ada pengecualiannya sebagaimana yang di jelaskan dalam Pasal 1317 KUH Perdata. Pasal ini mengkonstruksikan bahwa seseorang dapat
mengadakan perjanjian untuk kepentingan pihak ketiga. Jika dibandingkan kedua pasal itu maka dalam Pasal 1317 KUH Perdata
mengatur tentang perjanjian untuk pihak ketiga, sedangkan dalam pasal 1318 KUH Perdata untuk kepentingan dirinya sendiri, ahli warisnya dan
orang-orang yang memperoleh hak daripadanya. Sedangkan Pasal 1317 KUH Perdata mengatur tentang pengecualiannya, sedangkan Pasal 1318
KUH Perdata memiliki ruang lingkup luas.
18
B. Syarat – Syarat Sahnya Perjanjian
1.
Kesepakatan
Syarat sahnya perjanjian yang pertama adalah kesepakatan para pihak, kesepakatan diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata. Kesepakatan adalah
persesuaian pernyataan kehendak antara satu orang atau lebih dengan pihak lainnya. Yang sesuai itu adalah pernyataannya, karena kehendak itu tidak
dapat dilihat atau diketahui orang lain. Ada lima cara terjadinya persesuaian pernyataan kehendak, yaitu:
a.
Bahasa yang sempurna dan tertulis;
b.
Bahasa yang sempurna dan lisan;
c. Bahasa yang tidak sempurna asal dapat diterima oleh pihak lawan.
Karena dalam kenyataannya sering kali seseorang menyampaikan
18
Ibid, hal 13
Universitas Sumatera Utara
dengan bahasa yang tidak sempurna tetapi di mengerti oleh pihak
lawannya;
d.
Bahwa syarat asal dapat diterima oleh pihak lawannya;
e. Diam atau membisu tetapi asal dipahami atau diterima pihak lawan.
19
2.
Kecakapan Bertindak
Kecakapan bertindak adalah kecakapan atau kemampuan untuk melakukan perbuatan hukum. Perbuatan hukum adalah perbuatan yang akan
menimbulkan akibat hukum. Orang-orang yang akan mengadakan perjanjian haruslah orang-orang yang cakap dam mempunyai wewenang
untuk melakukan perbuatan hukum, sebagaimana yang ditentukan oleh undang-undang. Orang yang cakap atau mempunyai wewenang untuk
melakukan perbuatan hukum adalah orang yang sudah dewasa. Ukuran kedewasaan adalah telah berumur 21 tahun dan atau sudah kawin. Orang
yang tidak berwenang untuk melakukan perbuatan hukum adalah; a.
Orang yang belum dewasa
Menurut Pasal 330 KUH Perdata, belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur genap 21 tahun dan belum pernah kawin. Apabila
perkawinan itu dibubarkan sebelum mereka genap 21 tahun maka tidak
berarti mereka kembali lagi dalam keadaan belum dewasa.
b.
Orang yang ditaruh di bawah pengampuan
Menurut hukum tidak dapat berbuat bebas dengan harta kekayaannya. Seseorang yang berada di bawah pengawasan pengampuan,
19
Ibid, hal 23
Universitas Sumatera Utara
kedudukannya sama dengan seorang anak yang belum dewasa. Jika seorang anak yang belum dewasa harus diwakili orang tua atau walinya,
maka seseorang dewasa yang berada di bawah pengampuan harus diwakili oleh pengampu atau kuratornya. Dalam Pasal 433 KUH
Perdata disebutkan bahwa setiap orang dewasa yang selalu berada dalam keadaan dungu, sakit otak, atau mata gelap, harus di bawah
pengampuan jika ia kadang-kadang cakap menggunakan pikirannya. Seseorang yang telah dewasa dapat juga berada di bawah pengampuan
karena keborosannya.
c. Istri dalam Pasal 1330 KUH Perdata. Namun dalam perkembangannya
istri dapat melakukan perbuatan hukum, sebagaimana yang diatur dalam
Pasal 31 UU Nomor 1 Tahun 1974 jo SEMA Nomor. 3 Tahun 1993.
3.
Adanya Objek Perjanjian
Di dalam berbagai literatur disebutkan bahwa yang menjadi objek perjanjian adalah pokok perjanjian. Pokok perjanjian adalah apa yang
menjadi kewajiban debitur dan apa yang menjadi hak kreditur. Pokok perjanjian ini terdiri dari perbuatan positif dan negatif. Yang menjadi pokok
perjanjian adalah memberikan sesuatu, berbuat sesuatu dan tidak berbuat sesuatu, misalnya adalah jual beli dimana menyerahkan hak milik atas
rumah itu dan menyerahkan uang harga dari pembelian rumah itu. Pokok perjanjian itu harus ditentukan, dibolehkan, dimungkinkan, dan dapat
dinilai dengan uang. dapat ditentukan artinya, dalam mengadakan
Universitas Sumatera Utara
perjanjian, isi perjanjian harus dipastikan dalam arti dapat ditentukan secara cukup.
4.
Adanya sebab yang halal
Undang-undang tidak menyebutkan pengertian mengenai sebab. yang dimaksud dengan sebab bukanlah sesuatu yang mendorong para pihak
untuk mengadakan perjanjian, karena alasan yang menyebabkan para pihak untuk membuat perjanjian itu tidak menjadi perhatian umum. Adapun sebab
yang tidak diperbolehkan ialah jika isi perjanjian bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan dan ketertiban umum.
20
Perjanjian sah dan mengikat adalah perjanjian yang memenuhi unsur-unsur dan syarat-syarat yang ditetapkan oleh undang-undang. Perjanjian yang sah dan
mengikat diakui dan memiliki akibat hukum. Menurut ketentuan Pasal 1320 KUH Syarat yang pertama dan kedua disebut syarat subjektif, karena menyangkut
pihak-pihak yang mengadakan perjanjian. Sedangkan syarat ketiga keempat disebut syarat objektif, karena menyangkut objek perjanjian.
Dari uraian di atas, apabila syarat subjektif tidak terpenuhi, maka salah satu pihak dapat meminta supaya perjanjian itu dibatalkan, namunapabila para pihak tidak
ada yang keberatan, maka perjanjian itu dianggap sah. Sementara itu apabila syarat objektif tidak terpenuhi, maka perjanjian itu batal demi hukum.
20
http:lib.ui.ac.idfile?file=digital20309071-S42539-Tinjauan20yuridis.pdf diakses pada tanggal 8 April 2015
Universitas Sumatera Utara
Perdata setiap perjanjian selalu memiliki empat unsur dan pada setiap unsur melekat syarat-syarat yang ditentukan undang-undang.
Perjanjian yang tidak memenuhi unsur-unsur dan syarat-syarat seperti yang ditentukan di atas tidak akan diakui oleh hukum walaupun diakui oleh pihak-pihak
yang membuatnya, tetapi tidak mengikat, artinya tidak wajib dilaksanakan. Apabila dilaksanakan juga, sampai suatu ketika ada pihak yang tidak mengakuinya dan
menimbulkan sengketa. Perjanjian yang tidak memenuhi unsur-unsur dapat merupakan konsekuensi
hukum dari tidak terpenuhinya salah satu atau lebih syarat-syarat sahnya kontrak bervariasi mengikuti syarat mana yang dilanggar. Konsekuensi hukum tersebut
adalah sebagai berikut: a.
Batal demi hukum
Dimana dalam hal dilanggarnya syarat objektif dalam Pasal 1320 KUH Perdata syarat objektif adalah perihal tertentu dan kausa yang legal.
b.
Dapat dibatalkan
Dalam hal tidak terpenuhinya syarat subjektif dalam Pasal 1320 KUH Perdata syarat subjektif tersebut adalah kesepakatan kehendak dan kecakapan berbuat.
c.
Kontrak itu dapat dilaksanakan
Kontrak yang tidak dapat dilaksanakan adalah kontrak tidak begitu saja batal tetapi tidak dapat dilaksanakan, melainkan masih mempunyai status hukum
tertentu. Bedanya dengan kontrak yang batal demi hukum adalah bahwa
Universitas Sumatera Utara
kontrak tidak dapat dilaksanakan masih mungkin dikonvensi menjadi kontrak yang sah. Sedangkan bedanya dengan kontrak yang dapat dibatalkan adalah
bahwa dengan kontrak yang dapat dibatalkan, kontrak tersebut sudah sah, mengikat dan dapat dilaksanakan sampai dengan dibatalkan kontrak tersebut,
sementara kontrak yang tidak dapat dilaksanakan belum mempunyai kekuatan hukum sebelum dikonversi menjadi kontrak yang sah.
d.
Sanksi administratif
Ada juga syarat kontrak yang apabila tidak dipenuhi hanya mengakibatkan dikenakan sanksi administratif saja terhadap salah satu pihak atau kedua belah
pihak dalam kontrak tersebut.
21
1 Perjanjian mengikat para pihak
Dimana telah diuraikan di atas bahwa perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Perjanjian tidak
dapat ditarik kembali selain sepakat kedua belah pihak. Atau karena alasan-alasan yang cukup menurut undand-undang dan harus dilaksanakan dengan itikad baik. Hal
ini merupakan, akibat hukum yang timbul dalam perjanjian. Akibat dari suatu perjanjian menurut Pasal 1338 KUH Perdata, adalah:
Yang dimaksud dengan para pihak adalah para pihak yang membuatnya yang terdapat dalam ketentuan Pasal 1340 KUH Perdata, ahli waris
berdasarkan alas hak umum karena mereka itu memperoleh segala hak
21
Munir Fuady, Hukum Kontrak Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2007, hal 35
Universitas Sumatera Utara
dari seseorang secara tidak terperinci, serta yang dimaksud dengan para pihak juga dimaksudkan pada pihak ketiga yang diuntungkan dari
perjanjian yang dibuat berdasarkan alas hak khusus karena mereka memperoleh segala hak dari seseorang secara terperinci atau khusus.
2 Perjanjian tidak dapat ditarik kembali secara sepihak karena Pasal 1338
ayat 2 KUH Perdata merupakan kesepakatan diantara kedua belah pihak dan alasan- alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu.
3 Perjanjian harus dilaksanakan dengan iktikad baik yang ditentukan dalam
Pasal 1338 ayat 3 KUH Perdata. Melaksanakan apa yang menjadi hak di satu pihak dan kewajiban di pihak yang lain dari yang membuat
perjanjian. Hakim berkuasa menyimpangi isi perjanjian bila bertentangan dengan rasa keadilan. Sehingga ada suatu perjanjian dapat dilaksanakan
harus dilandasi dengan prinsip iktikad baik, prinsip kepatutan, kebiasaan dan sesuai dengan undang-undang. Dimasukkannya itikad baik dalam
pelaksanaan perjanjian berarti kita harus menafsirkan perjanjian itu berdasarkan keadilan dan kepatutan.
22
Dengan adanya akibat hukum yang timbul dalam perjanjian maka perjanjian itu menimbulkan akibat hukum yang sah dan mengikat berlaku sebagai undang-
undang bagi pihak-pihak yang membuatnya tidak dapat dibatalkan tanpa persetujuan kedua belah pihak dan harus dilaksanakan dengan iktikad baik. Dimana akibat hukum
yang timbul di dalam perjanjian yang sah.
22
Handri Raharjo, Op. Cit, hal 59
Universitas Sumatera Utara
a Berlaku sebagai undang-undang
Dikatakan berlaku sebagai undang-undang artinya perjanjian mempunyai kekuatan mengikat dan memaksa serta memberi kepastian hukum kepada
pihak-pihak yang membuatnya. Pihak-pihak wajib menaati perjanjian itu sama dengan menaati undang-undang. Apabila ada pihak yang melanggar
undang-undang sehingga diberi akibat hukum tertentu, yaitu sanksi hukum. Jadi, siapa yang melanggar perjanjian dia dapat dituntut dan diberi
hukuman seperti yang telah ditetapkan dalam undang-undang. b
Tidak dapat dibatalkan sepihak Perjanjian adalah persetujuan kedua belah pihak, jika akan dibatalkan
harus dengan persetujuan kedua belah pihak juga. Namun, jika ada alasan yang cukup menurut undang-undang perjanjian dapat dibatalkan secara
sepihak. c
Pelaksanaan dengan iktikad baik Pada Pasal 1338 ayat 3 KUH Perdata iktikad baik adalah ukuran objektif
untuk menilai pelaksanaan perjanjian, apakah pelaksanaan perjanjian itu mengindahkan norma-norma kepatutan dan kesusilaan serta apakah
pelaksanaan perjanjian itu telah berjalan dengan benar. Apabila terjadi selisih pendapat antara pelaksanaan perjanjian dengan
iktikad baik, pengadilan diberi wewenang oleh undang-undang untuk
Universitas Sumatera Utara
mengawasi dan menilai pelaksanaan, apakah ada pelanggaran terhadap norma-norma kepatutan dan kesusilaan itu.
23
C. Berakhirnya Suatu Perjanjian