23 Seperti pengukuran kerapatan dan diameter tajuk, maka perhitungan jumlah
pohon citra dalam setiap plot juga dilakukan secara visual dengan menghitung langsung jumlah pohon yang ada di citra. Gambar 12 menunjukkan bahwa jumlah
pohon pada plot tersebut adalah 9 pohon.
Gambar 13 Cara menghitung jumlah pohon.
2. Pengolahan Data Lapangan
Setelah data lapangan diperoleh, maka dilakukan pemetaan data ke dalam citra menggunakan software Arcview. Data yang dipetakan antara lain koordinat
plot contoh, koordinat pohon, dan diameter tajuk. Sebelum dilakukan pemetaan data mengunakan Arcview, dilakukan pengunduhan dari GPS menggunakan
komputer untuk memperoleh semua data yang telah didapatkan di lapangan. Dari pemetaan data koordinat pohon, didapatkan jumlah pohon di lapangan N
lap
pada setiap plotnya.
Diameter tajuk lapangan D
lap
yang diperoleh, digunakan untuk menghitung kerapatan tajuk citra di lapangan C
lap
. Nilai diameter digunakan untuk membuat buffer tajuk pohon yang bertitik pusat pada koordinat pohon.
Setelah buffer terbentuk dan didapatkan luasannya, kemudian luasan tersebut dibagi dengan luas plot contoh dan dikalikan 100.
Nilai sediaan tegakan lapangan didapat dengan sebelumnya dilakukan perhitungan sediaan tiap pohon menggunakan rumus 5. Setelah nilai sediaan
setiap pohon didapat, kemudian dilakukan penjumlahan sediaan pohon yang berada pada plot yang sama dengan menggunakan perhitungan rumus 6. Nilai
Posisi Pohon
24 sediaan yang didapatkan ini merupakan sediaan tegakan lapangan pada tiap plot
contoh.
tbc ×
dbh ×
× 4
1 =
Vbc
2 i
π ................................................................................. 5
=
=
n i
i plot
Vbc Vbc
1
Keterangan : Vbc
i
= Volume tiap pohon m
3
Vbc
plot
= Volume pohon tiap plot m
3
plot Dbh = Diameter pohon bebas cabang m
Tbc = Tinggi pohon bebas cabang m
n = Jumlah pohon setiap plot
3. Koefisien Determinasi R
2
antar Peubah
Data yang didapat dari survey lapangan yang baik paling tidak hampir mendekati nilai dari data hasil interpretasi citra dan keduanya memliliki selisih
yang konsisten. Untuk itu perlu dilakukan perhitungan koefisien determinasi R
2
untuk mengetahui konsistensi antar peubah. Koefisien determinasi dilakukan untuk mengetahui seberapa besar suatu peubah dapat menjelaskan peubah lainnya
Walpole 1982. Semakin tinggi nilai R
2
, menunjukkan bahwa semakin tinggi kemampuan suatu peubah dalam menjelaskan peubah lainnya, dan juga
sebaliknya. Koefisien determinasi dapat diperoleh melalui pembuatan scatter plot. Perhitungan koefisien determinasi dilakukan antara N
ctr
dengan N
lap
, D
ctr
dengan D
lap
, dan juga C
ctr
dengan C
lap
. Selain peubah-peubah tersebut, dilakukan juga perhitungan R
2
antara peubah Vbc dengan N
ctr
, Vbc dengan D
ctr
, dan Vbc dengan C
ctr
untuk melihat seberapa besar peubah citra dapat menjelaskan nilai Vbc yang diperoleh pada tahapan sebelumnya.
………………………………………………………….…..6
25
4. Pendugaan model