Selanjutnya adalah uji MAE dan RMSE data dugaan terhadap data pengukuran. Uji
MAE bertujuan untuk mengetahui nilai rataan dari absolut galat, sedangkan RMSE
untuk mengetahui akar dari rataan kuadrat galat. Nilai yang paling baik untuk MAE dan
RMSE adalah mendekati 0. Perhitungan MAE dan RMSE dilakukan pada data bulan
Januari sebelum dan sesudah dilakukan koreksi seperti yang terlihat pada Tabel 2
dan 3. Penggunaan faktor kalibrasi 0.5 mampu menurunkan MAE dan RMSE rata-
rata setengahnya pada data harian, pentad, maupun dasarian.
Tabel 2 Nilai korelasi, MAE, dan RMSE sebelum data dugaan dikalibrasi
Harian Pentad
Dasarian Korelasi
0,18 0,37
0,56 MAE
13,62 51,41
77,01 RMSE
21,48 70,59
97,83 Tabel 3 Nilai korelasi, MAE, dan RMSE
sesudah data dugaan dikalibrasi Harian
Pentad Dasarian
Korelasi 0,18
0,40 0,56
MAE 8,70
30,82 42,48
RMSE 15,45
44,50 59,62
V SIMPULAN DAN SARAN
5.1
Simpulan
Penelitian ini menunjukkan bahwa
terdapat hubungan eksponensial antara suhu kecerahan awan dan curah hujan ketika
dilakukan analisis regresi. Klasifikasi awan potensi
hujan dilakukan
dengan menggunakan data suhu kecerahan awan
pada MTSAT IR1 dan suhu uap air pada MTSAT IR3. Hasil dari persamaan regresi
adalah laju
hujan yang
selanjutnya dimodifikasi menjadi curah hujan harian,
pentad, dasarian, dan bulanan. Berdasarkan analisis curah hujan spasial,
pada bulan Januari terjadi tiga pola spasial distribusi hujan, yaitu dasarian ke-1 kejadian
hujan cenderung terjadi di daerah hilir, dasarian ke-2 hulu, dan dasarian ke-3 pada
bagian tengah DAS. Selama bulan Juli tidak terjadi hujan karena pada bulan tersebut
terjadi kemarau. Selanjutnya analisis ini diharapkan
mampu membantu
dalam pengelolaan
DAS Citarum
secara berkelanjutan.
Nilai curah
hujan yang
didapat overestimate dan koefisien determinasi kecil
karena beberapa
faktor penghambat
pendugaan, diantaranya adalah terjadi selang waktu ketika melakukan plot data suhu
kecerahan awan dan curah hujan padahal awan bergerak mengikuti pergerakan angin
serta mampu berpindah lebih dari 5 km dalam waktu kurang dari 1 jam, serta tidak
dimasukkannya
faktor-faktor stabilitas
meteorologi seperti angin, titik dasar awan, dan topografi.
Pada uji kualitas data ditunjukkan bahwa kualitas data menjadi lebih baik ketika
terjadi peningkatan dimensi data dari harian, pentad, dan bulanan. Uji kualitas data yang
dilakukan adalah dengan melihat nilai rasio, korelasi, MAE, dan RMSE. Faktor kalibrasi
0.5 ditentukan dari hasil uji rasio selanjutnya dapat menurunkan nilai curah hujan dugaan
yang overestimate.
5.2 Saran
Penelitian ini hanya menggunakan faktor suhu kecerahan awan dan suhu kecerahan
uap air dalam melakukan pendugaan curah hujan. Curah hujan merupakan salah satu
unsur cuaca kompleks dan sangat erat dengan
stabilitas serta
termodinamika atmosfer. Metode pendugaan curah hujan
sebaiknya memasukkan semua komponen yang mempengaruhinya sesuai kejadian di
alam.
Data TRMM 2A12 merupakan data yang dikeluarkan oleh NASA, sehingga perlu
dilakukan validasi dengan data pengukuran lapangan khususnya untuk wilayah kajian.
Klasifikasi Awan potensi hujan dilakukan menggunakan persamaan Kidder 2005
yang seharusnya perlu dikaji lagi untuk wilayah Indonesia. Beberapa kekurangan
tersebut
kemungkinan besar
yang menyebabkan munculnya faktor kalibrasi
0.5 dan selanjutnya diharapkan mampu menjadi
masukan untuk
penelitian berikutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Adler RF, Andrew JN. 1988. A Satellite Infrared Technique to Estimate Tropical
Convective and Stratiform Rainfall. American Meteorological Society 27:
30 –51.
Feidas H. 2010. Validation of satellite rainfall
products over
Greece. Theoretical and Applied Climatology 99:
193 –216.
Handoko et al. 1994. Klimatologi Dasar. Pustaka Jaya.
Hanna JW, David MS, Antonio RI. 2008. Cloud-Top
Temperature for
Precipitating Winter Cloud. American Meteorological Society 47: 351
–359. Hong K, Suh MS, Kang JH. 2009.
Development of
Land Surface
Temperature-Retreival Algorithm from MTSAT-1R Data. Asia-Pacific Journal of
Atmospheric Science 45: 411-421. Hong Y, Kuo-lin H, Soroosh S. 2010. Cloud
Patch-Based Rainfall Estimation Using A Satellite Image Classification Aproach.
2
nd
Workshop of The International Precipitation Working Group.
[Indo Power] Indonesia Power. 2009. DAS Citarum,
Kondisi, dan
Rencana Penanganannya.
http:www.indonesiapower.co.idindex.p hp?option=com_contentview=articlei
d=462:das-ccitarum-kondisi-dan- rencana-
penanganannyacatid=1:beritaterkiniIt emid=18. [4 Juni 2011]
[JMA] Japan
Meteorological Agency.
Meteorological Satellite MTSAT Series. http:www.jma.go.jpjmajma-
engsatellite. [15 Maret 2011] Kidder SQ, Kankiewicz JA, Eis KE. 2005.
Meteosat Second Generation Cloud Algorithms for Use at AFWA. Bacimo
Monterey. Laing AG, J Michael F, Andrew JN. 1999.
Contribution of Mesoscale Convective Complexes to Rainfall in Sahelian
Africa: Estimates from Geostationary Infrared and Passive Microwave Data.
American Meteorological Society 38: 957
–964. Levizzani V, Amorati R, Meneguzzo F.
2002. A Review of Satellite-based Rainfall Estimation Methods. Bologna:
Consiglio Nazionale delle Ricerche, Istituto di Scienze dell’Atmosfera e del
Clima. [NASA] National Aeronautic and Space
Administration. Goddard Space Flight Center:
Mirador Data
Access. http:mirador.gsfc.nasa.gov. [15 Maret
2011] [NASA] National Aeronautic and Space
Administration. Goddard Space Flight Center: Tropical Rainfall Measurement
Mission. http:trmm.gsfc.nasa.gov. [15 Maret 2011]
Parwati, Suwarsono, Kusumaning ADS, Mahdi K. 2009. Penentuan Hubungan
antara Suhu dan Kecerahan Data MTSAT dengan Curah Hujan Data
QMOPRH. Jurnal Penginderaan Jauh 6: 32-42.
Suseno DPY. 2009. Geostationary Satellite Based Rainfall Estimation for Hazard
Studies and Validation: A case study of Java
Island, Indonesia
[tesis]. Yogyakarta: Double Degree M.Sc.
Programme, Gajah Mada University and ITC.
Vicente GA, Rederick AS, W Paul M. 1998. The Operational GOES Infrared Rainfall
Estimation Technique. Buletin of The American Meteorological Society 79:
1888-1898.
Wardah T, Zaidah I, Suzana R. 2009. Geostationary Meteorological Satellite-
Based Quantitative Rainfall Estimation GMS-Rain For Flood Forecasting.
Malaysian Journal of Civil Engineering 21: 1-16.
LAMPIRAN
Lampiran 1 Distribusi curah hujan dasarian dan pentad dugaan spasial bulan Januari 2008
Lampiran 2 Grafik perbandingan curah hujan dugaan dan pengukuran bulan Januari 2008 A. Harian
Montaya
0,0 20,0
40,0 60,0
80,0 100,0
1 2
3 4
5 6
7 8
9 10
11 12
13 14
15 16
17 18
19 20
21 22
23 24
25 26
27 28
29 30
31
Hari ke- C
H m
m
CH Dugaan CH Pengukuran
Cisomang
0,0 20,0
40,0 60,0
80,0 100,0
1 2
3 4
5 6
7 8
9 10
11 12
13 14
15 16
17 18
19 20
21 22
23 24
25 26
27 28
29 30
31
Hari ke- C
H m
m
CH Dugaan CH Pengukuran
Saguling Dam
0,0 20,0
40,0 60,0
80,0 100,0
1 2
3 4
5 6
7 8
9 10
11 12
13 14
15 16
17 18
19 20
21 22
23 24
25 26
27 28
29 30
31
Hari ke- C
H m
m
CH Dugaan CH Pengukuran
Cililin
0,0 20,0
40,0 60,0
80,0 100,0
1 2
3 4
5 6
7 8
9 10
11 12
13 14
15 16
17 18
19 20
21 22
23 24
25 26
27 28
29 30
31
Hari ke- C
H m
m
CH Dugaan CH Pengukuran
Sukawana
0,0 20,0
40,0 60,0
80,0 100,0
1 2
3 4
5 6
7 8
9 10
11 12
13 14
15 16
17 18
19 20
21 22
23 24
25 26
27 28
29 30
31
Hari ke- C
H m
m
CH Dugaan CH Pengukuran
Cipanas-Pengalengan
0,0 20,0
40,0 60,0
80,0 100,0
1 2
3 4
5 6
7 8
9 10
11 12
13 14
15 16
17 18
19 20
21 22
23 24
25 26
27 28
29 30
31
Hari ke- C
H m
m
CH Dugaan CH Pengukuran
Chinchona
0,0 20,0
40,0 60,0
80,0 100,0
1 2
3 4
5 6
7 8
9 10
11 12
13 14
15 16
17 18
19 20
21 22
23 24
25 26
27 28
29 30
31
Hari ke- C
H m
m
CH Dugaan CH Pengukuran
Kayu Ambon
0,0 20,0
40,0 60,0
80,0 100,0
1 2
3 4
5 6
7 8
9 10
11 12
13 14
15 16
17 18
19 20
21 22
23 24
25 26
27 28
29 30
31
Hari ke- C
H m
m
CH Dugaan CH Pengukuran
Lembang
0,0 20,0
40,0 60,0
80,0 100,0
1 2
3 4
5 6
7 8
9 10
11 12
13 14
15 16
17 18
19 20
21 22
23 24
25 26
27 28
29 30
31
Hari ke- C
H m
m
CH Dugaan CH Pengukuran
Bandung
0,0 20,0
40,0 60,0
80,0 100,0
1 2
3 4
5 6
7 8
9 10
11 12
13 14
15 16
17 18
19 20
21 22
23 24
25 26
27 28
29 30
31
Hari ke- C
H m
m
CH Dugaan CH Pengukuran
Cicalengka
0,0 20,0
40,0 60,0
80,0 100,0
1 2
3 4
5 6
7 8
9 10
11 12
13 14
15 16
17 18
19 20
21 22
23 24
25 26
27 28
29 30
31
Hari ke- C
H m
m
CH Dugaan CH Pengukuran
Ciherang
0,0 20,0
40,0 60,0
80,0 100,0
1 2
3 4
5 6
7 8
9 10
11 12
13 14
15 16
17 18
19 20
21 22
23 24
25 26
27 28
29 30
31
Hari ke- C
H m
m
CH Dugaan CH Pengukuran
Cisampih
0,0 50,0
100,0 150,0
200,0
1 2
3 4
5 6
7 8
9 10
11 12
13 14
15 16
17 18
19 20
21 22
23 24
25 26
27 28
29 30
31
Hari ke- C
H m
m
CH Dugaan CH Pengukuran
Cisondari
0,0 20,0
40,0 60,0
80,0 100,0
1 2
3 4
5 6
7 8
9 10
11 12
13 14
15 16
17 18
19 20
21 22
23 24
25 26
27 28
29 30
31
Hari ke- C
H m
m
CH Dugaan CH Pengukuran
Cibeureum
0,0 20,0
40,0 60,0
80,0 100,0
1 2
3 4
5 6
7 8
9 10
11 12
13 14
15 16
17 18
19 20
21 22
23 24
25 26
27 28
29 30
31
Hari ke- C
H m
m
CH Dugaan CH Pengukuran
Ujung Berung
0,0 20,0
40,0 60,0
80,0 100,0
1 2
3 4
5 6
7 8
9 10
11 12
13 14
15 16
17 18
19 20
21 22
23 24
25 26
27 28
29 30
31
Hari ke- C
H m
m
CH Dugaan CH Pengukuran
Ciparay
0,0 20,0
40,0 60,0
80,0 100,0
1 2
3 4
5 6
7 8
9 10
11 12
13 14
15 16
17 18
19 20
21 22
23 24
25 26
27 28
29 30
31
Hari ke- C
H m
m
CH Dugaan CH Pengukuran
Cisalak
0,0 20,0
40,0 60,0
80,0 100,0
1 2
3 4
5 6
7 8
9 10
11 12
13 14
15 16
17 18
19 20
21 22
23 24
25 26
27 28
29 30
31
Hari ke- C
H m
m
CH Dugaan CH Pengukuran
Paseh
0,0 20,0
40,0 60,0
80,0 100,0
1 2
3 4
5 6
7 8
9 10
11 12
13 14
15 16
17 18
19 20
21 22
23 24
25 26
27 28
29 30
31
Hari ke- C
H m
m
CH Dugaan CH Pengukuran
B. Pentad
Montaya
50 100
150
1 2
3 4
5 6
Pentad ke- C
H m
m
CH Dugaan CH Pengukuran
Cisomang
50 100
150
1 2
3 4
5 6
Pentad ke- C
H m
m
CH Dugaan CH Pengukuran
Saguling Dam
50 100
150
1 2
3 4
5 6
Pentad ke- C
H m
m
CH Dugaan CH Pengukuran
Cililin
50 100
150
1 2
3 4
5 6
Pentad ke- C
H m
m
CH Dugaan CH Pengukuran
Sukawana
50 100
150
1 2
3 4
5 6
Pentad ke- C
H m
m
CH Dugaan CH Pengukuran
Cipanas-Pengalengan
50 100
150
1 2
3 4
5 6
Pentad ke- C
H m
m
CH Dugaan CH Pengukuran
Chinchona
50 100
150
1 2
3 4
5 6
Pentad ke- C
H m
m
CH Dugaan CH Pengukuran
Kayu Ambon
50 100
150
1 2
3 4
5 6
Pentad ke- C
H m
m
CH Dugaan CH Pengukuran
Lembang
50 100
150
1 2
3 4
5 6
Pentad ke- C
H m
m
CH Dugaan CH Pengukuran
Bandung
50 100
150
1 2
3 4
5 6
Pentad ke- C
H m
m
CH Dugaan CH Pengukuran
Cicalengka
50 100
150
1 2
3 4
5 6
Pentad ke- C
H m
m
CH Dugaan CH Pengukuran
Ciherang
50 100
150
1 2
3 4
5 6
Pentad ke- C
H m
m
CH Dugaan CH Pengukuran
Cisampih
50 100
150 200
250 300
1 2
3 4
5 6
Pentad ke- C
H m
m
CH Dugaan CH Pengukuran
Cisondari
50 100
150
1 2
3 4
5 6
Pentad ke- C
H m
m
CH Dugaan CH Pengukuran
Cibeureum
50 100
150
1 2
3 4
5 6
Pentad ke- C
H m
m
CH Dugaan CH Pengukuran
Ujung Berung
50 100
150
1 2
3 4
5 6
Pentad ke- C
H m
m
CH Dugaan CH Pengukuran
Ciparay
50 100
150
1 2
3 4
5 6
Pentad ke- C
H m
m
CH Dugaan CH Pengukuran
Cisalak
50 100
150
1 2
3 4
5 6
Pentad ke- C
H m
m
CH Dugaan CH Pengukuran
Paseh
50 100
150
1 2
3 4
5 6
Pentad ke- C
H m
m
CH Dugaan CH Pengukuran
C. Dasarian
Montaya
0,0 50,0
100,0 150,0
200,0 250,0
300,0
1 2
3
Dasarian ke- C
H m
m
CH Dugaan CH Pengukuran
Cisomang
0,0 50,0
100,0 150,0
200,0 250,0
300,0
1 2
3 4
Dasarian ke- C
H m
m
CH Dugaan CH Pengukuran
Saguling Dam
0,0 50,0
100,0 150,0
200,0 250,0
300,0
1 2
3
Dasarian ke- C
H m
m
CH Dugaan CH Pengukuran
Cililin
0,0 50,0
100,0 150,0
200,0 250,0
300,0
1 2
3
Dasarian ke- C
H m
m
CH Dugaan CH Pengukuran
Sukawana
0,0 50,0
100,0 150,0
200,0 250,0
300,0
1 2
3
Dasarian ke- C
H m
m
CH Dugaan CH Pengukuran
Cipanas-Pengalengan
0,0 50,0
100,0 150,0
200,0 250,0
300,0
1 2
3
Dasarian ke- C
H m
m
CH Dugaan CH Pengukuran
Chinchona
0,0 50,0
100,0 150,0
200,0 250,0
300,0
1 2
3
Dasarian ke- C
H m
m
CH Dugaan CH Pengukuran
Kayu Ambon
0,0 50,0
100,0 150,0
200,0 250,0
300,0
1 2
3
Dasarian ke- C
H m
m
CH Dugaan CH Pengukuran
Lembang
0,0 50,0
100,0 150,0
200,0 250,0
300,0
1 2
3
Dasarian ke- C
H m
m
CH Dugaan CH Pengukuran
Bandung
0,0 50,0
100,0 150,0
200,0 250,0
300,0
1 2
3
Dasarian ke- C
H m
m
CH Dugaan CH Pengukuran
Cicalengka
0,0 50,0
100,0 150,0
200,0 250,0
300,0
1 2
3
Dasarian ke- C
H m
m
CH Dugaan CH Pengukuran
Ciherang
0,0 50,0
100,0 150,0
200,0 250,0
300,0
1 2
3
Dasarian ke- C
H m
m
CH Dugaan CH Pengukuran
Cisampih
0,0 50,0
100,0 150,0
200,0 250,0
300,0
1 2
3
Dasarian ke- C
H m
m
CH Dugaan CH Pengukuran
Cisondari
0,0 50,0
100,0 150,0
200,0 250,0
300,0
1 2
3
Dasarian ke- C
H m
m
CH Dugaan CH Pengukuran
Cibeureum
0,0 50,0
100,0 150,0
200,0 250,0
300,0
1 2
3
Dasarian ke- C
H m
m
CH Dugaan CH Pengukuran
Ujung Berung
0,0 50,0
100,0 150,0
200,0 250,0
300,0
1 2
3
Dasarian ke- C
H m
m
CH Dugaan CH Pengukuran
Ciparay
0,0 50,0
100,0 150,0
200,0 250,0
300,0
1 2
3
Dasarian ke- C
H m
m
CH Dugaan CH Pengukuran
Cisalak
0,0 50,0
100,0 150,0
200,0 250,0
300,0
1 2
3
Dasarian ke- C
H m
m
CH Dugaan CH Pengukuran
Paseh
0,0 50,0
100,0 150,0
200,0 250,0
300,0
1 2
3
Dasarian ke- C
H m
m
CH Dugaan CH Pengukuran
Lampiran 3 Data dugaan dan pengukuran harian bulan Januari 2008
Lampiran 4 Data dugaan dan pengukuran harian bulan Juli 2008
Lampiran 5 Data dugaan dan pengukuran pentad bulan Januari dan Juli 2008
Lampiran 6 Data dugaan dan pengukuran dasarian bulan Januari dan Juli 2008
ABSTRACT
SIGIT DENI SASMITO G24070029. Rainfall Estimation Based on Geostationary MTSAT-
1R and Microwave Imager TRMM Satellite: Case Study DAS Citarum. Supervised by Prof. Dr. HIDAYAT PAWITAN M.Sc., LELY QODRITA AVIA S.Si.
This research used blended satellite which are geostationary satellite MTSAT-1R and TRMM Microwave Imager TMI. The analyze is based on the MTSAT-1R canal 1R1 with spatial
resolution 0.05
o
x 0.05
o
for brightness temperature and TMI with hourly temporal resolution. The research focussed which covered 462 pixels for Citarum Water Catchment Area. TMI is good
enough to estimate the precipitation because using microwave to estimating volume of cloud but for temporal scale is not good enough. Assumed wind movement, atmosphere stabilization, and
topography are ignored.
The relationship analysis between the brightness temperature from MTSAT-1R and the rainfall from TMI have been conducted in this research. There is a relation between brightness temperature
and rainfall. Decreasing of brightness temperature is comparable by increasing of precipitation. In the modified exponential regression between two variable, the equation is formed Rainfall
estimation = a.e
bcloud brightness temperature
with determination coefficient 0,71. Then, this modification is used to estimate the precipitation.
The result showed that there is an overestimate between estimation data and field measurement data. Increasing quality of data followed by the higher time dimension data daily, 5 days, 10
days. The ratio test produce calibration factor 0.5 that can reduce overestimate data. This methods are having advantages in spatial and temporal scales as geostationary. In order to increase the
accuracy, the validation of data needs to be done by completing the TMI with other parameter and sources and also taking the topography of area into consideration.
Keywords: rainfall, brightness temperature, MTSAT-1R, TRMM Microwave Imager
RINGKASAN
SIGIT DENI SASMITO G24070029. Pendugaan Curah Hujan dengan Data Satelit
Geostasioner MTSAT-1R dan Gelombang Mikro Imager TRMM: Studi Kasus DAS Citarum. Dibimbing oleh Prof. Dr. HIDAYAT PAWITAN M.Sc., LELY QODRITA AVIA S.Si.
Penelitian ini memanfaatkan data satelit geostasioner MTSAT-1R dan gelombang mikro TRMM Microwave Imager TMI. Analisis diutamakan pada nilai suhu kecerahan awan yang
didapat dari MTSAT-1R dan rain rate laju hujan dari TMI pada waktu yang sama di wilayah kajian DAS Citarum. TMI digunakan karena memiliki kelebihan pada kanal gelombang mikro
yang mampu mendeteksi volume awan tetapi memiliki kekurangan pada resolusi temporal karena bentuk orbit polar. Pendugaan curah hujan metode ini dilakukan dengan mengambil beberapa
asumsi, diantaranya pergerakan awan akibat angin, stabilitas atmosfer, dan topografi.
Analisis hubungan antara suhu kecerahan awan dari MTSAT-1R dan laju hujan rain rate dari TMI menunjukkan semakin menurunnya suhu kecerahan maka laju hujan semakin meningkat.
Hubungan tersebut dapat direpresentasikan ke dalam bentuk persamaan regresi modifikasi eksponensial, yaitu Curah Hujan Dugaan = a.e
bsuhu kecerahan awan
dengan koefisien determinasi 0,71. Selanjutnya dengan nilai masukan suhu kecerahan awan maka didapat nilai laju hujan yang
kemudian dimodifikasi menjadi curah hujan dugaan. Hasil menunjukkan bahwa masih terjadi overestimate antara data curah hujan dugaan terhadap
data pengukuran stasiun. Semakin meningkatnya dimensi waktu harian, pentad, dasarian menunjukkan bahwa kualitas data semakin meningkat. Overestimate data dugaan dapat dikalibrasi
dengan menambahkan faktor kalibrasi 0.5 yang didapat dari uji rasio. Keuntungan dari metode ini adalah data curah hujan dugaan memiliki resolusi spasial dan temporal sama dengan satelit
geostasioner. Hasil akan lebih baik jika mempertimbangkan beberapa faktor seperti pergerakan awan oleh angin, stabilitas atmosfer, dan topografi.
Kata kunci: Curah Hujan, Suhu Kecerahan Awan, MTSAT-1R, TRMM Microwave Imager
I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Curah hujan
merupakan unsur
meteorologi yang mempunyai variasi tinggi dalam skala ruang dan waktu sehingga
paling sulit untuk diprediksi. Akan tetapi, informasi curah hujan sangat penting dan
dibutuhkan oleh hampir semua bidang seperti pertanian, transportasi, perkebunan,
hingga untuk peringatan dini bencana alam, banjir, longsor, dan kekeringan Parwati et
al. 2009.
Data dan informasi curah hujan masih terbatas baik untuk skala spasial yang luas
maupun satuan wilayah yang lebih kecil. Akses untuk data sulit dan belum memenuhi
syarat layak pakai. Jumlah stasiun penakar hujan mungkin banyak namun kelengkapan
data
masih belum
menjanjikan. Keterbatasan-keterbatasan tersebut menjadi
penghambat bagi pengguna data curah hujan dan kegiatan yang memfokuskan diri pada
implementasi analisis data hujan.
Keterbatasan ini mampu dijawab oleh data satelit penginderaan jauh. Beberapa
data satelit meteorologi telah mampu memberikan informasi cuaca yang up to date
setiap jam dan dapat diakses gratis. Meskipun begitu pemanfaatannya masih
sangat terbatas. Pendugaan curah hujan dengan satelit diawali sekitar tahun 1960
dengan memanfaatkan kanal inframerah serta cahaya tampak atau visible Suseno
2009. Berbagai metode masih terus dikembangkan agar hasil penghitungan nilai
curah hujan
dugaan mendekati hasil pengukuran stasiun penakar hujan.
Griffitth et al. dalam Tahir 2009 merumuskan adanya hubungan erat antara
curah hujan dari radar dengan suhu kecerahan awan yang lebih rendah dari 235
K dalam persamaan logaritmik. Vicente 2001 mengungkapkan curah hujan rata-rata
dari radar jika dihubungkan dengan nilai suhu kecerahan awan berelasi setiap 1
derajat antara 195 K sampai 260 K. Parwati et al. 2009 mengungkapkan korelasi curah
hujan dari data Qmorph dan suhu kecerahan awan dari data MTSAT-1R mencapai nilai
lebih dari 0,8 atau setara dengan koefisien determinasi 0,65.
Merujuk pada
beberapa penelitian
tersebut, penelitian ini menggunakan metode pendugaan curah hujan gabungan data dari
kanal inframerah
satelit geostasioner
MTSAT-1R dan kanal gelombang mikro TRMM Microwave Imager dari satelit
TRMM. Dilihat dari resolusi temporalnya metode tersebut merupakan salah satu
metode pendugaan curah hujan satelit yang terbaik saat ini karena resolusi temporal 1
jam.
Kajian dikhususkan untuk Daerah Aliran Sungai DAS Citarum. DAS Citarum
merupakan DAS terbesar dan terpanjang di Jawa Barat. Luas DAS Citarum 718.268,53
ha dan panjang sungai utama 269 km serta 14.346,24 km termasuk anak sungai Indo
Power 2009. Air yang mengalir di Citarum berasal dari mata air Gunung Wayang
melalui 8 daerah, yaitu Bandung, Kota Bandung, Kota Cimahi, Sumedang, Cianjur,
Purwakarta, Bogor dan Karawang sebagai muara Sungai Citarum.
Studi ini diharapkan dapat menjawab keterbatasan data pengukuran curah hujan
permukaan dan untuk skala mikro mampu menghitung jumlah air yang jatuh di wilayah
DAS Citarum serta dapat mendukung pengelolaan DAS secara berkelanjutan.
1.2 Tujuan
Tujuan utama penelitian ini adalah: a. Memperoleh persamaan regresi antara
suhu kecerahan awan dan curah hujan. b. Menduga
nilai curah
hujan dan
perbandingannya terhadap curah hujan pengukuran pada bulan basah dan kering
di DAS Citarum.
II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Hubungan Suhu Kecerahan Awan dan Curah Hujan
Awan-awan penghasil hujan mempunyai tingkat ketebalan awan yang tinggi karena
mengandung banyak uap air sehingga nilai albedonya besar. Sebaliknya, awan yang
tidak potensial hujan mempunyai ketebalan rendah dan mengandung lebih sedikit uap air
sehingga nilai albedonya kecil. Awan dengan albedo kecil biasanya adalah awan
cirrus dan stratus, sedangkan albedo besar biasanya dijumpai pada awan cumulus.
Estimasi curah hujan dapat dilakukan berdasarkan
suhu awan
dimana pembentukan hujan terjadi pada awan-awan
yang mempunyai suhu rendah Handoko et. al. 1994. Rata-rata suhu awan pembentuk
hujan antara 195 K hingga 260 K Grifith et al. dalam Tahir 2009. Semakin tinggi suhu
kecerahan awan maka semakin tinggi curah hujan. Hubungan antara curah hujan dari
radar dengan suhu kecerahan awan pada TOA top of the atmosphere dari kanal
I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang