Latar Belakang Rainfall estimation based on geostationary (MTSAT-1R) and microwave imager (TRMM) satellite: Case study DAS Citarum

I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Curah hujan merupakan unsur meteorologi yang mempunyai variasi tinggi dalam skala ruang dan waktu sehingga paling sulit untuk diprediksi. Akan tetapi, informasi curah hujan sangat penting dan dibutuhkan oleh hampir semua bidang seperti pertanian, transportasi, perkebunan, hingga untuk peringatan dini bencana alam, banjir, longsor, dan kekeringan Parwati et al. 2009. Data dan informasi curah hujan masih terbatas baik untuk skala spasial yang luas maupun satuan wilayah yang lebih kecil. Akses untuk data sulit dan belum memenuhi syarat layak pakai. Jumlah stasiun penakar hujan mungkin banyak namun kelengkapan data masih belum menjanjikan. Keterbatasan-keterbatasan tersebut menjadi penghambat bagi pengguna data curah hujan dan kegiatan yang memfokuskan diri pada implementasi analisis data hujan. Keterbatasan ini mampu dijawab oleh data satelit penginderaan jauh. Beberapa data satelit meteorologi telah mampu memberikan informasi cuaca yang up to date setiap jam dan dapat diakses gratis. Meskipun begitu pemanfaatannya masih sangat terbatas. Pendugaan curah hujan dengan satelit diawali sekitar tahun 1960 dengan memanfaatkan kanal inframerah serta cahaya tampak atau visible Suseno 2009. Berbagai metode masih terus dikembangkan agar hasil penghitungan nilai curah hujan dugaan mendekati hasil pengukuran stasiun penakar hujan. Griffitth et al. dalam Tahir 2009 merumuskan adanya hubungan erat antara curah hujan dari radar dengan suhu kecerahan awan yang lebih rendah dari 235 K dalam persamaan logaritmik. Vicente 2001 mengungkapkan curah hujan rata-rata dari radar jika dihubungkan dengan nilai suhu kecerahan awan berelasi setiap 1 derajat antara 195 K sampai 260 K. Parwati et al. 2009 mengungkapkan korelasi curah hujan dari data Qmorph dan suhu kecerahan awan dari data MTSAT-1R mencapai nilai lebih dari 0,8 atau setara dengan koefisien determinasi 0,65. Merujuk pada beberapa penelitian tersebut, penelitian ini menggunakan metode pendugaan curah hujan gabungan data dari kanal inframerah satelit geostasioner MTSAT-1R dan kanal gelombang mikro TRMM Microwave Imager dari satelit TRMM. Dilihat dari resolusi temporalnya metode tersebut merupakan salah satu metode pendugaan curah hujan satelit yang terbaik saat ini karena resolusi temporal 1 jam. Kajian dikhususkan untuk Daerah Aliran Sungai DAS Citarum. DAS Citarum merupakan DAS terbesar dan terpanjang di Jawa Barat. Luas DAS Citarum 718.268,53 ha dan panjang sungai utama 269 km serta 14.346,24 km termasuk anak sungai Indo Power 2009. Air yang mengalir di Citarum berasal dari mata air Gunung Wayang melalui 8 daerah, yaitu Bandung, Kota Bandung, Kota Cimahi, Sumedang, Cianjur, Purwakarta, Bogor dan Karawang sebagai muara Sungai Citarum. Studi ini diharapkan dapat menjawab keterbatasan data pengukuran curah hujan permukaan dan untuk skala mikro mampu menghitung jumlah air yang jatuh di wilayah DAS Citarum serta dapat mendukung pengelolaan DAS secara berkelanjutan.

1.2 Tujuan