Persepsi apoteker pengelola apotek di Kota Yogyakarta terhadap perannya dalam pelayanan resep selama di apotek.

(1)

INTISARI

Sebagai upaya agar para apoteker dapat melaksanakan pelayanan kefarmasian dengan baik, Departemen Kesehatan bekerja sama dengan Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia (ISFI) menyusun standar pelayanan kefarmasian di apotek untuk menyiapkan pelayanan kefarmasian kepada masyarakat. Kenyataan yang ada pada saat ini, berdasarkan beberapa penelitian bahwa peran apoteker di apotek belum maksimal sehingga manfaat yang dirasakan oleh masyarakat untuk memperoleh pelayanan kefarmasian yang profesional masih kurang.

Tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk mengetahui persepsi Apoteker Pengelola Apotek di Kota Yogyakarta terhadap perannya dalam pelaksanaan pelayanan resep selama di apotek yaitu menyangkut skrinning persyaratan administratif, kesesuaian farmasetika, dan pertimbangan klinis, peracikan resep, penyiapan etiket, dan pengemasan obat, penyerahan obat dan informasi kepada pasien, konseling dan monitoring penggunaan obat.

Penelitian ini termasuk penelitian non eksperimental dengan rancangan penelitian deskriptif eksploratif dengan pendekatan kualitatif. Data diperoleh dari angket yang disebarkan kepada Apoteker Pengelola Apotek (APA) di kota Yogyakarta.

Hasil menunjukkan bahwa: rata-rata Apoteker Pengelola Apotek (APA) di Kota Yogyakarta yang melakukan skrinning persyaratan administratif, kesesuaian farmasetika, dan pertimbangan klinis resep selama di apotek adalah 72,7%; rata-rata Apoteker Pengelola Aportek (APA) yang melakukan peracikan resep, penyiapan etiket, dan pengemasan obat selama di apotek adalah 60,3%; rata-rata Apoteker Pengelola Apotek (APA) yang melakukan penyerahan obat dan informasi kepada pasien selama di apotek adalah 78,9%; rata-rata Apoteker Pengelola Apotek (APA) yang melakukan konseling selama di apotek adalah 76,4%; dan rata-rata Apoteker Pengelola Apotek (APA) yang melakukan monitoring penggunaan obat adalah 37,9%.


(2)

ABSTRACT

As an effort so that all pharmacist can execute service of pharmacy better. Department of health cooperates with The Association of Indonesian Pharmacy Graduates ( ISFI), compose the service standard of pharmacist in drugstores to prepare pharmaceutical service to society. The fact which exists at the moment, based on some researches that the role of pharmacist in pharmacy are not yet optimal so that the benefit felt by sosiety to obstain profesional pharmaceutical service is still less.

The objective of reseach is to know the perseption of The Pharmacist to the role of pharmacist during the attendance in execution of prescription that is concerning skrinning of administrative regulation, according to farmasetic, and clinical consideration, recipe blend, preparation of label, and the packaging of drug, delivery of information and drug to patient, monitoring and counseling the usage of drug.

This reseach is including explorative and descriptive non-experimental reseach using qualitative approach. Data obstained from propagated questuonnaire to the Pharmacist in Yogyakarta.

The result indicates that the average or the Pharmacist in Yogyakarta city who conducts skrinning administrative, according pharmasetics, and consideration of prescription clinical during in drugstore is 72.7%; the average of the Pharmacist who conducts recipe blend, preparation of label, and the packaging of drug during in drugstore is 60.3%; the average of the Pharmacist who conduct delivery of information and drug to patient during in drugstore is 78.0%; the average of the Pharmacist who conducts counseling during in drugstore is 76.4%; and the averae of the Pharmacist who conducts drug monitoring is 37.9%.


(3)

PERSEPSI APOTEKER PENGELOLA APOTEK

DI KOTA YOGYAKARTA TERHADAP PERANNYA DALAM PELAYANAN RESEP SELAMA DI APOTEK

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelas Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Ilmu Farmasi

Oleh: S u y o n o NIM: 028114154

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2006


(4)

(5)

(6)

Halaman Persembahan

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi

Maha Penyayang.

Segala puji bagi Allah, Rob semesta

alam.

Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.

Yang menguasai di Hari Pembalasan.

Hanya Engkaulah yang kami abdi, dan

hanya kepada Engkaulah kami meminta

pertolongan.

Kupersembahkan kepada: Bapak dan Ibuku Kakak-kakakku tercinta


(7)

(8)

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah yang telah melimpahkan rahmat-Nya kepada penulis, berkat kasih dan sayang-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “ Persepsi Apoteker Pengelola Apotek di Kota Yogyakarta terhadap Perannya dalam Pelayanan Resep selama Kehadiranya di Apotek”. Penyusunan skripsi ini dengan maksud untuk memenuhi syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S. Farm) Program Studi Ilmu Farmasi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

Penyelesaian skripsi ini tidak lepas dari jasa banyak pihak, oleh karenanya penulis ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada mereka. Ucapan terima kasih penulis tujukan kepada:

1. Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

2. Bapak Drs. Sulasmono, Apt. selaku pembimbing yang dalam kepadatan acaranya telah menyempatkan untuk terus membimbing dan mendorong penyelesaian skripsi ini kepada penulis.

3. Bapak Edi Joko Santoso, S.Si., Apt yang telah banyak membantu, mengarahkan, memberi masukan, juga motivasi walaupun beliau tidak sempat meneruskan bimbingannya karena harus melanjutkan studi.

4. Ibu Yustina Sri Hartini, M.Si., Apt. sebagai dosen penguji yang telah memberi banyak masukan.


(9)

5. Ibu Aris Widayati , M.Si., Apt. sebagai dosen penguji dan atas kritik dan saran yang telah diberikan.

6. Bapak Ipang Djunarko, S.Si., Apt. yang telah memberikan saran dan referensi dalam pembuatan skripsi ini.

7. BAPPEDA Propinsi DIY dan Kota Yogyakarta atas pemberian ijin penelitian 8. Bapak dan ibu yang telah mengatur dan memeliharaku, berkat perjuangan

kalianlah penulis dapat bertahan.

9. Kakakku Sugianto yang telah mengorbankan jiwanya untuk memberikan motivasi dan nasehat.

10. Kakakku Hartono dan kakakku Sunarni, kalian sudah banyak membantu. 11. Sahabatku Joko Tri Cahyono yang memberiku banyak inspirasi untuk belajar

mandiri.

12. Teman-temanku Nana, Meggy, Rio, Parmanto, Heri, Irvan, Thomas, dan Mu’min mubaligh yang telah membimbingku.

Dengan sadar penulis mengakui banyak kekurangan dalam menyusun penelitian ini, saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan dari semua pihak demi menyempurnakan karya ini. Semoga dengan ridha Allah skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi praktisi farmasi, bagi dunia keprofesian, ilmu pengetahuan, serta masyarakat pada umumnya.


(10)

INTISARI

Sebagai upaya agar para apoteker dapat melaksanakan pelayanan kefarmasian dengan baik, Departemen Kesehatan bekerja sama dengan Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia (ISFI) menyusun standar pelayanan kefarmasian di apotek untuk menyiapkan pelayanan kefarmasian kepada masyarakat. Kenyataan yang ada pada saat ini, berdasarkan beberapa penelitian bahwa peran apoteker di apotek belum maksimal sehingga manfaat yang dirasakan oleh masyarakat untuk memperoleh pelayanan kefarmasian yang profesional masih kurang.

Tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk mengetahui persepsi Apoteker Pengelola Apotek di Kota Yogyakarta terhadap perannya dalam pelaksanaan pelayanan resep selama di apotek yaitu menyangkut skrinning persyaratan administratif, kesesuaian farmasetika, dan pertimbangan klinis, peracikan resep, penyiapan etiket, dan pengemasan obat, penyerahan obat dan informasi kepada pasien, konseling dan monitoring penggunaan obat.

Penelitian ini termasuk penelitian non eksperimental dengan rancangan penelitian deskriptif eksploratif dengan pendekatan kualitatif. Data diperoleh dari angket yang disebarkan kepada Apoteker Pengelola Apotek (APA) di kota Yogyakarta.

Hasil menunjukkan bahwa: rata-rata Apoteker Pengelola Apotek (APA) di Kota Yogyakarta yang melakukan skrinning persyaratan administratif, kesesuaian farmasetika, dan pertimbangan klinis resep selama di apotek adalah 72,7%; rata-rata Apoteker Pengelola Aportek (APA) yang melakukan peracikan resep, penyiapan etiket, dan pengemasan obat selama di apotek adalah 60,3%; rata-rata Apoteker Pengelola Apotek (APA) yang melakukan penyerahan obat dan informasi kepada pasien selama di apotek adalah 78,9%; rata-rata Apoteker Pengelola Apotek (APA) yang melakukan konseling selama di apotek adalah 76,4%; dan rata-rata Apoteker Pengelola Apotek (APA) yang melakukan monitoring penggunaan obat adalah 37,9%.


(11)

ABSTRACT

As an effort so that all pharmacist can execute service of pharmacy better. Department of health cooperates with The Association of Indonesian Pharmacy Graduates ( ISFI), compose the service standard of pharmacist in drugstores to prepare pharmaceutical service to society. The fact which exists at the moment, based on some researches that the role of pharmacist in pharmacy are not yet optimal so that the benefit felt by sosiety to obstain profesional pharmaceutical service is still less.

The objective of reseach is to know the perseption of The Pharmacist to the role of pharmacist during the attendance in execution of prescription that is concerning skrinning of administrative regulation, according to farmasetic, and clinical consideration, recipe blend, preparation of label, and the packaging of drug, delivery of information and drug to patient, monitoring and counseling the usage of drug.

This reseach is including explorative and descriptive non-experimental reseach using qualitative approach. Data obstained from propagated questuonnaire to the Pharmacist in Yogyakarta.

The result indicates that the average or the Pharmacist in Yogyakarta city who conducts skrinning administrative, according pharmasetics, and consideration of prescription clinical during in drugstore is 72.7%; the average of the Pharmacist who conducts recipe blend, preparation of label, and the packaging of drug during in drugstore is 60.3%; the average of the Pharmacist who conduct delivery of information and drug to patient during in drugstore is 78.0%; the average of the Pharmacist who conducts counseling during in drugstore is 76.4%; and the averae of the Pharmacist who conducts drug monitoring is 37.9%.


(12)

DAFTAR ISI

Hal.

HALAMAN JUDUL……….. i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING……… ii

HALAMAN PENGESAHAN……… iii

HALAMAN PERSEMBAHAN……… iv

PRAKATA………. v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA……… vii

INTISARI……….….. viii

ABSTRACT………. ix

DAFTAR ISI……….. x

DAFTAR TABEL……….. xiv

DAFTAR GAMBAR………. xv

DAFTAR LAMPIRAN……….. xviii

BAB I PENGANTAR……… 1

A. Latar Belakang……….. 1

1. Perumusan Masalah………... 4

2. Keaslian Penelitian……… 5

3. Manfaat Penelitian………. 5

B. Tujuan Penelitian………... 6

BAB II PENELAAHAN PUSTAKA……… 7


(13)

B. Resep………. 9

C. Medication Error……….. 12

D. Pelayanan Resep.………... 15

E. Prosedur Tetap………... 18

F. Konseling dan monitoring………. 19

G. Peran Apoteker……….. 22

H. Apoteker Sebagai suatu Profesi...………. 25

I. Standar Profesi………..……….. 27

J. Keterangan Empiris……….. 28

BAB III METODOLOGI PENELITIAN……….. 29

A. Jenis dan Rancangan Penelitian……… 29

B. Batasan Operasional Penelitian………. 29

C. Bahan Penelitian……… 30

D. Alat Pengumpulan Data……… 30

E. Tatacara Pengumpulan Data……….. 30

F. Tatacara Analisis Hasil……….. 32

G. Kesulitan Penelitian……….. 33

BAB IV HASIL PENELITIAN ……….………... 34

A. Karakteristik dari Apotek dan APA………. 34


(14)

2. Lama rata-rata apotek buka perhari………... 39

3. Ada tidaknya apoteker pendamping di apotek……….. 42

4. Ada tidaknya prosedur tetap……….. 43

5. Ada tidaknya job description tertulis………. 48

6. Jumlah rata-rata resep yang masuk ke apotek tiap bulan dan jumlah dokter praktek di apotek……….………... 51

7. Jumlah asisten apoteker yang dimiliki apotek………... 54

8. Jumlah petugas lain………... 55

9. Rata-rata umur APA……….. 56

10. Pengalaman APA bekerja sebagai apoteker di apotek……… 58

11. Penuh tidaknya APA bekerja di apotek………... 60

12. Ada tidaknya pekerjaan lain disamping sebagai APA……… 61

B. Data Mengenai Pelayanan Resep……….. 62

1. Skrining resep……… 62

a. Skrining administrtif resep……… 63

b. Skrining kesesuaian farmasetik ………. 66

c. Pertimbangan klinis ……... 69

d. Apakah apotek melakukan komunikasi dengan dokter apabila ada keraguan terhadap resep?... 70

e. Apakah obat untuk pasien tidak mampu diusulkan kepada dokter untuk diganti dengan obat generik?... 72


(15)

2. Peracikan, Pengetiketan, dan Penyerahan Obat……… 74

a. Prosedur HTKP (harga, timbang, kemas, penyerahan)……….. 74

b. Pengecekan………. 76

c. Pemeriksaan akhir kesesuaian resep dengan obat yang akan diserahkan pasien……… 77 3. Informasi dan Konseling………... 78

a. Informasi………. 78

b. Konseling……… 80

4. Monitoring………. 84

a. Monitoring terhadap pasien dengan penyakit TBC, asthma, diabetes, dan cardiovascular……….…. 84 b. Monitoring terhadap hasil konsultasi pasien……….. 86

C. Rangkuman pembahasan………... 87

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN………. 89

DAFTAR PUSTAKA……… 91

LAMPIRAN……….. 94


(16)

DAFTAR TABEL

Hal. Tabel I. Bentuk-bentuk Medication Error... 14

Tabel II. Taksonomi dan Kategori Medication Error... 15 Tabel III. Rata-rata APA yang melakukan pelayanan resep selama


(17)

DAFTAR GAMBAR

Hal.

Gambar 1. Struktur organisasi apotek... 19

Gambar 2. Pemilik sarana apotek... 36

Gambar 3. Bentuk kepemilikan apotek untuk apotek yang sarananya bukan milik APA... 37

Gambar 4. Jumlah rata-rata hari APA datang ke apotek berdasarkan kepemilikan sarana apotek... 38

Gambar 5. Lama jam APA di apotek berdasarkan kepemilikan sarana apotek... 38

Gambar 6. Lama apotek buka rata-rata per hari... 40

Gambar 7. Lama APA bekerja di apotek per hari... 40

Gambar 8. Jumlah hari buka apotek per minggu... 41

Gambar 9. Jumlah hari APA bekerja di apotek per minggu... 41

Gambar 10. APA punya Apoteker Pendamping atau tidak... 42

Gambar 11. Apotek punya prosedur tetap atau tidak... 44

Gambar 12. Skema alur pelayanan resep... 47

Gambar 13. Ada tidaknya job description tertulis di apotek... 51

Gambar 14. Jumlah rata-rata lembar resep yang masuk ke apotek per bulan... 52

Gambar 15. Apotek dengan lembar resep >60 per bulan dengan ada tidaknya praktek dokter ………... 53

Gambar 16. Jumlah dokter praktek di apotek... 53

Gambar 17. Jumlah AA yang dimiliki apotek...……… 55

Gambar 18. Jumlah petugas lain yang dimiliki apotek ……….…….. 56 Gambar 19. Jumlah hari APA bekerja di apotek per minggu berdasarkan umur


(18)

APA………... 57

Gambar 20. Rata-rata umur APA... 57

Gambar 21. Jumlah hari APA bekerja di apotek berdasarkan pengalaman...…… 59

Gambar 22. Lama pengalaman APA bekerja sebagai apoteker di apotek... 59

Gambar 23. Penuh tidaknya APA bekerja di apotek………. 61

Gambar 24. Punya tidaknya pekerjaan lain disamping sebagai APA………... 62

Gambar 25. Jumlah hari APA bekerja di apotek berdasarkan punya tidaknya pekerjaan lain...……….. 62

Gambar 26. Petugas yang lebih sering melakukan skrining administratif resep ketika APA berada di apotek………. 65

Gambar 27. Petugas yang lebih sering melakukan skrining kesesuaian farmasetik ketika APA berada di apotek………...……… 68

Gambar 28. Petugas yang lebih sering melakukan pertimbangan klinis ketika APA berada di apotek……… 70

Gambar 29. Petugas yang lebih sering melakukan komunikasi dengan dokter jika ada keraguan ketika APA berada di apotek………... 72

Gambar 30. Petugas yang lebih sering melakukan usul penggantian obat dengan obat generik kepada dokter jika ada pasien yang tidak mampu ketika APA berada di apotek... 73

Gambar 31. Petugas yang lebih sering melakukan prosedur pemberian harga, penimbangan, pengemasan, penyerahan obat ketika APA berada di apotek... 75 Gambar 32. Petugas yang lebih sering melakukan pengecekan terhadap mutu fisik


(19)

obat dan pengetikan dengan jelas ketika APA berada di apotek……. 77 Gambar 33. Petugas yang lebih sering melakukan pemeriksaaan akhir kesesuaian

obat yang akan diserahkan kepada pasien ketika APA berada di

apotek……… 78

Gambar 34. Petugas yang lebih sering melakukan pemberian informasi ketika

APA berada di apotek……… 79

Gambar 35. Petugas yang lebih sering melakukan pemberian konseling tentang sediaan farmasi dan pengobatan ketika APA berada di apotek ... 82 Gambar 36. Petugas yang lebih sering melakukan pemberian konseling kepada

pasien penyakit TBC, diabetes, asthma, cardiovascular ketika APA berada di apotek... 83 Gambar 37. Petugas yang lebih sering melakukan monitoring kepada pasien

penyakit TBC, diabetes, asthma, cardiovascular...……… 85 Gambar 38. Petugas yang lebih sering melakukan monitoring terhadap hasil


(20)

DAFTAR LAMPIRAN

Hal.

Lampiran 1. Kuisioner Penelitian... 95

Lampiran 2. Tabulasi Data……... 102

Lampiran 3. Kondisi fisik apotek di kota Yogyakarta pasca gempa... 107


(21)

BAB I PENGANTAR

A. Latar Belakang Masalah

Pelayanan kefarmasian yang berlangsung di apotek telah mengalami tiga tahap perkembangan. Tahap I, pelayanan kefarmasian dititikberatkan pada membuat, meracik serta menyerahkan obat pada penderita. Tahap II, titik berat pelayanan kefarmasian di apotek hanya pada penyiapan dan penyerahan obat saja, mengingat industri farmasi berkembang pesat, ada banyak industri farmasi yang memproduksi obat jadi. Tahap III, evaluasi perkembangan pelayanan kefarmasian dengan orientasi produk (product oriented) menjadi orientasi kepentingan pasien (patient oriented). Pelayanan ini bertujuan agar konsumen (pasien) memperoleh pengobatan yang rasional melalui pemberian informasi. Di negara maju penelitian dan pengembangan obat telah maju, sehingga timbul banyak permasalahan dalam penggunaan obat (Siregar, 1994).

Masa depan perapotekan akan sangat diwarnai oleh kompetisi ketat. Apoteker di apotek harus berkompetisi dengan sesama koleganya di apotek dan dengan apoteker dari luar negeri yang bekerja di Indonesia. Tolok ukur keberhasilan dalam kompetisi ini adalah kualitas pelayanan yang dapat memuaskan masyarakat dalam upaya meningkatkan derajat hidupnya yang pada akhirnya akan bermuara pada pengakuan dan image positif dari masyarakat (Hidayat, 1996). Apoteker harus siap berperan dalam upaya pelayanan kefarmasian yang bermutu dan profesional


(22)

serta hadir di tengah-tengah masyarakat memanfaatkan ilmu, profesi serta keberadaannya untuk masyarakat (Sukaryo, 1995).

Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 ditetapkan sebagai pedoman profesi apoteker dalam menjalankan profesi, untuk melindungi masyarakat dari pelayanan yang tidak profesional, dan melindungi profesi dalam menjalankan praktik kefarmasian. Seperti yang tercantum juga dalam dalam Peraturan Pemerintah Nomor 32 tahun 1996 pasal 21 ayat (1) bahwa setiap tenaga kesehatan dalam melakukan tugasnya berkewajiban untuk mematuhi standar profesi tenaga kesehatan. Disebutkan dalam standar pelayanan kefarmasian di apotek pada dasarnya pelayanan di apotek terdiri dari pengelolaan obat, pelayanan obat tanpa resep (OTR), pelayanan obat resep, dan pelayanan informasi, konseling, monitoring, promosi, edukasi, pelayanan residensial (Anonim, 2004).

Pelayanan resep sepenuhnya atas tanggung jawab Apoteker Pengelola Apotek sesuai dengan keahlian profesinya yang dilandasi pada kepentingan masyarakat. Apoteker tidak diizinkan untuk mengganti obat generik yang ditulis dalam resep dengan obat paten (branded name/ merek dagang tertentu). Jika pasien tidak mampu menebus obat yang ditulis dalam resep, apoteker wajib berkonsultasi dengan dokter untuk pemilihan obat yang lebih tepat yaitu terjangkau oleh pasien (Anonim, 1993).

Pelayanan resep dimulai proses skrining resep yang meliputi pemeriksaan persyaratan administratif, kesesuaian farmasetik, dan pertimbangan klinis. Kemudian dilakukan peracikan, pengetiketan, pengemasan, penyerahan, pemberian informasi,


(23)

konseling, dan monitoring penggunaan obat (Anonim, 2004). Resep yang lengkap harus ada nama, alamat dan nomor ijin praktek dokter, tanggal penulisan resep, tanda tangan/ paraf dokter penulis resep, nama, alamat, umur, jenis kelamin, dan berat badan pasien, nama obat, potensi, dosis, jumlah yang diminta, cara pemakaian yang jelas, informasi lainnya (Anonim, 2004). Tinjauan kerasionalan obat meliputi pemeriksaan dosis, frekuensi pemberian, adanya medikasi rangkap, interaksi obat, karakteristik penderita atau kondisi yang menyebabkan pasien menjadi kontra indikasi dengan obat yang diberikan (WHO, 1988).

Penyerahan obat kepada pasien harus dilakukan pemeriksaan akhir terhadap kesesuaian antara obat dengan resep. Penyerahan obat dilakukan oleh apoteker disertai pemberian informasi yang berkaitan dengan penggunaan obat yang diserahkan kepada pasien, informasi penggunaan obat secara tepat, aman, rasional atas permintaan masyarakat serta melakukan konseling kepada pasien dan tenaga kesehatan (Anonim, 2004). Pemberian informasi kepada pasien merupakan kewajiban profesi apoteker. Apoteker dapat dikenai sanksi pidana dengan denda maksimal 10 juta rupiah apabila tidak melakukan tugasnya dalam memberikan informasi kepada pasien sesuai dengan pasal 22 c Peraturan Pemerintah Nomor 32 tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan.

Meskipun peran yang dimiliki apoteker di apotek sangat besar namun sampai saat ini peran dan eksistensi apoteker belum tampak kelihatan. Merita pada tahun 2002 telah melakukan penelitian dimana 37% pasien apotek Kota Yogyakarta tidak mengenal figure profesi apoteker. Penelitian Merita juga menyebutkan bahwa


(24)

lebih dari separo pasien tidak pernah merasakan manfaat Apoteker Pengelola Apotek dalam pemberian informasi obat. Pada penelitian yang dilakukan di DKI Jakarta tahun 2003 (Purwanti, 2004) diketahui bahwa pelaksanaan standar pelayanan kefarmasian di apotek tergolong kurang baik karena peran apoteker banyak dilaksanakan oleh asisten apoteker, kehadiran apoteker di apotek kurang, dan ketersediaan sarana di apotek seperti ruang untuk konsultasi tidak tersedia.

1. Perumusan masalah

Melihat latar belakang dan permasalahan di atas, maka di rumuskan permasalahan sebagai berikut:

a. seperti apa persepsi Apoteker Pengelola Apotek terhadap perannya dalam skrining persyaratan administratif, kesesuian farmasetika, dan pertimbangan klinis resep selama di apotek?

b. seperti apa persepsi Apoteker Pengelola Apotek terhadap perannya dalam peracikan resep, penyiapan etiket, dan pengemasan obat selama di apotek?

c. seperti apa persepsi Apoteker Pengelola Apotek terhadap perannya dalam penyerahan obat dan informasi kepada pasien selama di apotek?

d. seperti apa persepsi Apoteker Pengelola Apotek terhadap perannya dalam konseling selama di apotek?

e. seperti apa persepsi Apoteker Pengelola Apotek terhadap perannya dalam monitoring penggunaan obat?


(25)

2. Keaslian penelitian

Telah dilakukan penelitian tentang pelaksanaan standar pelayanan kefarmasian di apotek di DKI Jakarta tahun 2003 oleh Purwanti (2004), FMIPA UI dan Litbang DepKes RI Jakarta. Penelitian tersebut untuk mengetahui seberapa baik pelaksanaan standar pelayanan farmasi di apotek di DKI Jakarta 2003. Penelitian tersebut mewakili APA yang bekerja di apotek di DKI Jakarta.

Sedangkan pada penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seperti apa persepsi Apoteker Pengelola Apotek terhadap perannya khususnya dalam pelayanan resep ketika Apoteker berada di apotek. Sampel yang digunakan adalah APA yang bekerja di apotek di Kota Yogyakarta.

3. Manfaat penelitian a. Manfaat teoritis

Dapat memberikan gambaran tentang seperti apa peran yang dilakukan Apoteker Pengelola Apotek di Kota Yogyakarta saat berada di apotek.

b. Manfaat praktis

1. Dapat digunakan sebagai bahan evaluasi bagi kenerja profesi apoteker serta instansi terkait dalam upaya meningkatkan pelayanan kesehatan yang dilakukan.


(26)

2. Dapat dijadikan bahan masukan bagi Dinas Kesehatan dalam perumusan kebijakan berikutnya.

3. Dapat dijadikan bahan masukan bagi ISFI dalam rangka pembinaan anggotanya.

B. Tujuan Penelitian

a. Untuk mengetahui persepsi APA terhadap perannya dalam skrining persyaratan administratif, kesesuian farmasetika, dan pertimbangan klinis resep selama di apotek.

b. Untuk mengetahui persepsi APA terhadap perannya dalam peracikan resep, penyiapan etiket, dan pengemasan obat selama di apotek.

c. Untuk mengetahui persepsi APA terhadap perannya dalam penyerahan obat dan informasi kepada pasien selama di apotek.

d. Untuk mengetahui persepsi APA terhadap perannya dalam konseling selama di apotek.

e. Untuk mengetahui persepsi APA terhadap perannya dalam monitoring penggunaan obat.


(27)

BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Apoteker Pengelola Apotek

Apoteker adalah suatu profesi yang concerns, commits, dan competents tentang obat (Sudjaswadi, 2001). Undang-undang Nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan pasal 63 menyatakan bahwa pekerjaan kefarmasian dalam pengadaan, produksi, distribusi, dan pelayanan sediaan farmasi harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu. Lebih lanjut di dalam Keputusan Menteri Kesehatan No. 1027/MENKES/SK/IX/2004 tentang standar pelayanan kefarmasian di apotek menyebutkan bahwa apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus pendidikan profesi dan telah mengucapkan sumpah berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku dan berhak melakukan pekerjaan kefamasian di Indonesia sebagai apoteker. Apoteker berkewajiban menyediakan, menyimpan, dan menyerahkan sediaan farmasi yang bermutu baik dan yang keabsahannya terjamin (Anonim, 2002). Permenkes No. 1332/MENKES/SK/X/2002 menyebutkan bahwa apoteker wajib memberikan informasi yang berkaitan dengan penggunaan obat yang diserahkan kepada pasien secara tepat, aman, rasional.

Apotek adalah suatu tempat tertentu, tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian dan penyaluran sediaan farmasi, perbekalan kesehatan lainnya kepada masyarakat.


(28)

Tugas dan fungsi apotek adalah:

1. tempat pengabdian profesi seorang apoteker yang telah mengucapkan sumpah jabatan;

2. sarana farmasi yang melaksanakan peracikan, pengubahan bentuk, pencampuran, dan penyerahan obat atau bahan obat;

3. sarana penyalur sediaan farmasi yang harus menyebarkan obat yang diperlukan masyarakat secara meluas dan merata

(Anonim, 1980). Pekerjaan kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan distribusi obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat, dan obat tradisional (Anonim, 1992), dengan demikian jelaslah bahwa apotek bukan sekedar tempat penjualan obat atau tempat untuk menebus obat yang telah diresepkan oleh dokter, tapi juga merupakan tempat dilakukannya pekerjaan kefarmasian dan penyaluran sediaan farmasi dan atau alat kesehatan termasuk penyerahan obat keras tanpa resep dokter oleh apoteker/ obat wajib apotek (OWA).

Apoteker Pengelola Apotek adalah apoteker yang telah diberi surat izin apotek (SIA). Apoteker dapat dibantu oleh asisten apoteker dalam menjalankan profesinya di apotek. Pada waktu menjalankan profesinya di apotek, Apoteker Pengelola Apotek dapat didampingi oleh apoteker pendamping, dimana apoteker


(29)

pendamping juga dapat menggantikan Apoteker Pengelola Apotek pada jam-jam tertentu pada waktu apotek buka (Anonim, 2002).

Berdasarkan PERMENKES No. 922/menkes/Per/X/1993 pasal 1, Asisten apoteker adalah mereka yang berdasarkan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku berhak melakukan pekerjaan kefarmasian sebagai asisten apoteker dengan pengawasan apoteker. Tugas dari asisten apoteker adalah membantu Apoteker Pengelola Apotek dalam pelaksanaan pengelolaan apotek yaitu :

a. pembuatan, pengolahan, peracikan, pengubahan bentuk, pencampuran, penyimpanan, dan penyerahan obat atau bahan obat.

b. pengadaan, penyimpanan, penyaluran dan penyerahan sediaan farmasi lainnya. c. pelayanan informasi mengenai sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan.

B. Resep

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan No. 1027/MENKES/SK/IX/2004 resep adalah permintaan tertulis dari dokter, dokter gigi, dokter hewan kepada Apoteker Pengelola Apotek untuk menyediakan dan menyerahkan obat bagi penderita sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Resep dapat juga diartikan sarana komunikasi profesional antara dokter (penulis resep), APA (penyedia/ pembuat obat), dan pasien. Resep ditulis dalam rangka memesan obat untuk pengobatan penderita maka isi resep merupakan refleksi/ pengejawantaan proses pengobatan. Agar resep dilayanai secara tepat dan relatif cepat maka resep


(30)

harus lengkap dan jelas atau komunikatif dan agar pengobatan berhasil, resepnya harus benar/ rasional (Christina dkk, 2002).

Permenkes Nomor 26 tahun 1981 menyebutkan resep harus ditulis dengan jelas dan lengkap. Kepmenkes Nomor 280 tahun 1981 menyebutkan resep harus memuat juga:

a. nama, alamat dan nomor izin praktek dokter, dokter gigi atau dokter hewan b. tanggal penulisan resep, nama setiap obat atau komposisi obat

c. tanda R/ pada bagian kiri setiap penulisan resep

d. tanda tangan atau paraf dokter penulis resep, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku

e. jenis hewan dan nama serta alamat pemiliknya untuk resep dokter hewan

f. tanda seru dan paraf dokter untuk resep yang mengandung obat yang jumlahnya melebihi dosis maksimal.

Dalam hal salinan resep pada dasarnya salinan resep adalah resep juga. Salinan resep selain memuat semua keterangan yang terdapat dalam resep asli juga memuat:

a. nama dan alamat apotik

b. nama dan Nomor Surat Izin Pengelolaan Apotik c. tanda tangan atau paraf apoteker pengelola apotek

d. tanda ’det’ atau ’detur’ untuk obat yang sudah diserahkan; tanda ’nedet’ atau ’ne-detur’ untuk obat yang belum diserahkan


(31)

Resep dapat dibedakan atas 4 bagian yaitu: a. inscriptio

Terdiri dari identitas dokter (nama, No. Surat Izin Praktek, alamat), tempat dan tanggal penulisan resep, serta tanda R/ sebelah kiri (pembuka resep atau invocatio).

b. praescriptio

Bahasa Latin yang artinya perintah atau pesanan atau merupakan inti resep, ialah bagian resep yang pokok, terdiri dari nama obat, bentuk sediaan obat, dan dosis obat.

c. signatura

Bahasa Latin yang artinya tanda, ialah tanda yang harus ditulis di etiket obatnya, terdiri dari nama penderita dan petunjuk mengenai obatnya (biasanya cara pemakaiannya).

d. subscriptio

Bahasa Latin yang artinya tanda tangan atau paraf.

Resep yang jelas adalah tulisannya terbaca. Misalnya nama obatnya ditulis secara betul dan sempurna/ lengkap. Nama obat harus ditulis yang betul, hal ini perlu mendapat perhatian karena banyak obat yang tulisannya atau bunyinya hampir sama, sedangkan isi dan khasiatnya berbeda.

Nama obat harus ditulis lengkap (sesuai yang tercantum dalam label), karena keterangan pada tiap nama mempunyai arti sendiri. Bila tidak lengkap akan mengakibatkan hal-hal yang merugikan penderita bahkan membahayakan.


(32)

Resep yang rasional adalah resep yang tepat dan aman. Resep yang rasional harus memenuhi syarat yaitu setelah diagnosanya tepat maka kemudian memilih obatnya tepat sesuai dengan penyakitnya dan aman digunakan, diberikan dengan dosis yang tepat dalam bentuk sediaan yang tepat, diberikan pada waktu yang tepat, dengan cara yang tepat, untuk penderita yang tepat (Christina dkk, 2002)

C. Medication Error

Menurut The US Pharmacopeia, medicaton error didefinisikan sebagai: ”any preventable event that may cause or lead to inappropriate medication use or patient harm while the medication is in the control of the health care professional, patient, or consumer” (Dwiprahasto, 2004).

Berbeda dengan adverse drug reaction, medication errors terjadi sebagai akibat dari kesalahan manusia atau lemahnya sistem yang ada. Medication error dapat terjadi dalam setiap langkah penyiapan obat mulai dari proses pemilihan obat, permintaan melalui resep, pembacaan resep, formulasi obat, penyerahan obat kepada pasien hingga penggunaannya oleh pasien atau petugas kesehatan (Dwiprahasto, 2004).

Menurut American Hospital Association, medication error antara lain dapat terjadi pada situasi berikut:

a. informasi pasien yang tidak lengkap, misalnya tidak ada informasi tentang riwayat alergi, penggunaan obat sebelumnya, serta faktor-faktor risiko yang berkaitan dengan obat;


(33)

b. tidak diberikan informasi obat yang layak, misalnya cara minum atau menggunakan obat, frekuensi dan lama pemberian hingga peringatan jika timbul gejala efek samping;

c. miskomunikasi dalam peresepan, misalnya interpretasi farmasis yang keliru dalam membaca resep dokter, kesalahan membaca desimal, pembacaan unit dosis hingga singkatan peresepan yang tidak jelas (q.d atau q.i.d/ QD);

d. pelabelan kemasan obat yang tidak jelas sehingga beresiko dibaca keliru oleh pasien; dan

e. faktor-faktor lingkungan, seperti ruang apotek/ ruang obat yang tidak terang, hingga suasana tempat kerja yang tidak nyaman yang dapat mengakibatkan timbulnya medication error.

Pencegahan medication error dapat didekati dengan konsep-konsep human error sebagaimana ditulis oleh Belay:

a. error awareness, dalam konteks ini maka setiap individu yang terlibat harus menyadari bahwa medication error dapat terjadi kapan saja, di mana saja, dan menimpa siapa saja.

b. lakukan pengamatan sistematik. Awal terjadinya medication error dapat berasal dari individu dan juga sistem. Sistem yang buruk, yang tidak mendukung mekanisme kerja yang baik atau tidak dijalankan atas dasar prosedur yang standar juga dapat menjadfi sumber medication error. Sebagai contoh, buruknya sistem kerjasama antara dokter, perawat, dan apoteker.


(34)

c. gunakan data medication error sebagai alat untuk menyusun instrumen analisis error

d. kembangkan kemauan untuk mendesain ulang sistem yang ada e. gunakan simulasi yang memungkinkan

f. pengumpulan data secara otomatis untuk analisa error g. lakukan evaluasi terhadap kinerja petugas

h. antisipasi error melalui sistem koding dan SOP yang lebih baik.

(Dwiprahasto, 2004)

Tabel I. Bentuk-bentuk Medication Error

Prescribing Transcribing Dispensing Administration

• kontraindi kasi

• duplikasi

• tidak terbaca

• instruksi tidak jelas

• instruksi keliru

• instruksi tidak lengkap

• penghitun gan dosis keliru

• copy

error

• dibaca keliru

• ada instruk si yang terlewa tkan

• instruk si tidak dikerja kan

• salah menter jemahk an instruk si verbal

Kontraindikasi, extra dose, kegagalan mengecek instruksi, sediaan obat buruk, instruksi penggunaan obat yang tidak jelas, salah menghitung dosis, salah memberi label, salah menulis instruksi, dosis keliru, pemberian obat di luar instruksi,

instruksi verbal dijalankan keliru

Administration error, kontraindikasi, obat tertinggal di samping bed,

extra dose, kegagalan mencek instruksi, tidak mencek identitas pasien, dosis keliru, salah menulis instruksi, patient off unit, pemberian obat di luar instruksi, instruksi verbal dijalankan keliru.


(35)

Menurut National Coordinating for Medication Error Reporting and Prevention (NCCMERP) kategorisasi medication error adalah sebagai berikut:

Tabel II. Taksonomi dan Kategorisasi Medication Error

Tipe error Kategori Keterangan

No error A Keadaan atau kejadian yang potensial menyebabkan terjadinya

error

B Error terjadi, tetapi obat belum mencapai pasien

C Error terjadi, obat sudah mencapai pasien, tetapi tidak menimbulkan risiko:

a. obat mencapai pasien dan sudah terlanjur diminum/ digunakan

b. obat mencapai pasien, tetapi belum sempat diminum/ digunakan

Error No harm

D Error terjadi dan konsekuensinya pasien memerlukan monitoring, tetapi tidak menimbulkan risiko (harm) pada pasien E Error terjadi dan konsekuensinya pasien memerlukan terapi atau

intervensi serta menimbulkan risiko (harm) pada pasien yang bersifat sementara

F Error terjadi dengan konsekuensi pasien memerlukan perawatan atau perpanjangan perawatan di rumah sakit dan menyebabkan risiko (harm) yang bersifat sementara.

G Error terjadi dan menyebabkan risiko (harm) permanen

Error harm

H Error terjadi dan nyaris menimbulkan kematian (misal anafilaksis, henti jantung)

Error death I Error terjadi dan menyebabkan kematian pada pasien

D. Pelayanan Resep

Pada dasarnya sediaan farmasi yang berupa obat berdasarkan resep dokter tidak dapat diganti dengan padanannya. Namun demikian pasien berhak untuk memilih obat serta mendapatkan obat tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan dari apoteker (Anonim, 1999). Dengan mempertimbangkan faktor ekonomi penerima pelayanan kesehatan/ pengguna, serta untuk melindungi yang bersangkutan dari penggunaan sediaan farmasi yang berupa obat yang tidak tepat


(36)

sehingga dapat membahayakan kesehatan atau jiwa, maka dapat dimungkinkan penggantian sediaan farmasi yang berupa obat berdasarkan resep dokter dengan padanannya berupa obat generik, sepanjang hal tersebut disetujui atau atas sepengetahuan dokter yang mengeluarkan resep atau atas persetujuan pasien yang bersangkutan. Penggunaan sediaan farmasi yang berupa obat yang tidak tepat dalam hal ini adalah berkaitan dengan jumlah sediaan farmasi yang berupa obat yang harus digunakan dalam pelayanan kesehatan yang bersangkutan (Anonim, 1998).

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1027/MENKES/SK/2004 tentang standar pelayanan kefarmasian di apotek menyebutkan pelayanan resep meliputi skrining resep, dan penyiapan obat.

1 Skrining resep meliputi:

a. Skrining persyaratan adminitratif 1) Nama, SIP dan alamat dokter 2) Tanggal penulisan resep

3) Tanda tangan/ paraf dokter penulis resep

4) Nama, alamat, umur, jenis kelamin, dan berat badan pasien 5) Nama obat, potensi, dosis, jumlah yang diminta

6) Cara pemakaian yang jelas 7) Informasi lainnya

b. Skrining kesesuaian farmasetik

Bentuk sediaan, dosis, potensi, stabilitas, inkompatibilitas, cara dan lama pemberian.

c. Skrining pertimbangan klinis

Adanya alergi, efek samping, interaksi, kesesuaian (dosis, durasi, jumlah obat dan lain-lain). Jika ada keraguan terhadap resep hendaknya dikonsultasikan kepada dokter penulis resep dengan memberikan pertimbangan dan alternatif seperlunya bila perlu mengunakan persetujuan setelah pemberitahuan.

2 Penyiapan obat meliputi a. Peracikan:


(37)

Merupakan kegiatan menyiapkan, menimbang, mencampur, mengemas dan memberikan etiket pada wadah.

Dalam melaksanakan peracikan obat harus dibuat suatu prosedur tetap dengan memperhatikan dosis, jenis dan jumlah obat serta penulisan etiket yang benar.

b. Pengetiketan

Etiket harus jelas dan dapat dibaca. c. Pengemasan obat

Obat hendaknya dikemas dengan rapi dalam kemasan yang cocok sehingga terjaga kualitasnya.

d. Penyerahan obat

Sebelum obat diserahkan pada pasien harus dilakukan pemeriksaan akhir terhadap kesesuaian antara obat dengan resep. Penyerahan obat dilakukan oleh apoteker disertai pemberian informasi obat dan konseling kepada pasien dan tenaga kesehatan.

e. Informasi obat

Apoteker harus memberikan informasi yang benar, jelas dan mudah dimengerti, akurat, tidak bias, etis, bijaksana, dan terkini. Informasi obat pada pasien sekurang-kurangnya meliputi cara pemakaian, cara penyimpanan, jangka waktu pengobatan, aktivitas serta makanan dan minuman yang harus dihindari selama terapi.

f. Konseling.

Apoteker harus memberikan konseling, mengenai sediaan, pengobatan dan perbekalan kesehatan lainnya, sehingga dapat memperbaiki kualitas hidup pasien atau yang bersangkutan terhindar dari bahaya penyalahgunaan atau penggunaan salah sediaan atau perbekalan kesehatan lainnya.

Untuk penderita penyakit tertentu seperti cardiovascular, diabetes, TBC, asthma, dan penyakit kronis lainnya, apoteker harus memberikan konseling secara berkelanjutan.

g. Monitoring obat

Setelah penyerahan obat kepada pasien, apoteker harus melaksanakan pemantauan penggunaan obat, terutama untuk pasien seperti cardiovascular, diabetes, TBC, asthma, dan penyakit kronis lainnya.


(38)

E. Prosedur Tetap

Untuk menjamin mutu pelayanan sesuai standar apotek seharusnya memiliki prosedur tetap. Manfaat dari prosedur tetap adalah:

1 untuk memastikan bahwa praktik yang baik dapat tercapai setiap saat; 2 adanya pembagian tugas dan wewenang;

3 memberikan pertimbangan dan panduan untuk tenaga kesehatan lain yang bekerja di apotek;

4 dapat digunakan sebagai alat untuk melatih staf baru; 5 membantu proses audit.

Prosedur tetap disusun dengan format sebagai berikut: 1 tujuan : merupakan tujuan protap.

2 ruang lingkup : berisi pernyataan tentang pelayanan yang dilakukan dengan kompetensi yang diharapkan.

3 hasil : hal yang dicapai oleh pelayanan yang diberikan dan dinyatakan dalam bentuk yang dapat diukur.

4 persyaratan : hal-hal yang diperlukan untuk menunjang pelayanan.

5 proses : berisi langkah-langkah pokok yang perlu diikuti untuk penerapan standar.

6 sifat protap adalah spesifik mengenai kefarmasian.

(Anonim, 2004a)

Pelaksanaan proses pengorganisasian yang sukses akan membuat suatu organisasi dapat mencapai tujuannya. Proses ini tercermin pada struktur organisasi, dimana mencakup aspek-aspek penting organisasi dan proses pengorganisasian. Dalam pengelolaan apotek yang baik, organisasi yang mapan merupakan salah satu faktor yang dapat mendukung keberhasilan suatu apotek. Oleh karena itu dibutuhkan adanya garis wewenang dan tanggung jawab yang jelas dan saling mengisi, disertai dengan job description yang jelas pada masing-masing bagian di dalam struktur organisasi tersebut.


(39)

Struktur organisasi apotek dapat digambarkan sebagai berikut:

Kasir Juru Resep

Karyawan Pembantu

Apoteker Pengelola Apotek (APA) Pemilik Sarana Apotek (PSA)

Tata Usaha Asisten Apoteker

Pelayanan dan Peracikan resep

Petugas Gudang Apoteker Pendamping

Bendahara

Gambar 1. Struktur organisasi apotek

F. Konseling dan Monitoring

Secara umum konseling adalah suatu teknik, ketrampilan yang digunakan untuk membantu seseorang untuk mengatasi masalah mereka dengan menggunakan sumber daya dari dirinya sendiri. Konseling adalah suatu proses komunikasi dua arah yang sistematik antara apoteker dan pasien untuk mengidentifikasi dan memecahkan masalah yang berkaitan dengan obat dan pengobatan (Anonim, 2004a).

Dalam pelayanan obat di apotek, konseling sangat dibutuhkan terutama dalam proses menjelaskan obat yang diberikan. Hal ini perlu dilakukan karena


(40)

secara umum konsumen apotek sangat heterogen. Keanekaragaman konsumen tidak hanya terbatas dari sisi umur, tetapi juga dari sisi pengetahuan, pendidikan, daya tangkap, ekonomi, dan lain-lain.

Hal tersebut diatas membutuhkan kepekaan dari petugas dalam memahami dan melayani konsumen agar mereka merasa diperhatikan dan diperlakukan dengan baik. Oleh karena itu, apoteker perlu mempunyai kemampuan terutama dalam memberikan konseling. Kemampuan tersebut antara lain:

a. mendengarkan secara aktif serta kemampuan komunikasi yang efektif.

Komunikasi, baik verbal maupun non verbal, menjadi kunci utama dalam memberikan layanan yang bersifat tatap muka langsung. Dalam kaitannya dengan layanan obat, petugas tidak hanya harus mampu mengkomunikasikan cara memakai obat, dosis yang harus diminum, efek samping, dan lain-lain, tetapi juga memberikan kesempatan kepada konsumen untuk bertanya apakah ada hal-hal yang belum jelas. Memberikan kesempatan kepada konsumen untuk bertanya adalah suatu langkah yang bijaksana mengingat konsumen apotek yang beraneka ragam dan mempunyai daya tangkap yang berbeda-beda.

b. menghormati pelanggan dan masalahnya. Sikap ini sangat dibutuhkan untuk menunjukkan bahwa konsumen adalah orang yang penting, sehingga mereka pantas dihormati dan dilayani dengan baik.

c. menunjukkan rasa empati. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, konsumen apotek adalah konsumen yang sedang mempunyai masalah kesehatan baik


(41)

dirinya sendiri maupun keluarga, sehingga sikap yang ramah dan empatik akan membantu konsumen dalam menghadapi masalahnya.

d. tunjukkan ketulusan dalam memberikan konseling. Dalam mendapatkan pelayanan konsumen akan merasakan apakah petugas melakukan dengan tulus atau sekedar formalitas. Petugas perlu memberikan waktu ekstra kalau memang diperlukan sehingga konsumen merasa betul-betul dilayani dengan baik (Anonim, 2004c)

Monitoring dapat dilakukan dengan mempelajari secara seksama data-data medik, proses pengobatan dan tujuan terapi, melakukan kunjungan rutin dan berkomunikasi secara aktif atau melakukan telepon untuk mengetahui kemajuan terapi pasien dan mendeteksi kemungkinan timbulnya masalah baru dalam terapi obat, melakukan pencatatan tentang perubahan yang meliputi kesesuaian hasil terapi dengan tujuan terapi, perubahan terapi maupun masalah yang timbul, melakukan penilaian dan perencanaan kembali terapi obat pasien jika ditemukan masalah baru, dan mendokumentasikan seluruh kegiatan dengan selalu menjaga kerahasiaan pasien (ISFI, 2004).

Menurut standar pelayanan kefarmasian di apotek dalam Kepmenkes No. 102/MENKES/SK/IX/2004, Apoteker sebagai care giver diharapkan juga dapat melakukan pelayanan kefarmasian yang bersifat kunjungan rumah, khususnya untuk kelompok lansia dan pasien dengan pengobatan penyakit kronis. Dalam melakukan aktivitas ini apoteker harus membuat catatan berupa catatan pengobatan (medication record).


(42)

G. Peran Apoteker

Peran profesi apoteker telah mengalami perubahan yang cukup signifikan dalam dua puluh tahun terakhir ini dengan berkembangnya ruang lingkup pelayanan kefarmasian. Peran profesi apoteker yang digariskan oleh WHO (1997) yang dikenal dengan the seven stars of pharmacist meliputi:

1. care-giver

Apoteker sebagai pemberi pelayanan dalam bentuk pelayanan klinis analisis, teknis sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Dalam memberikan pelayanan, apoteker harus berinteraksi dengan pasien secara individu maupun kelompok. Apoteker harus mengintegrasikan pelayanan pada sistem pelayanan kesehatan secara berkesinambungan dan pelayanan farmasi yang dihasilkan harus bermutu tinggi.

2. decision-maker

Apoteker mendasarkan pekerjaannya pada kecukupan, keefisienan dan biaya efektif terhadap seluruh penggunaan sumber daya misalnya sumber daya manusia, obat, bahan kimia, peralatan, prosedur pelayanan, dll. Untuk mencapai tujuan tersebut kemampuan dan keterampilan apoteker perlu diukur untuk kemudian hasilnya dijadikan dasar dalam penentuan pelatihan dan pendidikan yang diperlukan.

3. communicator

Apoteker mempunyai kedudukan penting dalam berhubungan dengan pasien maupun profesi kesehatan lain, oleh karena itu harus mempunyai kemampuan


(43)

berkomunikasi yang baik meliputi komunikasi verbal, nonverbal mendengar dan kemampuan menulis, dengan menggunakan bahasa sesuai kebutuhan.

4. leader

Apoteker diharapkan mempunyai kemampuan untuk menjadi pemimpin. Kepemimpinan yang diharapkan meliputi keberanian mengambil keputusan yang empati dan efektif, serta kemampuan mengkomunikasikan dan mengelola keputusan.

5. manager

Apoteker harus efektif dalam mengelola sumber daya (manusia, fisik, anggaran) dan informasi, juga harus dapat dipimpin dan memimpin orang lain dalam tim kesehatan. Lebih lanjut lagi apoteker mendatang harus tanggap terhadap kemajuan teknologi informasi dan bersedia berbagi informasi mengenai obat dan hal-hal lain yang berhubungan dengan obat.

6. life-long learner.

Apoteker harus senang belajar sejak dari kuliah dan semangat belajar harus selalu dijaga walaupun sudah bekerja untuk menjamin bahwa keahlian dan ketrampilannya selalu baru ( up-date ) dalam melakukan praktek profesi. Apoteker juga harus mempelajari cara belajar yang efektif.

7. teacher

Apoteker memiliki tanggung jawab untuk mendidik dan melatih generasi mendatang dengan tidak hanya membagi ilmu pengetahuan satu sama lain, tetapi juga dalam kesempatan dalam memperoleh ilmu pengetahuan baru dan peningkatan


(44)

Fungsi pelayanan apoteker di farmasi komunitas pada saat ini seperti di negara maju seperti di Amerika Serikat lebih ditekankan pada edukasi terhadap pasien serta pemberian informasi yang tepat guna tentang khasiat, efek samping obat, peringatan-peringatan yang terkait dengan penggunaan obat, aturan pakai, dan cara pemakaian obat. Pemantauan serta penilaian terhadap hasil pengobatan, juga telah menjadi bagian dari pelayanan apoteker. Dengan demikian pelayanan apoteker mengalami perubahan dari drug oriented menjadi patient oriented (Donatus, 2000).

Peranan apoteker menurut fungsi apotek dibagi menjadi dua. Pertama, yaitu sebagai unit kesehatan (non profit oriented). Apotek berfungsi memberikan pelayanan kesehatan dengan menyediakan sediaan farmasi dan alat kesehatan di bawah tanggung jawab apoteker. Seorang apoteker dalam menjalankan fungsi apotek harus mengutamakan kepuasan konsumen (custumer satisfaction) antara lain dengan memperhatikan kelengkapan sediaan obat dan barang yang dijual di apotek agar diusahakan tidak ada resep atau permintaan konsumen yang ditolak karena ketidaklengkapan sediaan (Anief, 1995).

Kedua, yaitu sebagai sarana bisnis (profit oriented). Apotek berfungsi sebagai sarana bisnis yang diharapkan dapat memberikan keuntungan. Apoteker harus mampu bertindak sebagai manajer dengan bekal ilmu manajerial yang dimilikinya (Anief, 1995).


(45)

H. Apoteker Sebagai Suatu Profesi

Profesi merupakan suatu pekerjaan yang menuntut suatu pengetahuan dan keterampilan yang sangat khusus yang diperoleh melalui pelajaran yang bersifat teoritis dan praktek dan diuji oleh lembaga perguruan tinggi dan kepada yang bersangkutan diberi wewenang guna pemberian layanan kepada konsumen atau kliennya.

Profesi dapat dikaji dari dua hal berikut (Harding dkk, 1993), yaitu: 1. memiliki ciri atau karakteristik tertentu

2. memiliki peran atau fungsi sosial dalam masyarakat

Menurut Harding dkk (1993), gambaran inti dari profesi adalah sebagai berikut ini: 1. ilmu pengetahuan khusus yang berasal dari pelatihan jangka panjang (specialized

knowledge and lengthy training) yaitu bahwa suatu profesi memerlukan pendidikan/ pelatihan dalam jangka waktu tertentu/ lama, pengetahuan yang diterimanya bersifat sangat khusus dan merupakan lulusan dari perguruan tinggi. 2. monopoli dalam praktek (monopoly of practice) yaitu bahwa hanya anggota

profesi yang berwenang untuk melakukan profesi tersebut, dan bagi yang tidak berwenang dianggap ilegal.

3. pengaturan diri (self regulation) yaitu bahwa suatu profesi berwenang untuk mengatur dirinya sendiri, namun dalam hal ini harus tetap dapat menerima atau menghargai pendapat dari pihak lain.

4. orientasi pelayanan (serve orientation) yaitu bahwa suatu profesi harus bekerja demi kepentingan klien, dan tidak semata-mata demi kepentingan pribadi.


(46)

Menurut ISFI (2003) profesi memiliki ciri-ciri sebagai berikut: 1. memiliki tubuh pengetahuan yang berbatang jelas.

2. pendidikan khusus berbasis ”keahlian” pada jenjang pendidikan tinggi. 3. memberi pelayanan kepada masyarakat, praktek dalam bidang keprofesian. 4. memiliki himpunan dalam bidang keprofesian yang bersifat otonom. 5. memiliki kode etik keprofesian.

6. memiliki motivasi altruistik dalam memberikan pelayanan. 7. mroses pembelajaran seumur hidup.

8. mendapat jasa profesi.

Ciri-ciri profesi menurut Hartini dan Sulasmono, 2006:

1. unusual learning, yaitu dididik dan menerima pengetahuan yang khas dan merupakan lulusan dari perguruan tinggi, sehingga tidak diperoleh di tempat lain atau bidang yang berbeda.

2. pelayanannya bersifat altruistik (tidak mementingkan diri sendiri dan mementingkan kepentingan orang lain).

3. telah mengucapkan sumpah. 4. memiliki kode etik.

5. memiliki standar profesi, yaitu pedoman yang harus digunakan sebagai petunjuk dalam menjalankan profesi secara baik (Anonim, 1992).

6. memiliki pengakuan hukum (adanya undang-undang maupun ketentuan peraturan perundang-undangan lain).


(47)

8. memiliki wadah profesi yang menunjukkan jati diri profesional. 9. Bersifat otonomi dan independensi.

10. mertemu dan berinteraksi dengan klien atau penderita.

11. confidential relationship dalam pelayanannya (Sulasmono, 1997).

Berikut ini beberapa definisi tentang profesionalisme (Harding dkk, 1993): 1. suatu dasar kecendikiawanan untuk mempraktekkan suatu seni khusus. 2. suatu derajad kesejawatan yang tinggi.

3. suatu derajad kemerdekaan yang tinggi dalam mempraktekkan sesuatu sesuai pengetahuan dan keputusan praktisi.

4. suatu hubungan universal antara praktisi dan klien atas dasar kepercayaan yang tinggi.

5. suatu praktek yang sesuai dengan kode etik, dimana finansial adalah sekunder, komersialisme tidak ada dan aktifitas non profesional dikurangi.

I. Standar Profesi

Standar profesi adalah pedoman yang harus dipergunakan sebagai petuntuk dalam menjalankan profesi secara baik. Undang-undang No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan di dalam pasal 53 ayat (2) disebutkan bahwa tenaga kesehatan dalam melakukan tugasnya berkewajiban untuk mematuhi standar profesi dan menghormati hak pasien.


(48)

Menurut Peraturan Pemerintah No. 32 tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan pada pasal 21 ayat (1) dijelaskan bahwa setiap tenaga kesehatan dalam melakukan tugasnya berkewajiban untuk mematuhi standar profesi kesehatan dan pada ayat (2) disebutkan bahwa standar profesi tenaga kesehatan sebagaimana dimaksudkan dalam ayat (1) ditetapkan oleh menteri. Pasal 24 ayat (1) dijelaskan bahwa perlindungan hukum diberikan kepada tenaga kesehatan yang melakukan tugasnya sesuai dengan standar profesi tenaga kesehatan.

Penjelasan pasal 50 Undang-undang No. 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran menyebutkan bahwa yang dimaksud standar profesi adalah batasan kemampuan (knowledge, skill and profesional attitude) minimal yang harus dikuasai oleh seorang individu untuk dapat melakukan kegiatan profesionalnya pada masyarakat secara mandiri yang dibuat oleh organisasi profesi.

J. Keterangan Empiris

Peran Apoteker Pengelola Apotek selama ini dianggap banyak kalangan belum optimal, karena kehadirannya di apotek kurang. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui persepsi Apoteker Pengelola Apotek terhadap perannya ketika hadir di apotek, khususnya dalam pelayanan resep.


(49)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Jenis penelitian ini adalah eksploratif dengan rancangan penelitian deskriptif. Penelitian eksploratif adalah penelitian yang bertujuan untuk mencari hubungan-hubungan baru yang terdapat pada suatu permasalahan yang luas dan kompleks. Penelitian ini bertujuan pula untuk mengumpulkan data sebanyak-banyaknya (Mardalis, 2006). Penelitian deskriptif bertujuan untuk mendeskripsikan, mencatat, dan menginterpretasikan kondisi-kondisi yang sekarang terjadi atau ada. Penelitian ini tidak untuk menguji hipotesis atau tidak mempergunakan hipotesis, melainkan mendeskripsikan informasi apa adanya sesuai dengan variabel-variabel yang diteliti tanpa dianalisis/ non analitik (Mardalis, 2006).

B. Batasan Operasional Penelitian

1. Peran adalah kegiatan yang diharapkan dilakukan oleh Apoteker Pengelola Apotek.

2. Pelayanan resep adalah bentuk pelayanan dan tanggung jawab profesi apoteker dalam pekerjaan kefarmasian yang berkaitan dengan resep yang mengacu pada Keputusan Menteri Kesehatan No.1027/MENKES/SK/IX/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek.


(50)

3. Persepsi merupakan gambaran subyektif internal seseorang dalam bentuk pendapat, harapan, dan lain-lain terhadap suatu hal yang dilihat, diduga, dan atau dirasakan. Persepsi dalam penelitian ini merupakan gambaran subyektif internal APA di Kota Yogyakarta terhadap perannya dalam pelayanan resep selama di apotek.

C. Bahan Penelitian

Bahan penelitian ini adalah data yang terkumpul dari hasil pengisian kuisioner oleh Apoteker Pengelola Apotek (APA) di apotek Kota Yoyakarta.

D. Alat Pengumpulan Data

Alat pengumpulan data pada penelitian ini berupa angket/ kuisioner yang berisi:

1. deskripsi karakteristik apotek 2. deskripsi karakteristik APA

3. deskripsi mengenai persepsi peran APA dalam pelayanan resep di apotek selama kehadirannya di apotek

E. Tata Cara Pengumpulan Data 1. Penyusunan pertanyaan kuisiner

Kuisioner merupakan suatu instrumen pengumpul data dalam penelitian sosial. Dengan kuisioner tersebut peneliti menggali informasi dari responden ( orang yang menjadi subyek penelitian) (Adi, 2004).


(51)

Kuisiner yang digunakan dalam penelitian ini memuat sejumlah pertanyaan yang ditujukan kepada Apoteker Pengelola Apotek (APA) di Kota Yogyakarta. Pertanyaan disusun dengan mengacu pada keputusan menteri kesehatan nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 tentang standar pelayanan kefarmasian di apotek, terutama pelayanan resep.

2. Pengukuran validitas

Suatu alat ukur dikatakan valid (benar atau sahih) jika alat ukur tersebut tepat untuk mengukur konsep atau variabel yang diukur (Adi, 2004). Pengukuran validitas dari penelitian ini dilakukan dengan pertimbangan dari beberapa orang yang dianggap berpengalaman, yaitu dosen pembimbing dan beberapa dosen fakultas farmasi yang bekerja di apotek kemudian dilakukan uji percontohan kepada beberapa Apoteker Pengelola Apotek di kabupaten Sleman.

3. Menentukan besarnya populasi

Populasi adalah keseluruhan penelitian yang terdiri dari manusia, benda-benda, tumbuhan, gejala atau peristiwa sebagai sumber data yang merupakan karakteristik tertentu di dalam suatu penelitian (Nawawi, 1995). Berdasarkan data yang di peroleh dari Dinas Kesehatan, jumlah apotek di Kota Yogyakarta pada bulan Juni 2006 adalah 114 apotek. Penelitian ini menggunakan sampel yaitu seluruh Apoteker Pengelola Apotek yang ada di Kota Yogyakarta.

4. Penyebaran kuisioner

Penyebaran kuisioner dilakukan dengan memberikan kuisioner langsung kepada Apoteker Pengelola Apotek untuk diisi atau dititipkan di apotek untuk diisi


(52)

apoteker kemudian. Penyebaran kuisioner dilakukan pada bulan Juni dimulai pada tanggal 14.

Data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan, diketahui bahwa jumlah apotek di Kota Yogyakarta adalah sebanyak 114 apotek. Namun ada sebagian apotek yang telah tutup karena rusak akibat gempa yaitu sebanyak 12 apotek. Ada 17 apotek yang menolak untuk menerima kuisioner. Kuisioner yang disebarkan sebanyak 83 buah tetapi tidak semua Apoteker Pengelola Apotek (APA) bersedia untuk menjadi responden.

5. Pengumpulan kuisioner

Pengumpulan kuisioner dilakukan secara langsung atau satu minggu setelah penyebaran kuisioner. Pengumpulan kuisioner ini selesai sampai tanggal 31 Juni 2006. Dari jumlah tersebut kuisioner yang dikembalikan sebanyak 58 buah. Sampel yang digunakan adalah seluruh Apoteker Pengelola Apotek (APA) pada apotek yang masih buka dan bersedia mengisi kuisioner.

6. Melakukan tabulasi data

Tabulasi dilakukan dengan cara melakukan perhitungan jawaban kuisioner dari responden yang telah mengisinya, kemudian mengelompokkan masing-masing jawaban tersebut dan menghitung persentasenya.

F. Tata Cara Analisis Hasil

Data yang diperoleh kemudian diolah dengan metode statistik-deskriptif dengan hasil dalam bentuk persentase. Jawaban yang sama dikelompokkan dan


(53)

dijumlahkan lalu dipersentase dengan jumlah total 100%. Data disajikan dalam bentuk tabel dan diagram.

G. Kesulitan Penelitian

Terdapat beberapa kesulitan pada penelitian ini, yaitu kurangnya partisipasi responden pada uji validitas, sehingga berpengaruh pada jawaban responden pada saat pengambilan data. Juga pada saat penyebaran kuisioner peneliti tidak bisa mendampingi setiap responden sehingga ada kemungkikan kuisioner tidak diisi sendiri oleh apoteker pengelola apotek.


(54)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Data yang diperoleh dari 58 responden diolah dengan metode statistik-deskriptif dimana jawaban yang sama dikelompokkan dan dihitung persentasenya kemudian hasilnya disajikan dalam bentuk diagram dan tabel. Berikut adalah hasil dari perhitungan data.

A. Karakteristik dari Apotek dan APA

Karakteristik dari apotek meliputi pemilik sarana apotek, bentuk kepemilikan apotek, lama rata-rata apotek buka per hari, jumlah hari buka apotek selama seminggu, ada tidaknya prosedur tetap, ada tidaknya job description tertulis, jumlah lembar resep rata-rata tiap bulan, jumlah AA, jumlah tenaga lain yang bukan tenaga kefarmasian, dan jumlah dokter praktek yang ada di apotek.

Karakteristik dari Apoteker Pengelola Apotek (APA) meliputi usia, pengalaman bekerja sebagai apoteker di apotek, penuh tidaknya bekerja sebagai APA, ada tidaknya pekerjaan lain disamping sebagai APA, punya tidaknya Apoteker Pendamping, jumlah hari bekerja di apotek selama seminggu, dan lama berada di apotek perhari kerja.

1. Pemilik sarana apotek

Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 25 tahun 1980 tentang perubahan atas Peraturan Pemerintah No. 26 tahun 1965 tentang Apotek, pada pasal 2


(55)

disebutkan bahwa fungsi apotek adalah sebagai tempat pengabdian profesi seorang apoteker yang telah mengucapkan sumpah jabatan. Pasal 3 menyatakan bahwa apotek dapat diusahakan oleh:

a. lembaga atau instansi pemerintah dengan tugas pelayanan kesehatan di pusat dan di daerah;

b. perusahaan milik negara yang ditunjuk oleh pemerintah;

c. apoteker yang telah mengucapkan sumpah dan telah memperoleh izin kerja dari Menteri Kesehatan.

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1332/MENKES/PER/X/2002 menyebutkan bahwa untuk mendapatkan izin apotek, apoteker atau apoteker yang bekerjasama dengan pemilik sarana yang telah memenuhi persyaratan harus siap dengan tempat, perlengkapan termasuk sediaan farmasi dan perbekalan lainnya yang merupakan milik sendiri atau pihak lain.

Kerja sama antara apoteker dengan pemilik sarana apotek dapat dibedakan menjadi 2 bentuk kerja sama yaitu satu apoteker ikut menyertakan modal dan dua apoteker sebagai APA tetapi tidak ikut menyertakan modal. Kerja sama bentuk yang kedua ini apoteker dapat dianggap sebagai karyawan yang bekerja untuk pemilik sarana apotek. Apoteker yang tidak ikut dalam penyertaan modal dalam pendirian apotek ada kemungkinan mendapat pengaruh atau tekanan dari pemilik sarana apotek dalam pengambilan keputusannya. Keikutsertaan PSA dalam pengambilan keputusan tidak menjadi masalah asalkan tetap menghormati kode etik profesi apoteker. Sebagai contoh pemilik sarana apotek yang ikut menentukan dalam pemesanan obat, padahal


(56)

pekerjaan tersebut merupakan wewenang dari apoteker tetapi apoteker mungkin tidak berani untuk menolak karena merasa dirinya hanya sebagai karyawan walaupun SIA diberikan kepadanya. Kepentingan pemilik sarana apotek yang mungkin hanya berorienasi pada keuntungan (profit oriented) akan bertentangan dengan kepentingan APA yang tidak hanya berorientasi dalam mencari keuntungan tetapi juga kepada kepentingan pasien (patient oriented). Ini akan menyebabkan peran APA di apotek menjadi tidak optimal.

Pemilik sarana apotek

12%

14%

74%

milik APA

bukan milik APA

gabungan/ kerja sama dengan pihak lain

Gambar 2. Pemilik sarana apotek

Berdasarkan kepemilikannya atas sarana apotek, apotek di Kota Yogyakarta dapat dilihat pada gambar 2, dan bentuk kepemilikan sarana apotek yang bukan merupakan milik APA sendiri dapat dilihat pada gambar 3. Dari 58 apotek yang disurvei 12 % apotek sarananya adalah milik Apoteker Pengelola Apotek, 74% bukan milik Apoteker Pengelola Apotek, dan 14% apotek sarananya adalah milik kerjasama


(57)

antara Apoteker Pengelola Apotek dengan pihak lain. Sarana apotek yang bukan merupakan milik Apoteker Pengelola Apotek adalah milik PSA perorangan sebanyak 64%, berupa koperasi 2%, sebanyak 12% merupakan PT, 22% adalah lain-lain seperti CV atau Firma.

Bentuk kepemilikan apotek yang bukan milik APA

64% 2%

12% 22%

perorangan koperasi PT lainnya

Gambar 3. Bentuk kepemilikan apotek untuk apotek yang sarananya bukan milik APA

Peneliti menduga ada hubungan antara bentuk kepemilikan sarana apotek dengan frekuensi APA di apotek tetapi untuk membuktikan kebenarannya perlu dilakukan penelitian lebih lanjut. Dapat dilihat di dalam gambar 4, untuk apotek yang merupakan sarananya adalah milik sendiri/ gabungan (punya modal), apoteker yang datang tiap hari (6-7 hari) dalam seminggu lebih rendah dari pada apoteker yang sarana apoteknya bukan milik sendiri. Sedangkan kehadiran APA kurang dari 4 jam untuk apotek yang sarananya merupakan milik APA lebih tinggi dari pada yang bukan milik APA (lihat gambar 5). APA yang bekerja pada apoteknya sendiri mungkin beranggapan bahwa dia berhak untuk datang kapanpun tanpa adanya tekanan dari pihak lain. Sedangkan bagi APA yang bekerja pada apotek yang


(58)

sarananya bukan milik sendiri akan cenderung untuk datang sesuai jam kerja yang telah ditentukan oleh PSA/ perusahaan tempat ia bekerja.

Rata-rata jumlah hari APA datang ke apotek berdasarkan kepemilikan sarana apotek

6.7 40 53.3 7 25.6 67.4 0 20 40 60 80 100

< 3 hari 3 s/d 5 hari 6 s/d 7 hari

Rata-rata jumlah hari

P e rsen tase (% ) A P A Sarana apotek milik APA& gabungan Sarana apotek bukan milik APA

Gambar 4. Jumlah rata-rata hari APA datang ke apotek berdasarkan kepemilikan sarana apotek

Lama APA di apotek berdasarkan kepemilikan sarana apotek

33.3 40 26.7 25.6 27.9 46.5 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

< 4 jam 4 s/d 6 jam > 6 jam

Rata-rata jumlah jam kehadiran

Per

sen

tase (

%

) APA Apotek miliksendiri&

gabungan

Apotek bukan milik sendiri

Gambar 5. Lama jam APA di apotek berdasarkan kepemilikan sarana apotek 2. Lama rata-rata apotek buka perhari


(59)

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 244/MENKES/PER/V/1990 yang mengatur tentang pengelolaan dan perizinan apotek menyebutkan bahwa apotek dibuka tiap hari dari jam 8.00 sampai jam 22.00. Saat ini tidak ada ketentuan yang menetapkan jam buka dan hari buka apotek. Apotek dapat buka kapan pun tanpa ada batasan waktu dan hari tetapi Apoteker Pengelola Apotek harus berada di apotek. Seperti yang tertulis dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1332 tahun 2002 pasal 19 bahwa APA harus berada di apotek selama apotek buka dan APA harus menunjuk Apoteker Pendamping jika APA berhalangan melakukan tugasnya.

Apotek dapat dibuka pada hari libur dan juga bisa dibuka selama 24 jam sehari. Idealnya adalah apotek buka selama 24 jam dan tetap buka walaupun pada hari libur dengan pertimbangan bahwa hal ini akan memudahkan masyarakat dalam memperoleh layanan obat yang diperlukan.

Manfaat diketahui lama jam buka dan hari buka apotek dalam penelitian ini adalah karena ada kemungkinan hubungan antara lama jam buka apotek dengan jumlah resep yang masuk ke apotek. Lama jam buka dan hari buka apotek juga menentukan berapa lama seharusnya Apoteker Pengelola Apotek berada di apotek.

Terlihat pada kedua gambar diatas bahwa apotek di Kota Yogyakarta kebanyakan buka selama 10 sampai 14 jam sehari. Sedangkan APA berada di apotek paling banyak antara 4 sampai 6 jam sehari. Jika dibandingkan antara lama jam buka apotek dengan lama APA berada di apotek maka dapat diketahui bahwa ada jam-jam tertentu di beberapa apotek tidak ada apotekernya.


(60)

Lama apotek buka rata-rata/ hari 10.3 79.3 6.9 3.4 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90

< 10 jam 10 s/d 14 jam 15 s/d 23 jam 24 jam

Rata-rata jumlah jam

P e rse n ta s e ap o tek ( % )

Gambar 6. Lama apotek buka rata-rata per hari

Lam a APA bekerja di apotek perhari

27.6 44.8 27.6 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50

< 4 jam 4 s/d 6 jam > 6 jam

Rata-rata jum lah jam

P e rs e n ta s e AP A ( % )

Gambar 7. Lama APA bekerja di apotek perhari

Dapat dilihat pada gambar 8 di bawah bahwa apotek di Kota Yogyakarta selama seminggu buka rata-rata adalah 6 hari atau 7 hari. Sedangkan pada gambar 9 dapat diketahui bahwa banyak APA yang datang ke apotek kurang dari 6 hari selama seminggu. Dengan demikian kemungkinan pada hari-hari tertentu ada apotek di Kota Yogyakarta yang tidak ada apotekernya.


(61)

Jumlah hari apotek buka per minggu 1.7 63.8 34.5 0 10 20 30 40 50 60 70

< 6 hari 6 hari 7 hari

Jum lah hari

P e rsen tas e ap o tek ( % )

Gambar 8. Jumlah hari apotek buka per minggu

Jumlah hari APA bekerja di apotek per minggu

6.9 31 62.1 0 10 20 30 40 50 60 70

< 3 hari 3 s/d 5 hari 6 s/d 7 hari

Jum lah hari

P e rs e n ta s e AP A ( % )

Gambar 9. Jumlah hari APA bekerja di apotek per minggu

3. Ada tidaknya Apoteker Pendamping di apotek

Seperti disebutkan dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1332 tahun 2002, pengelolaan apotek merupakan tugas dan tanggung jawab dari Apoteker Pengelola Apotek. Apabila Apoteker Pengelola Apotek berhalangan melakukan tugasnya pada jam buka apotek, Apoteker Pengelola Apotek dapat menunjuk Apoteker Pendamping.


(62)

APA punya apoteker pendamping atau tidak

22%

78%

Ada Tidak

Gambar 10. APA punya Apoteker Pendamping atau tidak

Melihat pada gambar 6, 7, 8, dan 9 diatas, yaitu dengan membandingkan antara lama APA berada di apotek dan lama apotek buka, maka sebenarnya apotek-apotek di Kota Yogyakarta seharusnya Apoteker Pengelola Apoteknya memiliki Apoteker Pendamping yang menggantikan APA ketika APA tidak bisa hadir di apotek. Diketahui jumlah apotek yang Apoteker Pengelola Apoteknya memiliki Apoteker Pendamping adalah sebanyak 13 APA (22,4%) dan sisanya 45 APA (77,6%) tidak memiliki Apoteker Pendamping.

Penunjukan Apoteker Pendamping menurut Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 922/MENKES/PER/1993 harus dilaporkan kepada dinas kesehatan propinsi dengan tembusan kepada Direktur Jenderal dan kepala Balai Pemeriksaan Obat dan Makanan setempat. Untuk mendapatkan izin kerja sebagai Apoteker Pendamping apoteker harus mendapat visum yaitu pernyataan Dinas Kesehatan Propinsi tentang keabsahan apoteker melaksanakan tugas sebagai Apoteker Pendamping.

Kepemilikan visum oleh Apoteker Pendamping tidak ditanyakan pada penelitian ini sehingga ada kemungkinan salah persepsi oleh Apoteker Pengelola


(63)

Apotek dalam memberikan jawaban. Kemungkinan salah tersebut misalkan ternyata apoteker yang dianggap Apoteker Pendamping sebenarnya belum dilaporkan kepada dinas kesehatan propinsi tetapi Apoteker Pengelola Apotek tetap menganggap apoteker tersebut tetap sebagai Apoteker Pendamping.

4. Ada tidaknya prosedur tetap

Pelayanan resep memerlukan ketelitian dan kecepatan supaya pasien tidak menunggu terlalu lama, khususnya untuk apotek yang ramai. Prosedur tetap akan menjadikan pelayanan resep menjadi efisien namun belum semua apotek di Kota Yogyakarta memiliki prosedur tetap. Diketahui pada penelitian ini bahwa prosedur tetap dimiliki oleh 34 apotek (58,6%), sedangkan 24 apotek (41,4%) tidak memiliki prosedur tetap. Dikarenakan masih banyak apotek yang tidak memiliki prosedur tetap maka praktik yang baik tidak bisa dijamin dapat tercapai setiap saat dan apotek akan mendapat kesulitan dalam melakukan audit jika ada kesalahan.

Ada tidaknya prosedur tetap di apotek

59% 41%

Ada Tidak

Gambar 11. Apotek punya prosedur tetap atau tidak


(64)

APOTEK XYZ Kota Yogyakarta PROSEDUR TETAP

Tujuan : untuk menjamin mutu pelayanan sesuai standar yang telah ditentukan

Ruang lingkup : pelayanan resep

Hasil : pelayanan memuaskan konsumen dengan waktu yang tidak lama pelayanan sesuai standar yang telah ditentukan

Indikator : lama waktu pelayanan resep obat jadi ± 10 menit

lama waktu pelayanan resep obat racikan/ ramuan ± 25 menit (untuk racikan per 30 puyer dan 30 kapsul)

Persyaratan : karyawan yang terdidik, yang selalu untuk belajar/ menambah ilmu

ketersediaan barang/ obat, tidak berlebihan, tidak banyak yang kadaluarsa

ketersediaan peralatan penunjang, dengan diversifikasi penjualan kosmetik dan alat kesehatan rumah tangga

Mekanisme Alur Pelayanan Resep 1 Apoteker melakukan skrining resep dengan cara : a), b), c). a. Mengecek persyaratan administratif, yang meliputi :

1) nama, SIP dan alamat dokter. 2) tanggal penulisan resep

3) tanda tangan/ paraf dokter penulis resep

4) nama, alamat, umur, jenis kelamin, dan berat badan pasien 5) nama obat, potensi, dosis, jumlah yang diminta

6) cara pemakaian yang jelas 7) informasi lainnya

b. Kesesuaian farmasetik, yang meliputi :

1) bentuk sediaan, dosis, potensi, stabilitas, inkompatibilitas, cara dan lama pemberian

2) pertimbangan klinis yang meliputi : adanya alergi, efek samping, interaksi, kesesuaian (dosis, durasi, jumlah obat dan lain-lain). Jika ada keraguan terhadap resep hendaknya dikonsultasikan kepada dokter penulis resep dengan memberikan pertimbangan dan alternatif seperlunya, bila perlu menggunakan persetujuan setelah pemberitahuan.

2 Setelah skrining resep kemudian dilakukan pengecekan/ penyiapan ketersediaan barang/ obat oleh Apoteker/ AA.

3 Jika ada keraguan terhadap resep hendaknya dikonsultasikan kepada dokter penulis resep.


(65)

4 Langkah selanjutnya adalah memberi nomor resep dan menghargai obat dalam resep tersebut. Kemudian ditanyakan kepada pasien apakah pasien bersedia membayar obat tersebut. Setelah pasien menyetujui dan membayar obat, kemudian dilakukan penyiapan obat.

5 Penyiapan obat dilakukan dengan :

peracikan, peracikan merupakan bagian menyiapkan, menimbang, mencampur, mengemas dan memberikan etiket pada wadah.

a. etiket harus jelas dan dapat dibaca. Untuk obat dalam, etiket berwarna putih, sedangkan untuk obat luar etiket berwarna biru. Untuk obat yang berbentuk cair/ sirup diberi juga etiket “gojog dulu”.

c. pengemasan, obat-obat dikemas dengan rapi terbungkus plastik dalam kemasan yang cocok untuk menjaga kualitasnya. Obat dalam suatu resep dikemas dalam satu plastik besar.

d. penyerahan obat, sebelum obat diserahkan pada pasien, harus dilakukan pemeriksaan akhir yang sebaiknya dilakukan olah AA atau petugas lain terhadap kesesuaian antara obat dengan resep. Penyerahan obat dilakukan oleh apoteker disertai pemberian informasi obat dan konseling kepada pasien dan tenaga kesehatan.

e. informasi obat. Apoteker harus memberikan informasi yang benar, jelas, mudah dimengerti, akurat, tidak bias, etis, bijaksana dan terkini. Informasi obat pada pasien sekurang-kurangnya meliputi :

1) cara pemakain obat 2) cara penyimpanan obat 3) jangka waktu pengobatan 4) aktifitas

5) makanan dan minuman yang harus dihindari selama terapi

f. konseling. Apoteker harus memberikan konselinng mengenai sediaan farmasi, pengobatan dan perbekalan kesehatan lainnya sehingga dapat memperbaiki kualitas hidup pasien atau yang bersangkutan terhindar dari bahaya penyalahgunaan atau salah penggunaan sediaan farmasi atau perbekalan kesehatan lainnya. Untuk penderita penyakit tertentu seperti kardiovaskuler, diabetes, TBC, asma, dan penyakit kronis lainnya, apoteker harus memberikan konseling secara berkelanjutan.

g. Setelah penyerahan obat, resep didokumentasikan sesuai dengan nomor urut pada hari tersebut. Pendokumentasian resep per hari meliputi : tanggal, nomor, nama pasien dan harga resep. Untuk alamat pasien didokumentasikan pada buku alamat pasien yang memuat nama pasien, alamat dan nomor telpon pasien, untuk resep narkotika diberi garis merah, dipisahkan dan disimpan dengan nomor urut sendiri. Semua resep disimpan selama 3 tahun.

h. Monitoring penggunaan obat. Setelah penyerahan obat, apoteker harus melaksanakan pemantauan penggunaaqn obat, terutama untuk pasien tertentu seperti : kardiovaskuler, diabetes, TBC, asma dan penyakit kronis lainnya.


(66)

Mekanisme Pengadaan & Penyimpanan Barang a. Perencanaan Pengadaan Barang (dengan melihat buku defecta) b. Membuat surat pesanan/pengadaan barang

c. Pemesanan barang bisa melalui telpon atau lewat sales yang datang ke Apotek kepada PBF resmi

d. Barang dari PBF, AA/ Apoteker menerima barang setelah dicek kesesuaian barang dengan pesanan yang dimaksud

e. Barang dan faktur didokumentasikan/ disimpan.

1) Barang diberi etiket nama PBF dan tanggal barang datang 2) Barang disimpan sesuai aturan penyimpanan.

3) Barang disimpan sesuai bentuk sediannya. 4) Barang disimpan sesuai urutan alfabetis. 5) Barang distok dalam kartu stok.

6) ED barang dicatat dalam buku ED. 7) Barang dicatat dalam buku pembelian. 8) Faktur barang disimpan.

Yogyakarta Ttd


(67)

Skema Alur Pelayanan Resep Apotek XYZ

Tidak bersedia

Sah

Telp dokter terkait, konfirmasikan alternatif

mengganti obat lain Tidak

Dicek apakah obat tersedia diapotek Tidak dilayani

Resep dicek keabsahannya

Skrining Resep oleh apoteker

Tidak sah

Resep diberi Nomor Ya

Nempil apotek lain

bersedia

Resep di hargai

Tidak dilayani

Konfirmasikan harga ke pasien

setuju Tidak setuju

Diberi etiket, pengemasan

Pengecekan Penyerahan & pemberian

informasi

Obat disiapkan atau diracik Cek kesesuaian farmasetik dan

pertimbangan klinis

Jika ada keraguan telp dokter terkait Resep diterima


(1)

Lanjutan Lampiran 3.

Kecamatan Wirobrajan

50

Apotek Chrisstela jl.

RE Martadinata 53 R. Depan

dinding retak panjang sebagian

genteng pecah ringan 2

51

Apotek Kimia Farma jl.

HOS Cokroaminoto 57 R. Depan

Plafond dan struktur rusak struktur atap rusak dinding retak genteng rontok plesteran

mengelupas ringan 5

52

Apotek Maranatha jl.

Piere Tendean 21 A R. Depan dinding retak plster mengelupas ringan 4

53

Apotek Mitra jl.

Bugisan 11 R. Obat Dinding retak melintang ringan 3

54

Apotek Kartika jl. Wirobrajan 5 B

Bag. Depan

Bangunan dinding retak genteng rontok ringan 4

tidak beroperasi

Kecamatan Gondokusuman

55

Apotek K-24 jl. Dr. Wahidin S no. 40

R. Apotek R. Obat R. Dokter

kaca pintu pecah dinding retak

plafond pecah ringan ringan ringan 1 10 2

56

Apotek UAD jl.

Cendana 9 A Semaki R. Obat Tangga dinding retak kolom retak ringan ringan 2 4

57

Apotek Vita Farma jl. Timoho 117

R. Obat R.

Apotek plafond runtuh dinding retak sedang ringan 10 5


(2)

Lanjutan lampiran 3.

58

Apotek Waringin jl. Dr. Sutomo 2

R. Display Obat R. Racik obat

dinding retak dinding retak

plester mengelupas ringan 15 16

59

Apotek Afina jl. Dr. Sutomo 21

Bagian luar bangunan

dinding depan pecah dinding

retak ringan 8


(3)

Lampiran 4. Data Apotek di kota Yogyakarta bulan Juli 2006

No Apotek Kec Alamat

1 Abadi Farma Uh Jl Gambiran No.117 Yk 2 Aditya Farma Mj Jl Bantul No. 54 Yk 3 Afina Gk Jl Dr. Sutomo No. 21 Yk 4 Almas Farma Wb Jl Patangpuluhan 32

5 Ampuh Ng Jl KH.A. Dahlan No, 105 Yk 6 Ardi Farma Gk Jl Gejayan 5

7 Aria Farma Uh Jl Lawanu No 95 Yk

8 Arjuna Ng Jl Dr. Wahidin Sudirohusodo 20 9 Artha Farma Tr Jl Kyai Mojo 91 B

10 Askes 9 Uh Jl Kenari 59 Yk 11 Babaran Husada Uh Jl Babaran No 69 Yk

12 Bayeman Kg Jl Gadong Kuning No 110 B Yk 13 Bhakti Gm Jl Nyai A Dahla 18 Yk

14 Budi Asih Uh Jl Glagah sari 91 C 15 Bumijo Jt Jl Tentara Pelajar 10 16 Bunda Uh Jl Pramuka No 18 17 Christella Mj Jl Jl Re Nartadinata 18 Citra Kg Jl Kemasan 65 kotagede 19 Citra Gading Farma Ng Jl D.I Panjaitan 19 20 Dantisa Uh Jl Veteran No 101 Yk 21 Demangan Gk Jl Munggur 73

22 Dian Farma Wb Jl RE Martadinata 63 B 23 Dwifa Farma Mj Jl Suryowijayan No 19 Yk 24 Eka Manunggal Mj Jl Menteri Supenp No 15 A Yk 25 Enggal Semi Jt Jl P. Diponegoro 12

26 Ester Uh Jl Imogiri No 177 Giwangan Yk 27 Fajar Kg Jl Ki Ageng Pemanahan 3 A 28 Farmarin Jt Jl P. Mangkubumi No 73 29 Guardian Hero

Malioboro

Gt Jl Malioboro 52-58, Malioboro mal

30 Harapan Dn Jl Krasak Timur 20 31 Harmoni Gm Jl Ibu Ruswo 68 Yk 32 Hayam Wuruk Dn Jl Hayam Wuruk 1 33 Indera Mj Jl Suryodiningratan 31 Yk 34 Indragiri Mj Jl Sisingamangaraja 95 Yk 35 Ivana Uh Jl Sorogenen Uh No 1 Yk 36 Jadi Waras Ng Jl Jogonegaran No 32 Yk 37 K24 Jl Magelang Tr Jl Magelang 162 Yk 38 K24 Jl Bhayangkara Gm Jl Reksobayan No 18 Yk 39 K24 Gondomanan Gm Jl Brigjen Katamso No 117 Yk


(4)

Lanjutan Lampiran 4.

40 K24 Kusumanegara Uh Jl Kusumanegara No 86 Yk 41 Kartika Wb Jl Wirobrajan

42 Kasih Farma Kg Jl Ngeksigondo 55 Kotagede 43 KD Farma Ng Jl Letjen Suprapto No 87 44 Kenari Uh Jl Kenari No 22 Yk 45 Kimia Farma Jt Jl Taman Siswa No 152 46 Kimia Farma 20 Gt Jl Malioboro 179 47 Kimia Farma 21 Gt Jl Malioboro 123 48 Kimia Farma Cokro

(64)

Wb Jl HOS Cokroaminoto 57 49 Kranggan Jt Jl Kranggan No 26 Yk 50 Kucala Gk Jl Suroto 18

51 Kurnia Kr Jl Ngasem 88 52 Kusuma Nata Uh Jl Kusumanegara 33 53 LBC Jt Jl Poncowinatan 47 54 Maranatha Ng Jl Kapt P Tendean 21 Yk 55 Maryati Mg Jl Letjen S Parman 5 56 Mataram Farma Kg Jl Karanglo 20 A Yk 57 Medi Farma Mj Jl MT Haryono No 65 Yk 58 Medistra Gk Jl Cik Dik Tiro No 12 Yk 59 Melati Farma Gk Jl Gondosuli No 5 Yk 60 Melia Dn Jl Mataram No 28 Yk 61 Merapi Jt Jl P Mangkubumi 109 62 Mitra Wb Jl Bugisan 11

63 Mitra sehat Mj Jl Bantul No 31 Yk 64 Mulya Farma Dn Jl Hayam Wuruk 24 Yk 65 Nakula Bhakti Ibu Mj Jl D I Panjaitan 45 66 Nakula Bhakti Karsa Jt Jl AM Sangaji

67 Natasha Gk Jl Laksda Adisucipto No 39 68 Ngupasan Gm Jl Bhayangkara No 13 Yk 69 Panca Dewi Dn Jl Mas Suharso

70 Panji Farma Gm Jl Brigjen Katamso No 147 Yk 71 Panti Afiat Mg Jl Kol Sugiyono 120

72 Pasena Farma Kr Jl H Agus Salim No 11 73 Shinta Aninditha Uh Jl ki Ageng Pemanahan Rt53/

14

74 Pelangi Mj Jl DI Panjaitan 83 75 Pendowo Mg Jl Taman Siswa No 97 76 Perdana Kr Jl Rotowijayan No 14 Yk 77 Permata Bunda Kg Jl Ngeksogondo 56 Yk 78 Poeji Rahajoe Gk Jl Prof Dr Johanes Gk V/1174 79 Prasojo Dn Jl Juminahan No 9 Yk


(5)

Lanjutan Lampiran 4.

80 Pratama Mj Jl Bantul No 110 A Yk 81 Profesi Dra. Hj. Mimiek

M

Mj Jl Mangkuyudan 63 Yk 82 Dharma Husada Dn Jl Hayam Wuruk 72 83 Pugeran Mj Jl Bantul No 65 Yk 84 Puji Waras Gk Jl C. Simanjutak 8 85 Rafazhody Mulia Gk Jl Kyai Mojo 64

86 Rahmayani ng Jl KH Wachid Hasyim 49 87 Rajawali Jt Jl Poncowinatan 92

88 Ramadhan Kg Jl Kusuma Negara No 296 Yk 89 Raphi Farma Mj Jl Letjen Suprapto 91 D 90 Ratna Mj Jl Parangtritis 44 91 Rodhiyah Ng Jl H Agus Salim 111 Yk 92 Saerah Uh Jl Monorakan 93 Yk 93 Sanitas Mj Jl MT Haryono 94 Satria Mj Jl Parangtritis 104 95 Sehat Pa Jl Gajahmada 22

96 Sentul Pa Jl Sultan Agung No 62 Yk 97 Shinta Aninditha Uh Jl Menteri Supeno 78 98 Sultan Agung Pa Jl Sultan Agung No 41 99 Sutji Pa Jl Sultan Agung 26 100 SW Jt Jl Bumijo No 26 Yk 101 Tele Farma Mj Jl Suryopranoto No 5 Yk 102 Timoho Uh Jl Kusumanegara 104 103 Toegoe Koelon Jt Jl P Diponegoro 97 104 Tri Tunggal Jt Jl Kranggan 86 105 UAD Uh Jl Cendana No 9 Yk 106 Umbulharjo Uh Jl Perintis Kemerdekaan 72 107 Universitas Gadjah

Mada

Jt Jl Prof Dr Sardjito 108 Vita Farma Uh Jl Timoho 117

109 Waringin Gk Jl Dr Sutomo No 2 Yk 110 Wipa Kr Jl Mantrigawen Lor 9 111 Wisnu Jt Jl Jend Sudirman 10 112 Yogya Farma Gt Jl Kemetiran Kidul 3 113 Gamelan Kr Jl Mantrigawen kidul No 2 114 Celeban Farma Uh Jl Celeban UH III/622

(Sumber data: Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta)


(6)

BIOGRAFI

Penulis skripsi yang berjudul ” Gambaran Peran

Apoteker Pengelola Apotek di Kota Yogyakarta dalam

Pelayanan Resep selama Kehadirannya di Apotek

bernama Suyono. Penulis lahir di Madiun, pada tanggal

2 Mei 1985.

Pendidikan yang ditempuh yaitu Taman Kanak-kanak Dharma Wanita Mojorayung

Madiun (1989-1990), SDN Mojorayung IV (1990-1996), SLTP Negeri 2 Wungu

Madiun (1996-1999), dan SMF Katolik ”Bina Farma” Madiun (1999-2002). Pada

tahun 2002, penulis melanjutkan studinya di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.