LIPID 1 Pencernaan Lipid TINJAUAN PUSTAKA

6 asam elegat, atau asam-asam lainnya. Sedangkan tanin terkondensasi merupakan tanin yang terjadi karena proses kondensasi flavonol Hagerman, 2002. Tanin pada teh merupakan tanin yang tidak dapat dihidrolisa atau tanin terkondensasi. Tanin tersebut mempunyai sifat larut dalam air, alkohol, gliserin, aseton, tidak larut dalam eter, benzen, berasa sepat, berwarna kuning, amorf, ringan dan tidak berbau Rangari, 2007. Di dalam air, tanin tersebut akan berbentuk koloid. Apabila airnya diuapkan maka akan tinggal bubuk yang berwarna merah kecoklatan. Tanin terkondensasi sering disebut proantosianidin yang merupakan polimer katekin dan epikatekin Hedqvist, 2004. A.3 Penyeduhan Teh Kebanyakan masyarakat Indonesia membuat satu cangkir teh dengan formulasi 5 – 10 gram teh yang diseduh dalam 200 ml air panas dengan lama penyeduhan 5 menit Somantri, 2011. Akan tetapi. beberapa negara Eropa, penyeduhan teh dilakukan selama 20 menit. Hal tersebut tidak mengakibatkan peningkatan penting dalam kandungan flavonoid yang dihasilkan. Teh yang diseduh dengan menuang 500 ml air mendidih pada 5 gram daun teh dengan lama penyeduhan lima menit mengandung flavonoid sebesar 30-40 mgl Afriansyah, 2006. Hampir semua senyawa yang terkandung di dalam teh mudah larut dalam air, kecuali tanin. Sebagai contoh, ketika teh diseduh selama 1-2 menit pertama, semua kafein akan larut tanpa tanin. Tanin merupakan senyawa yang larut dalam air tidak dalam waktu yang cepat akan tetapi tanin dapat bertahan di suhu tinggi. Bhatia, 1957 diacu dalam Adisewodjo, 1964. Menurut Astill et al. 2001, senyawa-senyawa kimia seperti polifenol, kafein, tanin, dan theaflavin semakin meningkat jumlahnya seiring meningkatnya suhu dan waktu penyeduhan teh. Pada waktu penyeduhan, polifenol teh mengalami banyak perubahan kimia seperti oksidasi dan epimerisasi Wrasiati et al., 2009. Reaksi epimerisasi katekin merupakan salah satu reaksi terpenting dalam penyeduhan. Masing-masing katekin dapat mengalami epimerisasi dari epistruktur menjadi non epistruktur. Penyeduhan menyebabkan kandungan senyawa epistruktur seperti EGCG, EGC, EC, dan ECG menjadi turun. Sementara itu kandungan katekin non epistruktur seperti GC, C, GCG, dan CG menjadi meningkat Trilaksani, 2003. Air yang digunakan pada penyeduhan teh juga dapat memengaruhi kualitas minuman teh. Air dengan pH lebih dari 7, cenderung akan menghasilkan warna seduhan teh yang lebih gelap Rohdiana, 2006. Konsumsi teh yang tergolong kental dapat menimbulkan sedikit masalah untuk orang yang konsumsi zat besinya rendah. Tanin yang terkandung dalam teh akan larut dan dapat mengganggu penyerapan zat besi dalam tubuh. Zat besi berikatan dengan tanin membentuk ikatan kompleks yang tidak larut pada sistem pencernaan makanan. Akibatnya, zat besi tak dapat diserap oleh tubuh dan akan dikeluarkan melalui feses. Ini dapat menyebabkan timbulnya anemia zat besi Afriansyah, 2006. B. LIPID B.1 Pencernaan Lipid Lipida merupakan senyawa yang kelarutannya kecil di dalam air. Senyawa ini dapat larut di dalam zat pelarut organik tidak polar. Pada umumnya, lipida ini bisa dibagi menjadi triasil gliserida, fosfo lipida, steroida, dan lain-lain Martoharsono, 1978. Lipid, lipida, atau lemak secara umum dibutuhkan oleh manusia sebagai cadangan energi, komponen struktural membran sel, alat angkut vitamin, pemelihara suhu tubuh, dan pensinyalan molekul Michelle et al. 1993; Almatsier 2006. Lipid di dalam tubuh berada dalam 4 bentuk, yaitu fosfolipid, trigliserida, asam lemak, dan sterol. Muchtadi et al. 2006 mengklasifikasikan lemak di dalam tubuh menjadi dua yaitu lemak 7 struktural dan lemak cadangan. Lemak struktural adalah lemak yang merupakan bagian yang dijumpai pada semua sel, jaringan, dan organ-organ. Lemak ini dapat berupa fosfolipid, glikolipid, dan kolesterol. Lemak cadangan adalah lemak sumber energi yang banyak ditemukan di jaringan adiposa. Lemak ini terdiri dari triasilgliserol dan sedikit kolesterol, vitamin larut lemak, dan senyawa larut lemak lainnya. Metabolisme lipid dibagi menjadi dua bagian yaitu eksogen dan endogen. Metabolisme eksogen memetabolisme lipid yang berasal dari makanan yang dimakan. Pencernaan lipid di dalam mulut dan lambung lebih banyak terjadi pada bayi dibandingkan orang dewasa, karena sistem pencernaan pada bayi terutama usus belum dapat bekerja dengan baik Gurr, 1992. Lipid dicerna pertama kali di mulut, kemudian berikutnya di lambung partikel makanan akan bercampur dgn cairan lambung dan dipecah menjadi droplet-droplet halus dengan bantuan kontraksi lambung, droplet halus tersebut akan memudahkan enzim bekerja serta memudahkan terjadinya emulsifikasi karena luas area yang semakin banyak. Berdanier et al., 2006. Emulsifikasi bertujuan untuk membetuk misel sehingga lemak yang tidak larut air dapat bersatu dengan enzim lipolitik yang bersifat larut dalam air. Misel cenderung membentuk agregat sehingga perlu distabilkan dengan garam empedu dari duodenum. Garam empedu merupakan agen pengemulsi yang kuat dengan dua sisi hidrofobik dan hidrofilik. Dalam duodenum droplet-droplet tersebut dilarutkan oleh garam empedu. Trigliserida yang telah teremulsifikasi siap dicerna oleh lipase hasil sekresi pankreas menjadi asam lemak dan monogliserida Wirahadikusumah a , 1977. Lemak simpanan di dalam tubuh tidak hanya berasal dari konsumsi lipid melainkan juga dari konsumsi karbohidrat dan protein. Selain itu, menurut Almatsier 2001, tubuh mempunyai kapasitas tidak terhingga untuk menyimpan lipid. Oleh karena itu, jika lemak simpanan berlebih di dalam tubuh maka resiko terhadap kelebihan berat badan akan meningkat yang kemudian pada akhirnya akan berdampak pada obesitas. Hal tersebut tentunya akan sangat merugikan tubuh, mengingat bahwa obesitas memiliki asosiasi atau hubungan yang sangat erat dengan munculnya penyakit kronis dan gangguan fungi fisiologis seperti penyakit kardiovaskuler, hipertensi, diabetes mellitus, dan kanker. Beberapa senyawa bioaktif dapat menurunkan penyerapan lipid antara lain dengan cara menghambat aktivitas lipase pankreas, berikatan dengan senyawa lipid misalnya kolesterol, berikatan dengan asam empedu yang diperlukan untuk emulsi lipid dan mengganggu stabilitas misel Kirana et al., 2005. B.2 Lipase Enzim adalah satu atau beberapa gugus polipeptida protein yang berfungsi sebagai katalis senyawa yang mempercepat proses reaksi tanpa habis bereaksi dalam suatu reaksi kimia. Enzim bekerja dengan cara menempel pada permukaan molekul zat-zat yang bereaksi dan dengan demikian mempercepat proses reaksi. Percepatan terjadi karena enzim menurunkan energi pengaktifan yang dengan sendrinya akan mempermudah terjadinya reaksi Wirahadikusumah b , 1977. Sebagian besar enzim bekerja secara spesifik, yakni hanya dapat bekerja pada satu macam senyawa. Hal ini disebabkan perbedaan struktur kimia setiap enzim yang bersifat tetap. Setiap enzim membutuhkan suhu dan pH optimal yang berbeda-beda. Di luar pH dan suhu tersebut, enzim tidak dapat bekerja secara optimal, bahkan strukturnya akan mengalami kerusakan Winarno, 1987. Suhu optimal lipase adalah 30-40 ˚C, aktivitas akan berkurang pada suhu dibawah 30˚C dan diatas 40˚C, sedangkan pH optimal yang dimiliki lipase adalah 6-9 Salleh et al., 2006. Kisaran pH optimum ini tergantung pada sumber lipase. Enzim lipase dapat diperoleh dari beberapa sumber diantaranya adalah jaringan mamalia, susu, tumbuhan, dan mikroba. Lipase yang diperoleh dari pankreas babi bekerja pada pH optimum 7.9 Kumar, 2003; Kuo dan Gardner, 2005. 8 Lipase beperan utama dalam penguraian lipid untuk mengabsorbsi lemak Shin et al., 2003. Lipase dapat larut dalam air dan bekerja dengan mengkatalisis hidrolisis ikatan ester dalam substrat lipid yang tidak larut dalam air seperti trigliserida menjadi digliserida dan asam lemak. Tarigan, 2009. Enzim lipase merupakan salah satu kelompok enzim yang penting, karena berperan dalam metabolisme, terutama dalam degradasi lemak. Menurut sistem IUB International Union of Biochemistry, enzim lipase diklasifikasikan sebagai enzim hidrolase dengan nama sistematik gliserol ester hidrolase dengan nama sistematik gliserol ester hidrolase EC 3.1.1.3, yang menghidrolisis trigliserida menjadi asam lemak bebas ALB, gliserida parsial monogliserida atau digliserida, dan gliserol Winarno, 2010. Enzim lipase memiliki gugus polar dan non polar. Pada lingkungan aqueous gugus non polar hidrofobik berada di dalam struktur enzim dan gugus polar hidrofilik berada di luar, dan sebaliknya. Enzim lipase yang berasal dari mamalia dikelompokkan berdasarkan sumbernya menjadi: lipase pada sistem pencernaan seperti lingual, lambung, dan pankreas; lipase jaringan seperti hati, paru-paru, dan ginjal; lipase dalam air susu. Akan tetapi hanya lipase pankreas yang telah banyak diteliti. Lipase dari pankreas babi paling banyak telah dipelajari dan digunakan dalam beberapa penelitian. Hal ini mungkin karena pankreas babi mengandung lipase yang tinggi, sekitar 2.5 persen dari jumlah protein dalam pankreas. Enzim lipase disintesis oleh sel-sel parenkim pankreas dan ditransfer ke permukaan luminar usus halus untuk menghidrolisis substrat. Substratnya berupa lemakminyak dari makanan dalam bentuk trigliserida. Lipase pankreas menghidrolisis 50-70 dari total lemak dari makanan Birari dan Buthani, 2007. Lipase pankreas bekerja pada daerah permukaan minyak air dan titik-tik lipid yang teremulsi secara halus dibentuk oleh gerakan mekanis dalam usus dengan adanya garam empedu. Semakin aktif kerja enzim, maka lemak dan minyak yang dihidrolisis semakin banyak. Monogliserida yang diserap oleh usus halus dan disimpan sebagai cadangan lemak dalam jaringan adiposa akan meningkat sehingga mengakibatkan tumpukan lemak.

C. ANTILIPASE

Dokumen yang terkait

Efektivitas Ekstrak Teh Hijau (Camellia Sinensis) Terhadap Bakteri Porphyromonas Gingivalis Secara In Vitro

5 107 49

Uji efektivitas dan fotostabilitas krim ekstrak etanol 70 % teh hitam (comellia sinensis L) sebagai tabir surya secara in vitro

6 43 319

Pengaruh Suhu dan Lama Penyeduhan Teh Hitam (Camellia sinensis) serta Proses Pencernaan secara In Vitro terhadap Penghambatan Aktivitas Enzim Alfa Amilase dan Alfa Glukosidase secara In Vitro

3 21 180

Pengaruh Suhu dan Lama Penyeduhan Teh Hijau (Camellia sinensis) serta Proses Pencernaan secara In vitro terhadap Penghambatan Aktivitas Enzim Alfa Amilase dan Alfa Glukosidase secara In vitro

4 40 169

Pengaruh Suhu dan Waktu Penyeduhan Teh Hitam (Camellia sinensis) serta Proses Pencernaan In Vitro terhadap Aktivitas Inhibisi Lipase

1 5 170

PENGARUH SEDUHAN TEH HIJAU (Camellia sinensis) TERHADAP HAMBATAN PERTUMBUHAN BAKTERI Streptococcus sanguis Pengaruh Seduhan Teh Hijau (Camellia Sinensis) Terhadap Hambatan Pertumbuhan Bakteri Streptococcus Sanguis Penyebab Karies (In Vitro).

0 5 12

PENGARUH SEDUHAN TEH HIJAU (Camellia sinensis) TERHADAP HAMBATAN PERTUMBUHAN BAKTERI Streptococcus Pengaruh Seduhan Teh Hijau (Camellia Sinensis) Terhadap Hambatan Pertumbuhan Bakteri Streptococcus Sanguis Penyebab Karies (In Vitro).

0 2 14

PENGARUH SUHU DAN WAKTU PENYEDUHAN TEH CELUP TERHADAP KADAR KAFEIN Pengaruh Suhu Dan Waktu Penyeduhan Teh Celup Terhadap Kadar Kafein.

1 2 16

PENGARUH SUHU DAN WAKTU PENYEDUHAN TEH CELUP TRHADAP KADAR KAFEIN Pengaruh Suhu Dan Waktu Penyeduhan Teh Celup Terhadap Kadar Kafein.

0 1 16

EVALUASI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN PADA TEH HIJAU DAN TEH HITAM BERDASARKAN VARIASI SUHU DAN WAKTU PENYEDUHAN - Unika Repository

0 0 10