43 penelitian Tiyas 2009 menghasilkan kesalahan sampling sebesar 19,33.
Kesalahan sampling yang lebih rendah tidak terlepas dari kualitas citra, sehingga ketelitian pengukuran dimensi tegakan yang dilakukan dapat lebih teliti Jaya
Cahyono 2001. Secara teknis, penelitian ini menunjukkan bahwa model pendugaan sediaan tegakan pada lokasi yang diperoleh cukup layak digunakan
untuk mengestimasi potensi tegakan. Hasil yang cukup akurat pada penelitian ini membuat nilai ragam dan
coevisien variasi pengambilan contoh ganda bernilai rendah. Koefisien keragaman Coefficient of Variation CV yang didapat dari masing-masing lokasi adalah
17,99 untuk BKPH Dagangan dan 35,92 untuk BKPH Dungus. Nilai CV yang rendah menunjukkan bahwa suatu tegakan yang dteliti adalah homogen. Dari hasil
pehitungan, dapat dilihat bahwa nilai CV memiliki korelasi negatif dengan nilai efisiensi relatif ER. Semakin rendah nilai CV mengakibatkan nilai efisiensi
relatif menjadi semakin tinggi, dan juga sebaliknya jika nilai CV tinggi mengakibatkan nilai ER semakin rendah.
4.5 Efisiensi Double Sampling
Dalam merencanakan inventarisasi, waktu dan biaya merupakan faktor yang harus pertama diperhatikan. Salah satu atau keduanya dapat berpengaruh pada
tingkat kecermatan yang mungkin dicapai. Waktu, biaya, dan kecermatan sampling berpengaruh satu sama lain dan ketiganya harus direncanakan seoptimal
mungkin agar tujuan inventarisasi hutan dapat dicapai dengan efisien Simon 1993 .
Seperti halnya yang telah dijelaskan pada latar belakang bahwa biaya yang dibutuhkan untuk inventarisasi potensi hutan secara terestris jauh lebih mahal bila
dibandingkan dengan menggunakan penginderaan jauh atau menggunakan media citra. Data yang didapat dari penelitian ini membenarkan pernyataan di atas,
bahwa biaya interpretasi citra lebih rendah daripada biaya pengambilan data lapangan per satuan hektar. Biaya interpretasi citra untuk lokasi BKPH Dagangan
dan Dungus C
p
masing-masing adalah sebesar Rp. 22.145 dan Rp. 22.148, sedangkan biaya pengambilan data di lapangan C
f
untuk kedua lokasi adalah sama, sebesar Rp. 363.158.
44 Tabel 10 Biaya pengambilan data lapangan dan citra
No. Lokasi Biaya
per ha
1 BKPH Dagangan
Biaya lapangan C
f
Rp. 363.158 Biaya citra C
p
Rp. 22.145 2
BKPH Dungus Biaya lapangan C
f
Rp. 363.158 Biaya citra C
p
Rp. 22.148
Rasio biaya lapangan terhadap biaya citra pada lokasi BKPH Dagangan adalah 10,96, sedangkan rasio biaya pada BKPH Dungus adalah 7,61
. Efisiensi
pengambilan contoh ganda akan tinggi apabila rasio biaya lapangan dengan biaya citra tinggi, dan demikian pula sebaliknya. Menurut Wear 1966, diacu dalam
Paine 1981, peningkatan efisiensi sangat dipengaruhi oleh besarnya nilai koefisien korelasi r dan rasio biaya lapangan atau citra. Pengambilan contoh
akan menjadi sangat efisien apabila koefisien korelasinya tinggi dan rasio C
f
C
p
tinggi. Efisiensi teknik pengambilan contoh ganda dengan regresi akan meningkat cukup besar apabila koefisien korelasinya r mendekati 0,9. Meskipun nilai C
f
C
p
tinggi, tetapi nilai r rendah, efisiensi E tidak akan melebihi 1,5.
Gambar 22 Kurva hu Dari J.F
and Ran
Sebagaimana G koefisien korelasi da
menjadi sangat efisien Sebaliknya, pada koe
hampir tidak ada pen 200 kali.
Nilai koefisien BKPH Dagangan da
tinggi menunjukkan dengan nilai sediaan
dapat diatakan hamp sediaan yang didapa
adalah 12,36 m
3
, seda hubungan antara rasio biaya, koefisiensi korel
J.F. Wear, R. B. Pope, and P.W. Orr, 1966. Pa ange Experient Station diacu dalam Paine, 1981
Gambar 22, efisiensi akan meningkat secar dan rasio biaya bernilai tinggi. Pengambila
ien apabila koefisien korelasinya tinggi dan ra oefisien korelasi yang rendah 0,4, efisiensi cu
eningkatan meskipun rasio biaya lapangan p
n korelasi yang didapat pada penelitian ini ad dan 0,88 pada BKPH Dungus. Nilai korelas
n bahwa nilai sediaan yang diperoleh dari s hasil perhitungan model yang terpilih tidak
pir sama. Selisih antara nilai sediaan lapang pat dari pendugaan model pada BKPH Dun
dangkan pada BKPH Dagangan hanya 0,70 m
3
45
relasi dan efisiensi Pasific Northwest
81. ara tajam apabila
ilan contoh akan rasio C
f
C
p
tinggi. cukup rendah dan
potret meningkat
adalah 0,94 untuk asi yang semakin
survey lapangan
k terlalu jauh atau ngan dengan nilai
ungus lebih besar
3
.
46 Tabel 11 Hasil efisiensi relatif
Lokasi Efisiensi
E
Rasio
R
n
s
n
f
n
p
ER
BKPH Dagangan 2,99
10,96 51,83
10,39 113,83
299,11
BKPH Dungus 2,11
7,61 206,41
66,69 507,49
211,40
Pada Tabel 11, dapat diketahui bahwa jika rasio nilai n
f
jumlah plot yang harus diamati di lapangan dan n
p
jumlah plot yang harus diamati di citra semakin rendah, maka nilai ER akan semakin tinggi, begitu pula sebaliknya.
Untuk BKPH Dagangan, jumlah pengambilan plot optimum yang optimal adalah 113,83 plot dibulatkan menjadi 114 plot pada citra dan sebanyak 10,39 plot
dibulatkan menjadi 11 plot di lapangan. Untuk BKPH Dungus, pengambilan plot optimum di citra adalah sebanyak 507,49 plot dibulatkan menjadi 508 plot dan
66,69 plot dibulatkan menjadi 67 plot di lapangan. Selanjutnya, jumlah perhitungan plot optimum tersebut digunakan untuk perhitungan efisiensi relatif.
Sebagaimana disajikan pada Tabel 11, lokasi BKPH Dagangan memberikan Efisiensi Relatif ER yang lebih tinggi yaitu mencapai 299,11. Pada lokasi
BKPH dungus diperoleh nilai ER sebesar 211,40. Semakin besar nilai efisiensi relatif, menunjukkan bahwa penggunaan teknik double sampling suatu lokasi akan
menjadi lebih efisien. Jumlah peubah bebas yang menyusun suatu model mempengaruhi
kemudahan dan keefektifan dalam penentuan peubah yang dicari pada suatu penelitian. Semakin sedikit peubah bebas yang menyusun suatu model, maka
model tersebut semakin mudah untuk digunakan. Dari hasil perhitungan, model penduga sediaan tegakan pada penelitian ini tersusun atas tiga peubah bebas, yaitu
C, D, dan N. Apabila model yang digunakan hanya menggunakan satu peubah bebas N atau C saja, maka nilai efisiensi yang didapat menjadi lebih kecil.
Seperti pada lokasi BKPH Dagangan, dari model Vbc=10,361+1,169N
ctr
yang menggunakan peubah N
ctr
hanya diperoleh nilai efisiensi relatif sebesar 151,48 dengan nilai SE sebesar 5,06. Terjadi penurunan yang signifikan apabila
dibandingkan dengan penggunaan model dengan peubah N, D, dan C yang diperoleh dari perhitungan, walaupun model lebih rumit karena menggunakan tiga
47 peubah bebas. Hal yang sama terjadi pada lokasi BKPH Dungus, didapatkan nilai
efisiensi relatif sebesar 150,76 dengan nilai SE sebesar 10,67 pada model Vbc = -62,221+1,266C
ctr
yang diketahui hanya menggunakan satu peubah, yaitu C
ctr
. Secara umum, penelitian ini menyatakan bahwa inventarisasi dengan teknik
double sampling pada kedua lokasi ini memberikan hasil yang lebih efisien
dibandingkan dengan inventarisasi dengan hanya mengandalkan data terestris. Dengan metode double sampling, inventarisasi hutan dapat dilakukan dengan
lebih mudah dan cepat.
48
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN