Adapun secara garis besar tahapan pengolahan data yang dilakukan pada
penelitian ini adalah sebagai berikut: 3.3.2.1
Analisis Hubungan
Suhu Kecerahan
Awan dan
Laju Hujan
Rain Rate
Analisis hubungan antara suhu kecerahan awan MTSAT IR1 dan laju hujan rain
rate data TRMM 2A12 dilakukan dengan cara memplotkan kedua data dalam grafik
scatter.
3.3.2.2 Analisis Persamaan Regresi Data
MTSAT IR1 dan TRMM 2A12
Hasil analisis hubungan antara suhu kecerahan awan MTSAT IR1 dengan laju
hujan rain rate TRMM 2A12 diplotkan ke dalam persamaan regresi modifikasi
eksponensial. Regresi
modifikasi eksponensial dipilih karena memiliki fitting
yang sesuai dengan hubungan kedua data. Hubungan kedua data adalah berbanding
terbalik. Pernyataan ini dikuatkan oleh penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh
Suseno 2009 dengan menggunakan regresi modifikasi eksponensial dalam menentukan
persamaan. Regresi modifikasi eksponensial dilakukan dengan menggunakan perangkat
lunak CurveExpert Professional 1.2 Trial version.
3.3.2.3 Penentuan Awan Potensi Hujan
Tidak semua awan berpotensi turun menjadi
hujan, sehingga
diperlukan pengklasifikasian awan potensi hujan dan
tidak hujan. Penentuan awan potensi hujan dilakukan dengan menggunkan data MTSAT
IR1 dan
IR3. Berdasarkan
literatur perbedaan kemampuan kanal IR1 dan IR3
dalam menangkap panjang gelombang dapat menunjukkan nilai kemungkinan hujan.
Perhitungan awan potensi hujan dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak Ilwis
Open 3.7. Penentuan awan potensi hujan ini menurut Kidder et. al. 2005 dapat
dideskripsikan dalam persamaan berikut.
T
10,8 μm
– T
6,2 μm
11K dimana:
T
10,8 μm
: suhu kecerahan awan kanal 10,8 μmIR1
T
6,2 μm
: suhu kecerahan uap air kanal 6,2 μmIR3
3.3.2.4 Pendugaan Curah Hujan
Pendugaan curah hujan menggunakan data MTSAT IR1 dan persamaan hasil
regresi modifikasi
eksponensial. Data
MTSAT IR1 yang digunakan adalah data sesudah dilakukan klasifikasi awan hujan.
Selanjutnya data suhu kecerahan awan MTSAT IR1 digunakan sebagai nilai
masukan dalam persamaan regresi.
Luaran dari
persamaan regresi
merupakan data laju hujan dugaan dengan satuan mmjam. Selanjutnya adalah dengan
melakukan modifikasi data laju hujan menjadi data curah hujan harian, 5-harian
yang selanjutnya disebut pentad, dan 10- harian
selanjutnya disebut
dasarian. Modifikasi diperlukan karena data TRMM
2A12 masih menunjukkan nilai laju hujan setiap jam sesuai dengan resolusi temporal
data MTSAT
IR1. Langkah-langkah
modifikasi dilakukan
dalam beberapa
tahapan, yaitu: a. Langkah awal adalah menentukan selisih
laju hujan dalam satu jam. Langkah ini dilakukan untuk melihat nilai butir air
yang turun
menjadi hujan
dan direpresentasikan pada selisih data yang
bernilai negatif. dengan asumsi bahwa nilai tersebut menunjukkan butiran hujan
yang turun menjadi hujan. Luaran dari proses ini adalah data curah hujan
dugaan setiap satu jam.
b. Data curah hujan setiap satu jam diakumulasi sehingga mendapatkan data
harian akumulasi selama 24 jam, 5 harian akumulasi data harian selama 5
hari, 10 harian akumulasi data tanggal 1-10 untuk dasarian 1, akumulasi data
tanggal 11-20 untuk dasarian 2, dan akumulasi data tanggal 21-30 untuk
dasarian 3. Hasil curah hujan dugaan digambarkan dalam bentuk sebaran
spasial curah hujan dugaan pada DAS Citarum dengan menggunakan perangkat
lunak ArcGIS 10.
3.3.2.5 Perbandingan Data Dugaan dan
Data Pengukuran
Perbandingan data curah hujan dugaan dengan pengukuran di stasiun bertujuan
untuk melihat baik tidaknya data dugaan, karena data pengukuran merupakan data
yang benar-benar diukur di lapangan. Perbandingan data secara visual dilakukan
dengan menampilkan data dalam bentuk grafik batang pada masing-masing stasiun
pengamatan. Perbandingan pola spasial data tidak dimungkinkan karena keterbatasan
data pengukuran lapangan sebagai data titik.
3.3.2.6 Perbandingan
Kualitas Data
dengan Parameter Statistika
Parameter statistika yang digunakan sebagai alat bantu penilaian perbandingan
kualitas kedua data adalah rasio, korelasi, MAE, dan RMSE.
Rasio
Stasiun Pengukuran
CH Data
Dugaan CH
Data
R
Rasio merupakan salah satu uji apakah data hasil dugaan mampu
mendekati data hasil pengukuran. Nilai rasio yang terbaik adalah mendekati 1
yang menggambarkan bahwa nilai kedua data sama. Selanjutnya nilai rasio
digunakan
sebagai bahan
dalam menentukan nilai faktor kalibrasi. Faktor
kalibrasi diperlukan agar data memiliki rasio mendekati 1.
Koefisien korelasi
n i
i i
n i
i i
n i
i y
y
y y
y y
y y
y y
r
i i
1 2
1 2
1 ˆ
ˆ ˆ
ˆ ˆ
Korelasi menunjukkan
keeratan hubungan antara data hasil dugaan
dengan data hasil pengukuran lapangan. Nilai korelasi berkisar antara -1 sampai
dengan 1. Korelasi yang terbaik antara kedua data adalah mendekati 1.
MAE Mean Absolute Error
n i
i i
y y
n MAE
1
| |
1
MAE merupakan nilai absolut galat rata-rata antara data dugaan dan data
pengukuran lapangan.
RMSE Root Mean Square Error
n y
y RMSE
n i
i i
1 2
RMSE merupakan nilai akar kuadrat galat rata-rata dari data curah hujan
dugaan dan pengukuran.
IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Analisis Hubungan Suhu Kecerahan
Awan dan Laju Hujan Rain Rate
Analisis data suhu kecerahan awan citra MTSAT IR1 dan nilai laju hujan rain rate
hujan dari data TRMM 2A12 dilakukan berdasarkan wilayah kajian dan waktu yang
sama atau berdekatan. Asumsi pengambilan kedua data ini adalah data yang hanya
memiliki nilai curah hujan pada waktu tertentu. Artinya beberapa data pada waktu
tertentu yang sedikit mempunyai nilai curah hujan tidak diikutkan dalam analisis.
Data suhu kecerahan awan dan curah hujan yang pada selang waktu berdekatan
untuk wilayah DAS Citarum diplotkan seperti terlihat pada Gambar 11 setelah
dilakukan proses cropping. Walaupun satelit MTSAT-1R dan TRMM mimiliki resolusi
spasial yang berdekatan antara 4-5 km, tetapi kedua data tersebut sedikit memiliki
titik piksel yang sinkron. Hal ini disebabkan oleh bentuk grid data TRMM 2A12 yang
tidak beraturan. Kurang sinkronnya grid MTSAT-1R dan TRMM menyebabkan
jumlah piksel yang dihasilkannya tidak sama. Untuk wilayah DAS Citarum terdapat
775 piksel MTSAT IR1 dan 462 piksel TRMM 2A12 seperti terlihat pada Gambar
11. Selanjutnya seleksi data dilakukan sesuai koordinat yang sama dan berdekatan antara
dua data. Jumlah piksel akhir sesuai dengan jumlah piksel TRMM, yaitu 462 piksel.
Data yang digunakan sebagai bahan analisis hubungan suhu kecerahan awan dan
curah hujan adalah data tanggal 2 02.00 UTC, 13 10.00 UTC, 14 09.00 UTC, 27
14.00 UTC, 30 12.00 UTC, dan 31 11.00 UTC Januari 2008. Pemilihan data
ini didasarkan oleh ada tidaknya curah hujan pada seri data bulan Januari. Oleh karena itu,
untuk data bulan Juli tidak diikutsertakan. Plotting data dilakukan secara berurutan
sesuai tanggal dapat dilihat pada Gambar 12.
Nilai suhu
kecerahan awan
pada beberapa waktu yang telah ditentukan di
bulan Januari berkisar antara 190 K sampai
292 K, dengan nilai suhu rata-rata sebesar
253 K. Selanjutnya nilai laju hujan TRMM
2A12 berkisar antara 0 sampai dengan 47 mmjam, dengan nilai rata-rata sekitar 1
mmjam. Berdasarkan Gambar 12 dapat dilihat bahwa terdapat pola laju hujan tinggi
pada suhu kecerahan awan rendah. Tetapi tidak semua suhu kecerahan rendah yang
memiliki laju hujan tinggi. Ketidaksamaan ini diantaranya disebabkan oleh waktu yang
tidak sama antara satelit MTSAT dan TRMM ketika melakukan snap shot dan
ketidakmampuan satelit dalam membedakan jenis awan. Kedua faktor tersebut sering
menyebabkan
Pasangan data suhu kecerahan awan dan laju hujan tidak terjadi pada waktu yang
sama sesuai yang diinginkan karena resolusi temporal antara kedua data tidak sama.