Analisis kebijakan penebangan rata tanah untuk pohon jati (Tectona grandis Linn f.) di KPH Nganjuk Perum Perhutani Unit II Jawa Timur

(1)

Perum Perhutani Unit II Jawa Timur

RIZQIYAH

DEPARTEMEN HASIL HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(2)

Perum Perhutani Unit II Jawa Timur

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh

gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan

Institut pertanian Bogor

Oleh :

Rizqiyah

E24104031

DEPARTEMEN HASIL HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(3)

Judul Skripsi : Analisis Kebijakan Penebangan Rata Tanah untuk Pohon Jati (Tectona grandis Linn f.) di KPH Nganjuk Perum Perhutani Unit II Jawa Timur

Nama : Rizqiyah

NIM : E24104031

Menyetujui : Dosen Pembimbing,

Dr. Ir. Bramasto Nugroho, MS. NIP. 131 671 598

Mengetahui :

Dekan Fakultas Kehutanan IPB,

Dr. Ir. Hendrayanto, M.Agr NIP. 131 578 788


(4)

KATA PENGANTAR

Penulis memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala curahan rahmat dan kasih sayang-Nya sehingga penelitian ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan pada bulan juni 2008 adalah penebangan pohon jati, dengan judul Analisis Kebijakan Penebangan Rata Tanah untuk Pohon Jati (Tectona grandis Linn f.) di Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Nganjuk Perum Perhutani Unit II Jawa Timur.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terimakasih sebesar-besarnya atas segala dukungan, bantuan dan bimbingan dari banyak pihak selama proses studi dan selama proses penyusunan laporan skripsi. Penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada Bapak Dr. Ir. Bramasto Nugroho, MS. selaku Dosen pembimbing skripsi yang telah banyak membantu proses penyusunan skripsi. Selain itu, penghargaan penulis disampaikan pula kepada Bapak Administratur KPH Nganjuk Ir. Ririh Prabowo yang telah membantu pelaksanaan penelitian dan memberikan arahan-arahan didalam penelitian Penulis. Terimakasih pula kepada Bapak Dr. Ir. Didik Suhardjito MS. dan Bapak Ir. Tutut Sunarminto M.Si selaku dosen penguji perwakilan dari Departemen Manajemen Hutan dan Konservasi Sumberdaya Hutan. Terimakasih pula kepada Bapak Wakil Administratur KPH Nganjuk Hadi Santoso S.Hut, Bapak Ir. Budi Prihanto M.Sc, semua staf yang ada di BKPH Tamanan dan BKPH yang lain, semua pekerja yang ada di tebangan, dan semua pegawai Perum Perhutani KPH Nganjuk yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terimakasih juga disampaikan kepada keluargaku tercinta, atas semua kasih sayang, dorongan, dan do’a yang sudah diberikan selama ini.

Semoga skripsi ini bermanfaat.

Bogor, Januari 2009 Penulis


(5)

(6)

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI... ii

DAFTAR TABEL... iv

DAFTAR GAMBAR ... v

DAFTAR LAMPIRAN... vi

BAB I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang ... 1

1.2.Tujuan ... 2

1.3.Manfaat ... 2

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Penebangan ... 3

2.2.Prestasi kerja dan produktivitas ... 5

2.3.Keuntungan ... 12

2.3.1. Pendapatan ... 12

2.3.2. Biaya ... 12

BAB III. METODE PENELITIAN 3.1.Tempat dan Waktu Penelitian ... 15

3.2.Bahan dan Alat... 15

3.3.Pengumpulan Data ... 15

3.4.Analisis Data ... 17

BAB IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1.Letak dan Luas KPH ... 24

4.2.Keadaan lapangan ... 24

4.3.Jenis-jenis tanah ... 25

4.4.Iklim ... 25

4.5.Bagian Hutan... 26

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1.Perbandingan sistem penebangan konvensional dengan rata tanah... 27

5.2.Prestasi kerja penebangan ... 35

5.3.Nilai tambah ... 39

5.4.Keuntungan ... 43


(7)

BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1.Kesimpulan ... 57

6.2.Saran... 57

DAFTAR PUSTAKA ... 58


(8)

DAFTAR TABEL

No. Halaman

1. Biodata operator chainsaw dan asisten operator ... 32

2. Penerimaan bersih operator dan helper penebangan konvensional per BKPH ... 33

3. Penerimaan bersih operator dan helper penebangan rata tanah per BKPH ... 33

4. Penerimaan pekerja/tenaga tambahan kegiatan penebangan rata tanah per BKPH ... 34

5. Upah pekerja penyaradan pada kegiatan penebangan konvensional dan rata tanah per BKPH ... 34

6. Prestasi kerja penebangan konvensional... 36

7. Prestasi kerja penebangan rata tanah... 36

8. Nilai tambah dan penambahan volume rata-rata untuk masing-masing kelas keliling dan kelas kelerengan... 40

9. Nilai tambah dan penambahan volume rata-rata untuk semua pohon contoh ... 41

10. Analisis ragam untuk kelas keliling A, B, C dan D ... 42

11. Keuntungan perusahaan tahun 2008 dari produksi tebangan A2 Jati... 43

12. Analisis regresi linier ganda terhadap prestasi kerja penebangan konvensional ... 45

13. Hasil uji-t terhadap prestasi kerja penebangan konvensional ... 45

14. Analisis regresi linier ganda prestasi kerja penebangan rata tanah... 48

15. Hasil uji-t terhadap prestasi kerja penebangan rata tanah... 48

16. Efisiensi penebangan konvensioanl dan rata tanah... 50

17. Analisis regresi linier ganda terhadap efisiensi penebangan konvensional ... 52

18. Hasil uji-t terhadap efisiensi penebangan konvensional ... 53

19. Analisis regresi linier ganda terhadap efisiensi penebangan rata tanah ... 54


(9)

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman

1. Penebangan konvensional ... 28

2. Penggalian tanah pada penebangan rata tanah ... 28

3. Penggalian tanah berupa akar pohon jati ... 28

4. Kedalaman galian penebangan rata tanah ± 20 cm... 29

5. Kepras banir penebangan rata tanah ... 29

6. Teknik penebangan rata tanah... 29

7. Chainsaw (gergaji rantai) merk STIHL 2306200... 31

8. Nilai tambah rata-rata per pohon untuk masing-masing kelas keliling dan kelas kelerengan pada penebangan rata tanah... 40

9. Penambahan volume rata-rata per pohon untuk masing-masing kelas keliling dan kelas kelerengan pada penebangan rata tanah... 41

10. Regresi hubungan antara diameter, kelas kelerengan, panjang batang bebas cabang dan panjang banir terhadap prestasi kerja penebangan konvensional ... 46

11. Regresi hubungan antara diameter, kelas kelerengan, panjang batang bebas cabang dan panjang banir terhadap prestasi kerja penebangan rata tanah ... 49

12. Regresi hubungan antara diameter, kelas kelerengan, panjang batang bebas cabang dan panjang banir terhadap efisiensi kerja penebangan konvensional ... 52

13. Regresi hubungan antara diameter, kelas kelerengan, panjang batang bebas cabang dan panjang banir terhadap efisiensi kerja penebangan rata tanah ... 55


(10)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman

1. Matriks data perhitungan nilai tambah penebangan rata tanah... 60

2. Matriks data perhitungan nilai tambah bersih kelas keliling A... 61

3. Matriks data perhitungan nilai tambah bersih kelas keliling B... 62

4. Matriks data perhitungan nilai tambah bersih kelas keliling C... 63

5. Matriks data perhitungan nilai tambah bersih kelas keliling D... 64

6. Prestasi kerja penebangan konvensional... 65

7. Prestasi kerja penebangan rata tanah... 67

8. Kelas keliling yang berpengaruh... 69

9. Matriks data pekerja penebangan konvensional ... 70

10.Matriks data pekerja penebangan rata tanah ... 72

11.Daftar harga jual dasar kayu sortimen AI ... 74

12.Daftar harga jual dasar kayu sortimen AII... 75

13.Daftar harga jual dasar kayu sortimen AIII... 76

14.Realisasi produksi tebangan A2 Jati tahun 2008 ... 78

15.Tarif upah produksi tebangan A2 Jati s/d TPK... 79

16.Perhitungan biaya produksi penebangan konvensional s/d TPK ... 80

17.Perhitungan biaya produksi penebangan rata tanah s/d TPK... 83

18.Upah pekerja operator chainsaw dan helper serta blandong kegiatan penebangan konvensional ... 90

19.Upah pekerja operator chainsaw dan helper serta blandong kegiatan penebangan rata tanah ... 96

20.Penerimaan bersih operator dan helper penebangan konvensional per Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH)... 103

21.Penerimaan bersih operator dan helper penebangan rata tanah per Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH)... 111

22.Matriks data efisiensi penebangan konvensional... 119

23.Matriks data efisiensi penebangan rata tanah... 120


(11)

Perum Perhutani Unit II Jawa Timur

RIZQIYAH

DEPARTEMEN HASIL HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(12)

Perum Perhutani Unit II Jawa Timur

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh

gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan

Institut pertanian Bogor

Oleh :

Rizqiyah

E24104031

DEPARTEMEN HASIL HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(13)

Judul Skripsi : Analisis Kebijakan Penebangan Rata Tanah untuk Pohon Jati (Tectona grandis Linn f.) di KPH Nganjuk Perum Perhutani Unit II Jawa Timur

Nama : Rizqiyah

NIM : E24104031

Menyetujui : Dosen Pembimbing,

Dr. Ir. Bramasto Nugroho, MS. NIP. 131 671 598

Mengetahui :

Dekan Fakultas Kehutanan IPB,

Dr. Ir. Hendrayanto, M.Agr NIP. 131 578 788


(14)

KATA PENGANTAR

Penulis memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala curahan rahmat dan kasih sayang-Nya sehingga penelitian ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan pada bulan juni 2008 adalah penebangan pohon jati, dengan judul Analisis Kebijakan Penebangan Rata Tanah untuk Pohon Jati (Tectona grandis Linn f.) di Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Nganjuk Perum Perhutani Unit II Jawa Timur.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terimakasih sebesar-besarnya atas segala dukungan, bantuan dan bimbingan dari banyak pihak selama proses studi dan selama proses penyusunan laporan skripsi. Penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada Bapak Dr. Ir. Bramasto Nugroho, MS. selaku Dosen pembimbing skripsi yang telah banyak membantu proses penyusunan skripsi. Selain itu, penghargaan penulis disampaikan pula kepada Bapak Administratur KPH Nganjuk Ir. Ririh Prabowo yang telah membantu pelaksanaan penelitian dan memberikan arahan-arahan didalam penelitian Penulis. Terimakasih pula kepada Bapak Dr. Ir. Didik Suhardjito MS. dan Bapak Ir. Tutut Sunarminto M.Si selaku dosen penguji perwakilan dari Departemen Manajemen Hutan dan Konservasi Sumberdaya Hutan. Terimakasih pula kepada Bapak Wakil Administratur KPH Nganjuk Hadi Santoso S.Hut, Bapak Ir. Budi Prihanto M.Sc, semua staf yang ada di BKPH Tamanan dan BKPH yang lain, semua pekerja yang ada di tebangan, dan semua pegawai Perum Perhutani KPH Nganjuk yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terimakasih juga disampaikan kepada keluargaku tercinta, atas semua kasih sayang, dorongan, dan do’a yang sudah diberikan selama ini.

Semoga skripsi ini bermanfaat.

Bogor, Januari 2009 Penulis


(15)

(16)

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI... ii

DAFTAR TABEL... iv

DAFTAR GAMBAR ... v

DAFTAR LAMPIRAN... vi

BAB I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang ... 1

1.2.Tujuan ... 2

1.3.Manfaat ... 2

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Penebangan ... 3

2.2.Prestasi kerja dan produktivitas ... 5

2.3.Keuntungan ... 12

2.3.1. Pendapatan ... 12

2.3.2. Biaya ... 12

BAB III. METODE PENELITIAN 3.1.Tempat dan Waktu Penelitian ... 15

3.2.Bahan dan Alat... 15

3.3.Pengumpulan Data ... 15

3.4.Analisis Data ... 17

BAB IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1.Letak dan Luas KPH ... 24

4.2.Keadaan lapangan ... 24

4.3.Jenis-jenis tanah ... 25

4.4.Iklim ... 25

4.5.Bagian Hutan... 26

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1.Perbandingan sistem penebangan konvensional dengan rata tanah... 27

5.2.Prestasi kerja penebangan ... 35

5.3.Nilai tambah ... 39

5.4.Keuntungan ... 43


(17)

BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1.Kesimpulan ... 57

6.2.Saran... 57

DAFTAR PUSTAKA ... 58


(18)

DAFTAR TABEL

No. Halaman

1. Biodata operator chainsaw dan asisten operator ... 32

2. Penerimaan bersih operator dan helper penebangan konvensional per BKPH ... 33

3. Penerimaan bersih operator dan helper penebangan rata tanah per BKPH ... 33

4. Penerimaan pekerja/tenaga tambahan kegiatan penebangan rata tanah per BKPH ... 34

5. Upah pekerja penyaradan pada kegiatan penebangan konvensional dan rata tanah per BKPH ... 34

6. Prestasi kerja penebangan konvensional... 36

7. Prestasi kerja penebangan rata tanah... 36

8. Nilai tambah dan penambahan volume rata-rata untuk masing-masing kelas keliling dan kelas kelerengan... 40

9. Nilai tambah dan penambahan volume rata-rata untuk semua pohon contoh ... 41

10. Analisis ragam untuk kelas keliling A, B, C dan D ... 42

11. Keuntungan perusahaan tahun 2008 dari produksi tebangan A2 Jati... 43

12. Analisis regresi linier ganda terhadap prestasi kerja penebangan konvensional ... 45

13. Hasil uji-t terhadap prestasi kerja penebangan konvensional ... 45

14. Analisis regresi linier ganda prestasi kerja penebangan rata tanah... 48

15. Hasil uji-t terhadap prestasi kerja penebangan rata tanah... 48

16. Efisiensi penebangan konvensioanl dan rata tanah... 50

17. Analisis regresi linier ganda terhadap efisiensi penebangan konvensional ... 52

18. Hasil uji-t terhadap efisiensi penebangan konvensional ... 53

19. Analisis regresi linier ganda terhadap efisiensi penebangan rata tanah ... 54


(19)

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman

1. Penebangan konvensional ... 28

2. Penggalian tanah pada penebangan rata tanah ... 28

3. Penggalian tanah berupa akar pohon jati ... 28

4. Kedalaman galian penebangan rata tanah ± 20 cm... 29

5. Kepras banir penebangan rata tanah ... 29

6. Teknik penebangan rata tanah... 29

7. Chainsaw (gergaji rantai) merk STIHL 2306200... 31

8. Nilai tambah rata-rata per pohon untuk masing-masing kelas keliling dan kelas kelerengan pada penebangan rata tanah... 40

9. Penambahan volume rata-rata per pohon untuk masing-masing kelas keliling dan kelas kelerengan pada penebangan rata tanah... 41

10. Regresi hubungan antara diameter, kelas kelerengan, panjang batang bebas cabang dan panjang banir terhadap prestasi kerja penebangan konvensional ... 46

11. Regresi hubungan antara diameter, kelas kelerengan, panjang batang bebas cabang dan panjang banir terhadap prestasi kerja penebangan rata tanah ... 49

12. Regresi hubungan antara diameter, kelas kelerengan, panjang batang bebas cabang dan panjang banir terhadap efisiensi kerja penebangan konvensional ... 52

13. Regresi hubungan antara diameter, kelas kelerengan, panjang batang bebas cabang dan panjang banir terhadap efisiensi kerja penebangan rata tanah ... 55


(20)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman

1. Matriks data perhitungan nilai tambah penebangan rata tanah... 60

2. Matriks data perhitungan nilai tambah bersih kelas keliling A... 61

3. Matriks data perhitungan nilai tambah bersih kelas keliling B... 62

4. Matriks data perhitungan nilai tambah bersih kelas keliling C... 63

5. Matriks data perhitungan nilai tambah bersih kelas keliling D... 64

6. Prestasi kerja penebangan konvensional... 65

7. Prestasi kerja penebangan rata tanah... 67

8. Kelas keliling yang berpengaruh... 69

9. Matriks data pekerja penebangan konvensional ... 70

10.Matriks data pekerja penebangan rata tanah ... 72

11.Daftar harga jual dasar kayu sortimen AI ... 74

12.Daftar harga jual dasar kayu sortimen AII... 75

13.Daftar harga jual dasar kayu sortimen AIII... 76

14.Realisasi produksi tebangan A2 Jati tahun 2008 ... 78

15.Tarif upah produksi tebangan A2 Jati s/d TPK... 79

16.Perhitungan biaya produksi penebangan konvensional s/d TPK ... 80

17.Perhitungan biaya produksi penebangan rata tanah s/d TPK... 83

18.Upah pekerja operator chainsaw dan helper serta blandong kegiatan penebangan konvensional ... 90

19.Upah pekerja operator chainsaw dan helper serta blandong kegiatan penebangan rata tanah ... 96

20.Penerimaan bersih operator dan helper penebangan konvensional per Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH)... 103

21.Penerimaan bersih operator dan helper penebangan rata tanah per Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH)... 111

22.Matriks data efisiensi penebangan konvensional... 119

23.Matriks data efisiensi penebangan rata tanah... 120


(21)

25.Output prestasi kerja penebangan rata tanah... 123 26.Output efisiensi penebangan konvensional... 125 27.Output efisiensi penebangan rata tanah... 127


(22)

1.1. Latar Belakang

Penebangan menurut Nugroho (1995) adalah proses awal kegiatan pemanenan hutan dengan mengubah pohon berdiri menjadi kayu bulat yang dapat diangkut keluar hutan untuk dapat dimanfaatkan. Proses penebangan ini terdiri dari kegiatan merebahkan pohon dan membagi batang rebah menjadi sortimen kayu bulat. Penebangan bertujuan untuk mengoptimalkan nilai hutan dan meningkatkan efisiensi dan efektifitas pekerjaan sebelum dan sesudah penebangan. Di areal Hak Pengusahaan hutan (HPH) di luar Pulau Jawa cara penebangan pada umumnya telah menggunakan peralatan mekanis yang bersifat padat modal dan cara mekanis ini dianggap lebih cepat dan lebih menguntungkan.

Lain halnya dengan cara penebangan yang dipakai di Perum Perhutani di Pulau Jawa, pada umumnya masih memakai tenaga manusia/manual yang bersifat padat karya. Hal ini bertujuan untuk memberikan lapangan kerja bagi masyarakat sekitar hutan. Dalam sistem tebang habis jati dikenal adanya panca usaha tebangan dengan maksud untuk meningkatkan efisiensi sumberdaya hutan. Salah satu dari panca usaha tebangan adalah mengusahakan tunggak serendah mungkin.

Atas dasar prinsip mengusahakan tunggak serendah mungkin maka dilakukan usaha perbaikan sistem tebangan dari sistem penebangan sekitar teresan ± 15 cm diatas tanah (penebangan konvensional) menjadi sistem tebangan kepras banir (penebangan rata tanah). Pada sistem tebangan sekitar teresan, takik rebah penebangan jati dibuat di sekitar teresan dan meninggalkan tunggak yang cukup tinggi. Akibatnya sebagian volume kayu jati tidak termanfaatkan dan terbuang menjadi limbah.

Mengingat potensi pemanfaatan dan nilai kayu jati yang semakin meningkat maka timbul upaya untuk memanfaatkan tunggak yang tersisa. Pada sistem tebangan kepras banir, takik rebah penebangan jati dibuat rata dengan tanah. Agar pelaksanaan penebangan dengan takik rebah rata tanah dapat dilakukan maka perlu diadakan penggalian tanah sedalam 20-30 cm di sekitar pohon yang akan ditebang.


(23)

Volume pada penebangan rata tanah dapat diperbesar, tetapi berimplikasi pada penambahan waktu dan biaya. Penelitian ini dilakukan untuk membandingkan baik secara teknis dan ekonomis lebih menguntungkan penebangan rata tanah atau konvensional. Hasil yang diperoleh akan bermanfaat dalam penentuan pemilihan alternatif yang terbaik khususnya dalam penebangan sistem tebangan rata tanah. Sistem tebangan rata tanah diharapkan dapat meningkatkan efisiensi pemanfaatan sumber dayahutan, menambah pendapatan perusahaan dan menjaga kelestarian sumberdaya alam.

1.2. Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Membandingkan teknik penebangan jati (Tectona grandis Linn.f) antara penebangan konvensional dengan penebangan rata tanah.

2. Membandingkan prestasi kerja kegiatan penebangan jati antara penebangan konvensional dengan rata tanah dalam kegiatan pemanenan kayu jati

3. Membandingkan biaya produksi penebangan jati antara penebangan konvensional dengan rata tanah dalam kegiatan pemanenan kayu jati

4. Membandingkan seberapa besar keuntungan yang diperoleh perum perhutani antara penebangan konvensional dengan penebangan rata tanah.

1.3. Manfaat

1. Dapat menjadi masukan bagi pihak manajemen perusahaan untuk kepentingan perencanaan hutan

2. Dapat menjadi tambahan sumber informasi dan bahan pertimbangan untuk penelitian selanjutnya


(24)

2.1. Penebangan

Penebangan adalah kegiatan pengambilan kayu dari pohon-pohon dalam tegakan yang berdiameter sama dengan atau lebih besar dari diameter batas yang ditentukan (Departemen Kehutanan 1999). Kegiatan penebangan pohon meliputi pekerjaan penentuan arah rebah, pelaksanaan penebangan, pembagian batang, penyaradan, pengupasan dan pengangkutan kayu bulat dari tempat pengumpulan kayu (TPn) ke tempat penimbunan kayu (TPK).

Rangkaian kegiatan penebangan termasuk di dalamnya adalah persiapan-persiapan yang dilakukan oleh penebang dalam hubungan dengan tugasnya, memotong ujung dan pangkal batang setelah pohon rebah serta membersihkan batang dari cabang-cabang menjadi sortimen-sortimen tertentu sehingga batang siap untuk disarad.

Anggota penebang biasanya terdiri dari seorang operator dan seorang pembantu operator yang merupakan pasangan tetap. Alat yang digunakan adalah gergaji mesin untuk satu orang dari ukuran sedang sampai berat dengan berbagai merk. Perbedaan merk tersebut berpengaruh terhadap prestasi kerja.

Setiap pohon yang telah ditebang langsung dipotong tajuknya oleh regu penebang di dalam blok tebangan. Pembagian batang diusahakan seoptimal mungkin dan dianjurkan untuk dilaksanakan di tempat pengumpulan (TPn). Teknis penebangan menurut Departemen Kehutanan 1999 adalah sebagai berikut : 1) Membuat arah rebah pohon yang tepat, yaitu :

a. Arah rebah diarahkan pada tempat-tempat yang sedikit mungkin merusak pohon inti dan pohon induk

b. Diarahkan ke bukit atau ke tempat yang datar dan searah dengan jalan sarad yang telah dipersiapkan sebelumnya. Hal ini untuk memudahkan penyaradan kayu dari tempat tebangan ke TPn. Diupayakan arah rebah pohon tidak menuju ke jurang-jurang.


(25)

2) Pembuatan takik rebah dan takik balas

Pembuatan takik adalah sangat penting sebelum pohon dirobohkan. Oleh karenanya pembuatan takik ini perlu selalu dikontrol dan diikuti agar benar-benar tepat, sehingga pohon jatuh tanpa banyak kerusakan. Takik rebah dibuat serendah mungkin sehingga tunggak pohon hampir rata tanah, kemudian dibuat takik balas.

3) Penggunaan baji

Dalam usaha menghindarkan arah rebah yang tidak terkendali, maka selain pembuatan takik rebah yang baik sering dibantu dengan penggunaan baji. Pada saat penggunaan baji tersebut yang terpenting adalah cara dan saat-saat pemukulan di mana moment tersebut akan mampu memindahkan gaya berat dari pohon ke arah yang diinginkan.

Pohon yang akan di tebang agar dicatat dalam buku ukur, dan pencatatannya agar sesuai dengan ketentuan dalam Tata Usaha Kayu/hasil Hutan. Dengan melaksanakan kegiatan penebangan keselamatan pekerja harus diutamakan, dengan memperhatikan :

a. Jarak antara masing-masing pekerja harus berjauhan b. Para pekerja diharuskan memakai topi pengaman

c. Orang-orang yang tidak adanya hubungannya dengan penebangan dilarang berada di areal penebangan.

Sedangkan menurut Suhartana (1995), penebangan merupakan langkah pertama dalam operasi pemungutan hasil hutan berupa kayu, meliputi semua tindakan yang diperlukan untuk memotong pohon dari tunggaknya secara aman dan efisien. Menurut Perum Perhutani (1999), penebangan yang baik dan efisien dapat dilihat dari 3 faktor, yaitu :

a. Tunggak dibuat serendah mungkin, dengan takik rebah antara 1/4-1/3 diameter

batang, takik balas dibuat 2-3 cm diatas takik rebah dan saat pohon jatuh tidak mengalami pecah batang

b. Tidak mengakibatkan menurunnya kualitas tegakan yang ditebang atau kerusakan terhadap tegakan di sekitarnya


(26)

Pada pekerjaan penebangan dikenal dua macam teknik penebangan, yaitu : 1. Sistem tebangan sekitar teresan (konvensional)

Pada sistem tebangan sekitar teresan, penebangan dilakukan pada ketinggian sekitar 15 cm di atas tanah.

2. Sistem tebangan kepras banir (rata tanah)

Pada sistem tebangan kepras banir, penebangan dilakukan dengan sistem dudukan (rata tanah) dan sebelum pohon ditebang dilakukan pengeprasan banir dan penggalian tanah. Pengeprasan banir adalah penghilangan banir untuk mempermudah pembuatan takik rebah dan takik balas serendah mungkin.

2.2. Prestasi kerja dan produktivitas

Prestasi kerja menurut Suhartana (1995), adalah hasil kerja yang diperoleh seorang pekerja tergantung pada faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi kerja tersebut, yaitu :

1) Metode atau cara kerja 2) Alat kerja

3) Keterampilan pekerja

4) Tradisi atau kebiasaan pekerja

5) Keadaan pekerja (jenis kelamin, umur, kesehatan, kondisi gizi, keadaan fisik dan lain-lain)

6) Suasana tempat kerja 7) Iklim/musim

8) Organisasi kerja

Organisasi kerja banyak berpengaruh pada kelancaran kerja khususnya yang menyangkut hubungan para pekerja dengan petugas maupun proses penyelesaian suatu pekerjaan. Selanjutnya satuan prestasi kerja terbagi dalam tiga kelompok, yaitu :

a. Satuan untuk hasil kerja seorang sehari

Banyaknya hasil ini bukanlah objektif karena ditetapkan tidak hanya oleh lamanya waktu kerja dan usaha pekerja saja, akan tetapi juga oleh beberapa faktor yang mempengaruhi hasil kerja tersebut dan pengaruh faktor-faktor ini


(27)

sering kali lebih besar dari faktor-faktor waktu dan usaha pekerja. Faktor yang mempengaruhi tersebut adalah tempat kerja, cara kerja dan lain-lain.

b. Satuan luas bidang yang dikerjakan oleh seseorang

Satuan luas ini juga tidak objektif karena tidak bebas dari pengaruh keadaan. Pekerjaan ini dilakukan dalam keadaan yang berbeda-beda.

c. Satuan orang per jam

Satuan ini menunjukkan lamanya waktu kerja yang masih tergantung pada kecepatan pekerja serta usaha yang dilakukan untuk pekerjaan tertentu. Pekerjaan seseorang per jam yang ringan tidak dapat disamakan dengan pekerjaan seseorang per jam yang berat, kecuali pekerja yang bekerja luar biasa cepatnya menghasilkan dalam waktu kerja satu jam yang lebih banyak daripada pekerja yang bekerja sangat berlahan-lahan dalam waktu yang sama. Prestasi kerja dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :

T H P = Dimana :

P = Prestasi kerja per jam yang dapat dicapai H = Hasil kerja

T = Total waktu kerja

Prestasi kerja dinyatakan sebagai produktivitas, yang mana produktivitas mencakup dua konsep dasar yaitu daya guna (efisiensi) dan hasil guna (efektivitas). Daya guna menggambarkan tingkat sumber daya manusia dan alam yang diperlukan untuk mengusahakan hasil tertentu, sedangkan hasil guna menggambarkan akibat dan kualitas yang diusahakan. Produktivitas tidak hanya dipengaruhi oleh faktor input berupa tenaga kerja. Banyak faktor yang mempengaruhi produktivitas seperti teknologi yang digunakan, kapasitas produksi, modal yang ditanamkan per tenaga kerja dan keterampilan pengusaha dalam hal manajemen.

Menurut Elias (2002) prinsip untuk menentukan tarif upah terhadap hasil kerja adalah jumlah waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut per unit produksi, yang dinyatakan dalam produktivitas kerja. Produktivitas kerja adalah hubungan antara hasil kerja (jumlah satuan produksi,


(28)

misalnya m³ kayu) dengan waktu yang digunakan untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut (jumlah satuan waktu, misalnya jam kerja).

Untuk mengetahui produktivitas kerja, salah satu cara yang dapat dipakai adalah melakukan pengamatan dan pengukuran waktu kerja. Menurut (Loeffler 1989 dalam Elias 2002), ada lima faktor yang mempengaruhi produktivitas kerja dalam pemanenan kayu, yaitu :

a. Objek kerja

b. Sistem pemanenan kayu c. Keadaan lingkungan kerja d. Organisasi kerja

e. Pekerjanya (manusia yang bekerja) 2.2.1. Efisiensi penebangan

Menurut Worrel dalam Saeful (1990), efisiensi adalah dengan pengorbanan yang minimal akan memperoleh hasil yang maksimal. Sedangkan efisiensi penebangan didefinisikan sebagai perbandingan antara volume kayu batang bebas cabang yang dipungut dengan volume kayu batang bebas cabang yang seharusnya dapat dimanfaatkan. Betapa pentingnya masalah efisiensi ini dapat dilihat dari kenyataan bahwa hanya dengan efisiensi yang tinggilah umumnya dapat dicapai produksi yang maksimal secara ekonomis. Karena dengan mempertinggi biaya produksi dan penambahan tenaga kerja tidak selalu memberikan keuntungan. 2.2.2. Volume

Volume merupakan besaran tiga dimensi dari suatu benda. Besaran ini dinyatakan dalam satuan kubik dan diturunkan atau didapatkan dari setiap satuan dasar panjang. Penentuan volume suatu benda dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu cara analitik, cara langsung dan cara grafik (Suhartana, 1995). Uraian lebih lanjut sebagai berikut :

a. Cara Analitik

Penentuan volume benda dengan cara ini dapat dilakukan dengan menggunakan rumus volume bagi benda-benda yang teratur, seperti segi banyak (polyhedron), misalnya prisma, piramida, prismoid dan benda-benda putar seperti kerucut, silinder, paraboloid dan neiloid.


(29)

b. Cara Langsung

Penentuan volume benda dapat dilakukan dengan prinsip perpindahan cairan atau air dengan alat menggunakan xylometer. Sehingga untuk penentuan volumenya tanpa pengukuran komponen-komponennya. Dengan cara ini dapat diketahui volume benda yang tidak teratur bentuknya atau yang tidak mungkin menggunakan rumus-rumus standar dalam penentuan volumenya.

c. Cara grafik

Penentuan benda dengan cara ini dapat digunakan untuk berbagai bentuk benda putar tanpa memandang ciri-ciri permukaannya. Batang pohon disusun oleh deretan frustum-frustum yang berbeda, maka dalam penentuan volumenya perlu memperhatikan bentuk-bentuk tersebut.

Volume pohon berdiri dapat diperoleh melalui beberapa cara, yaitu dengan pengukuran seksi, faktor bentuk pohon, persamaan regresi yang menggunakan tinggi pohon, diameter setinggi dada dan diameter pada tinggi tertentu, persamaan regresi yang menggunakan faktor bentuk rata-rata atau fungsi dari diameter setinggi dada dan tinggi pohon dan persamaan regresi yang menggunakan diameter setinggi dada dan pendugaan empiris. Terdapat beberapa rumus yang dapat digunakan untuk menentukan volume sortimen adalah :

1. Rumus Hubber V = Gm × L

2. Rumus Hubber Dimodifikasi

L 2 D D 0,25 V 2 u p × ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ + = π

3. Rumus Smalian

L 2

G G

V p u ⎟⎟×

⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ + =

4. Rumus Newton

V =1/6 (Gp + 4 Gm + Gu) × L

Dimana :

V = Volume Sortimen

Gp = Luas Bidang Dasar Pangkal


(30)

Gm = Luas Bidang Dasar Tengah

Dp = Diameter pangkal

Du = Diameter Ujung

L = Panjang

Pendugaan volume komersial untuk beberapa jenis pohon dalam suatu tegakan biasanya dengan menggunakan tabel-tabel volume. Tabel volume adalah suatu tabel yang digunakan untuk mendapatkan volume pohon atau volume batang melalui pengukuran satu atau beberapa peubah penaksiran volume pohon atau volume batang. Secara umum persamaannya adalah sebagai berikut :

T D 0,25

V= π 2

Dimana :

V = Volume batang atau pohon (m3) D = Diameter setinggi dada (m2) T = Tinggi batang bebas cabang (m)

2.2.3. Waktu Kerja

Kegiatan pemanenan hutan yang terdiri dari tahapan kegiatan perencanaan, penebangan, penyaradan, pemuatan, pengangkutan hingga pembongkaran log di TPK. Kesemua proses produksi tersebut membutuhkan waktu, yaitu waktu untuk melaksanakan masing-masing tahapan pekerjaan tersebut. Dengan demikian waktu pelaksanaan pekerjaan atau waktu kerja (working time) dapat didefinisikan sebagai waktu yang dibutuhkan untuk melaksanakan suatu pekerjaan (Nugroho, 2002)

Menurut Nugroho (2002), waktu kerja biasa juga disebut sebagai jam kerja mesin yang dijadwalkan (scheduled machine hours). Waktu kerja (working time) terbagi kedalam dua jenis waktu, yaitu :

1) Waktu produktif

Waktu produktif adalah bagian dari waktu kerja yang digunakan untuk memproduksi output. Baik waktu untuk pelaksanaan pekerjaan utama (primary tasks) maupun untuk pelaksanaan pekerjaan pendukung (supporting tasks). Waktu produktif ini dibagi lagi menjadi tiga, yaitu :


(31)

a. Waktu Tetap

Waktu tetap adalah bagian dari waktu produktif yang sifatnya tetap, tidak terpengaruhi oleh volume pekerjaan utama. Dalam kegiatan penebangan, misalnya waktu yang dibutuhkan untuk membersihkan liana, tumbuhan bawah sekitar pohon yang akan ditebang, pembuatan jalur penyelamatan, mengisi BBM, dan lain sebagainya. Besar-kecilnya konsumsi waktu tersebut tidak dipengaruhi oleh besar-kecilnya diameter pohon yang ditebang.

Waktu tetap ini identik dengan waktu untuk pelaksanaan pekerjaan pendukung (supporting tasks). Secara matematis waktu tetap ini dapat dirumuskan sebagai berikut :

Dimana :

W F = Waktu tetap (menit)

W Fi = Elemen waktu tetap ke-i (menit)

b. Waktu Variabel

Waktu Variabel adalah bagian dari waktu produktif yang dipengaruhi oleh volume pekerjaan utama. Misalnya waktu yang diperlukan untuk membuat takik rebah, takik balas, pemotongan dahan dan pucuk pada kegiatan penebangan. Waktu tersebut sangat dipengaruhi oleh diameter pohon yang ditebang.

Waktu variabel ini identik dengan waktu untuk pelaksanaan pekerjaan utama (primary tasks). Secara matematis waktu variabel dapat dirumuskan sebagai berikut :

Dimana :

W V = Waktu variabel (menit)

W Vi = Elemen waktu variabel ke-i (menit) c. Waktu Total

Waktu Total adalah waktu yang diperlukan untuk melaksanakan seluruh pekerjaan yang dihadapi. Merupakan penggabungan waktu tetap dengan waktu

=

= n 1 i

Fi F

W W

=

= n

1 i

Vi V

W W


(32)

varibel. Waktu Total ini identik dengan waktu produktif. Secara matematis waktu total dapat dirumuskan sebagai berikut :

Dimana :

WT = Waktu Total (menit) WF = Waktu Tetap (menit) WV = Waktu Variabel (menit) 2) Waktu tidak produktif

Waktu tidak produktif adalah sebagian dari waktu kerja yang digunakan untuk perpindahan TPn (petak tebang), atau waktu-waktu tidak berproduksi (delay) lainnya seperti pemeliharaan rutin, perbaikan kerusakan, penghentian pekerjaan karena cuaca buruk (hujan, angin, kabut, dan lain sebagainya). Waktu tidak produktif ini akan mengurangi waktu produktif. Akibatnya akan mempengaruhi produktivitas perusahaan.

Dalam dunia usaha penurunan produktivitas berarti meningkatkan biaya. Terutama biaya tetap, karena biaya tersebut harus dikeluarkan baik perusahaan berproduksi maupun tidak. Untuk itu akan menjadi bijaksana apabila pemeliharaan dan perbaikan rutin (scheduled maintenance and replacement of parts) dapat dilakukan di luar jadwal kerja normal (Nugroho, 2002).

Pengukuran waktu kerja adalah inti dari penelitian prestasi kerja. Pada umumnya hal ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi kerja, syarat-syarat kerja yang dipakai untuk memperbaiki pekerjaan sehingga tercapai efisiensi pekerjaan tersebut. Metode pengukuran untuk waktu kerja adalah (Santosa, 2003) :

1. Metode Nullstop

Waktu kerja yang sesungguhnya dari tiap elemen kerja dibaca seketika menurut stop wacth yang pada permulaan selalu dikembalikan ke nol untuk setiap elemen. Dalam metode ini diperlukan dua buah stop watch.

2. Metode Berturut-turut

Dalam metode berturut-turut ini waktu sesungguhnya dihitung dengan cara mengurangi dua pengukuran yang berurutan.

W W


(33)

2.3. Keuntungan

Keuntungan menurut Alwi (1985), adalah selisih pendapatan (output) dengan biaya (input). Tujuan setiap perusahaan adalah memperoleh keuntungan yang tinggi. Karena keuntungan merupakan tolak ukur efektivitas.

2.3.1. Pendapatan

Penentuan jumlah pendapatan pekerja/upah yang diterima pekerja untuk setiap bulannya dapat dihitung dengan melakukan pendekatan sebagai berikut : G = P × We × 26 × U

Dimana :

G = Pendapatan yang diterima setiap bulan (Rp/bulan) P = Prestasi kerja (m3/jam)

We = Waktu efektif yang digunakan untuk bekerja (jam)

U = Tarif upah yang ditetapkan

2.3.2. Biaya penebangan

Biaya menurut Nugroho (2002), adalah pengorbanan sumber daya ekonomi yang diukur dalam satuan uang atau moneter, yang telah terjadi atau kemungkinan akan terjadi untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Sedangkan biaya penebangan merupakan penjumlahan biaya tetap dengan biaya variabel dalam kegiatan penebangan. Cara-cara penggolongan biaya ada lima, yaitu penggolongan biaya menurut :

a. Obyek pengeluaran

b. Fungsi pokok dalam perusahaan c. Sesuatu yang dibiayai

d. Jangka waktu manfaat

e. Perilaku terhadap perubahan volume kegiatan

Untuk biaya tetap dan biaya variabel termasuk kedalam pengolongan biaya menurut perilaku terhadap perubahan volume kegiatan. Sedangkan definisi dari biaya tetap dan biaya variabel sebagai berikut :

1) Biaya tetap

Yaitu biaya yang jumlah totalnya tetap dalam satuan unit waktu tertentu, tetapi akan berubah per satuan unitnya jika volume produksi per satuan waktu


(34)

tersebut berubah. Biaya ini akan terus dikeluarkan, walaupun tidak berproduksi. Biaya ini disebut pula sebagai biaya pemilikan alat, karena sekali aset tersebut dibeli maka biaya ini akan terus dikeluarkan. Komponen biaya tetap meliputi : a. Depresiasi atau penyusutan

b. Bunga modal c. Pajak tak langsung

d. Gaji karyawan tetap, dan lain sebagainya

Biaya tetap penebangan dirumuskan sebagai berikut :

V BT 60 / WT

FC = ×

Dimana :

FC= Biaya tetap penebangan (Rp/m3) WT = Waktu tetap (menit)

BT = Biaya pemilikan alat (Rp/jam) V = Volume (m3)

2) Biaya variabel

Yaitu biaya yang per satuan unit produksinya tetap, tetapi akan berubah jumlah totalnya jika volume produksinya berubah. Biaya ini tidak diperlukan apabila tidak berproduksi. Mengingat karakteristik yang demiikan, maka biaya ini disebut pula sebagai biaya pengoperasian (biaya operasi). Komponen biaya variabel meliputi :

a. Pemeliharaan dan perbaikan

b. Barang aus yang diganti secara periodik seperti ban c. Bahan bakar minyak

d. Oli dan gemuk

Biaya variabel penebangan dirumuskan sebagai berikut :

V BU 60 / WV

VC = ×

Dimana :

VC = Biaya variabel penebangan (Rp/m3) WV = Waktu variabel penebangan (menit) BU = Biaya usaha alat (Rp/jam)


(35)

Apabila biaya tetap dan biaya variabel dijumlahkan akan diperoleh biaya mesin. Dan apabila upah operator (misal sopir dan kenek) ditambahkan pada biaya mesin, maka akan diperoleh biaya usaha. Dimana rumus biaya mesin dan biaya usaha sebagai berikut :

Variabel Biaya

tetap Biaya mesin

Biaya = +


(36)

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Nganjuk Perum Perhutani Unit II Jawa Timur pada bulan juni sampai dengan bulan Agustus 2008.

3.2. Bahan dan Alat

Bahan yang dijadikan objek penelitian adalah tegakan jati (Tectona grandis Linn.f). Sedangkan alat-alat yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah :

1. Stopwatch untuk mengukur waktu yang diperlukan bagi setiap unsur kerja kegiatan penebangan

2. Phi band (Pita ukur diameter) untuk mengukur diameter kayu yang ditebang 3. Meteran

4. Tally sheet 5. DK 316 6. Tabel isi

7. Tabel Harga Jual Dasar kayu (HJD) 8. Kalkulator

9. Alat tulis menulis

3.3. Pengumpulan data 1) Pengumpulan data primer

Pengumpulan data primer dilakukan dengan teknik pengamatan langsung (observasi) dan teknik wawancara, yang termasuk data primer adalah sebagai berikut :

a. Menetapkan secara purposif petak tebang yang akan dilakukan penebangan yaitu membuat rancangan percobaan dengan membuat rancangan blok. Pohon-pohon yang dijadikan penelitian berada pada blok II sampai dengan blok VI, sebanyak 30 sampel pohon untuk penebangan konvensional dan 30 sampel pohon untuk penebangan rata tanah yang


(37)

tersebar pada berbagai kelas diameter atau kelas keliling. Pohon yang akan ditebang berdiameter 15 cm dan keatas, dengan ulangan pengamatan 8 pohon untuk setiap kelas diameter atau kelas keliling pada sistem penebangan rata tanah dan konvensional dengan teknik pengamatan langsung.

b. Menetapkan rincian pekerjaan penebangan konvensional dengan mencatat waktu kerja masing-masing elemen kegiatan penebangan konvensional dengan teknik pengamatan langsung. Pengukuran waktu kerja untuk setiap kegiatan dilakukan dengan metode berulang kembali (Null stop), yaitu dengan menggunakan dua buah stopwatch secara bergantian. Pada pelaksanaannya jarum stopwatch dikembalikan ke nol pada akhir tiap unsur kerja. Sehingga waktu kerja tiap unsur akan langsung diperoleh. Rincian pekerjaan penebangan konvensional sebagai berikut :

1) Penentuan pohon yang akan ditebang

2) Pembersihan areal pohon yang akan ditebang 3) Penentuan arah rebah pohon

4) Pembuatan takik rebah dan takik balas 5) Pembagian batang

c. Menetapkan rincian pekerjaan penebangan rata tanah dengan mencatat waktu kerja masing-masing elemen kegiatan penebangan rata tanah dengan teknik pengamatan langsung. Pengukuran waktu kerja untuk setiap kegiatan dilakukan dengan metode berulang kembali (Null stop), yaitu dengan menggunakan dua buah stopwatch secara bergantian. Pada pelaksanaannya jarum stopwatch dikembalikan ke nol pada akhir tiap unsur kerja, sehingga waktu kerja tiap unsur akan langsung diperoleh. Rincian pekerjaan penebangan rata tanah sebagai berikut :

1) Penentuan pohon yang akan ditebang

2) Pembersihan areal pohon yang akan ditebang

3) Penggalian tanah sedalam kurang lebih 20-30 cm di sekitar pohon yang ditebang

4) Kepras banir sesuai dengan bentuk batang 5) Penentuan arah rebah pohon


(38)

6) Pemberian batas tanda-tanda takik balas pada pohon yang sudah digali 7) Penebangan diikuti dengan baji untuk menentukan arah rebah pohon 8) Pembagian batang

d. Mencatat data kegiatan penebangan untuk ke dua sistem penebangan yaitu penebangan rata tanah dan konvensional, yang meliputi : keliling (cm), diameter pangkal (cm), panjang batang bebas cabang (m), tinggi tunggak (cm), panjang banir (cm), dan penambahan panjang (cm) untuk penebangan rata tanah dengan teknik pengamatan langsung.

e. Mencatat data kondisi pekerja (seperti umur, pendidikan), peralatan penebangan (jumlah, jenis, status kepemilikan), sistem upah kegiatan penebangan, organisasi penebangan dan hari kerja efektif dengan teknik wawancara.

2) Pengumpulan data sekunder berupa kondisi umum lokasi penelitian dengan mengumpulkan data dari perusahaan yang sudah tersedia.

3.4. Analisis data

1) Analisis Regresi Ganda a. Prestasi kerja penebangan

Untuk mengetahui hubungan antara diameter, kelerengan, panjang batang bebas cabang, dan panjang banir dengan prestasi kerja penebangan digunakan analisis regresi ganda dengan model berikut :

Y = a + b X1 + c X2 + d X3 + e X4

Dimana :

Y = Prestasi kerja penebangan (m3/jam) X1 = Diameter pohon (cm)

X2 = Kelerengan (%)

X3 = Panjang batang bebas cabang (m)

X4 = Panjang banir (cm)

a, b, c , d dan e = Parameter regresi

Dengan bervariasinya diameter pohon, kelerengan lapangan, panjang batang bebas cabang dan panjang banir maka akan bervariasi pula prestasi kerja penebangan tersebut. Untuk mengetahui hubungan diameter pohon, kelerengan


(39)

lapangan, panjang batang bebas cabang dan panjang banir dengan prestasi kerja penebangan digunakan hipotesa sebagai berikut :

Ho : βi = 0

H1 : sekurang-kurangnya ada βi ≠ 0

Pengujian hipotesis menggunakan uji F (analisis ragam). Adapun daftar sidik ragamnya/Anova (Analysis of variance) dapat dilihat pada tabel berikut :

F Sumber

Keragaman

Derajat Bebas

Jumlah Kuadrat

Kuadrat

Tengah Hitung Tabel

Regresi K JKR JKR/dbr

Sisa n-k-1 JKS JKS/dbs KTr/KTs

Total n-1 JKT

Keterangan : k = jumlah variabel bebas

Nilai F hitung yang diperoleh dibandingkan dengan F tabel pada tingkat selang kepercayaan 95 % dengan kriteria keputusan sebagai berikut :

a. Apabila F hitung < F tabel maka terima H0, artinya tidak ada hubungan antara

diameter pohon, kelerengan lapangan, panjang batang bebas cabang dan panjang banir dengan prestasi kerja penebangan

b. Apabila F hitung > F tabel maka tolak H0, artinya ada hubungan antara

diameter pohon, kelerengan lapangan, panjang batang bebas cabang dan panjang banir dengan prestasi kerja penebangan.

Apabila terima Ho, maka variabel bebas (X) secara simultan tidak

terpengaruh terhadap variabel tidak bebas (Y). Dan sebaliknya apabila tolak Ho,

maka berpengaruh terhadap varibel tidak bebas. Untuk melihat kebaikan suatu model digunakan R2 (koefisien determinasi) yang menggambarkan kemampuan variabel bebas (X) secara simultan dalam menjelaskan variabel tak bebas (Y) dalam persamaan regresi dugaannya. Besaran ini dapat dihitung berdasarkan persamaan :

Nilai ini akan berkisar antara 0-1. Nilai yang mendekati satu menggambarkan tingkat keakuratan yang semakin tinggi didalam menjelaskan keterkaitan antar peubahnya dalam model. Apabila hasil uji F nyata secara

JKT JKR R2 =


(40)

statistik, tahap berikutnya adalah menguji setiap koefisien regresi dalam mempengaruhi peubah tak bebasnya.

Selanjutnya kriteria uji :

Apabila t hitung < t tabel maka terima H0

t hitung > t tabel maka tolak H0

b. Efisiensi penebangan

Untuk mengetahui hubungan antara diameter pohon, kelerengan lapangan, panjang batang bebas cabang dan panjang banir terhadap efisiensi penebangan digunakan analisis regresi ganda dengan model berikut :

E = a + b X1 + c X2 + d X3 + e X4

Dimana :

E = Efisiensi penebangan (%) X1 = Diameter pohon (cm)

X2 = Kelerengan lapangan (%)

X3 = Panjang batang bebas cabang (m)

X4 = Panjang banir (cm)

a, b, c, d dan e = Parameter regresi

Dengan bervariasinya diameter pohon, kelerengan lapangan, panjang batang bebas cabang dan panjang banir, maka akan bervariasi pula efisiensi penebangan tersebut. Untuk mengetahui hubungan antara diameter pohon, kelerengan lapangan, panjang batang bebas cabang dan panjang banir dengan efisiensi penebangan digunakan hipotesa sebagai berikut :

Ho : βi = 0

H1 : sekurang-kurangnya ada βi ≠ 0

Pengujian hipotesis menggunakan uji F (analisis ragam). Adapun daftar sidik ragamnya/Anova (Analysis of variance) dapat dilihat pada Tabel berikut :

F Sumber

Keragaman

Derajat Bebas

Jumlah Kuadrat

Kuadrat

Tengah Hitung Tabel

Regresi K JKR JKR/dbr

Sisa n-k-1 JKS JKS/dbs

KTr/KTs Total n-1 JKT


(41)

Nilai F hitung yang diperoleh dibandingkan dengan F tabel pada tingkat selang kepercayaan 95 % dengan kriteria keputusan sebagai berikut :

a. Apabila F hitung < F tabel maka terima Ho, artinya tidak ada hubungan antara

diameter pohon, kelerengan lapangan, panjang batang bebas cabang dan panjang banir dengan efiensi penebangan

b. Apabila F hitung > F tabel maka tolak Ho, artinya ada hubungan antara

diameter pohon, kelerengan lapangan, panjang batang bebas cabang dan panjang banir dengan efisiensi penebangan.

Apabila terima Ho, maka variabel bebas (X) secara simultan tidak

terpengaruh terhadap variabel tidak bebas (Y). Dan sebaliknya apabila tolak Ho,

maka berpengaruh terhadap varibel tidak bebas. Untuk melihat kebaikan suatu model digunakan R2 (koef.determinasi) yang menggambarkan kemampuan variabel bebas (X) secara simultan dalam menjelaskan variabel tak bebas (Y) dalam persamaan regresi dugaannya. Besaran ini dapat dihitung berdasarkan persamaan :

Nilai ini akan berkisar antara 0-1. Nilai yang mendekati satu menggambarkan tingkat keakuratan yang semakin tinggi didalam menjelaskan keterkaitan antar peubahnya dalam model. Apabila hasil uji F nyata secara statistik, tahap berikutnya adalah menguji setiap koefisien regresi dalam mempengaruhi peubah tak bebasnya.

Selanjutnya kriteria uji :

Apabila t hitung < t tabel maka terima H0

t hitung > t tabel maka tolak H0

2) Penentuan prestasi kerja

Untuk menentukan prestasi kerja, dihitung berdasarkan waktu kerja total dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

T H

P = JKT JKR R2 =


(42)

Dimana :

P = Prestasi kerja per jam yang dicapai (m3/jam) H = Hasil kerja yang dicapai (m3)

T = Total waktu kerja yang dibutuhkan (jam) 3) Penentuan efisiensi penebangan

4) Penentuan keuntungan

Keuntungan = Pendapatan – biaya A. Pendapatan

Pendapatan pekerja/upah yang diterima pekerja untuk setiap bulannya dihitung dengan melakukan pendekatan :

U 26 W P

G = × e× × Dimana :

G = Pendapatan yang diterima setiap bulan (Rp/bulan) P = Prestasi kerja (m3/jam)

We = Waktu efektif yang digunakan untuk bekerja (jam)

U = Tarif upah yang ditetapkan (Rp/jam) B. Biaya penebangan

Biaya penebangan merupakan penjumlahan biaya tetap dan biaya varibel dalam kegiatan penebangan. Dirumuskan sebagai berikut :

a. Biaya tetap

Biaya tetap penebangan dirumuskan sebagai berikut :

V BT 60 / WT

FC = ×

Dimana :

FC= Biaya tetap penebangan (Rp/m3) WT = Waktu tetap (menit)

BT = Biaya pemilikan alat (Rp/jam) V = Volume (m3)

% 100 ) (m an dimanfaatk seharusnya yang kayu Volume ) (m dipungut yang kayu Volume (%) Efisiensi 3 3 × =


(43)

b. Biaya variabel

Biaya variabel penebangan dirumuskan sebagai berikut :

V BU 60 / WV

VC = ×

Dimana :

VC = Biaya tetap penebangan (Rp/m3) WV = Waktu tetap (menit)

BU = Biaya pemilikan alat (Rp/jam)

V = Volume (m3)

c. Biaya total

Biaya total penebangan merupakan penjumlahan antara biaya tetap penebangan dengan biaya variabel penebangan.

Setelah didapatkan data mengenai panjang, diameter, delta p, delta V, jenis sortimen, kualita, harga jual dasar, biaya penebangan, kemudian dilakukan perhitungan mengenai :

a. Selisih antara nilai kayu setelah dan sebelum adanya penambahan volume untuk berbagai kelas diameter atau kelas keliling

b. Selisih antara biaya penebangan setelah dan sebelum adanya tebang gali untuk berbagai kelas diameter atau kelas keliling

c. Nilai tambah yang merupakan selisih (a) dan (b)

d. Mengadakan pengujian terhadap nilai tambah untuk berbagai kelas diameter atau kelas keliling dengan analisis ragam

Model yang dipakai :

db / JK db / S F i -A i -A 2 hitung = Dimana : i keliling kelas lawan A diameter kelas untuk tambah nilai Keragaman

S2A -i = Db

= Derajat bebas

) n n ( ) n ( ) n ( ) X -X ( S i A i A 2 i A 1 -A 2 + = A diameter kelas untuk rata -rata tambah Nilai


(44)

i diameter kelas

untuk rata -rata tambah Nilai

Xi =

A keliling kelas

untuk sampel Jumlah nA =

i keliling kelas

untuk sampel Jumlah

ni =

i kuadrat jumlah

dan A kuadrat jumlah

dari Jumlah

JK A -1 =

n / X) jumlah (

-X Jumlah

JK = 2 2

Hipotesa yang dipakai adalah :

H0 = Apabila nilai tambah rata-rata, kelas diameter A = kelas keliling i

H1 = Apabila nilai tambah rata-rata, kelas diameter A < kelas keliling i

Kriteria : Apabila F hitung < F tabel , maka terima H0 F hitung ≥ F tabel , maka terima H1


(45)

4.1. Letak

Kesatuan pemangkuan hutan (KPH) Nganjuk secara administrasi ketataprajaan berada di wilayah kabupaten Daerah Tingkat II Nganjuk dan kabupaten Daerah Tingkat II Madiun dengan batas hutan sebagai berikut :

a. Bagian utara : KPH Bojonegoro b. Bagian timur : KPH Nganjuk c. Bagian selatan : KPH Kediri d. Bagian barat : KPH Saradan

Sedangkan secara geografis atau berdasarkan garis lintang, wilayah KPH Nganjuk terletak pada : 7o 20’ LS s/d 7o 50’ LS dan 4o 56’ BT sampai 5o 04’ BT. 4.2. Keadaan lapangan

KPH Nganjuk terletak pada lembah di antara pegunungan Kendeng dan pegunungan Wilis. Pegunungan Kendeng terletak di sebelah utara dan pegunungan Wilis terletak di sebelah selatan. Ketinggian dari permukaan laut sebagai berikut : terendah ± 60 mdpl, tertinggi ± 550 mdpl. Topografi lapangan dibagi menjadi dua bagian hutan, yaitu :

a. Bagian Hutan Tritik

Keadaan lapangan wilayah bagian hutan Tritik datar sampai dengan curam yang terletak pada lereng sebelah selatan pegunungan Kendeng. Sebelah barat alur CM (lereng Gunung Pandan) yang pada umumnya miring ke barat daya, sedangkan di sebelah timur alur CM miring ke arah selatan. Sebelah barat-selatan dari alur A, dari selatan keadaan lapangan berbukit dan bergelombang. Bukit yang tertinggi bernama gunung Sumber Wungu (komplek petak 245 s/d 251) di ujung barat laut dan di sebelah utara alur A lapangan sangat berjurang-jurang.

b. Bagian Hutan Berbek

Keadaan lapangan wilayah bagian hutan Berbek adalah landai dan bergelombang sampai dengan miring. Bagian hutan Berbek ini terletak di sebelah utara lereng pegunungan Wilis, di sebelah barat berbatasan dengan kali Widas.


(46)

Lapangan dengan kondisi curam terdapat pada petak 36, 38, 98, 99 dan 100. Di sebelah selatan-tenggara Kali Konang dengan keadaan lapangan berbukit-bukit sampai dengan curam.

4.3. Jenis-jenis tanah

Tanah terjadi dari proses pelapukan batu-batuan yang ada karena hancuran iklim dan gaya-gaya bumi lainnya. Bahan-bahan kimia yang ada adalah: Phospat dengan Kalium sedikit, kadar Kalsium tinggi dan Magnesium cukup. Reaksi dari lapisan atas netral tetapi semakin ke bawah menjadi alkalis. Menurut peta tanah Jawa timur jenis-jenis tanah yang ada di KPH Nganjuk adalah sebagai berikut: a. Kelompok tanah termasuk latosol dan tanah mediteran merah dengan

mengandung tanah-tanah dari bahan-bahan vulkanis, batu kapur, tanah liat yang bercampur kapur marl pada tanah-tanah pegunungan.

b. Kelompok tanah termasuk sebagian besar Lithosol, dari batu-batuan sedimen yang serupa, pada tanah-tanah yang berbukit hingga pegunungan.

c. Regosol dan tanah mediteran berkapur dari tanah liat yang bercampur kapur, di atas bukit-bukit.

d. Tanah-tanah serupa dari timbunan-timbunan Colluvial dan Alluvial pada dataran-dataran dengan permukaan bergelombang atau pada tanah-tanah bagian bawah.

4.4. Iklim

Wilayah hutan KPH Nganjuk terletak pada suatu daerah dengan musim hujan dan musim kemarau yang jelas. Pada beberapa tempat di sekitar wilayah hutan terdapat beberapa stasiun hujan sehingga dapat diketahui adanya bulan basah, bulan lembab, dan bulan kering.

Menurut Schmidt dan Ferguson (1951), kriteria bulan basah, bulan lembab dan bulan kering adalah sebagai berikut :

a. Bulan basah, dengan curah hujan : > 100 mm/bulan b. Bulan lembab, dengan curah hujan : 60-100 mm/bulan c. Bulan kering, dengan curah hujan : < 60 mm/bulan


(47)

Berdasarkan perbandingan Bulan Basah (BB) dan Bulan Kering (BK), maka Schmidt dan Ferguson menetapkan tipe iklim di Indonesia dengan mempergunakan rumus nilai Q sebagai berikut:

(BB) basah bulan rata -rata Jumlah

(BK) kering bulan rata -rata Jumlah Q=

Berdasarkan besarnya nilai Q tersebut, maka tipe iklim dibagi menjadi : a. Tipe iklim A dengan nilai Q = 0-14,3 %

b. Tipe iklim B dengan nilai Q = 14,3-33,3 % c. Tipe iklim C dengan nilai Q = 33,3-60 % d. Tipe iklim D dengan nilai Q = 60-100 % e. Tipe iklim E dengan nilai Q = 100-167 % f. Tipe iklim F dengan nilai Q = 167-300 % g. Tipe iklim G dengan nilai Q = 300-700 % h. Tipe iklim H dengan nilai Q = 700 % ke atas 4.5. Bagian Hutan

Bagian hutan adalah suatu areal hutan yang ditetapkan sebagai satu kesatuan produksi dan satu kesatuan ekploitasi. Diharapkan dari model pengelolaan hutan seperti ini dapat dihasilkan kayu setiap tahun secara terus-menerus dalam jumlah yang memenuhi syarat pengelolaan hutan yang baik yang sesuai dengan asas kelestarian hutan. Secara administrasi KPH Nganjuk dibagi menjadi 2 Bagian Hutan (BH), 5 Bagian Kesatuan pemangkuan Hutan (BKPH) dan 23 Resort Pemangkuan Hutan (RPH). KPH Nganjuk dengan Wilayah hutan seluas 21.273,1 Ha, dibagi kedalam 2 bagian hutan, yaitu :

1. Bagian hutan Tritik, seluas 12.626,50 Ha meliputi petak 1 s/d petak 262 2. Bagian hutan Berbek, seluas 8.646,60 Ha meliputi petak 1 s/d 190


(48)

5.1. Perbandingan sistem penebangan konvensional dengan rata tanah 1. Teknik

Teknik eksploitasi hutan jati di Perum Perhutani sebagian besar masih dilakukan dengan sistem manual/tenaga manusia, yang dicirikan oleh pemakaian alat-alat sederhana (gergaji potong, kapak, baji, dan parang) dan mengutamakan penyediaan lapangan kerja yang lebih luas atas dasar pertimbangan sosial ekonomi.

Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan pada teknik penebangan jati di sekitar teresan (penebangan konvensional) masih terlihat adanya tunggak yang cukup tinggi yaitu berkisar antara 8-10 cm, apabila tidak dimanfaatkan maka tunggak ini akan terbuang menjadi limbah. Hal ini berarti ada nilai kayu yang tidak termanfaatkan. Mengingat potensi pemanfaatan dan nilai kayu jati yang semakin meningkat maka dirasakan perlu adanya perbaikan teknik penebangan jati yang dapat memanfaatkan limbah penebangan berupa tunggak yang tersisa.

Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan untuk ke dua sistem penebangan yaitu konvensional dan rata tanah, terlihat adanya perbedaan dari segi teknik. Sistem penebangan konvensional dari segi teknik sebagai berikut :

a. Penentuan pohon yang akan ditebang

b. Pembersihan areal pohon yang akan ditebang c. Penentuan arah rebah pohon

d. Pembuatan takik rebah dan takik balas e. Pembagian batang

Sedangkan sistem penebangan rata tanah dari segi teknik sebagai berikut : a. Penentuan pohon yang akan ditebang

b. Pembersihan areal pohon yang akan ditebang

c. Penggalian tanah sedalam kurang lebih 20-30 cm di sekitar pohon yang ditebang

d. Kepras banir sesuai dengan bentuk batang e. Penentuan arah rebah pohon


(49)

f. Pemberian batas tanda-tanda takik balas pada pohon yang sudah digali g. Penebangan diikuti dengan baji untuk menentukan arah rebah pohon h. Pembagian batang

Gambar 1 Penebangan konvensional

Gambar 2 Penggalian tanah pada penebangan rata tanah

Gambar 3 Penggalian tanah berupa akar pohon Jati pada penebangan rata tanah


(50)

Gambar 4 Kedalaman galian penebangan rata tanah ± 20 cm

Gambar 5 Kepras banir penebangan rata tanah

Gambar 6 Teknik penebangan rata tanah

Mulai tahun 1990 Perum Perhutani menerapkan teknik penebangan jati dengan teknik kepras banir (rata tanah) yang mengusahakan tunggak rata dengan tanah. Teknik penebangan rata tanah ini belum diterapkan oleh semua KPH, hal ini terlihat pada pengamatan di lapangan terhadap sisa tunggak yaitu tinggi tunggak masih berkisar antara 8-10 cm di atas tanah. Digunakannya teknik kepras banir (rata tanah) diharapkan dapat memberikan keuntungan kepada perusahaan


(51)

dan masyarakat. Menurut Prastowo (1990) keuntungan-keuntungan yang diperoleh dengan adanya teknik penebangan rata tanah adalah :

1) Dari segi Teknik

a. Dengan adanya teknik kepras banir yang mengusahakan tunggak rata dengan tanah maka memudahkan pembuatan takik rebah dan takik balas serendah mungkin. Karena biasanya banir makin ke bawah makin besar, maka apabila tidak dilakukan pengeprasan banir pembuatan takik menjadi sulit.

b. Membantu mempermudah jatuhnya pohon ke arah yang dikehendaki. Karena dengan tidak adanya banir maka bentuk batang menjadi hampir silindris sehingga arah rebah lebih mudah diatur.

c. Meningkatkan kualita kayu terutama pada sortimen pertama yang biasanya masuk kayu brongkol dan kayu bakar. Karena dengan adanya kepras banir maka bentuk batang menjadi hampir silindris sehingga diharapkan bisa memperpanjang potongan batang dan kualitanya bisa meningkat.

d. Mempermudah muat bongkar. Karena dengan adanya bentuk batang yang hampir silindris maka apabila batang akan dimuat atau dibongkar tinggal menggelindingkan ke atas truk atau dari atas truk.

2) Dari segi Ekonomis

a. Dengan adanya teknik kepras banir yang mengusahakan tunggak rata dengan tanah maka ada tambahan volume kayu, yang berarti ada nilai tambah terhadap nilai jualnya.

b. Menambah pendapatan blandong. Karena dengan adanya teknik kepras banir yang mengusahakan tunggak rata tanah maka ada tambahan volume penebangan yang berpengaruh terhadap biaya penebangan yang seterusnya akan menambah pendapatan blandong.

c. Membuka lapangan kerja baru. Karena pelaksanaan pengeprasan banir tidak dilakukan oleh blandong tetapi sudah disediakan tenaga khusus untuk mengepras banir dan melakukan penggalian tanah supaya tunggak rata dengan tanah.

3) Dari segi Ekologis


(52)

b. Mempermudah penanaman kembali tanpa harus melakukan pembakaran terhadap tunggak

Beberapa kelemahan dari teknik penebangan rata tanah ini adalah :

a. Kurang cocok diterapkan pada daerah yang tanahnya berbatu karena akan mengalami kesulitan dalam penggalian tanah

b. Total waktu penebangan menjadi lebih lama, karena adanya tambahan waktu untuk mengepras banir dan menggali tanah.

c. Ketersediaan unsur hara menjadi berkurang, karena tunggak yang tersisa menjadi lebih sedikit. Untuk daerah tropis sebagian besar kandungan unsur hara terdapat dalam biomassa (batang dan daun) sehingga dengan makin banyaknya bagian batang yang terambil maka unsur hara yang akan kembali ke tanah menjadi berkurang.

2. Alat yang digunakan

Gergaji rantai (chainsaw) yang digunakan dalam kegiatan penebangan konvensional dan penebangan rata tanah dalam penelitian ini adalah chainsaw dengan merk Stihl 2306200. Bahan bakar yang digunakan adalah bensin dengan oli. Konsumsi bensin per hari adalah 10 liter dan oli 1,5 liter. Masa pakai alat adalah 5 tahun, dengan jam kerja alat selama sehari adalah 6 jam.

Gambar 7 Gergaji rantai merk STIHL 2306200 3. Pekerja

Kegiatan penebangan di RPH Brengkok dilakukan oleh dua orang operator chainsaw, masing-masing operator dibantu oleh seorang asisten. Berikut ini


(53)

disajikan biodata operator chainsaw dan penerimaan bersih yang diperoleh pekerja pada kegiatan penebangan konvensional dan rata tanah yang diperoleh melalui hasil wawancara. Biodata operator, penerimaan bersih operator, penerimaan pekerja tenaga tambahan dan upah penyaradan masing-masing secara berurutan disajikan pada Tabel 1, 2, 3, 4 dan 5 secara lengkap disajikan pada Lampiran 9, 10, 18, 19, 20 dan 21.

Tabel 1 Biodata operator chainsaw dan asisten operator Nama Operator

dan Asisten Umur Pendidikan

Lama

Bekerja Asal

Parjan (operator) Hartono

Suminto (operator) Larlan

50 th 26 th 43 th 40 th

SD SLTP

SD SD

26 th 10 th 24 th 20 th

Desa Sambikerep Desa Sambikerep Desa Ngadiboyo Desa Ngadiboyo

Tabel 1 menyajikan biodata operator chainsaw dan asisten operator kegiatan penebangan konvensional dan rata tanah. Setiap operator chainsaw memiliki satu asisten operator. Pendidikan operator hanya mencapai lulusan SD. Lamanya mereka bekerja sebagai operator chainsaw di Perum Perhutani kurang lebih 20 tahun.

Dengan pengalaman yang mereka miliki selama kurang lebih 20 tahun, menjadikan mereka terlatih dalam kegiatan penebangan. Sistem kerjasama yang diterapkan Perum Perhutani adalah sistem kontrak yang diatur oleh KPH, artinya keperluan terhadap tenaga operator didasarkan apabila ada kegiatan penebangan. Sistem kontrak yang ditetapkan oleh Perum Perhutani berdasarkan tata waktu kegiatan penebangan. Dalam satu bulan para pekerja dikontrak kurang lebih 24-26 hari, dan dalam satu tahun kurang lebih 1-5 bulan. Karena penerapan sistem kontrak menyesuaikan dengan tata waktu kegiatan penebangan di Perum Perhutani dan tata waktu kegiatan penebangan menyesuaikan dengan banyak sedikitnya jumlah produksi tebangan yang dihasilkan.

Tabel 2 menyajikan besarnya penerimaan bersih yang diterima operator chainsaw dan helper kegiatan penebangan konvensional per Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH). Besarnya penerimaan bersih yang diterima operator


(54)

masing-masing BKPH Berbeda-beda, besarnya berkisar antara Rp. 80.432/hari sampai Rp. 87.345/hari. Perbedaan besarnya penerimaan disebabkan karena tingkat produksi tebangan dan tata waktu pelaksanaan kegiatan tebangan yang berbeda. Perhitungan yang berkaitan dengan Tabel 2 selengkapnya disajikan pada Lampiran 18 dan 20.

Tabel 2 Penerimaan bersih operator chainsaw dan helper penebangan konvensional per Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH)

BKPH Penerimaan Kotor (Rp/hari) Biaya Mesin (Rp/hari) Penerimaan bersih (Rp/hari) Tata waktu penebangan (hari/tahun) Penerimaan setahun (Rp/tahun)

Tamanan 188.807,29 101.737,48 87.069,81 90 7.836.282,90

Wengkal 187.568,11 100.223,53 87.344,58 100 8.734.458

Bagor petak

2i 189.375,69 108.944 80.431,69 55 4.423.742,95

Bagor petak

31e 198.030,01 117.180 80.850,01 30 2.425.500,30

Tabel 3. menyajikan besarnya penerimaan bersih yang diterima operator chainsaw dan helper kegiatan penebangan rata tanah per Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH). Besarnya penerimaan bersih yang diterima operator masing-masing BKPH Berbeda-beda, besarnya berkisar antara Rp. 81.796/hari sampai Rp. 93.125/hari. Perbedaan besarnya penerimaan disebabkan karena tingkat produksi tebangan dan tata waktu pelaksanaan kegiatan tebangan yang berbeda. Perhitungan yang berkaitan dengan Tabel 3 selengkapnya disajikan pada Lampiran 19 dan 21.

Tabel 3 Penerimaan bersih operator chainsaw dan helper kegiatan penebangan rata tanah per Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH)

BKPH Penerimaan Kotor (Rp/hari) Biaya Mesin (Rp/hari) Penerimaan bersih (Rp/hari) Tata waktu penebangan (hari/tahun) Penerimaan setahun (Rp/tahun) Tamanan 191.397,30 100.807,71 90.589,60 96 8.696.601,60 Wengkal 192.390,84 99.266,30 93.124,54 107 9.964.325,78 Bagor

petak 2i 190.220,92 108.425,21 81.795,71 57 4.662.355,47 Bagor


(55)

Tabel 4 Penerimaan pekerja (tenaga tambahan) kegiatan penebangan rata tanah per Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH)

BKPH

Jumlah tenaga tambahan

Upah (Rp/hari/orang)

Tata waktu penebangan (hari/tahun)

Penerimaan setahun (Rp/tahun/orang)

Tamanan 2 17.175 96 1.648.800

Wengkal 2 22.676,64 107 2.426.400,48

Bagor petak

2i 2 6.231,58 57 355.200,06

Bagor petak

31 e 2 6.709,68 31 208.000,08

Tabel 4 menyajikan besarnya upah yang diterima pekerja (tenaga tambahan) pada kegiatan penebangan rata tanah, berkisar antara Rp. 6.232/hari/orang sampai Rp. 22.677/hari/orang. Upah ini merupakan upah penggalian tanah pada kegiatan penebangan rata tanah yang berasal dari upah penebangan pohon. Jumlah tenaga kerja tambahan untuk setiap kegiatan penebangan rata tanah dalam penelitian ini sejumlah dua orang tenaga tidak tetap. Tenaga tambahan ini berperan membantu operator dan helper didalam kegiatan penggalian tanah. Penggalian tanah ini bertujuan untuk mendapatkan penambahan volume kayu, dengan kedalaman galian 20-30 cm. Perbedaan besarnya upah yang diterima disebabkan karena tingkat produksi tebangan masing-masing BKPH berbeda. Semakin banyak jumlah produksi tebangan maka akan semakin banyak pula upah yang diterima. Perhitungan mengenai upah tenaga tambahan yang berasal dari upah penebangan pohon selengkapnya disajikan pada Lampiran 19.

Tabel 5 Upah pekerja penyaradan pada kegiatan penebangan konvensional dan rata tanah per Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH)

BKPH Penebangan konvensional (Rp/hari/orang)

Penebangan rata tanah (Rp/hari/orang)

Tamanan 14.402,09 14.500,44 Wengkal 12.326,42 12.296,57

Bagor petak 2i 47.688,03 45.644,50


(56)

Tabel 5 menyajikan besarnya upah penyaradan yang diterima pekerja pada penebangan konvensional berkisar antara Rp. 12.326/hari/orang sampai dengan Rp. 47.688/hari/orang. Besarnya upah penyaradan pada penebangan rata tanah berkisar antara Rp. 12.297/hari/orang sampai dengan Rp. 45.645/hari/orang. Bervariasinya upah penyaradan yang diterima pekerja disebabkan karena tingkat produksi tebangan yang berbeda khususnya pada sortimen AIII, karena pada sortimen AI dan AII tidak ada upah penyaradan. Jauh dekatnya TPn ke TPK berkaitan dengan proses pengangkutan kayu dari TPn ke TPK. Karena semakin dekat jarak TPn ke TPK maka frekuensi pengangkutan kayu akan semakin sering dan sebaliknya apabila jarak TPn ke TPK semakin jauh maka frekuensi pengangkutan kayu akan berkurang.

Hal ini ditunjukkan dengan besarnya upah yang diterima pekerja penyaradan pada BKPH Bagor petak 2i paling besar. Proses pengangkutan kayu ke dalam truk membutuhkan tenaga kerja penyaradan, sehingga kegiatan penyaradan berkaitan dengan kegiatan pengangkutan. Dengan dekatnya jarak TPn ke TPK maka proses pengangkutan kayu di BKPH Bagor petak 2i dalam sehari mengangkut kayu sebanyak 4 kali. Untuk BKPH yang lain pengangkutan kayu dalam sehari sebanyak 2 kali, dengan jarak TPn ke TPK berkisar antara 10-18 km. Faktor lain yang menyebabkan besar atau kecilnya upah penyaradan yang diterima pekerja adalah tingkat produksi tebangan masing-masing BKPH berbeda. Semakin besar tingkat produksi tebangan maka akan semakin besar pula upah yang diterima. Dan sebaliknya semakin kecil tingkat produksi tebangan maka akan semakin kecil pula upah yang diterima. Tata waktu kegiatan penyaradan berkaitan dengan tingkat produksi yang dihasilkan dan total angkutan dalam sehari. Dalam sekali mengangkut kayu, banyaknya volume yang diangkut berkisar antara 7-8 m3 per truk. Semakin lama waktu penyaradan maka akan semakin kecil upah penyaradan yang diterima dan sebaliknya. Perhitungan mengenai upah penyaradan selengkapnya disajikan pada Lampiran 18 dan 19.

5.2. Prestasi kerja

Hasil pencatatan prestasi kerja penebangan konvensional dan penebangan rata tanah selengkapnya disajikan pada Lampiran 6 dan 7. Sedangkan hasil


(57)

analisis prestasi kerja penebangan konvensional dan rata tanah disajikan pada Tabel 6 dan 7.

Tabel 6 Prestasi kerja kegiatan penebangan konvensional

Tabel 7 Prestasi kerja kegiatan penebangan rata tanah

Perhitungan mengenai prestasi kerja kegiatan penebangan konvensional dan rata tanah yang tersaji pada Tabel 6 dan 7 didasarkan pada volume kayu yang ditebang dan waktu penebangan. Dari hasil pengamatan diperoleh data prestasi kerja efektif kegiatan penebangan konvensional berkisar antara 1,89-8,42 m3/jam,

Kelas diameter atau kelas keliling (cm) Kelas kelerengan (%) Volume (m3)

Waktu kerja efektif (jam) Waktu kerja aktual (jam) Prestasi kerja efektif (m3/jam)

Prestasi kerja aktual (m3/jam) A 15,9-31,8

/ 50-100 Landai (9-15) 2,838 1,502 1,897 1,89 1,49 B 32,1-47,7

/ 101-150 Landai (9-15) 8,755 1,913 2,351 4,58 3,72 C 48,1-63,7

/ 151-200 Datar (0-8) 17,681 2,602 3,109 6,79 5,69 D 63,7 Up /

200 Up Datar (0-8) 23,637 2,808 3,316 8,42 7,13

Total 52,911 8,825 10,663 5,99 4,96

Rata-rata 5,42 4,51

Kelas diameter atau kelas keliling (cm) Kelas kelerengan (%) Volume (m3)

Waktu kerja efektif (jam) Waktu kerja aktual (jam) Prestasi kerja efektif (m3/jam)

Prestasi kerja aktual (m3/jam) A 15,9-31,8

/ 50-100 Datar (0-8) 2,345 3,231 3,948 0,73 0,59 B 32,1-47,7

/ 101-150 Landai (9-15) 8,693 3,992 4,845 2,18 1,79 C 48,1-63,7

/ 151-200 Datar (0-8) 18,375 5,386 6,304 3,41 2,91 D 63,7 Up /

200 Up Datar (0-8) 23,107 6,987 7,649 3,31 3,02

Total 52,520 19,596 22,746 2,68 2,31


(58)

dengan prestasi kerja efektif total adalah 5,99 m3/jam. Sedangkan prestasi kerja aktual pada penebangan konvensional berkisar antara 1,49-7,13 m3/jam, dengan prestasi kerja aktual total adalah 4,96 m3/jam.

Prestasi kerja efektif total pada kegiatan penebangan rata tanah adalah sebesar 2,68 m3/jam, dan prestasi kerja aktual total sebesar 2,31 m3/jam. Prestasi kerja aktual baik pada kegiatan penebangan konvensional maupun penebangan rata tanah lebih rendah dibandingkan dengan prestasi kerja efektifnya, hal ini terjadi karena besarnya volume kayu yang diperoleh operator per satuan waktu kerja total masih dipengaruhi oleh waktu tidak efektifnya.

Prestasi kerja efektif dan aktual pada penebangan konvensional untuk kelas diameter 63,7 cm Up lebih besar diantara kelas keliling yang lain. Hal ini terjadi karena volume kayu yang semakin tinggi dan waktu kerja yang semakin rendah atau cepat akan menyebabkan tingkat prestasi kerja semakin tinggi. Dan sebaliknya volume kayu yang semakin kecil dan waktu kerja yang lama akan menyebabkan tingkat prestasi kerja semakin menurun.

Sedangkan prestasi kerja efektif pada penebangan rata tanah untuk kelas diameter D (63,7 cm Up) lebih kecil dari pada kelas diameter C (48,1-63,7) cm, hal ini disebabkan karena beberapa pohon pada kelas diameter D (63,7 cm Up) terdapat cacat pada kayu seperti gerowong yang panjangnya mencapai kurang lebih 2-4 m, sehingga cacat pada kayu ini akan mengurangi volume produksi tebangan.

Faktor lain yang mempengaruhi prestasi kerja adalah topografi lapangan. Topografi yang semakin curam akan menyebabkan prestasi kerja menurun. Karena topografi yang semakin curam akan menyebabkan semakin sulitnya operator dalam menentukan posisi pijakan kaki pada waktu penebangan pohon, sehingga banyak terjadi gerakan tambahan seperti operator sering terjatuh karena hilang keseimbangan, memasang pasak karena gergaji sering terjepit akibatnya waktu yang diperlukan semakin tinggi, sehingga waktu penebangan pohon menjadi semakin lama.

Faktor kelerengan pada prestasi kerja penebangan konvensional dan penebangan rata tanah tidak memberikan pengaruh yang nyata karena kelas kelerengan pada petak 108 F RPH Brengkok hampir sama yaitu pada kelas


(59)

kelerengan datar (0-8) % dan kelas kelerengan landai (9-15) %. Prestasi kerja mempunyai standar prestasi kerja, dalam penentuan standar prestasi kerja dipengaruhi oleh beberapa hal, yaitu :

1. Metode atau cara kerja

Perum Perhutani menetapkan sistem penebangan pohon per pohon yaitu menyelesaikan satu pohon terlebih dahulu sebelum menebang pohon berikutnya, sedangkan kebiasaan operator chainsaw di lapangan menggunakan sistem penebangan target yaitu menebang beberapa pohon terlebih dahulu, kemudian dilanjutkan dengan pembagian batang.

2. Alat-alat kerja

Alat penebangan yang dipakai berupa chainsaw dengan umur pakai kurang lebih dua tahun, kondisi alat ini masih bagus walaupun kadang-kadang terjadi kerusakan pada rantai yang bisa menghambat jalannya kegiatan penebangan. Kerusakan pada rantai ini disebabkan karena rantai sering terjepit pada saat menebang pohon dan rantai sering terkena batu pada saat mengepras banir. Sehingga mengakibatkan lamanya waktu kegiatan penebangan.

3. Keterampilan pekerja

Dengan pengalaman kerja operator chainsaw selama 26 dan 24 tahun cukup memiliki keterampilan yang memadai dalam menerapkan teknik-teknik penebangan yang benar, sehingga dapat memberikan dampak yang positif bagi prestasi kerja yang dicapai.

4. Tradisi atau kebiasaan pekerja

Kebiasaan dari operator yang terlalu santai dalam bekerja karena keterbatasan dalam faktor sarana transportasi berdampak pada prestasi kerja yang dicapai oleh operator tersebut.

5. Kondisi Pekerja

Kondisi pekerja disini adalah stamina pekerja yang berkaitan dengan usia. Usia merupakan salah satu faktor yang menentukan dalam prestasi kerja. Semakin lanjut usia maka hasil kerja yang diperoleh semakin menurun. Karena pada usia 55 tahun ke atas tergolong usia tidak produktif, sehingga berpengaruh terhadap hasil kerja yang akan dicapai.


(60)

6. Suasana Tempat kerja

Suasana tempat kerja yang orang-orangnya ramah dan bersahabat dengan rasa solidaritas yang tinggi akan berpengaruh terhadap kondisi mental atau kejiwaan pekerja. Karena kondisi mental pekerja ini akan mempengaruhi hasil kerja.

7. Iklim/musim

Iklim yang terlalu panas atau dingin akan berpengaruh terhadap hasil kerja kegiatan penebangan. Karena semakin panas atau semakin dingin iklim/musim maka hasil kerja yang diperoleh akan semakin menurun. Karena para pekerja akan semakin sering beristirahat pada waktu bekerja. Terlebih lagi pada waktu musim penghujan, mengakibatkan pekerjaan berhenti total, sehingga waktu kegiatan penebangan akan menjadi lebih lama.

8. Organisasi kerja

Dalam penebangan konvensional operator chainsaw dibantu oleh satu orang asisten operator. Sedangkan pada kegiatan penebangan rata tanah mendapatkan tenaga tambahan/tenaga khusus untuk melakukan penggalian tanah sejumlah satu sampai dua orang pekerja. Karena operator dan asistennya ikut melakukan pekerjaan penggalian tanah, tenaga tambahan ini diperbantukan hanya untuk membantu menggali tanah pada pohon dengan diameter besar, seperti kelas diameter B (32,1 cm Up). Sedangkan untuk kelas diameter di bawah 32,1 cm, penebangan beserta penggalian tanah dilakukan oleh operator dan asistennya. Tugas mandor tebang hanya mengawasi satu orang operator di lapangan.

5.3. Nilai tambah

Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan terhadap 30 pohon yang dijadikan sampel untuk penebangan rata tanah yang terdapat di blok II sampai blok VI petak 108 F RPH Brengkok BKPH Tamanan diperoleh nilai tambah rata-rata per pohon dan penambahan volume rata-rata-rata-rata per pohon untuk empat kelas diameter atau kelas keliling, seperti yang tercantum pada Tabel 8 dan perhitungan selengkapnya disajikan pada Lampiran 1, 2, 3, 4, 5 dan 28. Untuk penebangan konvensional tidak dihasilkan nilai tambah karena tidak adanya penambahan


(1)

1 -.154 .130 .874** .870**

.417 .494 .000 .000

30 30 30 30 30

-.154 1 .145 -.293 -.017

.417 .445 .116 .931

30 30 30 30 30

.130 .145 1 .280 .270

.494 .445 .134 .149

30 30 30 30 30

.874** -.293 .280 1 .672**

.000 .116 .134 .000

30 30 30 30 30

.870** -.017 .270 .672** 1

.000 .931 .149 .000

30 30 30 30 30

Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Diameter (cm) Kelerengan (%)

Panjang batang bebas cabang (m)

Panjang banir (m)

Prestasi kerja

penebangan rata tanah

Diameter (cm) Kelerengan (%) batang bebas cabang (m) Panjang banir (m) penebangan rata tanah

Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). **.

Model Summaryb

.920a .847 .823 .50371 .847 34.685 4 25 .000

Model 1

R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

R Square

Change F Change df1 df2 Sig. F Change Change Statistics

Predictors: (Constant), Panjang banir (m), Panjang batang bebas cabang (m), Kelerengan (%), Diameter (cm) a.

Dependent Variable: Prestasi kerja penebangan rata tanah b.

ANOVA

b

35.201

4

8.800

34.685

.000

a

6.343

25

.254

41.544

29

Regression

Residual

Total

Model

1

Sum of

Squares

df

Mean Square

F

Sig.

Predictors: (Constant), Panjang banir (m), Panjang batang bebas cabang (m),

Kelerengan (%), Diameter (cm)

a.

Dependent Variable: Prestasi kerja penebangan rata tanah

b.


(2)

Coefficients

a

-1.918

.490

-3.913

.001

.092

.012

1.335

7.658

.000

-.007

.038

-.017

-.188

.852

.149

.051

.260

2.929

.007

-2.183

.722

-.573

-3.026

.006

(Constant)

Diameter (cm)

Kelerengan (%)

Panjang batang

bebas cabang (m)

Panjang banir (m)

Model

1

B

Std. Error

Unstandardized

Coefficients

Beta

Standardized

Coefficients

t

Sig.

Dependent Variable: Prestasi kerja penebangan rata tanah

a.


(3)

1 -.496** .041 .844** .725**

.005 .829 .000 .000

30 30 30 30 30

-.496** 1 -.030 -.390* -.391*

.005 .874 .033 .032

30 30 30 30 30

.041 -.030 1 -.030 -.045

.829 .874 .873 .813

30 30 30 30 30

.844** -.390* -.030 1 .446*

.000 .033 .873 .014

30 30 30 30 30

.725** -.391* -.045 .446* 1

.000 .032 .813 .014

30 30 30 30 30

Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Diameter (cm) Kelerengan (%) Tbc (m)

Panjang banir (cm)

Efisiensi penebangan konvensional

Diameter (cm)

Kelerengan

(%) Tbc (m)

Panjang banir (cm)

Efisiensi penebangan konvensional

Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). **.

Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed). *.

Model Summaryb

.797a .636 .578 4.12942 .636 10.912 4 25 .000

Model 1

R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

R Square

Change F Change df1 df2 Sig. F Change Change Statistics

Predictors: (Constant), Panjang banir (m), Tbc (m), Kelerengan (%), Diameter (cm) a.

Dependent Variable: Efisiensi penebangan konvensional b.

ANOVA

b

744.297

4

186.074

10.912

.000

a

426.303

25

17.052

1170.600

29

Regression

Residual

Total

Model

1

Sum of

Squares

df

Mean Square

F

Sig.

Predictors: (Constant), Panjang banir (cm), Tbc (m), Kelerengan (%), Diameter

(cm)

a.

Dependent Variable: Efisiensi penebangan konvensional

b.


(4)

Coefficients

a

70.901

4.936

14.365

.000

.451

.088

1.228

5.104

.000

-.043

.290

-.021

-.150

.882

-.338

.359

-.115

-.941

.356

-.174

.065

-.602

-2.653

.014

(Constant)

Diameter (cm)

Kelerengan (%)

Tbc (m)

Panjang banir (cm)

Model

1

B

Std. Error

Unstandardized

Coefficients

Beta

Standardized

Coefficients

t

Sig.

Dependent Variable: Efisiensi penebangan konvensional

a.


(5)

Model Summaryb

.664a .440 .351 7.71785 .440 4.918 4 25 .005

Model 1

R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

R Square

Change F Change df1 df2 Sig. F Change Change Statistics

Predictors: (Constant), Panjang banir (cm), Tbc (m), Kelerengan (%), Diameter (cm) a.

Dependent Variable: Efisiensi penebangan rata tanah b.

ANOVA

b

1171.811

4

292.953

4.918

.005

a

1489.129

25

59.565

2660.940

29

Regression

Residual

Total

Model

1

Sum of

Squares

df

Mean Square

F

Sig.

Predictors: (Constant), Panjang banir (cm), Tbc (m), Kelerengan (%), Diameter

(cm)

a.

Dependent Variable: Efisiensi penebangan rata tanah

b.

1 -.154 .130 .874** .623**

.417 .494 .000 .000

30 30 30 30 30

-.154 1 .145 -.293 -.084

.417 .445 .116 .660

30 30 30 30 30

.130 .145 1 .280 .255

.494 .445 .134 .175

30 30 30 30 30

.874** -.293 .280 1 .518**

.000 .116 .134 .003

30 30 30 30 30

.623** -.084 .255 .518** 1

.000 .660 .175 .003

30 30 30 30 30

Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Diameter (cm) Kelerengan (%) Tbc (m)

Panjang banir (cm)

Efisiensi penebangan rata tanah

Diameter (cm)

Kelerengan

(%) Tbc (m)

Panjang banir (cm)

penebangan rata tanah

Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). **.


(6)

Coefficients

a

61.564

7.510

8.197

.000

.489

.185

.883

2.647

.014

-.296

.579

-.087

-.511

.614

1.150

.780

.251

1.476

.153

-.107

.111

-.350

-.965

.344

(Constant)

Diameter (cm)

Kelerengan (%)

Tbc (m)

Panjang banir (cm)

Model

1

B

Std. Error

Unstandardized

Coefficients

Beta

Standardized

Coefficients

t

Sig.

Dependent Variable: Efisiensi penebangan rata tanah

a.