49 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
Pelayanan kefarmasian pada saat ini telah bergeser orientasinya dari obat ke pasien yang mengacu kepada pharmaceutical care. Kegiatan pelayanan kefarmasian
yang semula hanya berfokus pada pengelolaan obat sebagai komoditi menjadi pelayanan yang komprehensif yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup
pasien. Sebagai konsekuensi perubahan orientasi tersebut, apoteker dituntut untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan prilaku agar dapat melaksanankan
interaksi langsung dengan pasien. Salah satu bentuk interaksi tersebut adalah pelaksanaan pemberian konseling.
Pada penelitian ini dilakukan survei dengan melakukan observasi menggunakan metode simulasi pasien untuk melihat pelaksanaan dan kualitas pemberian konseling
di apotek kota Medan. Kualitas pemberian konseling dilihat dari tahapan konseling yang dilakukan dan isi konseling yang disampaikan oleh apoteker.
Kota Medan adalah ibu kota Provinsi Sumatera Utara dan merupakan pusat Pemerintahan Daerah tingkat I Sumatera Utara yang berbatasan langsung dengan
kabupaten Deli Serdang di sebelah selatan, barat, dan timur. Kota ini memiliki 21 kecamatan dan 151 kelurahan dengan jumlah penduduk 2.122.804 jiwa pada tahun
2012. Menurut dinas kesehatan kota Medan, jumlah apotek di kota Medan pada
tahun 2014 adalah 563 apotek. Apabila dianalogikan satu apotek memiliki 1 apoteker, dan hal ini digunakan sebagai indikator pelayanan apotek, maka akses pelayanan
dapat dihitung dengan rasio apoteker terhadap 100.000 penduduk. Perhitungan ini dilakukan untuk mengetahui apakah jumlah apoteker terhadap 100.000 penduduk
sudah memadai sesuai standar yang dibutuhkan oleh kementrian kesehatan 12:100.000 dan WHO 50:100.000 Adelina 2013 dikutip dari Dyani Primasari
Sukandi, 2015. Rasio standar yang dirumuskan oleh kementrian kesehatan tersebut