KADAR TANIN TERKONDENSASI HASIL DAN PEMBAHASAN

19 selama 15 menit yang menurun nilainya. Waktu ekstraksi yang terlalu lama akan mengakibatkan terjadinya pemaparan O 2 semakin banyak, sementara terdapat beberapa komponen fenol yang bersifat termosensitif. Cheong et al.2005 meneliti tentang stabilitas panas pada senyawa fenolik dan melaporkan bahwa kadar epikatekin dan epigalokatekin galat menurun seiring dengan kenaikan suhu sedangkan epikatekin galat meningkat jumlahnya, dengan penggunaan suhu 60, 80, dan 100°C dengan waktu 0-300 menit. Menurut Rohdiana 2006 kadar katekin menurun sebesar 20 jika dipanaskan pada suhu diatas 98 ˚C. Proses pemanasan dapat menyebabkan oksidasi dari komponen polifenol di dalam teh. Komponen polifenol, seperti katekin dapat teroksidasi menjadi theaflavin. Jika proses oksidasi berlanjut, theaflavin juga akan teroksidasi menjadi thearubigin. Hal itu dapat menyebabkan menurunnya pH teh karena thearubigin bersifat asam kuat Lelani, 1995. Persen penurunan kadar total fenol pada ekstrak teh hijau sebelum dan setelah simulasi pH sistem pencernaan ditunjukkan pada Tabel 6. Tabel 6. Data total fenol ekstrak teh hijau Perlakuan penyeduhan Total fenol ekstrak awal mg GAEg BK Total fenol ekstrak simulasi mg GAEg BK Penurunan 70 ˚C 5 32.37 28.63 11.55 70 ˚C 10 29.59 27.88 5.78 70 ˚C 15 35.99 29.8 17.20 85 ˚C 5 42.53 40.96 3.69 85 ˚C 10 43.87 40.38 7.95 85 ˚C 15 44.21 40.24 8.98 100 ˚C 5 46.75 43.03 7.96 100 ˚C 10 47.17 43.37 7.97 100 ˚C 15 46.10 41.75 9.44

D. KADAR TANIN TERKONDENSASI

Menurut Hagerman 2002, tanin kebanyakan terdiri dari polimer flavonoid yang merupakan senyawa fenol. Golongan tanin yang banyak terdapat di teh adalah tanin terkondensasi Shahidi et al., 2009. Pengukuran kadar tanin terkondensasi dilakukan dengan tujuan menduga lebih tepat senyawa apakah di dalam teh hijau yang dapat berperan sebagai inhibitor terhadap lipase. Pengukuran kadar tanin terkondensasi dilakukan pada ekstrak awal teh hijau dan ekstrak teh hijau setelah simulasi sistem pencernaan. Kadar tanin terkondensasi didapatkan dari perhitungan pada nilai absorbansi yang diperoleh yang kemudian dikonversi ke dalam satuan g LE Leucocyanidin Equivalent 100 g BK. Pengukuran kadar tanin terkondensasi pada ekstrak awal teh hijau bertujuan untuk mengetahui kadar tanin terkondensasi yang terdapat pada ekstrak awal teh hijau sebelum melalui simulasi sistem pencernaan. Nilai kadar tanin pada ekstrak awal teh hijau dalam g LE100g BK adalah 0.41 70 ˚C 5’, 0.35 70˚C 10’, 0.38 70˚C 15’, 0.40 85˚C 5’, 0.44 85˚C 10’, 0.45 85˚C 15’, 0.58 100 ˚C 5’, 0.60 100˚C 10’, dan 0.51 100˚C 15’. Menurut Suryaningrum et al. 2007, kadar tanin terkondensasi pada ekstrak teh hijau adalah 83.503 ppm. Perbedaan nilai ini dapat disebabkan oleh perbedaan komposisi kimia dari daun teh asal dan juga karena proses ekstraksi. 20 Suryaningrum melakukan proses ekstraksi pada teh hijau dengan kondisi penyeduhan 80 ˚C selama 8 menit. Dari data yang didapatkan terlihat adanya peningkatan kadar tanin terkondensasi dari suhu penyeduhan 70 ˚C selama 10 menit hingga suhu penyeduhan 100˚C selama 10 menit. Berdasarkan Lampiran 14, perlakuan sampel memiliki pengaruh nyata terhadap kadar tanin terkondensasi p 0.05, kemudian pada uji Duncan, terlihat beberapa kelompok perlakuan yang tergolong berbeda. Hal ini berarti terdapat perbedaan yang cukup signifikan pada masing-masing perlakuan sampel. Perlakuan penyeduhan ekstrak teh hijau yang memiliki kadar tanin terkondensasi tertinggi adalah ekstrak teh hijau dengan suhu awal penyeduhan 100 ˚C selama 5 dan 10 menit. Berdasarkan analisis statistik Lampiran 16, dapat dilihat bahwa faktor suhu, waktu, dan interaksi antara suhu dan waktu berpengaruh pada kadar tanin terkondensasi pada ekstrak awal teh hijau p 0.050. Pada uji Duncan terlihat adanya perbedaan yang signifikan antara ketiga perlakuan suhu penyeduhan. Pada umumnya, kadar tanin terkondensasi pada ekstrak awal teh hijau terbesar ditunjukkan oleh teh hijau dengan suhu penyeduhan 100 ˚C, sedangkan kadar tanin terkondensasi terendah ditunjukkan oleh ekstrak teh hijau dengan suhu penyeduhan 70 ˚C. Untuk faktor waktu, penyeduhan teh hijau selama 15 menit menunjukkan perbedaan yang signifikan. Pengukuran kadar tanin terkondensasi pada ekstrak teh hijau setelah simulasi sistem pencernaan bertujuan untuk mengetahui kadar tanin terkondensasi setelah mengalami perlakuan simulasi sistem pencernaan, apakah terdapat perbedaan kadar tanin terkondensasi yang kemungkinan dipengaruhi oleh pH pencernaan. Nilai kadar tanin pada ekstrak teh hijau setelah simulasi sistem pencernaan dalam g LE100 g BK adalah 0.40 70 ˚C 5’, 0.34 70˚C 10’, 0.37 70˚C 15’, 0.39 85 ˚C 5’, 0.42 85˚C 10’, 0.45 85˚C 15’, 0.50 100˚C 5’, 0.59 100˚C 10’, dan 0.49 100˚C 15’. Berdasarkan Lampiran 18, perlakuan sampel memiliki pengaruh nyata terhadap kadar tanin terkondensasi p 0.05 pada ekstrak setelah simulasi sistem pencernaan, kemudian pada uji Duncan, terlihat perbedaan yang cukup signifikan pada masing-masing perlakuan sampel. Perlakuan penyeduhan dengan suhu awal penyeduhan 100 ˚C selama 10 menit menghasilkan kadar tanin terkondensasi tertinggi untuk ekstrak teh hijau setelah simulasi pH sistem pencernaan. Berdasarkan analisis statistik Lampiran 20, faktor suhu, waktu, dan interaksi antara suhu dan waktu berpengaruh pada kadar tanin terkondensasi pada ekstrak teh hijau setelah simulasi sistem pencernaan p 0.050. Dari uji lanjut Duncan, terlihat bahwa kadar tanin terkondensasi terendah ditunjukkan oleh ekstrak teh hijau dengan suhu penyeduhan 70 ˚C dan kadar tanin terkondensasi tertinggi ditunjukkan oleh ekstrak teh hijau dengan suhu penyeduhan 100 ˚C. Untuk fakor waktu, dapat terlihat bahwa kondisi penyeduhan selama 10 menit memberikan perbedaan yang signifikan. Dari hasil statistik tersebut dapat dilihat bahwa faktor waktu, suhu, dan interaksi antara suhu dan waktu jelas berpengaruh nyata pada kadar tanin terkondensasi baik pada ekstrak awal teh hijau maupun pada ekstrak teh hijau hasil simulasi sistem pencernaan. Dari Gambar 5 dapat terlihat bahwa tanin terkondensasi pada ekstrak teh hijau dengan kondisi penyeduhan suhu 70 ˚C selama 10 menit meningkat kadarnya hingga ekstrak teh hijau penyeduhan suhu 100 ˚C selama 10 menit. Kondisi demikian terjadi pada ekstrak teh hijau sebelum maupun sesudah simulasi sistem pencernaan. Xu et al., 2006 menyatakan dengan semakin meningkatknya suhu ekstraksi maka jumlah komponen fenolik dalam bentuk glikosida akan semakin menurun. Sebagian besar komponen fenol yang terekstrak pada kondisi ekstraksi 100 ˚C diduga adalah tanin. Ekstraksi pada suhu 100 ˚C dapat menyebabkan gula dan beberapa komponen organik pada tanaman pecah dan menghasilkan ekstrak dengan warna yang gelap. Tanin adalah golongan polifenol yang tahan terhadap pemanasan Pansera et al., 2004; Winarno, 1997. 21 Pada pemanasan dengan suhu yang semakin tinggi akan diperoleh kadar tanin dalam jumlah besar tetapi kualitas tanin yang dihasilkan kurang baik karena komponen non-tanin yang terlarut juga semakin besar. Sedangkan penyeduhan dengan suhu yang terlalu rendah dan waktu pemanasan yang terlalu singkat kurang efisien karena kelarutan tanin belum mencapai titik optimal. Hal ini bisa menjadi alasan mengapa pada perlakuan suhu 70 ˚C selama 10 menit dan 100˚C selama 15 menit kadar tanin terkondensasi nya rendah. Diduga pada perlakuan penyeduhan suhu 100 ˚C selama 15 menit, senyawa tanin mulai terjadi kerusakan. Kadar tanin terkondensasi sebelum dan setelah simulasi pH pencernaan dapat dilihat pada Tabel 7. Keterangan: Huruf yang berbeda menunjukkan kadar tanin terkondensasi yang berbeda nyata p 0.05 dengan uji Duncan Gambar 5. Tanin terkondensasi pada ekstrak teh hijau sebelum dan setelah simulasi sistem pencernaan Tabel 7. Data kadar tanin terkondensasi ekstrak teh hijau Perlakuan penyeduhan Tanin terkondensasi ekstrak awal g100g Tanin terkondensasi ekstrak simulasi g100 g Penurunan 70 ˚C 5 0.41 0.40 2.44 70 ˚C 10 0.35 0.34 2.86 70 ˚C 15 0.38 0.37 2.63 85 ˚C 5 0.40 0.39 2.50 85 ˚C 10 0.44 0.42 4.54 85 ˚C 15 0.45 0.45 0.00 100 ˚C 5 0.58 0.5 13.79 100 ˚C 10 0.6 0.59 1.67 100 ˚C 15 0.51 0.49 3.92 C A B C D D F F E cd a b c d e f g f 0.00 0.10 0.20 0.30 0.40 0.50 0.60 ˚C 5 menit ˚C m enit ˚C 5 m enit 5˚C 5 m enit 5˚C m enit 5˚C 5 m enit ˚C 5 m enit ˚C m enit ˚C 5 m enit T a n in t e rk o n d e n sa si g 1 g perlakuan penyeduhan ekst rak aw al sim ulasi ekst r ak sim ulasi 22

E. INHIBISI ENZIM LIPASE

Dokumen yang terkait

Efektivitas Ekstrak Teh Hijau (Camellia Sinensis) Terhadap Bakteri Porphyromonas Gingivalis Secara In Vitro

5 107 49

Uji efektivitas dan fotostabilitas krim ekstrak etanol 70 % teh hitam (comellia sinensis L) sebagai tabir surya secara in vitro

6 43 319

Pengaruh Suhu dan Lama Penyeduhan Teh Hitam (Camellia sinensis) serta Proses Pencernaan secara In Vitro terhadap Penghambatan Aktivitas Enzim Alfa Amilase dan Alfa Glukosidase secara In Vitro

3 21 180

Pengaruh Suhu dan Lama Penyeduhan Teh Hijau (Camellia sinensis) serta Proses Pencernaan secara In vitro terhadap Penghambatan Aktivitas Enzim Alfa Amilase dan Alfa Glukosidase secara In vitro

4 40 169

Pengaruh Suhu dan Waktu Penyeduhan Teh Hitam (Camellia sinensis) serta Proses Pencernaan In Vitro terhadap Aktivitas Inhibisi Lipase

1 5 170

PENGARUH SEDUHAN TEH HIJAU (Camellia sinensis) TERHADAP HAMBATAN PERTUMBUHAN BAKTERI Streptococcus sanguis Pengaruh Seduhan Teh Hijau (Camellia Sinensis) Terhadap Hambatan Pertumbuhan Bakteri Streptococcus Sanguis Penyebab Karies (In Vitro).

0 5 12

PENGARUH SEDUHAN TEH HIJAU (Camellia sinensis) TERHADAP HAMBATAN PERTUMBUHAN BAKTERI Streptococcus Pengaruh Seduhan Teh Hijau (Camellia Sinensis) Terhadap Hambatan Pertumbuhan Bakteri Streptococcus Sanguis Penyebab Karies (In Vitro).

0 2 14

PENGARUH SUHU DAN WAKTU PENYEDUHAN TEH CELUP TERHADAP KADAR KAFEIN Pengaruh Suhu Dan Waktu Penyeduhan Teh Celup Terhadap Kadar Kafein.

1 2 16

PENGARUH SUHU DAN WAKTU PENYEDUHAN TEH CELUP TRHADAP KADAR KAFEIN Pengaruh Suhu Dan Waktu Penyeduhan Teh Celup Terhadap Kadar Kafein.

0 1 16

EVALUASI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN PADA TEH HIJAU DAN TEH HITAM BERDASARKAN VARIASI SUHU DAN WAKTU PENYEDUHAN - Unika Repository

0 0 10