PERBEDAAN ANGKA KEJADIAN DYSMENORRHEA PRIMER ANTARA WANITA YANG SUDAH MENIKAH DENGAN WANITA YANG BELUM MENIKAH

(1)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

PERBEDAAN ANGKA KEJADIAN DYSMENORRHEA PRIMER ANTARA WANITA YANG SUDAH MENIKAH DENGAN WANITA YANG BELUM

MENIKAH

SKRIPSI

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

MOHD HASRUL BIN HASSAN G 0006504

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

Surakarta 2011


(2)

commit to user

i

PERSETUJUAN

Proposal Penelitian/Skripsi dengan judul : Perbedaan Angka Kejadian Dysmenorrhea Primer Antara Wanita Yang Sudah Menikah Dengan Wanita Yang Belum Menikah

Mohd Hasrul Bin Hassan, G 0006504, Tahun 2010

Telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Validasi Proposal

Penelitian/Tim Ujian Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret

Surakarta

Pada Hari ... , Tanggal ... 20...

Pembimbing Utama Penguji Utama

Rosalia Sri Hidayati, dr., M.Kes Yulia Lanti Retno Dewi, dr, Msi NIP : 194709271976102001 NIP : 196103201992032001

Pembimbing Pendamping Anggota Penguji

Dra. Indriyati Sulistyo Santoso, dr

NIP : 195812011986012001 NIP : 194511291976121001

Tim Skripsi

Muthmainah, dr.,M.Kes


(3)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ii

PERNYATAAN

Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan penulis juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Surakarta, 26 Januari 2011

Mohd Hasrul Bin Hassan NIM. G 0006504


(4)

commit to user

i

PENGESAHAN SKRIPSI

Skripsi dengan judul : Perbedaan Angka Kejadian Dysmenorrhea Primer Antara Wanita Yang Sudah Menikah Dengan Wanita Yang Belum Menikah

Mohd Hasrul Bin Hassan, NIM: G 0006504, Tahun: 2011 Telah diuji dan sudah disahkan di hadapan Dewan Penguji Skripsi

Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta Pada Hari Rabu , Tanggal 12 Januari 2011

Pembimbing Utama

Nama : Rosalia Sri Hidayati, dr., M.Kes

NIP : 19470927 197610 2 001 ...

Pembimbing Pendamping

Nama : Dra. Indriyati

NIP : 19581201 198601 2 001 ...

Penguji Utama

Nama : Yulia Lanti Retno Dewi, dr., MSi

NIP : 19610320 199203 2 001 ...

Anggota Penguji

Nama : Sulistyo Santoso, dr

NIP : 19451129 197612 1 001 ...

Surakarta, ...

Ketua Tim Skripsi Dekan Fakultas Kedokteran UNS

Muthmainah, dr., MKes Prof. Dr. AA Subijanto, dr., M.S NIP : 19660702 199802 2 001 NIP : 19481107 197310 1 003


(5)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

iii ABSTRAK

Mohd Hasrul Bin Hassan, G0006504, 2011. Perbedaan Angka Kejadian Dysmenorrhea Primer antara Wanita yang Sudah Menikah dengan Wanita yang Belum Menikah. Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. Tujuan Penelitian : Dysmenorrhea adalah nyeri yang timbul akibat kontraksi

disritmik miometrium yang menampilkan satu atau lebih gejala, mulai dari nyeri ringan sampai berat pada perut bagian bawah, pantat dan nyeri spasmodik pada sisi medial paha. Pada keadaan berat disertai dengan berbagai gejala dan tanda mulai dari mual, muntah, diare, pusing, nyeri kepala sampai pingsan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui adanya perbedaan angka kejadian dysmenorrhea primer antara wanita yang sudah menikah dengan wanita yang belum menikah.

Metode Penelitian : Penelitian ini bersifat epidemiologik analitik dengan pendekatan

cross sectional di mana teknik sampling yang digunakan adalah purposive sampling. Besar sampel sebanyak 200 wanita usia reproduksi dengan kisaran umur 18-48 tahun yang terdiri atas 100 wanita yang sudah menikah dan 100 wanita yang belum menikah. Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Jebres, Surakarta, pada bulan Nopember-Disember 2010. Data yang diperoleh dianalisis secara statistik dengan uji Chi Square.

Hasil Penelitian : Hasil analisis Chi Square didapatkan X2 hitung adalah 4,577.

Angka ini lebih besar daripada X2 tabel untuk taraf signifikan 5% yaitu sebesar 3,841

(p<0,05).

Simpulan : Dapat disimpulkan bahwa perbedaan yang bermakna mengenai

perbedaan angka kejadian dysmenorrhea primer antara wanita yang sudah menikah dengan wanita yang belum menikah.


(6)

commit to user

iv ABSTRACT

Mohd Hasrul bin Hassan, G0006504, 2011. Incident Rate of Primary Dysmenorrhea between Married Women with An Unmarried Women. Faculty of Medicine, University of Sebelas Maret, Surakarta.

Objective: Dysmenorrhea is pain caused by contractions of myometrium disritmik

featuring one or more symptoms, ranging from mild to severe pain in lower abdomen, buttocks and spasmodic pain in the medial side of thigh. In severe conditions accompanied by various signs and symptoms ranging from nausea, vomiting, diarrhea, dizziness, headache until unconscious. The purpose of this research is to know the difference between the incidence of primary dysmenorrhea married woman with an unmarried woman.

Method: This research is epidemiological analytic cross sectional approach in which

the sampling technique used was purposive sampling. A sample size of 200 women of reproductive age with age range 18-48 years consisting of 100 women who were married and 100 unmarried women. The research was conducted in District of Jebres, Surakarta, in November-December 2010. The data obtained were statistically analyzed using Chi Square.

Result: Chi square analysis results obtained X2 count is 4.577. This figure is greater

than X2 table for 5% significance level that is equal to 3.841 (p <0.05).

Conclusion: It can be concluded that the difference was significant about the

difference in the incidence of primary dysmenorrhea among women who are married with an unmarried woman.


(7)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

v PRAKATA

Alhamdulillahirabbil’alamin, segala puji bagi Allah SWT atas limpahan karunia dan rahmat –Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul ”Perbedaan Angka Kejadian Dysmenorrhea Primer antara Wanita yang Sudah Menikah dengan Wanita yang Belum Menikah”.Penulisan skripsi ini dibuat sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan program pendidikan dokter di Fakultas Kedokteran Sebelas Maret Surakarta. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih kepada :

1. Prof. Dr. AA.Subijanto, dr., M.S., selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas

Sebelas Maret Surakarta.

2. Muthmainah, dr., M.Kes., selaku Ketua Tim Skripsi Fakultas Kedokteran

Universitas Sebelas Maret Surakarta.

3. Rosalia Sri Hidayati, dr., M.Kes. selaku Pembimbing Utama yang telah

meluangkan waktu dan tenaganya dalam memberikan arahan, bimbingan dan nasehat.

4. Dra. Indriyati selaku Pembimbing Pendamping yang telah meluangkan waktu dan

tenaganya dalam memberikan arahan, bimbingan dan nasehat.

5. Yulia Lanti Retno Dewi, dr., MSi., selaku Penguji Utama yang telah memberikan

bimbingan dan saran demi kesempurnaan penulisan skripsi ini.

6. Sulistyo Santoso, dr., selaku Anggota Penguji yang telah memberikan bimbingan,

kritik dan saran demi kesempurnaan penulisan skripsi ini.

7. Seluruh Dosen dan Staff Laboratorium Biologi Fakultas Kedokteran UNS.

8. Dr. Nurul Aqmar Mohamad Nor Hazalin, S.Biomed., PHD., tunangan yang

senantiasa memberi dukungan.

9. Seluruh keluarga dan teman-teman atas motivasi, bantuan dan kerjasamanya

selama pelaksanaan penelitian sampai selesainya penulisan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan. Oleh itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca untuk perbaikan dan penyempurnaan skripsi ini. Akhir kata semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca, bagi dunia kedokteran pada khususnya dan ilmu pengetahuan pada umumnya.

Surakarta, Januari 2011


(8)

commit to user

vi DAFTAR ISI

PRAKATA ………... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... B. Perumusan Masalah ... C. Tujuan Penelitian ... D. Manfaat Penelitian ... 1 3 3 4 BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka ... 1. Menstruasi... 2. Dysmenorrhea... a. Definisi... b. Klasifikasi... c. Patofisiologi... d. Faktor Risiko... e. Penatalaksanaan... B. Kerangka Pemikiran ... C. Hipotesis... 5 5 9 9 9 10 14 16 19 20 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 21


(9)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

vii

B. Lokasi Penelitian ... C. Subjek Penelitian ... D. Teknik Sampling ... E. Variabel Penelitian... F. Definisi Operasional Variabel... G. Instrumen Penelitian.……... H. Pengumpulan Data... I. Desain Penelitian….……... J. Uji Statistik... ...

21 21 23 23 24 24 24 25 26 BAB IV HASIL PENELITIAN

A.Deskripsi Data Sampel...

B.Analisis Data Sampel...

27 30 BAB

V

PEMBAHASAN ... 31

BAB VI

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan ... B. Saran ...

34 34

DAFTAR PUSTAKA ... 35


(10)

commit to user

viii

DAFTAR TABEL

Tabel 1.

Tabel 2. Tabel 3.

Tabel 4.

Perbandingan Gejala Dysmenorrhea Primer dan Dysmenorrhea Sekunder

Angka Kejadian Dysmenorrhea Primer Berdasarkan Rentang Umur Angka Kejadian Dymenorrhea Primer pada Wanita yang Sudah Menikah dan Wanita yang Belum Menikah

Angka Kejadian Dysmenorrhea Primer pada Wanita yang Sudah Menikah dan Wanita yang Belum Menikah Berdasarkan Rentang Umur


(11)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Menstruasi atau haid menggambarkan suatu perubahan siklus yang teratur pada seorang wanita (Ihya, 2002). Haid adalah peristiwa keluarnya darah dari vagina. Darah ini berasal dari rongga rahim dan timbul akibat terlepasnya selaput lendir rahim (endometrium) yang mengalami proses kemunduran dan kerusakan (deskuamasi). Karenanya dalam darah haid selain darah biasa terdapat pula sisa-sisa dan hancuran dari selaput lendir rahim tersebut (Suryo, 2005).

Siklus ini merupakan siklus yang tidak terputus semenjak seorang wanita pertama kali mendapat haid sampai pada masa menopouse (tidak mendapat haid lagi), kecuali pada masa kehamilan dan laktasi. Menstruasi baru akan terjadi bila semua organ tubuh yang berperan dalam sistem reproduksi matang dan siap bekerja. Menstruasi pertama rata-rata terjadi pada usia 12 tahun dan berhenti pada umur 51 tahun, walaupun patokan umur ini bervariasi antara satu orang dengan yang lain (Pritchard et al, 1991).

Lamanya siklus haid yang normal adalah 28 hari, tapi 26-30 hari masih dianggap normal, dengan lama satu periode haid berkisar antara 3-7 hari (Savitri, 2006). Siklus tersebut dipengaruhi oleh hormon-hormon indung telur, yaitu estrogen dan progesteron (Junita, 2004). Pada saat menjelang atau selama fase haid tersebut berlangsung sering dijumpai gangguan berupa nyeri


(12)

commit to user

haid atau disebut juga dysmenorrhea, yang nyerinya terasa sedemikian

hebatnya sehingga memaksa penderita untuk istirahat dan meninggalkan pekerjaan ataupun kegiatan sehari-harinya selama beberapa jam atau beberapa hari (Galya, dkk, 2001).

Dysmenorrhea dikenal dua macam, yaitu dysmenorrhea primer dan

sekunder. Dari kedua dysmenorrhea tersebut, dysmenorrhea primer adalah

yang paling sering terjadi di dalam masyarakat. Penelitian yang dilakukan oleh Andersh pada tahun 1982 di Swedia menyatakan bahwa sekitar 72% dari 596 gadis umur 19 tahun menderita nyeri haid primer dan 15% di antaranya sangat berat sehingga memerlukan pengobatan untuk menghilangkan rasa

nyeri tersebut. Dysmenorrhea primer ini biasanya timbul setelah dimulainya

menstruasi pertama dan seringkali berkurang atau bahkan hilang setelah kehamilan atau melahirkan anak pertama (Smith, 2000).

Di Indonesia angka kejadian dysmenorrhea ini secara menyeluruh belum

diketahui dengan pasti, tetapi di Surabaya dijumpai sebesar 1,07-1,31 % dari jumlah total pasien yang datang ke bagian kebidanan dengan keluhan rasa nyeri saat haid (Yastroki, 2001). Angka ini tidak menggambarkan keadaan

yang sebenarnya karena tidak semua penderita dysmenorrhea datang untuk

berobat. Bahkan masyarakat terkesan membiarkan gangguan itu dengan anggapan bahwa nyeri saat haid itu akan hilang dengan sendirinya apabila wanita yang bersangkutan menikah atau hamil (Jacoeb, 1990).


(13)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

3

Berdasarkan uraian di atas peneliti mau mengetahui apakah benar anggapan masyarakat yang menyatakan ada perbedaan angka kejadian

dysmenorrhea primer antara wanita yang sudah menikah dengan wanita yang

belum menikah.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan masalah pada penelitian ini, yaitu :

“Apakah ada perbedaan angka kejadian dysmenorrhea primer pada wanita

yang sudah menikah dengan yang belum menikah?”

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan angka kejadian

dysmenorrhea primer antara wanita yang sudah menikah dengan wanita yang


(14)

commit to user D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis:

Memberi sumbangan informasi bagi pengembangan ilmu kedokteran

mengenai dysmenorrhea primer.

2. Manfaat Praktis

Dapat membantu wanita dalam mengatasi masalah nyeri haid di dalam kehidupan sehari-hari, yaitu dengan membiasakan diri untuk tidak melakukan perkara-perkara yang bisa mengakibatkan kejadian


(15)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

5 BAB II

LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka

1. Menstruasi

Mensturasi atau haid adalah satu keadaan fisiologis di mana terjadi pengeluaran darah dan sisa-sisa sel yang berasal dari mukosa uterus secara berkala dan panjang siklus menstruasi rata-rata adalah 28 + 3 hari dan rata-rata durasi aliran menstruasi adalah 5 + 2 hari dengan kehilangan darah rata-rata 130 ml (Berkow, 1987).

Siklus menstruasi terdiri dari fase folikular dan fase luteal. Ini disebabkan adanya interaksi antara korteks serebri, hipotalamus, hipofisis dan ovarium.

Ada beberapa hormon yang berperan di dalam siklus ini yaitu Gonadotropin

Releasing Hormone (GnRH), Follicular Stimulating Hormone (FSH),

Luteinizing Hormone (LH), Luteotrophic Hormone (LTH), Estradiol (E) dan

Progesterone (P).

Hormon wanita yang berpengaruh terhadap siklus menstruasi antara lain :

a. hormon yang dikeluarkan hipothalamus, yaitu Gonadotropin Releasing

Hormone (GnRH).

b. Hormon Hipofisis Anterior, yaitu Follicular Stimulating Hormone (FSH),

Luteinizing Hormone (LH), keduanya disekresi sebagai respon terhadap


(16)

commit to user

c. Hormon-hormon ovarium, yaitu Estrogen dan Progesteron, yang di sekresi oleh ovarium sebagai respon terhadap kedua hormon dari kelenjar hipofisis anterior.

Siklus haid dibagi dalam beberapa fase : (Hanafiah, 1995)

1) Fase deskuamasi

Fase ini berlangsung 3 sampai 4 hari dengan gambaran endometrium yang luruh dan terkelupas. Stroma mengalami disintegrasi serta terlepas dari stratum basale, pembuluh darah rusak dan ruptur dan terdapat daerah perdarahan yang luas dan difus.

2) Fase regenerasi

Fase ini berlangsung lebih kurang 4 hari. Tampak pertumbuhan awal selapis sel endometrium baru dengan tebal sekitar 0,5 mm. 3) Fase proliferasi

Fase ini berlangsung dari hari ke-5 sampai hari ke-14 siklus haid dengan gambaran ketebalan endometrium sekitar 3,5 mm. Di bawah pengaruh estrogen yang disekresi dalam jumlah banyak oleh ovarium selama setengah bagian pertama siklus ovarium, sel-sel stroma dan epitel berproliferasi dengan cepat. Terjadi regenerasi epitel, kelenjar berlekuk-lekuk dan stroma menjadi edema.


(17)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

7

4) Fase sekresi

Fase ini berlangsung dari hari ke-14 sampai hari ke-28. Tebal endometrium tetap, namun kelenjar bertambah panjang, berlekuk-lekuk dan mengeluarkan sekresi yang banyak.

Selama satu siklus haid, hari mulainya haid di ambil sebagai hari

pertama dari siklus yang baru, akan terjadi peningkatan FSH sampai

mencapai kadar 5 ng/ml. Akibat pengaruh sinergis dari kedua hormon gonadotropin, folikel berkembang menghasilkan estrogen dalam jumlah yang banyak. Peningkatan estrogen yang terus-menerus pada akhir fase

follikuler akan menekan FSH dari hipofisis. Dua hari sebelum ovulasi,

kadar estrogen mencapai 150-400 pg/ml. Kadar tersebut melebihi nilai ambang rangsang untuk pengeluaran gonadotropin pra-ovulasi. Akibatnya

FSH dan LH akan meningkat dan mencapai puncaknya satu hari sebelum

ovulasi.

Saat yang sama pula, kadar estrogen akan kembali menurun. Kadar

maksimal LH berkisar antara 8 dan 35 ng/ml atau setara dengan 30-40

mUI/ml, dan FSH antara 4-10 ng/ml atau setara dengan 15-45 mUI/ml

(Jacoeb et al., 1994).

Di bawah pengaruh LH, folikel de Graaf menjadi matang,

mendekati permukaan ovarium dan kemudian terjadilah ovulasi (ovum dilepas oleh ovarium). Pada ovulasi ini kadang-kadang terdapat perdarahan sedikit yang akan merangsang peritonium di pelvis, sehingga timbul rasa sakit yang disebut intermenstrual pain. Dapat pula diikuti


(18)

commit to user

dengan adanya perdarahan vagina sedikit. Setelah ovulasi terjadi, dibentuklah korpus rubrum yang akan menjadi korpus luteum di bawah

pengaruh hormon-hormon LH dan LTH (Luteotrophic hormones). Korpus

luteum menghasilkan hormon progesteron yang memiliki pengaruh terhadap endometrium yang telah berproliferasi dan menyebabkan kelenjar-kelenjarnya berkelok-kelok dan bersekresi.

Bila tidak ada pembuahan, corpus luteum berdegenerasi dan ini akan mengakibatkan kadar estrogen dan progesteron menurun. Penurunan kadar progesteron akan menstimulasi lepasnya prostaglandin oleh uterus sehingga menimbulkan vasokonstriksi pembuluh darah endometrium. Efek vasokonstriksi ini menimbulkan suplai darah ke endometrium terhenti yang berakibat hilangnya perfusi oksigen ke jaringan endometrium. Hal ini menyebabkan kematian sel-sel endometrium dan pembuluh darah endometrium itu sendiri. Rusaknya pembuluh darah ini menyebabkan pendarahan (Guyton and Hall, 1997).

Jumlah darah yang keluar saat haid adalah berkisar antara 50-150 ml, normalnya sekitar 40 ml darah ditambah 35 ml cairan serous. Darah haid ini tidak akan membeku karena adanya fibrinolisin yang dilepaskan bersama dengan nekrotik endometrium. Kemudian dalam waktu 4 sampai 7 hari sesudah dimulainya menstruasi, pengeluaran darah akan berhenti karena pada saat itu endometrium sudah mengalami reepitelisasi (Ihya, 2002).


(19)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

9

2. Dysmenorrhea a. Definisi

Dysmenorrhea adalah nyeri yang timbul akibat kontraksi disritmik

miometrium yang menampilkan satu atau lebih gejala, mulai dari nyeri ringan sampai berat pada perut bagian bawah, pantat dan nyeri spasmodik pada sisi medial paha. Pada keadaan berat disertai dengan berbagai gejala dan tanda mulai dari mual, muntah, diare, pusing, nyeri kepala sampai pingsan (Jacoeb, 1990).

b. Klasifikasi

1) Dysmenorrhea primer

Disebut juga sebagai dysmenorrhea essensial, intrinsik atau

idiopatik yaitu nyeri haid yang timbul karena ketidakseimbangan hormonal dalam tubuh tanpa adanya kelainan ginekologik. Diduga berhubungan dengan siklus perlepasan telur dari indang telur. Nyeri haid

timbul sejak menarche, biasanya pada bulan-bulan atau tahun–tahun

pertama haid. Biasanya terjadi pada usia antara 15- 25 tahun dan kemudian hilang pada usia 20-an atau 30-an. Tidak dijumpai kelainan alat-alat kandungan.

2) Dysmenorrhea sekunder

Disebut juga dysmenorrhea ekstrinsik, yaitu nyeri haid yang timbul

karena adanya kelainan ginekologik seperti endometriosis, tumor jinak rahim, kista indung telur, polip dinding rahim, infeksi panggul rahim dan


(20)

commit to user

lain sebagainya. Dimulai pada usia dewasa, menyerang wanita yang

semula bebas dari dysmenorrhea.

c. Patofisiologi

Patofisiologi dysmenorrhea sampai sekarang masih belum jelas,

tetapi akhir-akhir ini teori prostaglandin banyak digunakan. Dikatakan

bahwa pada keadaan dysmenorrhea kadar prostaglandin meningkat

(Helms, 1987). Ada beberapa penyebab terjadinya dysmenorrhea primer,

yaitu:

1) Faktor peningkatan kadar prostaglandin, terutama PGF2α

Kadar PGF2α akan menstimulasi/merangsang kontraksi

miometrium dan meningkatkan kepekaan serabut-serabut saraf

terminal rangsang nyeri (Coco, 1999). Kadar PGF2α ini ditemukan

dalam jumlah yang besar, yaitu 5x lebih banyak pada wanita dengan ovulasi teratur dibanding wanita yang ovulasinya tidak teratur. Karena itu wanita yang ovulasinya teratur lebih sering mengalami

dysmenorrhea primer (Sheldon, 1999).

2) Faktor sistem saraf

Uterus dipersarafi oleh Sistem Saraf Otonom (SSO) yang terdiri dari sistem saraf simpatis dan saraf parasimpatis. Ketidakseimbangan pengendalian SSO terhadap indometrium ini akan menyebabkan

dysmnorrhea primer karena terjadi perangsangan yang berlebihan oleh

saraf simpatik sehingga serabut-serabut sirkuler pada istmus dan ostium uteri internum menjadi hipertonik (Galya, dkk, 2001).


(21)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

11

3) Faktor hormon steroid seks

Dysmenorrhea primer hanya terjadi pada siklus ovulatorik. Artinya

dysmenorrhea hanya timbul bila uterus berada di bawah pengaruh

progesteron. Sedangkan prostaglandin berhubungan dengan fungsi ovarium. Kadar progesteron yang rendah akan menyebabkan

terbentuknya PGF2α dalam jumlah yang banyak (Galya, dkk, 2001).

4) Faktor vasopresin

Wanita dengan dysmenorrhea primer ternyata memiliki kadar

vasopresin yang sangat tinggi dan berbeda sangat bermakna dari

wanita tanpa dysmenorrhea. Pemberian vasopresin pada saat haid

menyebabkan peningkatan kontraksi uterus dan berkurangnya darah haid. Namun demikian peranan pasti vasopresin dalam mekanisme

dysmenorrhea masih perlu diteliti lebih lanjut (Akerlund and Forsling,

1979).

5) Faktor psikis

Semua nyeri tergantung pada hubungan susunan saraf pusat,

khususnya thalamus dan korteks. Pada dysmenorrhea, faktor

pendidikan dan faktor psikis sangat berpengaruh. Pada wanita yang

secara emosional tidak stabil, dysmenorrhea primer mudah terjadi.

Dengan demikian nyeri dapat dibangkitkan atau diperberat oleh keadaan psikis penderita. Seringkali segera setelah perkawinan

dysmenorrhea hilang, dan jarang masih menetap setelah melahirkan.


(22)

commit to user

membawa perubahan fisiologik pada genitalia maupun perubahan psikis (Jacoeb, 1990).

6) Faktor konstitusi

Erat hubungannya dengan hal tersebut di atas, sehingga dapat menurunkan ketahanan terhadap rasa nyeri. Penyakit anemia, penyakit

menahun dan sebagainya dapat mempengaruhi timbulnya

dysmenorrhea primer (Sarwono, 1999).

7) Obstruksi kanalis servikalis

Salah satu teori yang menyebabkan terjadinya obstruksi ialah dengan terjadinya stenosis pada kanalis servikalis (Sarwono, 1999).


(23)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

13

Tabel 1. Perbandingan Gejala Dysmenorrhea Primer dengan Dysmenorrhea

Sekunder

Dysmenorrhea primer Dysmenorrhea sekunder

1. Usia lebih muda

2. Timbul segera setelah terjadinya

siklus haid yang teratur

3. Sering pada nulipara

4. Nyeri sering terasa sebagai

kejang uterus dan spastik

5. Nyeri timbul mendahului haid

dan meningkat pada hari pertama atau kedua dari haid

6. Tidak dijumpai keadaan

patologi pelvik

7. Hanya terjadi pada siklus haid

yang ovulatorik

8. Sering memberikan respon

terhadap pengobatan medika mentosa

9. Pemeriksaan pelvik : normal

10.Sering disertai nausea, vomitus,

diare, kelelahan dan nyeri kepala

1. Usia lebih tua

2. Cenderung mulai setelah 2

tahun siklus haid teratur

3. Tidak berhubungan dengan

paritas

4. Nyeri sering terasa menerus dan

tumpul

5. Nyeri mulai pada saat haid dan

meningkat bersamaan dengan keluarnya darah

6. Berhubungan dengan kelainan

pelvik

7. Tidak berhubungan dengan

adanya ovulasi

8. Seringkali memerlukan tindakan

operatif

9. Terdapat kelainan pelvik


(24)

commit to user d. Faktor risiko

Faktor resiko dari dysmenorrhea adalah sebagai berikut :

1) Faktor risiko dysmenorrhea primer

a) Nullipara

Dalam hubungannya dengan paritas, ternyata wanita

nullipara lebih sering menderita dysmenorrhea, kemudian

berkurang setelah melahirkan terutama dengan persalinan aterm pervaginam. Diduga hal ini disebabkan oleh uterus yang masih kecil atau uterus yang masih tegang dan ostium uteri masih sempit. Perubahan psikis setelah melahirkan diduga kuat juga berpengaruh (Jacoeb, 1990).

b) Merokok

Penelitian yang dilakukan di Milan, Itali, dengan

menunjukkan bahwa ada hubungan antara kebiasaan merokok

dengan angka kejadian dysmenorrhea primer. Durasi terjadinya

dysmenorrhea primer meningkat pada wanita perokok dan

cenderung turun pada wanita bukan perokok (Hornsby, 1998).

c) Riwayat keluarga

Jeffcoate menemukan bahwa wanita yang ibunya menderita

dysmenorrhea primer lebih sering mengalami keluhan yang

sama. Keadaan ini erat kaitannya dengan faktor-faktor seperti keawaman terhadap proses haid, jiwa yang masih labil dan masih dalam pertumbuhan fisik (Jacoeb, 1990).


(25)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

15

2) Faktor risiko dysmenorrhea sekunder

a) Infeksi pada pelvis

Infeksi pada pelvis menimbulkan keluhan dysmenorrhea.

Pada keadaan ini rasa sakit menyerang di seluruh perut bagian bawah, tidak bisa ditentukan lokasinya secara tepat dan terus-menerus terasa (Faisal, 2001).

b) Penyakit Menular Seksual (PMS)

Penelitian di Amerika menunjukkan bahwa angka kejadian

dysmenorrhea meningkat pada wanita yang menderita penyakit

menular seksual (Medline, 2004).

c) Endometriosis

Endometriosis merupakan kelainan letak lapisan dinding rahim yang menyebar keluar rahim. Akibatnya penderita endometriosis akan merasa sensasi sakit yang luar biasa menjelang dan saat menstruasi, yaitu pada saat dinding rahim menebal (Medline 2010).

Andercsh dan Milson membagi tingkatan kejadian dysmenorrhea

primer menjadi 4 derajat, yaitu (Jacoeb, 1990):

a) Derajat 0 : Tanpa rasa nyeri, aktifitas sehari-hari tidak

terpengaruh.

b) Derajat 1 : Nyeri ringan, jarang memerlukan analgetika,


(26)

commit to user

c) Derajat 2 : Nyeri sedang, memerlukan analgetik, aktifitas

sehari-hari terganggu.

d) Derajat 3 : Nyeri berat dan tidak banyak berkurang dengan

analgetik. e. Penatalaksanaan

1) Pendekatan non-farmakologi

Intervensi seperti obat-obat herbal, stimulasi saraf transcutaneus,

akupuntur, latihan dan terapi panas topikal telah dilaporkan dapat

mengurangi gejala dysmenorrhea (Akin MD, dkk, 2001). Diet

rendah lemak dikatakan dapat menurunkan intensitas dan durasi

dysmenorrhea pada wanita yang berusia muda (Barnard ND, dkk,

2000). Suplemen diet dengan asam lemak omega-3 dikatakan memiliki efek yang menguntungkan dalam menurunkan gejala

dysmenorrhea. Pengambilan diet asam lemak omega-3 yang sering

akan menyebabkan produksi prostaglandin dan leukotrien menurun, seterusnya dapat mengurangi gejala menstruasi pada wanita (Harel Z, dkk, 1996).

2) Psikoterapi

Penderita diberikan pengertian bahwa kelainan ini dapat diatasi dengan pengobatan yang sederhana. Selain itu perlu pula diberitahu

bahwa gangguan ini bersifat jinak, self limited, fungsi seksual normal

dan fertilitas masih dapat diharapkan. Penjelasan tentang fisiologi haid, mekanisme timbulnya nyeri spasmodik, maupun tentang


(27)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

17

tiadanya kelainan organik yang diderita akan mempertinggi keberhasilan pengobatan (Jeffcoate, 1982).

3) Obat nonsteroid antiprostaglandin

Obat nonsteroid anti prostaglandin (NSAIDs) memegang peranan

yang sangat penting terhadap dysmenorrhea primer. NSAIDs ini

berkerja dengan cara memblok produksi prostaglandin sehingga kadar prostaglandin yang berlebihan dapat ditekan dan nyeri haid dapat berkurang (Majoribanks, et al., 2003).

Beberapa macam NSAIDs yang dapat digunakan ialah:

a) Naproxen dosis 250 mg 2x sehari

b) Ibuprofen dosis 400 mg 3-4x sehari

c) Indometachin dosis 25 mg 3-4x sehari

d) Mefenamic acid dosis 250 mg 4x sehari

4) Terapi hormonal

Terapi hormonal ini dilakukan dengan pemberian pil kontrasepsi oral kombinasi (OCP). Pil kontrasepsi tersebut bekerja dengan cara menghambat proses ovulasi dan menurunkan kadar prostaglandin serta motilitas uterus (Smith and Shimp, 2000).

Pil kontrasepsi oral kombinasi ini berisikan estrogen dosis sedang (>35mcg) dan progesteron generasi satu atau dua (Proctor, et al., 2001).


(28)

commit to user 5) Dilatasi kanalis servikalis

Dengan dilakukan dilatasi pada kanalis servikalis dapat memberikan keringanan karena memudahkan pengeluaran darah haid dan prostaglandin di dalamnya. Neurektomi prasakral (pemotongan urat saraf sensorik antara uterus dan susunan saraf pusat) ditambah dengan neorektomi ovarial (pemotongan urat saraf sensorik yang ada di ligamentum infundibulum) merupakan tindakan terakhir, apabila usaha-usaha lain gagal (Sarwono, 1999).


(29)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

19

B. Kerangka Pemikiran

Wanita usia reproduksi (18-48 th)

Sudah menikah

Vasopressin ↓ Katekolamin ↓

Menstruasi

Kadar progesteron ↓

Liabilisasi membran lisosom

Lepasnya enzim fosfolipase A

Lepasnya asam arachidonat

Kerusakan sel

PG sintetase ↓ PG sintetase ↑

PGF↓ PGF

Kontraksi miometrium ↓

Belum menikah

Emosi lebih stabil Emosi kurang stabil

Tingkat stress ↓ Tingkat stress ↑

Vasopressin ↑ Katekolamin ↑

Vasokonstriksi ↓ Iskemi ↓

Vasokonstriksi ↑ Iskemi ↑

Kerusakan sel

Kontraksi miometrium ↑


(30)

commit to user C. Hipotesis

Ada perbedaan angka kejadian dysmenorrhea primer antara wanita yang


(31)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

21 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian epidemiologik analitik dengan

pendekatan Cross Sectional.

B. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Jebres Kota Surakarta. C. Subyek Penelitian

Wanita yang sesuai dengan kriteria sampel di Kota Surakarta.

Populasi sumber (source population) merupakan himpunan subjek dari

populasi sasaran yang digunakan sebagai sumber pencuplikan sumber penelitian (Murti B, 2006).

Dengan demikian, yang menjadi populasi sumber adalah wanita di Surakarta, yang memasuki kriteria yang telah ditetapkan dalam penelitian ini. Berdasarkan observasi peneliti, jumlah populasi sumber ini ada sekitar 62.258 orang.

Sampel merupakan sebuah subset yang dicuplik dari populasi, yang akan diamati atau diukur peneliti (Murti B, 2006).


(32)

commit to user

Penentuan besar sampel pada penelitian ini menurut Slovin dengan rumus sebagai berikut :

n =

Keterangan :

n : ukuran sampel

N : ukuran populasi

Ε : tingkatan kekeliruan pengambilan sampel yang ditolerir.

Dengan rumus di atas maka sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah (dengan mengansumsi tingkat kekeliruan yang ditolerir adalah sebesar 10% ) (Murti B, 2006) :

n =

n =

n = 99,99

= 100

Jadi pada penelitian ini, peneliti menggunakan ukuran sampel sebanyak 100 orang.

N 1+Nε²

N 1+Nε²

62258 1 + 62258 (10%)²


(33)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

23

D. Teknik Sampling

Pengambilan sampel dalam penelitian ini akan dilakukan secara purposive

sampling untuk menentukan sampel. Dilakukan dengan memasukkan semua

subyek yang memenuhi kriteria penelitian hingga jumlah subyek yang diperlukan terpenuhi.

Subyek dalam penelitian ini adalah wanita yang memenuhi kriteria sebagai berikut :

1. Usia 18-48 tahun

2. Sudah menikah ataupun yang belum menikah

3. Tidak memiliki riwayat kelainan ginekologik

4. Tidak merokok

5. Bertempat tinggal di Wilayah Kecamatan Jebres Kotamadia Surakarta.

E. Variabel Penelitian

1. Variabel Bebas : wanita yang sudah menikah dan wanita yang belum

menikah.

2. Variabel Terikat : dysmenorrhea primer

3. Variabel Luar : a) Terkontrol :

i. Kelainan ginekologik ii. Merokok

b) Tidak terkontrol : i. Faktor psikis


(34)

commit to user F. Definisi Operasional Variabel

1. Variabel bebas : wanita yang sudah menikah

wanita yang belum menikah

a. Definisi :

Wanita yang sudah menikah adalah wanita yang telah mempunyai suami dan hidup sebagai satu keluarga. Sedangkan wanita yang belum menikah adalah wanita yang belum pernah mempunyai suami dan tidak pernah menjalani kehidupan berkeluarga.

b. Skala : Nominal

2. Variabel terikat : dysmenorrhea primer

a. Definisi :

Dysmenorrhea primer adalah nyeri haid yang sangat tanpa

dijumpai adanya kelainan ginekologik (Faisal, 2001).

b. Skala : Nominal

G. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan adalah kuesioner dipandu dengan wawancara tatap muka antara peneliti dan responden.

H. Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berasal dari pengisian kuesioner yang dibagikan kepada wanita yang dijadikan sample atau subyek penelitian.


(35)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

25

I. Desain Penelitian

Wanita umur 18-48 tahun

Sampel wanita yang sudah

menikah

Sampel wanita yang belum

menikah

Kuesioner Kuesioner

Dysmenorrhea Primer (-)

Dysmenorrhea Primer (+ )

Uji Chi Square

Dysmenorrhea Primer (+ )

Dysmenorrhea Primer (-)


(36)

commit to user J. Uji Statistik

Dalam penelitian ini data dapat dianalisis dengan metode analisis Chi

Square, dengan rumus sebagai berikut :

X² = N ( ad – bc )²

( a + b )( c + d )( a + c )( b + d ) Keterangan :

N : Jumlah sampel

a : Sampel I, Kategori I

b : Sampel II, Kategori I

c : Sampel I, Kategori II

d : Sampel II, Kategori II


(37)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

27 BAB IV

HASIL PENELITIAN

Penelitian ini telah dilaksanakan di Kecamatan Jebres, Surakarta, selama waktu bulan Nopember sampai bulan Desember 2010. Subyek penelitian adalah 200 orang dari beberapa desa yang berada di Kecamatan Jebres. Subyek penelitian adalah wanita reproduktif, berusia antara 18 sampai dengan 48 tahun, terdiri atas 100 wanita yang sudah menikah dan 100 wanita yang belum menikah.

A. Deskripsi Data Sampel

Dari data yang diperoleh melalui kuesioner yang dipandu dengan wawancara pada penelitian, didapatkan gambaran sebagai berikut :

Tabel 2. Angka Kejadian Dysmenorrhea Primer Berdasarkan Rentang Umur

No Umur

(tahun) Jumlah (orang) Dysmenorrhea Primer (+) Dysmenorrhea Primer (-) Jumlah (orang) Persen (%) Jumlah (orang) Persen (%)

1. 18-28 119 71 59,66 48 40,34

2. 29-38 30 13 43,33 17 56,67

3. 39-48 51 29 56,86 22 43,14

Jumlah 200 113 56,50 87 43,50

Sumber : Data Primer 2010

Dari tabel di atas diketahui bahwa dari 200 responden, lebih dari

separuhnya mengalami dysmenorrhea primer, yakni sebanyak 113 orang (56,50

%) dan yang tidak mengalami dysmenorrhea primer sebanyak 87 orang (43,50


(38)

commit to user

jumlah persentase, paling banyak ialah pada rentang umur 18-28 tahun sebesar 59,66 % (71 orang), kemudian rentang umur 39-48 tahun sebesar 56,86 % (29 orang) dan yang paling kecil ialah pada rentang umur 29-38 tahun sebesar 43,33

% (13 orang). Sedangkan responden yang tidak mengalami dysmenorrhea primer

berdasarkan perbandingan jumlah persentase, paling banyak ialah pada rentang umur 29-38 tahun sebesar 56,67 % (17 orang), kemudian rentang umur 39-48 tahun sebesar 43,14 % (22 orang) dan yang paling kecil pada rentang umur 18-28 tahun sebesar 40,34 % (48 orang).

Tabel 3. Angka Kejadian Dysmenorrhea Primer pada Wanita yang Sudah Menikah dan Wanita yang Belum Menikah

Dysmenorrhea Primer (+ ) Dysmenorrhea Primer (-)

Sudah Menikah 49 51

Belum Menikah 64 36

Sumber : Data Primer 2010

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa yang mengalami dysmenorrhea

primer lebih banyak pada wanita yang belum menikah yaitu 64 orang, sedangkan

pada wanita yang sudah menikah sebanyak 49 orang dan yang tidak mengalami

dysmenorrhea primer lebih banyak pada wanita yang sudah menikah yaitu 51


(39)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

29

Tabel 4. Angka Kejadian Dysmenorrhea Primer pada Wanita yang Sudah

Menikah dan Wanita yang Belum Menikah Berdasarkan Rentang Umur Dysmenorrhea Primer (+ ) Dysmenorrhea Primer (-)

18-28 tahun 29-38 tahun 39-48 tahun 18-28 tahun 29-38 tahun 39-48 tahun

Sudah menikah

7 36,84

%

13 43,33

%

29 56,86% 12 63,16% 17 56,67% 22 43,14%

Belum Menikah

64 64% 17 100% 0 0% 36 36% 0 0% 0 0%

Sumber : Data Primer 2010

Berdasarkan tabel di atas, angka kejadian dysmenorrhea primer

(berdasarkan jumlah persentase) umumnya lebih tinggi pada wanita yang belum menikah dibandingkan dengan wanita yang sudah menikah, kecuali pada rentang

umur 39-48 tahun. Angka kejadian dysmenorrhea primer dengan rentang umur

18-28 tahun pada wanita yang sudah menikah sebesar 36,84 % (7 orang), sedangkan pada wanita yang belum menikah sebesar 64 % (64 orang). Pada rentang umur 29-38 tahun, pada wanita yang sudah menikah sebesar 43,33 % (13 orang) sedangkan pada wanita yang belum menikah adalah sebesar 100 % (17

orang). Untuk rentang umur 39-48 tahun, angka kejadian dysmenorrhea primer

pada wanita yang sudah menikah sebesar 56,86 % (29 orang) sedangkan pada wanita yang belum menikah sebesar 0 % (tidak ada).

Responden yang tidak mengalami dysmenorrhea primer (berdasarkan

jumlah persentase) umumnya lebih tinggi pada wanita yang sudah menikah dibandingkan dengan wanita yang belum menikah. Responden yang tidak


(40)

commit to user

yang sudah menikah sebesar 63,16 % (12 orang) sedangkan pada wanita yang belum menikah adalah sebesar 36 % (36 orang) dan pada rentang umur 29-38 tahun pada wanita yang sudah menikah sebesar 56,67 % (17 orang) sedangkan pada wanita yang belum menikah sebesar 0 % (tidak ada). Untuk rentang umur

39-48 tahun, responden yang tidak mengalami dysmenorrhea primer pada wanita

yang sudah menikah sebesar 43,14 % (22 orang) sedangkan pada wanita yang belum menikah sebesar 0 % (tidak ada).

B. Analisis Data Sampel

Untuk menguji hipotesis dari penelitian ini maka digunakan uji Chi Square

dengan derajat bebas = 1 dan taraf signifikan = 5 %.

Hasil perhitungan statistik dengan menggunakan metode Chi Square

dengan derajat bebas = 1 dan taraf signifikan = 5 % diperoleh nilai X² hitung = 4,577 sedangkan nilai X² tabel = 3,841 (p < 0,05). Jadi dapat disimpulkan

bahwa ada perbedaan yang bermakna mengenai angka kejadian dysmenorrhea

primer antara wanita yang sudah menikah dengan wanita yang belum menikah

yakni wanita yang belum menikah lebih banyak mengalami dysmenorrhea


(41)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

31 BAB V PEMBAHASAN

Telah dilakukan penelitian mengenai perbedaan angka kejadian

dysmenorrhea primer antara wanita yang sudah menikah dengan wanita yang

belum menikah di Kecamatan Jebres, Surakarta. Jumlah responden sebanyak 200 orang wanita reproduktif denagn kisaran umur 18 sampai dengan 48 tahun, terbagi atas 100 wanita yang sudah menikah dan 100 wanita yang belum menikah.

Tabel 2 memberikan gambaran mengenai angka kejadian dysmenorrhea

primer berdasarkan rentang umur. Dari tabel ini didapatkan bahwa dysmenorrhea

primer paling banyak terjadi pada usia 18-28 tahun yaitu sebanyak 71 orang

(59,66%). Hal ini sesuai dengan teori bahwa dysmenorrhea primer paling banyak

terjadi pada wanita usia 16-25 tahun dan yang tertinggi pada wanita usia 17-20 tahun. Faktor stres yang merupakan salah satu faktor dominan yang dapat

memacu timbulnya dysmenorrhea primer diduga berperan besar, di mana usia

tersebut wanita dianggap rentan terhadap hal-hal yang mampu menimbulkan stres

(Dawood, 1988). Pada dysmenorrhea primer, rasa nyeri dapat dibangkitkan atau

diperberat oleh keadaan psikis penderita (Galya dkk, 2001).

Tabel 3 memberikan gambaran mengenai angka kejadian dysmenorhea

primer pada wanita yang sudah menikah dan belum menikah. Dari tabel

didapatkan bahwa pada wanita yang sudah menikah, yang mengalami

dysmenorrhea primer sebanyak 49 orang dan yang tidak mengalami

dysmenorrhea primer sebanyak 51 orang. Sedangkan pada wanita yang belum


(42)

commit to user

yang tidak mengalami dysmenorrhea primer sebanyak 36 orang. Berdasarkan uji

statistik (Chi Square), didapatkan bahwa X² hitung lebih besar daripada X² tabel

pada α 0,05 sehingga dapat disimpulkan ada hasil yang bermakna mengenai

perbedaan angka kejadian dysmenorrhea primer pada wanita yang sudah menikah

dan wanita yang belum menikah.

Tabel 4 memberikan gambaran mengenai angka kejadian dysmenorrhea

primer pada wanita yang sudah menikah dan belum menikah berdasarkan rentang

umur. Dari tabel ini didapatkan bahwa dysmenorrhea primer lebih banyak terjadi

pada wanita yang belum menikah dibanding yang sudah menikah kecuali pada rentang umur 39-48 tahun. Hal ini disebabkan wanita-wanita ini mengalami stres akibat kerja atau stres pada kehidupan sehari-hari. Wanita yang secara emosional

tidak stabil, dysmenorrhea primer mudah terjadi (Jacoeb, 1990).

Seringkali segera setelah perkawinan dysmenorrhea primer hilang dan

jarang masih menetap setelah melahirkan. Perkawinan diduga membawa perubahan fisiologik pada genetalia maupun perubahan psikis yang positif pada seorang wanita (Jeffcoate, 1982; Galya dkk, 2001). Faktor lain yang dapat

mempengaruhi terjadinya dysmenorrhea primer antara lain faktor usia, status

sosial, pekerjaan dan konstitusional atau tingkat responsifitas terhadap rasa nyeri (Jacoeb, 1990).

Dari hasil penelitian menunjukkan adanya perbedaan kejadian

dysmenorrhea primer antara wanita yang sudah menikah dengan wanita yang

belum menikah. Wanita yang belum menikah lebih banyak mengalami


(43)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

33

karena pada wanita yang belum menikah yang mayoritasnya terdiri dari wanita yang masih kuliah mengalami stres yang tinggi oleh karena beban kerja dan beban kuliah. Tingkat stres yang tinggi pada wanita-wanita ini membuatkan mereka

sering mengalami dysmenorrhea primer yang mana sesuai dengan teori yang

mengatakan pada wanita yang secara emosional tidak stabil, dysmenorrhea primer

mudah terjadi (Jacoeb, 1990).

Selain itu wanita yang sudah menikah hampir semuanya pernah

melahirkan dan ini membuatkan mereka tidak mengalami dysmenorrhea primer.

Hal ini disebabkan karena perkawinan merupakan salah satu faktor yang dapat

mempengaruhi dysmenorrhea primer. Seringkali segera setelah perkawinan

dysmenorrhea primer hilang dan jarang masih menetap setelah melahirkan.

Perkawinan diduga membawa perubahan fisiologik pada genetalia maupun perubahan psikis yang positif pada seorang wanita (Jeffcoate, 1982; Galya dkk, 2001).


(44)

commit to user

34 BAB VI

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan sebelumnya, maka dapat disimpulkan sebagai berikut :

Ada perbedaan angka kejadian dysmenorrhea primer antara wanita yang sudah menikah dengan wanita yang belum menikah, wanita yang belum menikah lebih banyak menderita dysmenorrhea primer dari wanita yang sudah menikah.

B. Saran

1. Agar penelitian yang akan datang dapat dijalankan dengan mengambil faktor status sosial ekonomi dan pekerjaan sebagai salah satu faktor yang berpengaruh dalam terjadinya dysmenorrhea primer, yang dalam penelitian ini diabaikan.


(1)

commit to user

Tabel 4. Angka Kejadian Dysmenorrhea Primer pada Wanita yang Sudah

Menikah dan Wanita yang Belum Menikah Berdasarkan Rentang Umur

Dysmenorrhea Primer (+ ) Dysmenorrhea Primer (-)

18-28 tahun 29-38 tahun 39-48 tahun 18-28 tahun 29-38 tahun 39-48 tahun

Sudah menikah

7 36,84

%

13 43,33

%

29 56,86% 12 63,16% 17 56,67% 22 43,14%

Belum Menikah

64 64% 17 100% 0 0% 36 36% 0 0% 0 0%

Sumber : Data Primer 2010

Berdasarkan tabel di atas, angka kejadian dysmenorrhea primer

(berdasarkan jumlah persentase) umumnya lebih tinggi pada wanita yang belum menikah dibandingkan dengan wanita yang sudah menikah, kecuali pada rentang umur 39-48 tahun. Angka kejadian dysmenorrhea primer dengan rentang umur 18-28 tahun pada wanita yang sudah menikah sebesar 36,84 % (7 orang), sedangkan pada wanita yang belum menikah sebesar 64 % (64 orang). Pada rentang umur 29-38 tahun, pada wanita yang sudah menikah sebesar 43,33 % (13 orang) sedangkan pada wanita yang belum menikah adalah sebesar 100 % (17 orang). Untuk rentang umur 39-48 tahun, angka kejadian dysmenorrhea primer

pada wanita yang sudah menikah sebesar 56,86 % (29 orang) sedangkan pada wanita yang belum menikah sebesar 0 % (tidak ada).

Responden yang tidak mengalami dysmenorrhea primer (berdasarkan jumlah persentase) umumnya lebih tinggi pada wanita yang sudah menikah dibandingkan dengan wanita yang belum menikah. Responden yang tidak mengalami dysmenorrhea primer dengan kisaran umur 18-28 tahun pada wanita


(2)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

30

yang sudah menikah sebesar 63,16 % (12 orang) sedangkan pada wanita yang belum menikah adalah sebesar 36 % (36 orang) dan pada rentang umur 29-38 tahun pada wanita yang sudah menikah sebesar 56,67 % (17 orang) sedangkan pada wanita yang belum menikah sebesar 0 % (tidak ada). Untuk rentang umur 39-48 tahun, responden yang tidak mengalami dysmenorrhea primer pada wanita yang sudah menikah sebesar 43,14 % (22 orang) sedangkan pada wanita yang belum menikah sebesar 0 % (tidak ada).

B. Analisis Data Sampel

Untuk menguji hipotesis dari penelitian ini maka digunakan uji Chi Square

dengan derajat bebas = 1 dan taraf signifikan = 5 %.

Hasil perhitungan statistik dengan menggunakan metode Chi Square

dengan derajat bebas = 1 dan taraf signifikan = 5 % diperoleh nilai X² hitung = 4,577 sedangkan nilai X² tabel = 3,841 (p < 0,05). Jadi dapat disimpulkan

bahwa ada perbedaan yang bermakna mengenai angka kejadian dysmenorrhea

primer antara wanita yang sudah menikah dengan wanita yang belum menikah

yakni wanita yang belum menikah lebih banyak mengalami dysmenorrhea


(3)

commit to user

31

BAB V PEMBAHASAN

Telah dilakukan penelitian mengenai perbedaan angka kejadian

dysmenorrhea primer antara wanita yang sudah menikah dengan wanita yang

belum menikah di Kecamatan Jebres, Surakarta. Jumlah responden sebanyak 200 orang wanita reproduktif denagn kisaran umur 18 sampai dengan 48 tahun, terbagi atas 100 wanita yang sudah menikah dan 100 wanita yang belum menikah.

Tabel 2 memberikan gambaran mengenai angka kejadian dysmenorrhea

primer berdasarkan rentang umur. Dari tabel ini didapatkan bahwa dysmenorrhea

primer paling banyak terjadi pada usia 18-28 tahun yaitu sebanyak 71 orang

(59,66%). Hal ini sesuai dengan teori bahwa dysmenorrhea primer paling banyak terjadi pada wanita usia 16-25 tahun dan yang tertinggi pada wanita usia 17-20 tahun. Faktor stres yang merupakan salah satu faktor dominan yang dapat memacu timbulnya dysmenorrhea primer diduga berperan besar, di mana usia tersebut wanita dianggap rentan terhadap hal-hal yang mampu menimbulkan stres (Dawood, 1988). Pada dysmenorrhea primer, rasa nyeri dapat dibangkitkan atau diperberat oleh keadaan psikis penderita (Galya dkk, 2001).

Tabel 3 memberikan gambaran mengenai angka kejadian dysmenorhea

primer pada wanita yang sudah menikah dan belum menikah. Dari tabel

didapatkan bahwa pada wanita yang sudah menikah, yang mengalami

dysmenorrhea primer sebanyak 49 orang dan yang tidak mengalami

dysmenorrhea primer sebanyak 51 orang. Sedangkan pada wanita yang belum


(4)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

32

yang tidak mengalami dysmenorrhea primer sebanyak 36 orang. Berdasarkan uji statistik (Chi Square), didapatkan bahwa X² hitung lebih besar daripada X² tabel pada α 0,05 sehingga dapat disimpulkan ada hasil yang bermakna mengenai perbedaan angka kejadian dysmenorrhea primer pada wanita yang sudah menikah dan wanita yang belum menikah.

Tabel 4 memberikan gambaran mengenai angka kejadian dysmenorrhea

primer pada wanita yang sudah menikah dan belum menikah berdasarkan rentang

umur. Dari tabel ini didapatkan bahwa dysmenorrhea primer lebih banyak terjadi pada wanita yang belum menikah dibanding yang sudah menikah kecuali pada rentang umur 39-48 tahun. Hal ini disebabkan wanita-wanita ini mengalami stres akibat kerja atau stres pada kehidupan sehari-hari. Wanita yang secara emosional tidak stabil, dysmenorrhea primer mudah terjadi (Jacoeb, 1990).

Seringkali segera setelah perkawinan dysmenorrhea primer hilang dan jarang masih menetap setelah melahirkan. Perkawinan diduga membawa perubahan fisiologik pada genetalia maupun perubahan psikis yang positif pada seorang wanita (Jeffcoate, 1982; Galya dkk, 2001). Faktor lain yang dapat mempengaruhi terjadinya dysmenorrhea primer antara lain faktor usia, status sosial, pekerjaan dan konstitusional atau tingkat responsifitas terhadap rasa nyeri (Jacoeb, 1990).

Dari hasil penelitian menunjukkan adanya perbedaan kejadian

dysmenorrhea primer antara wanita yang sudah menikah dengan wanita yang

belum menikah. Wanita yang belum menikah lebih banyak mengalami


(5)

commit to user

karena pada wanita yang belum menikah yang mayoritasnya terdiri dari wanita yang masih kuliah mengalami stres yang tinggi oleh karena beban kerja dan beban kuliah. Tingkat stres yang tinggi pada wanita-wanita ini membuatkan mereka sering mengalami dysmenorrhea primer yang mana sesuai dengan teori yang mengatakan pada wanita yang secara emosional tidak stabil, dysmenorrhea primer

mudah terjadi (Jacoeb, 1990).

Selain itu wanita yang sudah menikah hampir semuanya pernah melahirkan dan ini membuatkan mereka tidak mengalami dysmenorrhea primer. Hal ini disebabkan karena perkawinan merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi dysmenorrhea primer. Seringkali segera setelah perkawinan

dysmenorrhea primer hilang dan jarang masih menetap setelah melahirkan.

Perkawinan diduga membawa perubahan fisiologik pada genetalia maupun perubahan psikis yang positif pada seorang wanita (Jeffcoate, 1982; Galya dkk, 2001).


(6)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

34

BAB VI

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan sebelumnya, maka dapat disimpulkan sebagai berikut :

Ada perbedaan angka kejadian dysmenorrhea primer antara wanita yang sudah menikah dengan wanita yang belum menikah, wanita yang belum menikah lebih banyak menderita dysmenorrhea primer dari wanita yang sudah menikah.

B. Saran

1. Agar penelitian yang akan datang dapat dijalankan dengan mengambil faktor status sosial ekonomi dan pekerjaan sebagai salah satu faktor yang berpengaruh dalam terjadinya dysmenorrhea primer, yang dalam penelitian ini diabaikan.