commit to user 3
Berdasarkan uraian di atas peneliti mau mengetahui apakah benar anggapan masyarakat yang menyatakan ada perbedaan angka kejadian
dysmenorrhea primer
antara wanita yang sudah menikah dengan wanita yang belum menikah.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan masalah pada penelitian ini, yaitu :
“Apakah ada perbedaan angka kejadian
dysmenorrhea primer
pada wanita yang sudah menikah dengan yang belum menikah?”
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan angka kejadian
dysmenorrhea primer
antara wanita yang sudah menikah dengan wanita yang belum menikah.
commit to user 4
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis:
Memberi sumbangan informasi bagi pengembangan ilmu kedokteran mengenai
dysmenorrhea primer.
2. Manfaat Praktis
Dapat membantu wanita dalam mengatasi masalah nyeri haid di dalam kehidupan sehari-hari, yaitu dengan membiasakan diri untuk tidak
melakukan perkara-perkara yang bisa mengakibatkan kejadian
dysmenorrhea primer
.
commit to user
5
BAB II LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka 1. Menstruasi
Mensturasi atau haid adalah satu keadaan fisiologis di mana terjadi pengeluaran darah dan sisa-sisa sel yang berasal dari mukosa uterus secara
berkala dan panjang siklus menstruasi rata-rata adalah 28 + 3 hari dan rata-rata durasi aliran menstruasi adalah 5 + 2 hari dengan kehilangan darah
rata-rata 130 ml Berkow, 1987. Siklus menstruasi terdiri dari fase folikular dan fase luteal. Ini disebabkan
adanya interaksi antara korteks serebri, hipotalamus, hipofisis dan ovarium. Ada beberapa hormon yang berperan di dalam siklus ini yaitu
Gonadotropin Releasing Hormone
GnRH,
Follicular Stimulating Hormone
FSH,
Luteinizing Hormone
LH,
Luteotrophic Hormone
LTH,
Estradiol
E dan
Progesterone
P. Hormon wanita yang berpengaruh terhadap siklus menstruasi antara lain :
a. hormon yang dikeluarkan hipothalamus, yaitu
Gonadotropin Releasing Hormone
GnRH. b. Hormon Hipofisis Anterior, yaitu
Follicular Stimulating Hormone
FSH,
Luteinizing Hormone
LH, keduanya disekresi sebagai respon terhadap pelepasan hormon GnRH dari hypothalamus.
commit to user 6
c. Hormon-hormon ovarium, yaitu Estrogen dan Progesteron, yang di sekresi oleh ovarium sebagai respon terhadap kedua hormon dari kelenjar hipofisis
anterior. Siklus haid dibagi dalam beberapa fase : Hanafiah, 1995
1 Fase deskuamasi
Fase ini berlangsung 3 sampai 4 hari dengan gambaran endometrium yang luruh dan terkelupas. Stroma mengalami
disintegrasi serta terlepas dari stratum basale, pembuluh darah rusak dan ruptur dan terdapat daerah perdarahan yang luas dan difus.
2 Fase regenerasi Fase ini berlangsung lebih kurang 4 hari. Tampak pertumbuhan
awal selapis sel endometrium baru dengan tebal sekitar 0,5 mm. 3 Fase proliferasi
Fase ini berlangsung dari hari ke-5 sampai hari ke-14 siklus haid dengan gambaran ketebalan endometrium sekitar 3,5 mm. Di bawah
pengaruh estrogen yang disekresi dalam jumlah banyak oleh ovarium selama setengah bagian pertama siklus ovarium, sel-sel stroma dan
epitel berproliferasi dengan cepat. Terjadi regenerasi epitel, kelenjar berlekuk-lekuk dan stroma menjadi edema.
commit to user 7
4 Fase sekresi Fase ini berlangsung dari hari ke-14 sampai hari ke-28. Tebal
endometrium tetap, namun kelenjar bertambah panjang, berlekuk-lekuk dan mengeluarkan sekresi yang banyak.
Selama satu siklus haid, hari mulainya haid di ambil sebagai hari pertama dari siklus yang baru, akan terjadi peningkatan
FSH
sampai mencapai kadar 5 ngml. Akibat pengaruh sinergis dari kedua hormon
gonadotropin, folikel berkembang menghasilkan estrogen dalam jumlah yang banyak. Peningkatan estrogen yang terus-menerus pada akhir fase
follikuler akan menekan
FSH
dari hipofisis. Dua hari sebelum ovulasi, kadar estrogen mencapai 150-400 pgml. Kadar tersebut melebihi nilai
ambang rangsang untuk pengeluaran gonadotropin pra-ovulasi. Akibatnya
FSH
dan
LH
akan meningkat dan mencapai puncaknya satu hari sebelum ovulasi.
Saat yang sama pula, kadar estrogen akan kembali menurun. Kadar maksimal
LH
berkisar antara 8 dan 35 ngml atau setara dengan 30-40 mUIml, dan
FSH
antara 4-10 ngml atau setara dengan 15-45 mUIml Jacoeb
et al.
, 1994. Di bawah pengaruh
LH
, folikel
de Graaf
menjadi matang, mendekati permukaan ovarium dan kemudian terjadilah ovulasi ovum
dilepas oleh ovarium. Pada ovulasi ini kadang-kadang terdapat perdarahan sedikit yang akan merangsang peritonium di pelvis, sehingga
timbul rasa sakit yang disebut
intermenstrual pain
. Dapat pula diikuti
commit to user 8
dengan adanya perdarahan vagina sedikit. Setelah ovulasi terjadi, dibentuklah korpus rubrum yang akan menjadi korpus luteum di bawah
pengaruh hormon-hormon
LH
dan
LTH Luteotrophic hormones
. Korpus luteum menghasilkan hormon progesteron yang memiliki pengaruh
terhadap endometrium yang telah berproliferasi dan menyebabkan kelenjar-kelenjarnya berkelok-kelok dan bersekresi.
Bila tidak ada pembuahan, corpus luteum berdegenerasi dan ini akan mengakibatkan kadar estrogen dan progesteron menurun. Penurunan
kadar progesteron akan menstimulasi lepasnya prostaglandin oleh uterus sehingga menimbulkan vasokonstriksi pembuluh darah endometrium. Efek
vasokonstriksi ini menimbulkan suplai darah ke endometrium terhenti yang berakibat hilangnya perfusi oksigen ke jaringan endometrium. Hal ini
menyebabkan kematian sel-sel endometrium dan pembuluh darah endometrium itu sendiri. Rusaknya pembuluh darah ini menyebabkan
pendarahan Guyton and Hall, 1997. Jumlah darah yang keluar saat haid adalah berkisar antara 50-150
ml, normalnya sekitar 40 ml darah ditambah 35 ml cairan serous. Darah haid ini tidak akan membeku karena adanya fibrinolisin yang dilepaskan
bersama dengan nekrotik endometrium. Kemudian dalam waktu 4 sampai 7 hari sesudah dimulainya menstruasi, pengeluaran darah akan berhenti
karena pada saat itu endometrium sudah mengalami reepitelisasi Ihya, 2002.
commit to user 9
2.
Dysmenorrhea
a. Definisi
Dysmenorrhea
adalah nyeri yang timbul akibat kontraksi disritmik miometrium yang menampilkan satu atau lebih gejala, mulai dari nyeri
ringan sampai berat pada perut bagian bawah, pantat dan nyeri spasmodik pada sisi medial paha. Pada keadaan berat disertai dengan berbagai gejala
dan tanda mulai dari mual, muntah, diare, pusing, nyeri kepala sampai pingsan Jacoeb, 1990.
b. Klasifikasi
1
Dysmenorrhea primer
Disebut juga sebagai
dysmenorrhea
essensial, intrinsik atau idiopatik yaitu nyeri haid yang timbul karena ketidakseimbangan
hormonal dalam tubuh tanpa adanya kelainan ginekologik. Diduga berhubungan dengan siklus perlepasan telur dari indang telur. Nyeri haid
timbul sejak
menarche
, biasanya pada bulan-bulan atau tahun–tahun pertama haid. Biasanya terjadi pada usia antara 15- 25 tahun dan kemudian
hilang pada usia 20-an atau 30-an. Tidak dijumpai kelainan alat-alat kandungan.
2
Dysmenorrhea sekunder
Disebut juga
dysmenorrhea
ekstrinsik, yaitu nyeri haid yang timbul karena adanya kelainan ginekologik seperti endometriosis, tumor jinak
rahim, kista indung telur, polip dinding rahim, infeksi panggul rahim dan
commit to user 10
lain sebagainya. Dimulai pada usia dewasa, menyerang wanita yang semula bebas dari
dysmenorrhea
.
c. Patofisiologi
Patofisiologi
dysmenorrhea
sampai sekarang masih belum jelas, tetapi akhir-akhir ini teori prostaglandin banyak digunakan. Dikatakan
bahwa pada keadaan
dysmenorrhea
kadar prostaglandin meningkat Helms, 1987. Ada beberapa penyebab terjadinya
dysmenorrhea primer
, yaitu:
1 Faktor peningkatan kadar prostaglandin, terutama PGF
2 α
Kadar PGF
2 α
akan menstimulasimerangsang
kontraksi miometrium dan meningkatkan kepekaan serabut-serabut saraf
terminal rangsang nyeri Coco, 1999. Kadar PGF
2 α
ini ditemukan dalam jumlah yang besar, yaitu 5x lebih banyak pada wanita dengan
ovulasi teratur dibanding wanita yang ovulasinya tidak teratur. Karena itu wanita yang ovulasinya teratur lebih sering mengalami
dysmenorrhea primer
Sheldon, 1999. 2
Faktor sistem saraf Uterus dipersarafi oleh Sistem Saraf Otonom SSO yang terdiri
dari sistem saraf simpatis dan saraf parasimpatis. Ketidakseimbangan pengendalian SSO terhadap indometrium ini akan menyebabkan
dysmnorrhea primer
karena terjadi perangsangan yang berlebihan oleh saraf simpatik sehingga serabut-serabut sirkuler pada istmus dan
ostium uteri internum menjadi hipertonik Galya, dkk, 2001.
commit to user 11
3 Faktor hormon steroid seks
Dysmenorrhea primer
hanya terjadi pada siklus ovulatorik. Artinya
dysmenorrhea
hanya timbul bila uterus berada di bawah pengaruh progesteron. Sedangkan prostaglandin berhubungan dengan fungsi
ovarium. Kadar progesteron yang rendah akan menyebabkan terbentuknya PGF
2 α
dalam jumlah yang banyak Galya, dkk, 2001. 4
Faktor vasopresin Wanita dengan
dysmenorrhea pri
mer ternyata memiliki kadar vasopresin yang sangat tinggi dan berbeda sangat bermakna dari
wanita tanpa
dysmenorrhea
. Pemberian vasopresin pada saat haid menyebabkan peningkatan kontraksi uterus dan berkurangnya darah
haid. Namun demikian peranan pasti vasopresin dalam mekanisme
dysmenorrhea
masih perlu diteliti lebih lanjut Akerlund and Forsling, 1979.
5 Faktor psikis
Semua nyeri tergantung pada hubungan susunan saraf pusat, khususnya thalamus dan korteks. Pada
dysmenorrhe
a, faktor pendidikan dan faktor psikis sangat berpengaruh. Pada wanita yang
secara emosional tidak stabil,
dysmenorrhea primer
mudah terjadi. Dengan demikian nyeri dapat dibangkitkan atau diperberat oleh
keadaan psikis penderita. Seringkali segera setelah perkawinan
dysmenorrhea
hilang, dan jarang masih menetap setelah melahirkan. Mungkin kedua keadaan tersebut perkawinan dan melahirkan
commit to user 12
membawa perubahan fisiologik pada genitalia maupun perubahan psikis Jacoeb, 1990.
6 Faktor konstitusi
Erat hubungannya dengan hal tersebut di atas, sehingga dapat menurunkan ketahanan terhadap rasa nyeri. Penyakit anemia, penyakit
menahun dan
sebagainya dapat
mempengaruhi timbulnya
dysmenorrhea primer
Sarwono, 1999. 7
Obstruksi kanalis servikalis Salah satu teori yang menyebabkan terjadinya obstruksi ialah
dengan terjadinya stenosis pada kanalis servikalis Sarwono, 1999.
commit to user 13
Tabel 1. Perbandingan Gejala
Dysmenorrhea Primer
dengan
Dysmenorrhea Sekunder
Dysmenorrhea primer Dysmenorrhea sekunder
1. Usia lebih muda
2. Timbul segera setelah terjadinya
siklus haid yang teratur 3.
Sering pada nulipara
4. Nyeri sering terasa sebagai
kejang uterus dan spastik 5.
Nyeri timbul mendahului haid dan meningkat pada hari
pertama atau kedua dari haid 6.
Tidak dijumpai keadaan patologi pelvik
7. Hanya terjadi pada siklus haid
yang ovulatorik 8.
Sering memberikan respon terhadap pengobatan medika
mentosa 9.
Pemeriksaan pelvik : normal 10.
Sering disertai nausea, vomitus, diare, kelelahan dan nyeri
kepala 1.
Usia lebih tua 2.
Cenderung mulai setelah 2 tahun siklus haid teratur
3. Tidak berhubungan dengan
paritas 4.
Nyeri sering terasa menerus dan tumpul
5. Nyeri mulai pada saat haid dan
meningkat bersamaan dengan keluarnya darah
6. Berhubungan dengan kelainan
pelvik 7.
Tidak berhubungan dengan adanya ovulasi
8. Seringkali memerlukan tindakan
operatif
9. Terdapat kelainan pelvik
Mansjoer
dkk
, 2001
commit to user 14
d. Faktor risiko
Faktor resiko dari dysmenorrhea adalah sebagai berikut : 1 Faktor risiko
dysmenorrhea primer
a Nullipara
Dalam hubungannya dengan paritas, ternyata wanita nullipara lebih sering menderita
dysmenorrhea,
kemudian berkurang setelah melahirkan terutama dengan persalinan
aterm pervaginam. Diduga hal ini disebabkan oleh uterus yang masih kecil atau uterus yang masih tegang dan ostium uteri
masih sempit. Perubahan psikis setelah melahirkan diduga kuat juga berpengaruh Jacoeb, 1990.
b Merokok
Penelitian yang dilakukan di Milan, Itali, dengan menunjukkan bahwa ada hubungan antara kebiasaan merokok
dengan angka kejadian
dysmenorrhea primer.
Durasi terjadinya
dysmenorrhea primer
meningkat pada wanita perokok dan cenderung turun pada wanita bukan perokok Hornsby, 1998.
c Riwayat keluarga
Jeffcoate menemukan bahwa wanita yang ibunya menderita
dysmenorrhea primer
lebih sering mengalami keluhan yang sama. Keadaan ini erat kaitannya dengan faktor-faktor seperti
keawaman terhadap proses haid, jiwa yang masih labil dan masih dalam pertumbuhan fisik Jacoeb, 1990.
commit to user 15
2 Faktor risiko
dysmenorrhea sekunder
a Infeksi pada pelvis
Infeksi pada pelvis menimbulkan keluhan
dysmenorrhea
. Pada keadaan ini rasa sakit menyerang di seluruh perut bagian
bawah, tidak bisa ditentukan lokasinya secara tepat dan terus- menerus terasa Faisal, 2001.
b Penyakit Menular Seksual PMS
Penelitian di Amerika menunjukkan bahwa angka kejadian
dysmenorrhea
meningkat pada wanita yang menderita penyakit menular seksual Medline, 2004.
c Endometriosis
Endometriosis merupakan kelainan letak lapisan dinding rahim yang menyebar keluar rahim. Akibatnya penderita
endometriosis akan merasa sensasi sakit yang luar biasa menjelang dan saat menstruasi, yaitu pada saat dinding rahim menebal
Medline 2010. Andercsh dan Milson membagi tingkatan kejadian
dysmenorrhea primer
menjadi 4 derajat, yaitu Jacoeb, 1990: a
Derajat 0 : Tanpa rasa nyeri, aktifitas sehari-hari tidak
terpengaruh. b
Derajat 1 : Nyeri ringan, jarang memerlukan analgetika,
aktifitas sehari-hari jarang terpengaruh.
commit to user 16
c Derajat 2 : Nyeri sedang, memerlukan analgetik, aktifitas
sehari-hari terganggu. d Derajat 3
: Nyeri berat dan tidak banyak berkurang dengan analgetik.
e. Penatalaksanaan 1 Pendekatan non-farmakologi
Intervensi seperti obat-obat herbal, stimulasi saraf
transcutaneus
, akupuntur, latihan dan terapi panas topikal telah dilaporkan dapat
mengurangi gejala
dysmenorrhea
Akin MD, dkk, 2001. Diet rendah lemak dikatakan dapat menurunkan intensitas dan durasi
dysmenorrhea
pada wanita yang berusia muda Barnard ND, dkk, 2000. Suplemen diet dengan asam lemak omega-3 dikatakan
memiliki efek yang menguntungkan dalam menurunkan gejala
dysmenorrhea
. Pengambilan diet asam lemak omega-3 yang sering akan menyebabkan produksi prostaglandin dan leukotrien menurun,
seterusnya dapat mengurangi gejala menstruasi pada wanita Harel Z, dkk, 1996.
2 Psikoterapi Penderita diberikan pengertian bahwa kelainan ini dapat diatasi
dengan pengobatan yang sederhana. Selain itu perlu pula diberitahu bahwa gangguan ini bersifat jinak,
self limited
, fungsi seksual normal dan fertilitas masih dapat diharapkan. Penjelasan tentang fisiologi
haid, mekanisme timbulnya nyeri spasmodik, maupun tentang
commit to user 17
tiadanya kelainan organik yang diderita akan mempertinggi keberhasilan pengobatan Jeffcoate, 1982.
3 Obat nonsteroid antiprostaglandin Obat nonsteroid anti prostaglandin NSAIDs memegang peranan
yang sangat penting terhadap
dysmenorrhea primer
. NSAIDs ini berkerja dengan cara memblok produksi prostaglandin sehingga kadar
prostaglandin yang berlebihan dapat ditekan dan nyeri haid dapat berkurang Majoribanks,
et al.,
2003. Beberapa macam NSAIDs yang dapat digunakan ialah:
a Naproxen dosis 250 mg 2x sehari
b Ibuprofen dosis 400 mg 3-4x sehari
c Indometachin dosis 25 mg 3-4x sehari
d Mefenamic acid dosis 250 mg 4x sehari
4 Terapi hormonal Terapi hormonal ini dilakukan dengan pemberian pil kontrasepsi
oral kombinasi OCP. Pil kontrasepsi tersebut bekerja dengan cara menghambat proses ovulasi dan menurunkan kadar prostaglandin
serta motilitas uterus Smith and Shimp, 2000. Pil kontrasepsi oral kombinasi ini berisikan estrogen dosis sedang
35mcg dan progesteron generasi satu atau dua Proctor,
et al
., 2001.
commit to user 18
5 Dilatasi kanalis servikalis Dengan dilakukan dilatasi pada kanalis servikalis dapat
memberikan keringanan karena memudahkan pengeluaran darah haid dan prostaglandin di dalamnya. Neurektomi prasakral pemotongan urat
saraf sensorik antara uterus dan susunan saraf pusat ditambah dengan neorektomi ovarial pemotongan urat saraf sensorik yang ada di
ligamentum infundibulum merupakan tindakan terakhir, apabila usaha- usaha lain gagal Sarwono, 1999.
commit to user 19
B. Kerangka Pemikiran
Wanita usia reproduksi 18-48 th
Sudah menikah
Vasopressin ↓
Katekolamin ↓
Menstruasi
Kadar progesteron ↓
Liabilisasi membran lisosom
Lepasnya enzim fosfolipase A
Lepasnya asam arachidonat
Kerusakan sel
PG sintetase ↓
PG sintetase ↑
PGF
2α
↓ PGF
2α
↑
Kontraksi miometrium ↓
Belum menikah
Emosi lebih stabil Emosi kurang stabil
Tingkat stress ↓
Tingkat stress ↑
Vasopressin ↑
Katekolamin ↑
Vasokonstriksi ↓
Iskemi ↓
Vasokonstriksi ↑
Iskemi ↑
Kerusakan sel
Kontraksi miometrium ↑
Dysmenorrhea primer -
Dysmenorrhea primer +
commit to user 20
C. Hipotesis
Ada perbedaan angka kejadian
dysmenorrhea primer
antara wanita yang sudah menikah dengan wanita yang belum menikah.
commit to user
21
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian epidemiologik analitik dengan pendekatan
Cross Sectional.
B. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Jebres Kota Surakarta. C. Subyek Penelitian
Wanita yang sesuai dengan kriteria sampel di Kota Surakarta. Populasi sumber
source population
merupakan himpunan subjek dari populasi sasaran yang digunakan sebagai sumber pencuplikan sumber
penelitian Murti B, 2006. Dengan demikian, yang menjadi populasi sumber adalah wanita di
Surakarta, yang memasuki kriteria yang telah ditetapkan dalam penelitian ini. Berdasarkan observasi peneliti, jumlah populasi sumber ini ada sekitar 62.258
orang. Sampel merupakan sebuah subset yang dicuplik dari populasi, yang akan
diamati atau diukur peneliti Murti B, 2006.
commit to user 22
Penentuan besar sampel pada penelitian ini menurut Slovin dengan rumus sebagai berikut :
n =
Keterangan :
n :
ukuran sampel N : ukuran populasi
Ε : tingkatan kekeliruan pengambilan sampel yang ditolerir. Dengan rumus di atas maka sampel yang digunakan pada penelitian ini
adalah dengan mengansumsi tingkat kekeliruan yang ditolerir adalah sebesar 10 Murti B, 2006 :
n
=
n
=
n
= 99,99
=
100 Jadi pada penelitian ini, peneliti menggunakan ukuran sampel sebanyak
100 orang. N
1+Nε²
N 1+Nε²
62258 1 + 62258 10²
commit to user 23
D. Teknik Sampling Pengambilan sampel dalam penelitian ini akan dilakukan secara
purposive sampling
untuk menentukan sampel. Dilakukan dengan memasukkan semua subyek yang memenuhi kriteria penelitian hingga jumlah subyek yang
diperlukan terpenuhi. Subyek dalam penelitian ini adalah wanita yang memenuhi kriteria sebagai
berikut : 1.
Usia 18-48 tahun 2.
Sudah menikah ataupun yang belum menikah 3.
Tidak memiliki riwayat kelainan ginekologik 4.
Tidak merokok 5.
Bertempat tinggal di Wilayah Kecamatan Jebres Kotamadia Surakarta. E. Variabel Penelitian
1. Variabel Bebas : wanita yang sudah menikah dan wanita yang belum menikah.
2. Variabel Terikat :
dysmenorrhea primer
3. Variabel Luar : a Terkontrol :
i. Kelainan ginekologik ii. Merokok
b Tidak terkontrol : i. Faktor psikis
ii. Diet
commit to user 24
F. Definisi Operasional Variabel 1. Variabel bebas : wanita yang sudah menikah
wanita yang belum menikah a. Definisi :
Wanita yang sudah menikah adalah wanita yang telah mempunyai suami dan hidup sebagai satu keluarga. Sedangkan wanita yang belum
menikah adalah wanita yang belum pernah mempunyai suami dan tidak pernah menjalani kehidupan berkeluarga.
b. Skala : Nominal 2. Variabel terikat :
dysmenorrhea primer
a. Definisi :
Dysmenorrhea primer
adalah nyeri haid yang sangat tanpa dijumpai adanya kelainan ginekologik Faisal, 2001.
b. Skala : Nominal
G. Instrumen Penelitian Instrumen yang digunakan adalah kuesioner dipandu dengan wawancara
tatap muka antara peneliti dan responden. H. Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berasal dari pengisian kuesioner yang dibagikan kepada wanita yang dijadikan sample atau subyek
penelitian.
commit to user 25
I. Desain Penelitian
Wanita umur 18-48 tahun
Sampel wanita yang sudah
menikah Sampel wanita
yang belum menikah
Kuesioner Kuesioner
Dysmenorrhea Primer -
Dysmenorrhea Primer +
Uji
Chi Square Dysmenorrhea
Primer + Dysmenorrhea
Primer -
commit to user 26
J. Uji Statistik Dalam penelitian ini data dapat dianalisis dengan metode analisis
Chi Square
, dengan rumus sebagai berikut :
X² = N ad – bc ²
a + b c + d a + c b + d Keterangan :
N : Jumlah sampel
a : Sampel I, Kategori I
b : Sampel II, Kategori I
c : Sampel I, Kategori II
d : Sampel II, Kategori II
Murti B, 1996
commit to user
27
BAB IV HASIL PENELITIAN
Penelitian ini telah dilaksanakan di Kecamatan Jebres, Surakarta, selama waktu bulan Nopember sampai bulan Desember 2010. Subyek penelitian adalah
200 orang dari beberapa desa yang berada di Kecamatan Jebres. Subyek penelitian adalah wanita reproduktif, berusia antara 18 sampai dengan 48 tahun, terdiri atas
100 wanita yang sudah menikah dan 100 wanita yang belum menikah.
A. Deskripsi Data Sampel