelitian

No Variabel Keterangan

1 Bentonite clay 5 gram

2 Suhupra-vulkanisasi 70 °C 3

4

Waktupravulkanisasi

Ukuran partikel Bentonit clay

10 menit 300 mesh

Tabel 1.2 Variabel Berubah Yang Dilakukan Dalam Penelitian

No Variabel Keterangan

1 Suhuvulkanisasi 100°C; 110 °C; 120 °C

2 Kadar alkanolamida 1 gram, 2 gram, 3 gram, 4 gram, 5gram


(77)

Tabel 1.3 Formulasi Pengisi (Filler)

Tabel 1.4 Formulasi DispersiBentonite Claydan Alkanolamida

Bahan A B C D E

Bentonite clay 5 5 5 5 5

Alkanolamida 1 2 3 4 5

Air 94 93 92 91 90

Tabel 1.5 FormulasiLateksKaretAlamdanBahanKuratif

Bahan Berat(gram)

High AmmoniaLateks 100 % 166,7

50 % Sulfur 3

50 % ZDEC 3

30 % ZnO 0,83

50 % Antioksidan 2

10 % KOH Pengisi 5%

3 16,6

Uji-uji yang dilakukan dalam penelitian ini adalah :

Bentoniteclay (gram)

Alkanolamida (gram)

5 1

5 2

5 3

5 4


(78)

3. AnalisaScanning Electron Microscopy(SEM) di Laboratorium Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara. 4. KarakterisasiFourier Transform Infra Red(FTIR) di Laboratorium


(79)

PENGARUH KOMPOSISI ALKANOLAMIDA DARI TURUNAN RBDPKO SEBAGAI BAHAN PENYERASI PADA PENGISI BENTONITE

CLAY PRODUK LATEKS KARET ALAM ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui komposisi alkanolamida terhadap bentonite clay sebagai bahan pengisi yang baik terhadap sifat mekanik produk lateks karet alam dan pengaruh suhu vulkanisasi terhadap produk lateks karet alam.Vulkanisasi adalah suatu proses dimana molekul

karet yang linier mengalami reaksi sambung silang sulfur (sulfur-crosslinking). Sebelum lateks

karet alam digunakan untuk menghasilkan produk perlu dilakukan sambung-silang terlebih dahulu Reaksi ini merubah karet yang bersifat plastis (lembut) dan lemah menjadi karet yang elastis, keras

dan kuat. Penelitian ini menggunakan bentonite clay sebagai pengisi dan alkanolamida sebagai

penyerasi. Bahan dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah high ammonia lateks 60%,

bahan kuratif seperti sulfur, ZnO, ZDEC, antioksidan, KOH, bentonite clay dan alkanolamida.

Dengan formulasi pengisi 5 grambentonite clay dan alkanolamida 1 gr, 2 gr, 3 gr, 4 gr, dan 5 gr.

Penelitian dilakukan variasi suhu vulkanisasi 1000C, 1100C, 1200C dan pembebanan pengisi 5 %

serta waktu vulkanisasi selama 10 menit. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui pengaruh

suhu vulkanisasi dan komposisi alkanolamida terhadap bentonite claysebagai bahan pengisi yang

baik terhadap sifat mekanik produk lateks karet alam.Hasil yang diperoleh berupa sifat mekanik seperti densitas sambung silang,kekuatan tarik dan pemanjangan saat putus dari film lateks karet alam menurun pada penambahan bahan filler dengan komposisi alkanolamida 5 gr .


(80)

ALCANOLAMIDE COMPOSITION EFFECT OF RBDPKO DERIVATIVE AS BALANCER IN THE FILLER BENTONITE CLAY PRODUCT OF

NATURAL RUBBER LATEX

ABSTRACT

This research was intended to know the alcanolamide composition to bentonite clayas a good filler (mechanic properties of natural latex product and effect vulcanitasion temperature) Vulcanitation is a process the linier molecules of rubber had been reacted sulfur crosslingking. Before natural latex is used to produce a product it’s needed to do crosslingking. This reaction

changed the rubber which is soft and plastic to be the rubber which is hard and strong. In this research is usedbentonite clay as a filler and alkanolamide as balancer.The material were used in this research high ammonia latex 60 %, kuratif material such as : sulfur, ZnO, ZDEC, antioxidant, KOH, bentonite clay, and alkanolamandide,with the formulation 5 gr bentonie clay, 1 gr, 2 gr, 3 gr, 4 gr and 5gr alakanolamide. This research was done in the variation temperature 100 oC, 110 oC, 120 oC, increases of 5 % filler and vulcanitation time was 10 minutes. The intended of this research was to know the effect of vulcaniatation temperature and alkanolamide composition into bentonite clay as a good filler (mechanical properties of natural latex product). The obtained results like mechanical properties crosslink density tensile strength and elongation at break of film natural latex was decrease in the increasing of the filler with 5 gr alkanoloamide compoistion.

Key word : latex natural rubber, alkanolamide, bentonite clay, crosslink density, mechanical properties


(1)

xiv

CLAYDAN ALKANOLAMIDA

3.5.3 FLOWCHART ANALISA KANDUNGAN PADATAN TOTAL (TSC) DARI LATEKS KARET ALAM

35 3.5.4 FLOWCHART PRA-VULKANISASI LATEKS

KARET ALAM 36

3.5.5 FLOWCHART UJI KLOROFORM PADA

LATEKS KARET ALAM PRA-VULKANISASI 37 3.5.6 FLOWCHART VULKANISASI DAN

PEMBUATAN FILM LATEKS KARET ALAM 38 3.6 PENGUJIAN PRODUK LATEKS KARET ALAM 39

3.6.1 UJI KEKUATAN TARIK(TENSILE STRENGTH)

DENGAN ASTMD 412 39

3.6.2 UJI SWELLING INDEX DAN KERAPATAN SAMBUNG SILANG(CROSSLINK DENSITY) DENGAN ASTMD 471

40 3.6.3 KARAKTERISTIKFOURIER TRANSFORM

INFRA-RED(FTIR) 40

3.6.4 KARAKTERISASISCANNING ELECTRON

MICROSCOPE(SEM) 41

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 42

4.1 KARAKTERISASI FTIR 42

4.1.1 KARAKTERISASI FTIR(FOURIER TRANSFORM INFRA RED)BAHAN PENYERASI

ALKANOLAMIDA

42 4.1.2 KARAKTERISTIK FTIR(FOURIER

TRANSFORM INFRA RED)BENTONITE CLAY 43

4.2 SIFAT- SIFAT MEKANIK 45

4.2.1 PENGARUH SUHU VULKANISASI DAN PEMBEBANAN ALKANOLAMIDA YANG DIMODIFIKASI DENGAN PENGISI BENTONITE CLAYFILM LATEKS KARET ALAM TERHADAP DENSITAS SAMBUNG SILANG(CROSSLINK DENSITY)

45

4.2.2 PENGARUH SUHU VULKANISASI DAN PEMBEBANAN ALKANOLAMIDA YANG DIMODIFIKASI DENGAN PENGISI BENTONITE CLAYFILM LATEKS KARET ALAM TERHADAP KEKUATAN TARIK (TENSILE STRENGTH)

47

4.2.3 PENGARUH SUHU VULKANISASI DAN PEMBEBANAN ALKANOLAMIDA YANG DIMODIFIKASI DENGAN PENGISI BENTONITE CLAYFILM LATEKS KARET ALAM TERHADAP PEMANJANGAN SAAT

49


(2)

xv

PUTUS(ELONGATION AT BREAK ) 4.2.4 PENGARUH SUHU VULKANISASI DAN

PEMBEBANAN ALKANOLAMIDA YANG DIMODIFIKASI DENGAN PENGISI BENTONITE CLAYFILM LATEKS KARET ALAM TERHADAP MODULUS TARIK SAAT PEMANJANGAN M100 DAN M300

50

4.3 KARAKTERISASISCANNING ELECTRON

MICROSCOPY(SEM) 55

4.3.1 KARAKTERISASISCANNING ELECTRON MICROSCOPY(SEM) PADA FILM LATEKS KARET ALAM DENGAN PENYERASI

ALKANOLAMIDA PADA PENGISI BENTNITE CLAY YANG DIHASILKAN

55

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 58

5.1 KESIMPULAN 58

5.2 SARAN 59

DAFTAR PUSTAKA 60

LAMPIRAN 1 66

LAMPIRAN 2 71

LAMPIRAN 3 73

LAMPIRAN 4 75

LAMPIRAN 5 78


(3)

xvi

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 2.1 STRUKTUR MOLEKUL LATEKS KARET ALAM 8 Gambar 2.2 PROSES CROSSLINKING PADA MOLEKUL KARET 13 Gambar 2.3 MODEL IKATAN SAMBUNG SILANG POLISULFIDA 13 Gambar 2.4 MACAM–MACAM VIBRASI PADA FTIR 20 Gambar 3.1 FLOWCHART PEMBUATAN BAHAN PENYERASI

ALKANOLAMIDA 32

Gambar 3.2 FLOWCHART PENDISPERSIAN ALKANOLAMIDA

DAN BENTONITE CLAY 34

Gambar 3.3 FLOWCHART ANALISA KANDUNGAN PADATAN

TOTAL (TSC) DARI LATEKS KARET ALAM 35 Gambar 3.4 FLOWCHART PRA - VULKANISASI LATEKS KARET

ALAM 36

Gambar 3.5 FLOWCHART UJI KLOROFORM PADA LATEKS

KARET ALAM PRA - VULKANISASI 37

Gambar 3.6 FLOWCHART VULKANISASI DAN PEMBUATAN

LATEKS KARET ALAM 38

Gambar 3.7 SKETSA SPESIMEN UJI TARIK ASTM D 412 39 Gambar 4.1

KARAKTERISTIK FTIR (

FOURIER TRANSFORM

INFRA

RED

)

BAHAN

PENYERASI

ALKANOLAMIDA

42 Gambar 4.2

KARAKTERISTIK FTIR (

FOURIER TRANSFORM

INFRA RED

)

BENTONITE CLAY

43

Gambar 4.3

PENGARUH

SUHU

VULKANISASI

DAN

PEMBEBANAN

ALKANOLAMIDA

YANG

DIMODIFIKASI DENGAN PENGISI

BENTONITE

CLAY

FILM LATEKS KARET ALAM TERHADAP

DENSITAS

SAMBUNG

SILANG

(

CROSSLINK

DENSITY

)

45

Gambar 4.4

PENGARUH

SUHU

VULKANISASI

DAN

PEMBEBANAN

ALKANOLAMIDA

YANG

DIMODIFIKASI DENGAN PENGISI

BENTONITE

CLAY

FILM LATEKS KARET ALAM TERHADAP

KEKUATAN TARIK (

TENSILE STRENGTH

)

47

Gambar 4.5

PENGARUH

SUHU

VULKANISASI

DAN

PEMBEBANAN

ALKANOLAMIDA

YANG

DIMODIFIKASI DENGAN PENGISI

BENTONITE

CLAY

FILM LATEKS KARET ALAM TERHADAP

PEMANJANGAN SAAT PUTUS (

ELONGATION AT

BREAK

)

49


(4)

xvii

Gambar 4.6

PENGARUH

SUHU

VULKANISASI

DAN

PEMBEBANAN

ALKANOLAMIDA

YANG

DIMODIFIKASI DENGAN PENGISI

BENTONITE

CLAY

FILM

LATEKS

KARET

TERHADAP

MODULUS TARIK SAAT PEMANJANGAN M

100

DAN M

300

50

Gambar 4.7 KARAKTERISTIK FTIR FILM LATEKS KARET ALAM 53 Gambar 4.8

KARAKTERISASI

SCANNING

ELECTRON

MICROSCOPY(

SEM) PADA FILM LATEKS KARET

ALAM DENGAN PENYERASI ALKANOLAMIDA

PADA

PENGISI

BENTONITE

CLAY

YANG

DIHASILKAN

55

Gambar L3.1

PROSES VULKANISASI

73

Gambar L3.2

PROSES PEMBEDAKAN

73

Gambar L3.3

PROSES UJI

CROSSLINK DENSITY

74

Gambar L4.1

HASIL FT-IR ALKANOLAMIDA

75

Gambar L4.2

HASIL FT-IR BENTONITE CLAY

75

Gambar L4.3

HASIL FT-IR LATEKS

76

Gambar L4.4

HASIL FT-IR LATEKS DAN ALKANOLAMIDA

76 Gambar L4.5

HASIL FT-IR LATEKS ALKANOLAMIDA DENGAN

BENTONITE CLAY

77

Gambar L5.1

HASIL SEM LATEKS

78

Gambar L5.2

HASIL SEM LATEKS +

BENTONITE CLAY

78 Gambar L5.3

HASIL SEM LATEKS +

BENTONITE CLAY

+

ALKANOLAMIDA SEBELUM PENYOBEKAN

79

Gambar L5.4

HASIL SEM LATEKS +

BENTONITE CLAY

+

ALKANOLAMIDA SETELAH PENYOBEKAN

79


(5)

xviii

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1.1 Variabel Tetap Yang Dilakukan Dalam Penelitian 5 Tabel 1.2 Variabel Berubah Yang Dilakukan Dalam Penelitian 5

Tabel 1.3 Formulasi Pengisi (Filler) 6

Tabel 1.4 Formulasi DispersiBentonite Claydan Alkanolamida 6 Tabel 1.5 Formulasi Lateks Karet Alam dan Bahan Kuratif 6 Tabel 2.1

Rincian Biaya Bahan Pembuatan Produk Lateks Karet

Alam

22

Tabel 2.2

Rincian Biaya Analisa Pembuatan Produk Lateks Karet

Alam

22

Tabel 3.1 Formulasi Lateks Karet Alam dan Bahan Kuratif 27 Tabel 3.2 Formulasi DispersiBentonite Claydan Alkanolamida 27 Tabel 3.3 Tingkat Pematangan Lateks Karet Alam Pra-Vulkanisasi

Melalui Tes Koagulasi-Kloroform 30 Tabel L1.1 Data Hasil Densitas Sambung Silang (Crosslink Density) 66 Tabel L1.2 Data Hasil Kekuatan Tarik (Tensile Strength) 67 Tabel L1.3 Data Hasil Modulus Tarik Saat Pemanjangan 100% (M100) 68

Tabel L1.4 Data Hasil Modulus Tarik Saat Pemanjangan 300% (M300) 69

Tabel L1.5 Hasil Pemanjangan Saat Putus (Elongation at Break) 70


(6)

xix

DAFTAR SINGKATAN

ASTM

American Standart Testing of Material

FTIR

Fourier Transform Infra Red

RBDPKO

Refined Bleached Deodorized Palm Kernel Oil

SEM

Scanning Electron Microscopy

ZnO

Zinc Okside

KOH

Kalium Hidroksida

ZDEC

Zink Dibutyl Dithiocarbamate

LM

Lateks Murni

AL

Alkanolamida

BC

Bentonite Clay