35
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Pengambilan Plot Contoh di Lapangan
Berdasarkan jumlah pohon yang ditemukan di lapangan, jumlah pohon yang diperoleh dari 38 plot lokasi BKPH Dagangan ada sebanyak 372 pohon, dimana
sebaran menurut kelas diameternya pohon yang berdiameter 50 cm ada sebanyak 120 pohon, sedangkan pohon dengan diameter antara 25-50 cm ada
sebanyak 252 pohon. Berbeda dengan BKPH Dagangan, BKPH Dungus memiliki jumlah pohon yang lebih banyak adalah 520 pohon, dengan jumlah pohon
berdiameter 50 cm sebanyak 108 pohon, sedangkan pohon dengan diameter 20- 50 cm sebanyak 412 pohon. Data tersebut menunjukkan bahwa lokasi BKPH
Dagangan memiliki diameter pohon yang relatif lebih besar daripada lokasi BKPH Dungus, tetapi BKPH Dagangan memiliki jumlah pohon kerapatan
pohon yang relatif sedikit. Walaupun berada dalam lokasi yang tidak terlalu jauh, dapat terjadi perbedaan antara suatu lokasi dengan lokasi yang lainnya.
Tabel 7 Jumlah pohon tiap lokasi penelitian No. Lokasi
25 – 50 cm 50 cm
1 BKPH Dagangan
252 120
2 BKPH Dungus
412 108
36
a b
Gambar 15 Kondisi tegakan pada lokasi penelitian BKPH Dagangan a KU III – IV dan b KU V- Up.
a b
Gambar 16 Kondisi tegakan pada lokasi penelitian BKPH Dungus a KU III – IV dan b KU V- Up.
37 Tabel 8 Hasil foto tegakan menggunakan kamera SLR dengan lensa fisheye
menurut kelas umur No.
Lokasi Hasil foto menggunakan
lensa fish eye LAI Rata-rata
C
ctr
BKPH Dagangan 1
KU III-IV 0,692
79
2 KU V-up
1,098 83
BKPH Dungus 1
KU I-II 0,772
66
2 KU V-up
1,199 74
38 Pada Tabel 8 dapat diketahui bahwa nilai LAI Leaf Area Index pada salah
satu plot contoh lokasi BKPH Dagangan yang mewakili KU III-IV adalah 0,692 dan untuk KU V-up adalah 1,098, sedangkan untuk lokasi BKPH Dungus adalah
0,772 untuk KU I-II dan 1,199 untuk KU V-up. Leaf Area Index didefinisikan sebagai nisbah luas daun dan luas lahan tegakan yang diproyeksikan tegak lurus
terhadap penutupan tajuk. LAI juga dapat diartikan sebagai setengah dari penutupan total luas permukaan oleh daun per unit lantai tegakan yang
diproyeksikan tegak lurus terhadap penutupan tajuk Djumhaer 2003. Herdiyanti 2009 menyatakan bahwa semakin tinggi kerapatan tajuk suatu
hutan, maka semakin tinggi pula nilai LAI-nya. Hal ini dibuktikan dengan hasil yang didapat pada penelitian ini. Nilai rata-rata kerapatan tajuk citra C
ctr
pada KU V-up untuk kedua lokasi lebih tinggi dari pada nilai rata-rata C
ctr
pada KU di bawahnya.
a b
Gambar 17 Kondisi tajuk menggunakan kamera SLR berlensa fish eye aTegakan teresan dan b Tegakan normal.
Pengambilan data lapangan dilakukan pada waktu kemarau, pada saat tegakan jati mengalami gugur daun yang berbeda dengan musim saat pengambilan
foto citra. Tampilan citra dijital pada Gambar 3 dan Gambar 4 terlihat bahwa tajuk tumbuh dengan lebat, tetapi pada tampilan Gambar 17
tajuk terlihat jarang. Perbedaan ini disebabkan karena pengambilan data lapangan dilakukan pada saat
39 musim kemarau. Musim kemarau merupakan waktu dimana Jati menggugurkan
daunnya untuk mengurangi transpirasi. Musim merupakan faktor yang perlu diperhatikan mengingat hutan jati memiliki penampakan yang berbeda pada
musim penghujan dan musim kemarau, dimana jati akan menggugurkan daunnya pada musim kemarau Perhutani 1995. Perbedaan tidak akan mengurangi
keakuratan data apabila dilakukan pengukuran dengan benar dan didapatkan perbedaan data yang sistematik.
Perbedaan musim pada pengambilan foto citra dan pengambilan data dapat dikategorikan dalam bias, karena terjadinya perbedaan atau selisih data yang
diperoleh relatif konsisten. Bias merupakan kesalahan-kesalahan yang terjadi secara sistematik Paine 1981. Simon 1993 menyatakan bahwa bias dapat
terjadi karena alat yang dipakai cacat dan juga prosedur sampling atau cara analisis yang tidak benar secara terus-menerus dan tetap. Apabila terjadi hal yang
seperti itu, maka bias tersebut ditiadakan. Dengan kata lain, kesalahan penaksiran tidak menjadi masalah besar, asalkan dalam penaksiran tersebut cukup konsisten
Sutarahardja 1999.
4.2 Koefisien Determinasi R