KADAR TOTAL FENOL HASIL DAN PEMBAHASAN

16

B. NILAI pH EKSTRAK TEH HIJAU

Pengukuran pH merupakan prosedur penting karena pH menentukan banyak peranan penting dar struktur dan aktivitas makromolekul biologi seperti aktivitas katalitik enzim Lehninger, 1993. Nilai pH menunjukkan konsentrasi ion hidrogen yang menggambarkan tingkat keasaman. Semakin tinggi nilai pH berarti tingkat keasaman akan semakin rendah dan sebaliknya, semakin rendah pH berarti semakin tinggi tingkat keasamannya Lehninger, 1982. Pengukuran nilai pH pada ekstrak awal teh hijau dilakukan dengan tujuan mengetahui kisaran pH ekstrak teh hijau sebelum diperlakukan simulasi sistem pencernaan. Nilai pH ekstrak awal teh hijau adalah 5.83 70 ˚C 5’, 5.90 70 ˚C 10’, 5.65 70˚C 15’, 5.66 85˚C 5’, 5.73 85˚C 10’, 5.73 85˚C 15’, 5.74 100˚C 5’, 5.64 100 ˚C 10’, dan 5.58 100˚C 15’. Dari data tersebut terlihat bahwa nilai pH ekstrak awal teh hijau bersifat asam yaitu berada di pH 5.5 sampai dengan 5.9. Lehninger 1982 menyatakan bahwa larutan yang mempunyai pH lebih kecil dari 7 akan bersifat asam karena konsentrasi H+ lebih besar daripada konsentrasi OH-. Berdasarkan data yang diperoleh, nilai pH ekstrak teh hijau yang dihasilkan bersifat asam. Dari Lampiran 1, diketahui bahwa perlakuan suhu, lamanya waktu penyeduhan, dan interaksi antara suhu dan waktu penyeduhan teh hijau tidak berpengaruh pada nilai pH ekstrak teh hijau p 0.05. Setelah diketahui nilai pH awal, ekstrak teh hijau disimulasikan sesuai dengan sistem pH pencernaan. Ekstrak diturunkan pH nya menjadi pH 2 yang merupakan kondisi pH pada lambung, ditunggu 30 menit, dan kemudian dinaikkan lagi pH nya menjadi pH 6.8 yang merupakan pH usus halus. Lamanya waktu yang dibutuhkan makanan untuk berada di dalam tergantung dari jenis makanan dan jumlah yang dimakan. Aryani 2011 menyatakan bahwa diperlukan waktu sekitar 30 menit untuk makanan cair atau minuman mengalir dari lambung ke usus kecil. Sementara itu kondisi di lambung sangat asam yakni pH nya sekitar 1-2. Miller 1998 menambahkan bahwa waktu yang diperlukan lambung untuk mencerna minuman adalah sekitar 30 menit. Setelah keluar dari lambung, makanan setengah cair yang memiliki pH sekitar netral akan bercampur dengan enzim-enzim pencernaan yang diproduksi oleh pankreas Siregar, 2004, seperti enzim lipase yang merupakan enzim pencernaan lipid.

C. KADAR TOTAL FENOL

Senyawa fenolik ialah senyawa dengan suatu gugus OH yang terikat pada cincin aromatik Vermerris dan Nicholson, 2008. Pengukuran kadar total fenol dilakukan pada ekstrak awal teh hijau dan juga pada ekstrak teh hijau setelah simulasi sistem pencernaan. Penentuan kadar total fenol dilakukan dengan tujuan mengetahui kadar total fenol pada ekstrak teh hijau baik sebelum maupun setelah simulasi sistem pencernaan. Senyawa polifenol ini diduga merupakan senyawa yang akan menghambat aktivitas enzim lipase di dalam pencernaan. Sudah banyak penelitian yang melaporkan bahwa senyawa polifenol memiliki andil dalam menghambat aktivitas enzim. Haslam et al. 1999 diacu dalam Ali 2002 menyatakan bahwa pembentukan kompleks protein-fenol disebabkan salah satunya oleh adanya ikatan hidrogen antara gugus hidroksil fenolik dengan gugus NH- dan CO- pada protein dan juga terjadinya ikatan kovalen dan hidrofobik pada reaksi tersebut. Polifenol teroksidasi berinteraksi lebih kuat dengan protein Siebert1999 diacu dalam Ali 2002 dan dapat berinteraksi dengan asam amino yang dapat menghambat aktivitas enzim Millic et al. 1968 diacu dalam Ali 2002. Penentuan kadar total fenol didapatkan dari kurva larutan standar asam galat seperti dapat dilihat pada Lampiran 3. Penentuan kadar total fenol dilakukan menggunakan metode Folin 17 Ciocalteau didasarkan pada reaksi oksidasi-reduksi. Reagen folin yang terdiri dari asam fosfomolibdat dan asam fosfotungstat akan tereduksi oleh senyawa polifenol menjadi molibdenum- tungsten The Grape Seed Method Evaluation Comittee, 2001. Hasil dari reaksi ini membentuk kompleks warna biru. Semakin tinggi komponen polifenol yang terdapat di dalam teh, maka semakin banyak molibdenum-tungsten yang terbentuk, sehingga semakin besar nilai absorbansinya, dan sebaliknya. Standar polifenol yang digunakan pada pengukuran kadar fenol adalah asam gallat asam 3,4,5-hidroksibenzoat. Nilai total fenol dinyatakan dalam Gallic Acid Equivalent GAEg basis kering BK. Pengukuran total fenol pada ekstrak awal teh hijau dilakukan dengan tujuan mengetahui kadar total fenol pada ekstrak awal teh hijau sebelum diperlakukan simulasi sistem pencernaan. Total fenol yang dihasilkan memiliki nilai yang berkisar antara 29.59 mg GAEg BK sampai 47.14 mg GAEg BK. Nilai total fenol pada ekstrak awal teh hijau dalam mg GAEg BK adalah 32.37 70 ˚C 5’, 29.59 70 ˚C 10’, 35.99 70˚C 15’, 42.53 85˚C 5’, 43.87 85˚C 10’, 44.21 85˚C 15 menit, 46.75 100 ˚C 5’, 47.17 100˚C 10’, dan 46.10 100˚C 15’. Berdasarkan Lampiran 4, perlakuan sampel memiliki pengaruh nyata terhadap total fenol p 0.05. Pada uji Duncan Lampiran 5 dapat terlihat bahwa total fenol awal terendah ditunjukkan oleh ekstrak teh hijau perlakuan penyeduhan 70 ˚C selama 5 menit dan 10 menit. Sementara total fenol awal tertinggi adalah ekstrak teh hijau perlakuan penyeduhan 85 ˚C 10 dan 15 menit serta suhu penyeduhan 100 ˚C semua waktu. Dilihat dari analisis statistik Lampiran 6, faktor suhu dan interaksi antara suhu dan waktu berpengaruh nyata pada total fenol ekstrak teh awal p 0.05. Dari uji lanjut Duncan terlihat bahwa masing-masing suhu penyeduhan menunjukkan perbedaan yang signifikan. F aktor waktu pada perlakuan penyeduhan tidak memberikan pengaruh nyata p0.05. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Kusumaningrum tahun 2008 yang menunjukkan bahwa waktu penyeduhan tidak berpengaruh nyata terhadap total fenol p0.05. Sedangkan suhu penyeduhan teh hijau berpengaruh nyata terhadap total fenol seduhan. Kadar total fenol ekstrak teh awal terbesar ditunjukkan oleh ekstrak teh hijau dengan kondisi suhu penyeduhan 100 ˚C sedangkan nilai total fenol ekstrak teh awal terendah ditunjukkan oleh penyeduhan teh dengan suhu 70 ˚C. Semakin tinggi suhu penyeduhan maka makin tinggi total fenol yang terekstrak. Suhu tinggi pelarut dapat meningkatkan efisiensi dari proses ekstraksi karena panas dapat meningkatkan permeabilitas dinding sel, meningkatkan kelarutan dan difusi dari senyawa yang diekstrak, dan mengurangi viskositas pelarut, namun suhu yang terlalu tinggi dapat mendegradasi senyawa polifenol Escribano dan Santos, 2002. Pengukuran total fenol juga dilakukan pada ekstrak teh hijau setelah simulasi sistem pencernaan. Pengukuran total fenol pada ekstrak teh hijau setelah simulasi sistem pencernaan dilakukan dengan tujuan mengetahui kadar total senyawa fenol yang masih terdapat di dalam ekstrak teh hijau apabila telah melalui simulasi sistem pencernaan. Total fenol yang dihasilkan berkisar antara 27.88 mg GAE g BK sampai 43.37 mg GAEg BK. Nilai total fenol pada ekstrak teh hijau setelah simulasi sistem pencernaan dalam mg GAEg BK adalah 28.63 70 ˚C 5’, 27.88 70˚C 10’, 29.80 70 ˚C 15’, 40.96 85˚C 5’, 40.38 85˚C 10’, 40.24 85˚C 15’, 43.03 100˚C 5’, 43.37 100 ˚C 10’, dan 41.75 100˚C 15’. Berdasarkan Lampiran 8, perlakuan sampel memiliki pengaruh nyata terhadap total fenol p 0.05, kemudian pada uji Duncan, terlihat dua kelompok perlakuan yang tergolong berbeda. Perlakuan penyeduhan sampel dengan suhu 70 ˚C pada semua waktu merupakan perlakuan penyeduhan yang menghasilkan total fenol terendah. Sedangkan perlakuan penyeduhan dengan suhu 85 ˚C dan 100˚C memiliki total fenol tertinggi. Seluruh perlakuan menghasilkan total fenol yang tidak berbeda nyata. 18 Pada Lampiran 10, dapat dilihat bahwa faktor suhu memberikan pengaruh nyata pada kadar total fenol ekstrak teh hijau setelah simulasi sistem pencernaan p 0.05. Sedangkan faktor waktu dan interaksi antara suhu dan waktu tidak berpengaruh nyata pada kadar total fenol ekstrak teh hijau setelah simulasi sistem pencernaan p 0.05. Kemudian dilakukan uji lanjut menggunakan uji Duncan pada faktor suhu. Dari uji lanjut Duncan terlihat bahwa terdapat perbedaan yang cukup signifikan antara perlakuan suhu penyeduhan. Kadar total fenol pada ekstrak teh hijau setelah simulasi pencernaan yang terendah ditunjukkan oleh ekstrak teh hijau dengan suhu penyeduhan 70 ˚C, sedangkan kadar total fenol tertinggi ditunjukkan oleh ekstrak teh hijau dengan suhu penyeduhan 100 ˚C. Dilihat dari hasil statistik, faktor suhu penyeduhan ekstrak teh hijau memberikan pengaruh nyata baik pada ekstrak sebelum maupun setelah melalui simulai sistem pencernaan. Secara umum, ekstrak teh dengan suhu penyeduhan 70 ˚C memiliki kadar total fenol yang lebih kecil dibandingkan suhu penyeduhan 85 ˚C. Begitu pula pada ekstrak teh dengan suhu penyeduhan 85 ˚C memiliki kadar total fenol yang lebih kecil dibandingkan suhu penyeduhan 100˚C. Hal tersebut dapat dilihat dari Gambar 4, kadar total fenol baik pada ekstrak awal teh hijau maupun ekstrak setelah simulasi sistem pencernaan terus meningkat dari perlakuan suhu 70 ˚C selama 10 menit hingga perlakuan penyeduhan pada suhu 100 ˚C selama 10 menit. Dengan demikian, diuga komponen fenol akan lebih banyak terkestrak jika panas yang diberikan semakin tinggi. Menurut Kusumaningrum 2008, Semakin tinggi suhu penyeduhan maka makin tinggi total fenol yang terekstrak. Kadar total fenol yang tinggi pada perlakuan suhu 100 ˚C selama 10 menit menunjukkan bahwa komponen polifenol terekstrak dengan baik. Gambar 4 menunjukkan kadar fenol sebelum dan setelah simulasi sistem pH pencernaan. Keterangan: Huruf yang berbeda menunjukkan nilai total fenol yang berbeda nyata p 0.05 dengan uji Duncan Gambar 4. Total fenol ekstrak teh hijau sebelum dan setelah simulasi pencernaan Semakin lama waktu ekstraksi, maka komponen polifenol yang larut akan semakin tinggi, tetapi pada waktu ekstraksi yang sangat lama justru akan menyebabkan senyawa polifenol rusak karena teroksidasi oleh panas. Hal tersebut didukung oleh data perlakuan penyeduhan suhu 100 ˚C A A B C CD CD D D D a a a b b b b b b 0.00 10.00 20.00 30.00 40.00 50.00 70˚C 5 menit 70˚C 10 menit 70˚C 15 menit 85˚C 5 menit 85˚C 10 menit 85˚C 15 menit 100˚C 5 menit 100˚C 10 menit 100˚C 15 menit to ta l f e n o l m g G A E g B K perlakuan penyeduhan ekst rak aw al ekst rak sim ulasi 19 selama 15 menit yang menurun nilainya. Waktu ekstraksi yang terlalu lama akan mengakibatkan terjadinya pemaparan O 2 semakin banyak, sementara terdapat beberapa komponen fenol yang bersifat termosensitif. Cheong et al.2005 meneliti tentang stabilitas panas pada senyawa fenolik dan melaporkan bahwa kadar epikatekin dan epigalokatekin galat menurun seiring dengan kenaikan suhu sedangkan epikatekin galat meningkat jumlahnya, dengan penggunaan suhu 60, 80, dan 100°C dengan waktu 0-300 menit. Menurut Rohdiana 2006 kadar katekin menurun sebesar 20 jika dipanaskan pada suhu diatas 98 ˚C. Proses pemanasan dapat menyebabkan oksidasi dari komponen polifenol di dalam teh. Komponen polifenol, seperti katekin dapat teroksidasi menjadi theaflavin. Jika proses oksidasi berlanjut, theaflavin juga akan teroksidasi menjadi thearubigin. Hal itu dapat menyebabkan menurunnya pH teh karena thearubigin bersifat asam kuat Lelani, 1995. Persen penurunan kadar total fenol pada ekstrak teh hijau sebelum dan setelah simulasi pH sistem pencernaan ditunjukkan pada Tabel 6. Tabel 6. Data total fenol ekstrak teh hijau Perlakuan penyeduhan Total fenol ekstrak awal mg GAEg BK Total fenol ekstrak simulasi mg GAEg BK Penurunan 70 ˚C 5 32.37 28.63 11.55 70 ˚C 10 29.59 27.88 5.78 70 ˚C 15 35.99 29.8 17.20 85 ˚C 5 42.53 40.96 3.69 85 ˚C 10 43.87 40.38 7.95 85 ˚C 15 44.21 40.24 8.98 100 ˚C 5 46.75 43.03 7.96 100 ˚C 10 47.17 43.37 7.97 100 ˚C 15 46.10 41.75 9.44

D. KADAR TANIN TERKONDENSASI

Dokumen yang terkait

Efektivitas Ekstrak Teh Hijau (Camellia Sinensis) Terhadap Bakteri Porphyromonas Gingivalis Secara In Vitro

5 107 49

Uji efektivitas dan fotostabilitas krim ekstrak etanol 70 % teh hitam (comellia sinensis L) sebagai tabir surya secara in vitro

6 43 319

Pengaruh Suhu dan Lama Penyeduhan Teh Hitam (Camellia sinensis) serta Proses Pencernaan secara In Vitro terhadap Penghambatan Aktivitas Enzim Alfa Amilase dan Alfa Glukosidase secara In Vitro

3 21 180

Pengaruh Suhu dan Lama Penyeduhan Teh Hijau (Camellia sinensis) serta Proses Pencernaan secara In vitro terhadap Penghambatan Aktivitas Enzim Alfa Amilase dan Alfa Glukosidase secara In vitro

4 40 169

Pengaruh Suhu dan Waktu Penyeduhan Teh Hitam (Camellia sinensis) serta Proses Pencernaan In Vitro terhadap Aktivitas Inhibisi Lipase

1 5 170

PENGARUH SEDUHAN TEH HIJAU (Camellia sinensis) TERHADAP HAMBATAN PERTUMBUHAN BAKTERI Streptococcus sanguis Pengaruh Seduhan Teh Hijau (Camellia Sinensis) Terhadap Hambatan Pertumbuhan Bakteri Streptococcus Sanguis Penyebab Karies (In Vitro).

0 5 12

PENGARUH SEDUHAN TEH HIJAU (Camellia sinensis) TERHADAP HAMBATAN PERTUMBUHAN BAKTERI Streptococcus Pengaruh Seduhan Teh Hijau (Camellia Sinensis) Terhadap Hambatan Pertumbuhan Bakteri Streptococcus Sanguis Penyebab Karies (In Vitro).

0 2 14

PENGARUH SUHU DAN WAKTU PENYEDUHAN TEH CELUP TERHADAP KADAR KAFEIN Pengaruh Suhu Dan Waktu Penyeduhan Teh Celup Terhadap Kadar Kafein.

1 2 16

PENGARUH SUHU DAN WAKTU PENYEDUHAN TEH CELUP TRHADAP KADAR KAFEIN Pengaruh Suhu Dan Waktu Penyeduhan Teh Celup Terhadap Kadar Kafein.

0 1 16

EVALUASI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN PADA TEH HIJAU DAN TEH HITAM BERDASARKAN VARIASI SUHU DAN WAKTU PENYEDUHAN - Unika Repository

0 0 10