TEH HIJAU TINJAUAN PUSTAKA

3

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. TEH HIJAU

A.1. Botani dan Klasifikasi Teh Teh merupakan minuman kesehatan yang telah dikenal sejak sekitar 5000 tahun yang lalu di negeri Cina. Secara umum tanaman teh terdiri dari dua varietas besar yaitu varietas Sinensis yang berasal dari Cina dan varietas Assamica yang berasal dari India. Camellia sinensis varietas Assamica daunnya agak besar dengan ujung runcing, sedangkan Camellia sinensis varietas Sinensis daunnya lebih kecil dan ujungnya agak tumpul. IPGRI, 1997.Teh varietas Assamica inilah yang dibawa ke Indonesia. Teh ini dikenal sebagai teh Jawa Adisewodjo, 1982. Teh varietas Assamica memiliki kelebihan dari jumlah katekin yang lebih banyak dibandingkan teh varietas Sinensis Hartoyo, 2003. Penampakan tanaman teh dapat dilihat pada Gambar 1. Gambar 1. Tanaman teh Yadi, 2009 Tanaman teh tumbuh dengan baik pada kondisi beriklim hangat dan lembab dengan curah hujan yang cukup tinggi dan juga terdapat banyak paparan sinar matahari, tanah berasam rendah serta drainasi tanah yang baik Wan et al. di dalam Ho et al. 2009.Dalam istilah kekerabatan dunia tumbuh-tumbuhan, Tuminah 2004 menyebutkan bahwa teh digolongkan kedalam: Kingdom : Plantae Divisio : Spermatophyta Sub Divisio : Angiospermae Class : Dicotiledoneae Ordo : Guttiferales Famili : Theaceae Genus : Camellia Spesies : Camellia sinensis Secara umum, pengklasifikasian teh didasarkan pada proses pengolahannya terdapat tiga jenis, yaitu teh hitam, teh oolong, dan teh hijau Shahidi et al., 2009. Teh hitam adalah teh yang mengalami proses fermentasi total, yakni dibuat dengan cara memanfaatkan terjadinya oksidasi enzimatis terhadap kandungan katekin teh. Teh oolong adalah teh yang proses pengolahannya disebut semi-fermentasi. Teh jenis ini dihasilkan melalui proses pemanasan yang dilakukan segera setelah proses penggulungan daun guna menghentikan proses fermentasi. Sementara teh hijau adalah teh yang tidak mengalami proses fermentasi Setyamidjaja, 2000. Teh hijau adalah jenis teh yang dibuat dengan cara menginaktivasi enzim oksidase dan fenolase yang ada dalam pucuk daun teh segar Hartoyo, 2003. Proses pengolahan teh hijau melalui 4 beberapa tahapan yaitu pemanasan, penggulungan, pengeringan. Menurut Hartoyo 2003 proses pemanasan ini bertujuan untuk menginaktifkan enzim katekol oksidase. Dengan inaktifnya enzim tersebut maka tanin yang terdapat dalam daun teh akan tetap utuh dan tersimpan dalam jaringan tanaman sehingga dengan demikian kadar tanin dalam teh hijau akan tetap tinggi. Pemanasan diartikan sebagai pelayuan daun dengan cara penguapan maupun penyangraian. Pelayuan dapat dilakukan dengan cara daun teh yang baru dipetik, ditebarkan untuk dikurangi kadar airnya hingga menjadi layu. Daun yang telah layu digoreng di atas wajan pada suhu 90 ˚C selama 8-10 menit, kemudian didinginkan dan harus segera digulung. Penggulungan pada teh hijau bertujuan untuk membentuk mutu secara fisik, karena selama penggulungan pucuk teh akan dibentuk menjadi gulungan kecil dan terjadi pemotongan. Penggulungan dilakukan di atas serumbu bambu yang bawahnya telah diletakkan arang yang membara. Selama proses penggulungan, pememaran daun dan pemerasan cairan sel yang terjadi harus berlangsung secara maksimal dan menempel pada permukaan daun. Tahap selanjutnya adalah pengeringan yang dilakukan menggunakan mesin pengering yang mempunyai suhu masuk 80-100 ˚C dan suhu keluar 55-60˚C selama 6-10 menit. Proses ini bertujuan mengurangi kadar air, memekatkan cairan sel daun, mengkilatkan kenampakan dan aroma, memperbaiki bentuk gulungan Adisewodjo, 1982. Kadar air akhir yang diharapkan pada teh hijau adalah sekitar 5-8 basis basah Muchidin, 1994. Komposisi kimia yang terkandung dalam daun teh dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Komposisi Kimia Daun Teh Komponen kimia Daun segar Selulosa dan serat kasar 34 Protein 17 Klorofil dan pigmen 1.5 Pati 8.5 Kafein 4 Tanin 25 Asam amino 8 Mineral 4 Abu 5.5 Nasution dan Tjiptadi, 1975 Dasar yang digunakan untuk menentukan mutu teh hijau adalah sifat luar dan sifat dalam dari teh hijau. Sifat Luar dari teh hijau terdiri dari warna teh kering, ukuran, bentuk, dan aroma. Warna teh hijau kering adalah hijau muda dan hijau kehitam-hitaman dengan ukuran yang homogen dan tidak tercampur remukan. Sementara bentuk dari teh hijau adalah tergulung dan terpilin, dengan aroma wangi dan tidak apek. Sifat Dalam dari teh hijau dapat dilihat berdasarkan seduhan yakni air seduhan jernih dan sedikit berwarna hijau atau kekuning-kuningan. Warna tersebut tidak akan berubah meskipun seduhan menjadi dingin. Rasa khas dari teh hijau adalah sedikit pahit, dan lebih sepat dibandingkan dengan teh hitam Spillane, 1992. Standardisasi mutu teh hijau berdasarkan SP-60-1977 adalah mutu I Peko yaitu bentuk daun tergulung kecil dengan warna hijau sampai kehitaman, aromanya wangi dan tidak apek, tidak ada benda asing kotoran, tangkai daun maksimum 5, dan kadar air maksimum 10. Mutu II Jikeng, yaitu bentuk daun tidak tergulung melebar, warnanya hijau kekuning-kuningan sampai kehitam-hitaman, aromanya kurang wangi dan tidak apek. Tidak ada benda asing, tangkai daun maksimum 7, kadar air maksimum 10. Mutu III Bubuk yaitu bentuk daun seperti bubuk dengan potongan-potongan datar, warnanya hijau kehitam-hitaman, aromanya kurang wangi dan 5 tidak apek, tidak ada benda asing, tangkai daun maksimum 0 dan kadar air maksimum 10. Mutu IV Tulang yaitu sebagian besar berupa tulang daun warnanya hijau kehitam-hitaman, aromanya kurang wangi dan tidak apek, tidak ada benda asing, dan kadar air maksimum 10 Tunggul, 2009. A.2 Komponen Bioaktif Teh Jenis polifenol dalam tanaman pada umumnya adalah asam fenolat, flavonoid, dan tanin Astawan, 2008. Ada sekitar 4000 jenis polifenol yang masuk ke dalam grup flavonoid Seeram dan Nair, 2002. Flavonoid terbagi menjadi enam subkelas, yaitu flavanol, flavon, flavonol, isoflavon, flavanon, dan anthocyanin Cadensas dan Parker, 2002. Adapun flavonoid pada teh terutama berupa flavanol dan flavonol. Flavonoid yang banyak terdapat di teh adalah katekin. Katekin teh masuk ke dalam kelas flavanol Hartoyo, 2003. Katekin yang utama dalam teh adalah epicatechin EC, epicatechin gallate ECG, epigallocatechin EGC, dan epigallocatechin gallate EGCG. Perubahan aktivitas katekin selalu dihubungkan dengan sifat seduhan teh, yaitu rasa, warna dan aroma Hartoyo, 2003. Katekin mudah mengalami kerusakan yang disebabkan oleh pemaparan oksigen, panas, dan cahaya. Jika katekin teroksidasi, maka EGCG, ECG, EGC, dan GC akan mengalami epimerisasi menjadi gallocatechin gallate GCG, catechin gallate CG, gallocatechin GC, dan catechin C Chen et al., 2001. Jenis flavonoid yang lain adalah flavonol, tetapi jumlahnya lebih sedikit dibandingkan flavanol. Flavonol yang terdapat di dalam teh adalah quercetin, myricetin, dan kaempferol. Berbeda dengan katekin, flavonol tidak dipengaruhi oleh enzim polifenol oksidase Miean dan Mohamed, 2001. Kadar total empat katekin dalam teh hijau adalah sekitar 25 atas dasar berat kering. EGCG adalah katekin teh paling berlimpah yakni menyumbang 65 dari kandungan katekin total dalam teh hijau Shahidi et al., 2009. EGCG diketahui juga memiliki aktivitas antioksidatif sangat kuat. Stabilitas katekin sangat dipengaruhi oleh pH dan suhu. Menurut penelitian Julian tahun 2011, semakin tinggi pH dan suhu, maka jumlah katekin pun akan semakin menurun. Penelitian tersebut dilakukan pada ekstrak teh hijau sebagai inhibitor amilase dan glukosidase, sementara Anggraeni 2011 melakukan pengujian inhibisi enzim amilase dan glukosidase pada ekstrak teh hitam. Kandungan katekin pada daun teh dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Kandungan katekin dalam 100 g daun teh Katekin g100 g daun Epigalokatekin 2.35 Galokatekin 0.37 Epikatekin 0.63 Katekin 0.35 Epigalokatekin galat EGCG 10.55 Epikatekin galat 2.75 Suryatmo 2003. Tanin merupakan fenol yang larut dalam air yang merupakan bagian dari reaksi fenol dan mempunyai kemampuan untuk mengikat alkaloid, gelatin, dan protein Bhatia, 1957 diacu dalam Adisewodjo, 1964. Tanin memiliki sifat fisik yaitu berbentuk serbuk warna putih, kuning sampai kecoklatan dan berubah menjadi coklat tua bila kena sinar matahari, mempunyai rasa spesifik sepat. Secara kimia, tanin dibagi menjadi dua golongan yaitu tanin terhidrolisis dan tanin terkondensasi Hagerman, 2002. Tanin yang dapat dihidrolisis akan menghasilkan senyawa seperti asam galat, 6 asam elegat, atau asam-asam lainnya. Sedangkan tanin terkondensasi merupakan tanin yang terjadi karena proses kondensasi flavonol Hagerman, 2002. Tanin pada teh merupakan tanin yang tidak dapat dihidrolisa atau tanin terkondensasi. Tanin tersebut mempunyai sifat larut dalam air, alkohol, gliserin, aseton, tidak larut dalam eter, benzen, berasa sepat, berwarna kuning, amorf, ringan dan tidak berbau Rangari, 2007. Di dalam air, tanin tersebut akan berbentuk koloid. Apabila airnya diuapkan maka akan tinggal bubuk yang berwarna merah kecoklatan. Tanin terkondensasi sering disebut proantosianidin yang merupakan polimer katekin dan epikatekin Hedqvist, 2004. A.3 Penyeduhan Teh Kebanyakan masyarakat Indonesia membuat satu cangkir teh dengan formulasi 5 – 10 gram teh yang diseduh dalam 200 ml air panas dengan lama penyeduhan 5 menit Somantri, 2011. Akan tetapi. beberapa negara Eropa, penyeduhan teh dilakukan selama 20 menit. Hal tersebut tidak mengakibatkan peningkatan penting dalam kandungan flavonoid yang dihasilkan. Teh yang diseduh dengan menuang 500 ml air mendidih pada 5 gram daun teh dengan lama penyeduhan lima menit mengandung flavonoid sebesar 30-40 mgl Afriansyah, 2006. Hampir semua senyawa yang terkandung di dalam teh mudah larut dalam air, kecuali tanin. Sebagai contoh, ketika teh diseduh selama 1-2 menit pertama, semua kafein akan larut tanpa tanin. Tanin merupakan senyawa yang larut dalam air tidak dalam waktu yang cepat akan tetapi tanin dapat bertahan di suhu tinggi. Bhatia, 1957 diacu dalam Adisewodjo, 1964. Menurut Astill et al. 2001, senyawa-senyawa kimia seperti polifenol, kafein, tanin, dan theaflavin semakin meningkat jumlahnya seiring meningkatnya suhu dan waktu penyeduhan teh. Pada waktu penyeduhan, polifenol teh mengalami banyak perubahan kimia seperti oksidasi dan epimerisasi Wrasiati et al., 2009. Reaksi epimerisasi katekin merupakan salah satu reaksi terpenting dalam penyeduhan. Masing-masing katekin dapat mengalami epimerisasi dari epistruktur menjadi non epistruktur. Penyeduhan menyebabkan kandungan senyawa epistruktur seperti EGCG, EGC, EC, dan ECG menjadi turun. Sementara itu kandungan katekin non epistruktur seperti GC, C, GCG, dan CG menjadi meningkat Trilaksani, 2003. Air yang digunakan pada penyeduhan teh juga dapat memengaruhi kualitas minuman teh. Air dengan pH lebih dari 7, cenderung akan menghasilkan warna seduhan teh yang lebih gelap Rohdiana, 2006. Konsumsi teh yang tergolong kental dapat menimbulkan sedikit masalah untuk orang yang konsumsi zat besinya rendah. Tanin yang terkandung dalam teh akan larut dan dapat mengganggu penyerapan zat besi dalam tubuh. Zat besi berikatan dengan tanin membentuk ikatan kompleks yang tidak larut pada sistem pencernaan makanan. Akibatnya, zat besi tak dapat diserap oleh tubuh dan akan dikeluarkan melalui feses. Ini dapat menyebabkan timbulnya anemia zat besi Afriansyah, 2006. B. LIPID B.1 Pencernaan Lipid

Dokumen yang terkait

Efektivitas Ekstrak Teh Hijau (Camellia Sinensis) Terhadap Bakteri Porphyromonas Gingivalis Secara In Vitro

5 107 49

Uji efektivitas dan fotostabilitas krim ekstrak etanol 70 % teh hitam (comellia sinensis L) sebagai tabir surya secara in vitro

6 43 319

Pengaruh Suhu dan Lama Penyeduhan Teh Hitam (Camellia sinensis) serta Proses Pencernaan secara In Vitro terhadap Penghambatan Aktivitas Enzim Alfa Amilase dan Alfa Glukosidase secara In Vitro

3 21 180

Pengaruh Suhu dan Lama Penyeduhan Teh Hijau (Camellia sinensis) serta Proses Pencernaan secara In vitro terhadap Penghambatan Aktivitas Enzim Alfa Amilase dan Alfa Glukosidase secara In vitro

4 40 169

Pengaruh Suhu dan Waktu Penyeduhan Teh Hitam (Camellia sinensis) serta Proses Pencernaan In Vitro terhadap Aktivitas Inhibisi Lipase

1 5 170

PENGARUH SEDUHAN TEH HIJAU (Camellia sinensis) TERHADAP HAMBATAN PERTUMBUHAN BAKTERI Streptococcus sanguis Pengaruh Seduhan Teh Hijau (Camellia Sinensis) Terhadap Hambatan Pertumbuhan Bakteri Streptococcus Sanguis Penyebab Karies (In Vitro).

0 5 12

PENGARUH SEDUHAN TEH HIJAU (Camellia sinensis) TERHADAP HAMBATAN PERTUMBUHAN BAKTERI Streptococcus Pengaruh Seduhan Teh Hijau (Camellia Sinensis) Terhadap Hambatan Pertumbuhan Bakteri Streptococcus Sanguis Penyebab Karies (In Vitro).

0 2 14

PENGARUH SUHU DAN WAKTU PENYEDUHAN TEH CELUP TERHADAP KADAR KAFEIN Pengaruh Suhu Dan Waktu Penyeduhan Teh Celup Terhadap Kadar Kafein.

1 2 16

PENGARUH SUHU DAN WAKTU PENYEDUHAN TEH CELUP TRHADAP KADAR KAFEIN Pengaruh Suhu Dan Waktu Penyeduhan Teh Celup Terhadap Kadar Kafein.

0 1 16

EVALUASI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN PADA TEH HIJAU DAN TEH HITAM BERDASARKAN VARIASI SUHU DAN WAKTU PENYEDUHAN - Unika Repository

0 0 10