Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Kerangka Pemikiran Hipotesis

commit to user 3 Berdasarkan uraian di atas peneliti mau mengetahui apakah benar anggapan masyarakat yang menyatakan ada perbedaan angka kejadian dysmenorrhea primer antara wanita yang sudah menikah dengan wanita yang belum menikah.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan masalah pada penelitian ini, yaitu : “Apakah ada perbedaan angka kejadian dysmenorrhea primer pada wanita yang sudah menikah dengan yang belum menikah?”

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan angka kejadian dysmenorrhea primer antara wanita yang sudah menikah dengan wanita yang belum menikah. commit to user 4

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis: Memberi sumbangan informasi bagi pengembangan ilmu kedokteran mengenai dysmenorrhea primer. 2. Manfaat Praktis Dapat membantu wanita dalam mengatasi masalah nyeri haid di dalam kehidupan sehari-hari, yaitu dengan membiasakan diri untuk tidak melakukan perkara-perkara yang bisa mengakibatkan kejadian dysmenorrhea primer . commit to user 5 BAB II LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka 1. Menstruasi

Mensturasi atau haid adalah satu keadaan fisiologis di mana terjadi pengeluaran darah dan sisa-sisa sel yang berasal dari mukosa uterus secara berkala dan panjang siklus menstruasi rata-rata adalah 28 + 3 hari dan rata-rata durasi aliran menstruasi adalah 5 + 2 hari dengan kehilangan darah rata-rata 130 ml Berkow, 1987. Siklus menstruasi terdiri dari fase folikular dan fase luteal. Ini disebabkan adanya interaksi antara korteks serebri, hipotalamus, hipofisis dan ovarium. Ada beberapa hormon yang berperan di dalam siklus ini yaitu Gonadotropin Releasing Hormone GnRH, Follicular Stimulating Hormone FSH, Luteinizing Hormone LH, Luteotrophic Hormone LTH, Estradiol E dan Progesterone P. Hormon wanita yang berpengaruh terhadap siklus menstruasi antara lain : a. hormon yang dikeluarkan hipothalamus, yaitu Gonadotropin Releasing Hormone GnRH. b. Hormon Hipofisis Anterior, yaitu Follicular Stimulating Hormone FSH, Luteinizing Hormone LH, keduanya disekresi sebagai respon terhadap pelepasan hormon GnRH dari hypothalamus. commit to user 6 c. Hormon-hormon ovarium, yaitu Estrogen dan Progesteron, yang di sekresi oleh ovarium sebagai respon terhadap kedua hormon dari kelenjar hipofisis anterior. Siklus haid dibagi dalam beberapa fase : Hanafiah, 1995 1 Fase deskuamasi Fase ini berlangsung 3 sampai 4 hari dengan gambaran endometrium yang luruh dan terkelupas. Stroma mengalami disintegrasi serta terlepas dari stratum basale, pembuluh darah rusak dan ruptur dan terdapat daerah perdarahan yang luas dan difus. 2 Fase regenerasi Fase ini berlangsung lebih kurang 4 hari. Tampak pertumbuhan awal selapis sel endometrium baru dengan tebal sekitar 0,5 mm. 3 Fase proliferasi Fase ini berlangsung dari hari ke-5 sampai hari ke-14 siklus haid dengan gambaran ketebalan endometrium sekitar 3,5 mm. Di bawah pengaruh estrogen yang disekresi dalam jumlah banyak oleh ovarium selama setengah bagian pertama siklus ovarium, sel-sel stroma dan epitel berproliferasi dengan cepat. Terjadi regenerasi epitel, kelenjar berlekuk-lekuk dan stroma menjadi edema. commit to user 7 4 Fase sekresi Fase ini berlangsung dari hari ke-14 sampai hari ke-28. Tebal endometrium tetap, namun kelenjar bertambah panjang, berlekuk-lekuk dan mengeluarkan sekresi yang banyak. Selama satu siklus haid, hari mulainya haid di ambil sebagai hari pertama dari siklus yang baru, akan terjadi peningkatan FSH sampai mencapai kadar 5 ngml. Akibat pengaruh sinergis dari kedua hormon gonadotropin, folikel berkembang menghasilkan estrogen dalam jumlah yang banyak. Peningkatan estrogen yang terus-menerus pada akhir fase follikuler akan menekan FSH dari hipofisis. Dua hari sebelum ovulasi, kadar estrogen mencapai 150-400 pgml. Kadar tersebut melebihi nilai ambang rangsang untuk pengeluaran gonadotropin pra-ovulasi. Akibatnya FSH dan LH akan meningkat dan mencapai puncaknya satu hari sebelum ovulasi. Saat yang sama pula, kadar estrogen akan kembali menurun. Kadar maksimal LH berkisar antara 8 dan 35 ngml atau setara dengan 30-40 mUIml, dan FSH antara 4-10 ngml atau setara dengan 15-45 mUIml Jacoeb et al. , 1994. Di bawah pengaruh LH , folikel de Graaf menjadi matang, mendekati permukaan ovarium dan kemudian terjadilah ovulasi ovum dilepas oleh ovarium. Pada ovulasi ini kadang-kadang terdapat perdarahan sedikit yang akan merangsang peritonium di pelvis, sehingga timbul rasa sakit yang disebut intermenstrual pain . Dapat pula diikuti commit to user 8 dengan adanya perdarahan vagina sedikit. Setelah ovulasi terjadi, dibentuklah korpus rubrum yang akan menjadi korpus luteum di bawah pengaruh hormon-hormon LH dan LTH Luteotrophic hormones . Korpus luteum menghasilkan hormon progesteron yang memiliki pengaruh terhadap endometrium yang telah berproliferasi dan menyebabkan kelenjar-kelenjarnya berkelok-kelok dan bersekresi. Bila tidak ada pembuahan, corpus luteum berdegenerasi dan ini akan mengakibatkan kadar estrogen dan progesteron menurun. Penurunan kadar progesteron akan menstimulasi lepasnya prostaglandin oleh uterus sehingga menimbulkan vasokonstriksi pembuluh darah endometrium. Efek vasokonstriksi ini menimbulkan suplai darah ke endometrium terhenti yang berakibat hilangnya perfusi oksigen ke jaringan endometrium. Hal ini menyebabkan kematian sel-sel endometrium dan pembuluh darah endometrium itu sendiri. Rusaknya pembuluh darah ini menyebabkan pendarahan Guyton and Hall, 1997. Jumlah darah yang keluar saat haid adalah berkisar antara 50-150 ml, normalnya sekitar 40 ml darah ditambah 35 ml cairan serous. Darah haid ini tidak akan membeku karena adanya fibrinolisin yang dilepaskan bersama dengan nekrotik endometrium. Kemudian dalam waktu 4 sampai 7 hari sesudah dimulainya menstruasi, pengeluaran darah akan berhenti karena pada saat itu endometrium sudah mengalami reepitelisasi Ihya, 2002. commit to user 9 2. Dysmenorrhea

a. Definisi

Dysmenorrhea adalah nyeri yang timbul akibat kontraksi disritmik miometrium yang menampilkan satu atau lebih gejala, mulai dari nyeri ringan sampai berat pada perut bagian bawah, pantat dan nyeri spasmodik pada sisi medial paha. Pada keadaan berat disertai dengan berbagai gejala dan tanda mulai dari mual, muntah, diare, pusing, nyeri kepala sampai pingsan Jacoeb, 1990.

b. Klasifikasi

1 Dysmenorrhea primer Disebut juga sebagai dysmenorrhea essensial, intrinsik atau idiopatik yaitu nyeri haid yang timbul karena ketidakseimbangan hormonal dalam tubuh tanpa adanya kelainan ginekologik. Diduga berhubungan dengan siklus perlepasan telur dari indang telur. Nyeri haid timbul sejak menarche , biasanya pada bulan-bulan atau tahun–tahun pertama haid. Biasanya terjadi pada usia antara 15- 25 tahun dan kemudian hilang pada usia 20-an atau 30-an. Tidak dijumpai kelainan alat-alat kandungan. 2 Dysmenorrhea sekunder Disebut juga dysmenorrhea ekstrinsik, yaitu nyeri haid yang timbul karena adanya kelainan ginekologik seperti endometriosis, tumor jinak rahim, kista indung telur, polip dinding rahim, infeksi panggul rahim dan commit to user 10 lain sebagainya. Dimulai pada usia dewasa, menyerang wanita yang semula bebas dari dysmenorrhea .

c. Patofisiologi

Patofisiologi dysmenorrhea sampai sekarang masih belum jelas, tetapi akhir-akhir ini teori prostaglandin banyak digunakan. Dikatakan bahwa pada keadaan dysmenorrhea kadar prostaglandin meningkat Helms, 1987. Ada beberapa penyebab terjadinya dysmenorrhea primer , yaitu: 1 Faktor peningkatan kadar prostaglandin, terutama PGF 2 α Kadar PGF 2 α akan menstimulasimerangsang kontraksi miometrium dan meningkatkan kepekaan serabut-serabut saraf terminal rangsang nyeri Coco, 1999. Kadar PGF 2 α ini ditemukan dalam jumlah yang besar, yaitu 5x lebih banyak pada wanita dengan ovulasi teratur dibanding wanita yang ovulasinya tidak teratur. Karena itu wanita yang ovulasinya teratur lebih sering mengalami dysmenorrhea primer Sheldon, 1999. 2 Faktor sistem saraf Uterus dipersarafi oleh Sistem Saraf Otonom SSO yang terdiri dari sistem saraf simpatis dan saraf parasimpatis. Ketidakseimbangan pengendalian SSO terhadap indometrium ini akan menyebabkan dysmnorrhea primer karena terjadi perangsangan yang berlebihan oleh saraf simpatik sehingga serabut-serabut sirkuler pada istmus dan ostium uteri internum menjadi hipertonik Galya, dkk, 2001. commit to user 11 3 Faktor hormon steroid seks Dysmenorrhea primer hanya terjadi pada siklus ovulatorik. Artinya dysmenorrhea hanya timbul bila uterus berada di bawah pengaruh progesteron. Sedangkan prostaglandin berhubungan dengan fungsi ovarium. Kadar progesteron yang rendah akan menyebabkan terbentuknya PGF 2 α dalam jumlah yang banyak Galya, dkk, 2001. 4 Faktor vasopresin Wanita dengan dysmenorrhea pri mer ternyata memiliki kadar vasopresin yang sangat tinggi dan berbeda sangat bermakna dari wanita tanpa dysmenorrhea . Pemberian vasopresin pada saat haid menyebabkan peningkatan kontraksi uterus dan berkurangnya darah haid. Namun demikian peranan pasti vasopresin dalam mekanisme dysmenorrhea masih perlu diteliti lebih lanjut Akerlund and Forsling, 1979. 5 Faktor psikis Semua nyeri tergantung pada hubungan susunan saraf pusat, khususnya thalamus dan korteks. Pada dysmenorrhe a, faktor pendidikan dan faktor psikis sangat berpengaruh. Pada wanita yang secara emosional tidak stabil, dysmenorrhea primer mudah terjadi. Dengan demikian nyeri dapat dibangkitkan atau diperberat oleh keadaan psikis penderita. Seringkali segera setelah perkawinan dysmenorrhea hilang, dan jarang masih menetap setelah melahirkan. Mungkin kedua keadaan tersebut perkawinan dan melahirkan commit to user 12 membawa perubahan fisiologik pada genitalia maupun perubahan psikis Jacoeb, 1990. 6 Faktor konstitusi Erat hubungannya dengan hal tersebut di atas, sehingga dapat menurunkan ketahanan terhadap rasa nyeri. Penyakit anemia, penyakit menahun dan sebagainya dapat mempengaruhi timbulnya dysmenorrhea primer Sarwono, 1999. 7 Obstruksi kanalis servikalis Salah satu teori yang menyebabkan terjadinya obstruksi ialah dengan terjadinya stenosis pada kanalis servikalis Sarwono, 1999. commit to user 13 Tabel 1. Perbandingan Gejala Dysmenorrhea Primer dengan Dysmenorrhea Sekunder Dysmenorrhea primer Dysmenorrhea sekunder 1. Usia lebih muda 2. Timbul segera setelah terjadinya siklus haid yang teratur 3. Sering pada nulipara 4. Nyeri sering terasa sebagai kejang uterus dan spastik 5. Nyeri timbul mendahului haid dan meningkat pada hari pertama atau kedua dari haid 6. Tidak dijumpai keadaan patologi pelvik 7. Hanya terjadi pada siklus haid yang ovulatorik 8. Sering memberikan respon terhadap pengobatan medika mentosa 9. Pemeriksaan pelvik : normal 10. Sering disertai nausea, vomitus, diare, kelelahan dan nyeri kepala 1. Usia lebih tua 2. Cenderung mulai setelah 2 tahun siklus haid teratur 3. Tidak berhubungan dengan paritas 4. Nyeri sering terasa menerus dan tumpul 5. Nyeri mulai pada saat haid dan meningkat bersamaan dengan keluarnya darah 6. Berhubungan dengan kelainan pelvik 7. Tidak berhubungan dengan adanya ovulasi 8. Seringkali memerlukan tindakan operatif 9. Terdapat kelainan pelvik Mansjoer dkk , 2001 commit to user 14

d. Faktor risiko

Faktor resiko dari dysmenorrhea adalah sebagai berikut : 1 Faktor risiko dysmenorrhea primer a Nullipara Dalam hubungannya dengan paritas, ternyata wanita nullipara lebih sering menderita dysmenorrhea, kemudian berkurang setelah melahirkan terutama dengan persalinan aterm pervaginam. Diduga hal ini disebabkan oleh uterus yang masih kecil atau uterus yang masih tegang dan ostium uteri masih sempit. Perubahan psikis setelah melahirkan diduga kuat juga berpengaruh Jacoeb, 1990. b Merokok Penelitian yang dilakukan di Milan, Itali, dengan menunjukkan bahwa ada hubungan antara kebiasaan merokok dengan angka kejadian dysmenorrhea primer. Durasi terjadinya dysmenorrhea primer meningkat pada wanita perokok dan cenderung turun pada wanita bukan perokok Hornsby, 1998. c Riwayat keluarga Jeffcoate menemukan bahwa wanita yang ibunya menderita dysmenorrhea primer lebih sering mengalami keluhan yang sama. Keadaan ini erat kaitannya dengan faktor-faktor seperti keawaman terhadap proses haid, jiwa yang masih labil dan masih dalam pertumbuhan fisik Jacoeb, 1990. commit to user 15 2 Faktor risiko dysmenorrhea sekunder a Infeksi pada pelvis Infeksi pada pelvis menimbulkan keluhan dysmenorrhea . Pada keadaan ini rasa sakit menyerang di seluruh perut bagian bawah, tidak bisa ditentukan lokasinya secara tepat dan terus- menerus terasa Faisal, 2001. b Penyakit Menular Seksual PMS Penelitian di Amerika menunjukkan bahwa angka kejadian dysmenorrhea meningkat pada wanita yang menderita penyakit menular seksual Medline, 2004. c Endometriosis Endometriosis merupakan kelainan letak lapisan dinding rahim yang menyebar keluar rahim. Akibatnya penderita endometriosis akan merasa sensasi sakit yang luar biasa menjelang dan saat menstruasi, yaitu pada saat dinding rahim menebal Medline 2010. Andercsh dan Milson membagi tingkatan kejadian dysmenorrhea primer menjadi 4 derajat, yaitu Jacoeb, 1990: a Derajat 0 : Tanpa rasa nyeri, aktifitas sehari-hari tidak terpengaruh. b Derajat 1 : Nyeri ringan, jarang memerlukan analgetika, aktifitas sehari-hari jarang terpengaruh. commit to user 16 c Derajat 2 : Nyeri sedang, memerlukan analgetik, aktifitas sehari-hari terganggu. d Derajat 3 : Nyeri berat dan tidak banyak berkurang dengan analgetik.

e. Penatalaksanaan 1 Pendekatan non-farmakologi

Intervensi seperti obat-obat herbal, stimulasi saraf transcutaneus , akupuntur, latihan dan terapi panas topikal telah dilaporkan dapat mengurangi gejala dysmenorrhea Akin MD, dkk, 2001. Diet rendah lemak dikatakan dapat menurunkan intensitas dan durasi dysmenorrhea pada wanita yang berusia muda Barnard ND, dkk, 2000. Suplemen diet dengan asam lemak omega-3 dikatakan memiliki efek yang menguntungkan dalam menurunkan gejala dysmenorrhea . Pengambilan diet asam lemak omega-3 yang sering akan menyebabkan produksi prostaglandin dan leukotrien menurun, seterusnya dapat mengurangi gejala menstruasi pada wanita Harel Z, dkk, 1996. 2 Psikoterapi Penderita diberikan pengertian bahwa kelainan ini dapat diatasi dengan pengobatan yang sederhana. Selain itu perlu pula diberitahu bahwa gangguan ini bersifat jinak, self limited , fungsi seksual normal dan fertilitas masih dapat diharapkan. Penjelasan tentang fisiologi haid, mekanisme timbulnya nyeri spasmodik, maupun tentang commit to user 17 tiadanya kelainan organik yang diderita akan mempertinggi keberhasilan pengobatan Jeffcoate, 1982. 3 Obat nonsteroid antiprostaglandin Obat nonsteroid anti prostaglandin NSAIDs memegang peranan yang sangat penting terhadap dysmenorrhea primer . NSAIDs ini berkerja dengan cara memblok produksi prostaglandin sehingga kadar prostaglandin yang berlebihan dapat ditekan dan nyeri haid dapat berkurang Majoribanks, et al., 2003. Beberapa macam NSAIDs yang dapat digunakan ialah: a Naproxen dosis 250 mg 2x sehari b Ibuprofen dosis 400 mg 3-4x sehari c Indometachin dosis 25 mg 3-4x sehari d Mefenamic acid dosis 250 mg 4x sehari 4 Terapi hormonal Terapi hormonal ini dilakukan dengan pemberian pil kontrasepsi oral kombinasi OCP. Pil kontrasepsi tersebut bekerja dengan cara menghambat proses ovulasi dan menurunkan kadar prostaglandin serta motilitas uterus Smith and Shimp, 2000. Pil kontrasepsi oral kombinasi ini berisikan estrogen dosis sedang 35mcg dan progesteron generasi satu atau dua Proctor, et al ., 2001. commit to user 18 5 Dilatasi kanalis servikalis Dengan dilakukan dilatasi pada kanalis servikalis dapat memberikan keringanan karena memudahkan pengeluaran darah haid dan prostaglandin di dalamnya. Neurektomi prasakral pemotongan urat saraf sensorik antara uterus dan susunan saraf pusat ditambah dengan neorektomi ovarial pemotongan urat saraf sensorik yang ada di ligamentum infundibulum merupakan tindakan terakhir, apabila usaha- usaha lain gagal Sarwono, 1999. commit to user 19

B. Kerangka Pemikiran

Wanita usia reproduksi 18-48 th Sudah menikah Vasopressin ↓ Katekolamin ↓ Menstruasi Kadar progesteron ↓ Liabilisasi membran lisosom Lepasnya enzim fosfolipase A Lepasnya asam arachidonat Kerusakan sel PG sintetase ↓ PG sintetase ↑ PGF 2α ↓ PGF 2α ↑ Kontraksi miometrium ↓ Belum menikah Emosi lebih stabil Emosi kurang stabil Tingkat stress ↓ Tingkat stress ↑ Vasopressin ↑ Katekolamin ↑ Vasokonstriksi ↓ Iskemi ↓ Vasokonstriksi ↑ Iskemi ↑ Kerusakan sel Kontraksi miometrium ↑ Dysmenorrhea primer - Dysmenorrhea primer + commit to user 20

C. Hipotesis

Ada perbedaan angka kejadian dysmenorrhea primer antara wanita yang sudah menikah dengan wanita yang belum menikah. commit to user 21 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian epidemiologik analitik dengan pendekatan Cross Sectional. B. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Jebres Kota Surakarta. C. Subyek Penelitian Wanita yang sesuai dengan kriteria sampel di Kota Surakarta. Populasi sumber source population merupakan himpunan subjek dari populasi sasaran yang digunakan sebagai sumber pencuplikan sumber penelitian Murti B, 2006. Dengan demikian, yang menjadi populasi sumber adalah wanita di Surakarta, yang memasuki kriteria yang telah ditetapkan dalam penelitian ini. Berdasarkan observasi peneliti, jumlah populasi sumber ini ada sekitar 62.258 orang. Sampel merupakan sebuah subset yang dicuplik dari populasi, yang akan diamati atau diukur peneliti Murti B, 2006. commit to user 22 Penentuan besar sampel pada penelitian ini menurut Slovin dengan rumus sebagai berikut : n = Keterangan : n : ukuran sampel N : ukuran populasi Ε : tingkatan kekeliruan pengambilan sampel yang ditolerir. Dengan rumus di atas maka sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah dengan mengansumsi tingkat kekeliruan yang ditolerir adalah sebesar 10 Murti B, 2006 : n = n = n = 99,99 = 100 Jadi pada penelitian ini, peneliti menggunakan ukuran sampel sebanyak 100 orang. N 1+Nε² N 1+Nε² 62258 1 + 62258 10² commit to user 23 D. Teknik Sampling Pengambilan sampel dalam penelitian ini akan dilakukan secara purposive sampling untuk menentukan sampel. Dilakukan dengan memasukkan semua subyek yang memenuhi kriteria penelitian hingga jumlah subyek yang diperlukan terpenuhi. Subyek dalam penelitian ini adalah wanita yang memenuhi kriteria sebagai berikut : 1. Usia 18-48 tahun 2. Sudah menikah ataupun yang belum menikah 3. Tidak memiliki riwayat kelainan ginekologik 4. Tidak merokok 5. Bertempat tinggal di Wilayah Kecamatan Jebres Kotamadia Surakarta. E. Variabel Penelitian 1. Variabel Bebas : wanita yang sudah menikah dan wanita yang belum menikah. 2. Variabel Terikat : dysmenorrhea primer 3. Variabel Luar : a Terkontrol : i. Kelainan ginekologik ii. Merokok b Tidak terkontrol : i. Faktor psikis ii. Diet commit to user 24 F. Definisi Operasional Variabel 1. Variabel bebas : wanita yang sudah menikah wanita yang belum menikah a. Definisi : Wanita yang sudah menikah adalah wanita yang telah mempunyai suami dan hidup sebagai satu keluarga. Sedangkan wanita yang belum menikah adalah wanita yang belum pernah mempunyai suami dan tidak pernah menjalani kehidupan berkeluarga. b. Skala : Nominal 2. Variabel terikat : dysmenorrhea primer a. Definisi : Dysmenorrhea primer adalah nyeri haid yang sangat tanpa dijumpai adanya kelainan ginekologik Faisal, 2001. b. Skala : Nominal G. Instrumen Penelitian Instrumen yang digunakan adalah kuesioner dipandu dengan wawancara tatap muka antara peneliti dan responden. H. Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berasal dari pengisian kuesioner yang dibagikan kepada wanita yang dijadikan sample atau subyek penelitian. commit to user 25 I. Desain Penelitian Wanita umur 18-48 tahun Sampel wanita yang sudah menikah Sampel wanita yang belum menikah Kuesioner Kuesioner Dysmenorrhea Primer - Dysmenorrhea Primer + Uji Chi Square Dysmenorrhea Primer + Dysmenorrhea Primer - commit to user 26 J. Uji Statistik Dalam penelitian ini data dapat dianalisis dengan metode analisis Chi Square , dengan rumus sebagai berikut : X² = N ad – bc ² a + b c + d a + c b + d Keterangan : N : Jumlah sampel a : Sampel I, Kategori I b : Sampel II, Kategori I c : Sampel I, Kategori II d : Sampel II, Kategori II Murti B, 1996 commit to user 27 BAB IV HASIL PENELITIAN Penelitian ini telah dilaksanakan di Kecamatan Jebres, Surakarta, selama waktu bulan Nopember sampai bulan Desember 2010. Subyek penelitian adalah 200 orang dari beberapa desa yang berada di Kecamatan Jebres. Subyek penelitian adalah wanita reproduktif, berusia antara 18 sampai dengan 48 tahun, terdiri atas 100 wanita yang sudah menikah dan 100 wanita yang belum menikah.

A. Deskripsi Data Sampel