2. Asas – Asas dalam Perjanjian
Asas – asas hukum yang penting diperhatikan pada waktu membuat perjanjian maupun pelaksanaannya adalah sebagai berikut:
a.
Asas kebebasan berkontrak
Asas ini bermakna bahwa setiap orang bebas membuat perjanjian dengan siapa pun, apa pun isinya, apa pun bentuknya sejauh tidak melanggar
undang-undang, ketertiban umum, dan kesusilaan Pasal 1337 KUH Perdata.
Dalam perkembangannya hal ini tidak lagi bersifat mutlak tetapi relative kebebasan berkontrak yang bertanggung jawab. Asas inilah yang
menyebabkan hukum perjanjian bersistem terbuka. Pasal – pasal dalam hukum perjanjian sebagian besar karena Pasal 1320 KUHPerdata bersifat
memaksa dinamakan hukum pelengkap karena para pihak boleh membuat ketentuan-ketentuan sendiri yang menyimpang dari pasal-pasal hukum
perjanjian. Jika dipahami secara seksama maka asas kebebasan berkontrak memberikan
kebebasan kepada para pihak untuk: 1.
Membuat atau tidak membuat perjanjian
2.
Mengadakan perjanjian dengan siapa pun
3.
Menentukan isi perjanjian, pelaksanaan, dan persyaratannya
4.
Menentukan bentuknya perjanjian yaitu secara tertulis atau lisan.
Universitas Sumatera Utara
Namun, keempat hal tersebut boleh dilakukan dengan syarat tidak melanggar undang-undang, ketertiban umum, dan kesusilaan.
16
b.
Asas Konsensualisme
Asas ini dapat disimpulkan dalam Pasal 1320 KUH Perdata. Dalam pasal itu ditentukan bahwa salah satu syarat sahnya perjanjian yaitu adanya
kesepakatan kedua belah pihak. Asas konsensualisme merupakan asas yang menyatakan bahwa perjanjian pada umumnya tidak diadakan secara
formal, tetapi cukup dengan adanya kesepakatan kedua belah pihak. Kesepakatan merupakan persesuaian antara kehendak dan pernyataan
yang dibuat oleh kedua belah pihak.
17
c.
Asas Pacta Sunt Servanda
Asas ini disebut juga dengan asas kepastian hukum. Asas ini berhubungan dengan akibat perjanjian, bahwa asas ini adalah dimana hakim atau pihak
ketiga harus menghormati substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak, sebagaimana layaknya sebuah undang-undang. Mereka tidak boleh
melakukan intervensi terhadap substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak. Asas ini dapat disimpulkan dalam Pasal 1338 ayat 1 KUH
Perdata, yang berbunyi: “ Perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang.”
16
Handri Rahardjo, Op. Cit, hal 44
17
H.S. Salim, Perkembangan Hukum Kontrak Innominaat di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 2003, hal 13
Universitas Sumatera Utara
d. Asas Iktikad Baik
Asas ini disimpulkan dalam Pasal 1338 ayat 3 KUH Perdata, yang berbunyi: “Perjanjian harus dilaksanakan dengan iktikad baik.” Asas ini
merupakan bahwa para pihak kreditur dan debitur harus melaksanakan substansi kontrak berdasarkan kepercayaan atau keyakinan yang teguh
atau kemauan baik dari para pihak. Asas iktikad baik ini dibagi menjadi dua macam, yaitu:
1. Iktikad baik nisbi yaitu orang memperhatikan sikap dan tingkah laku
yang nyata dari subjek. 2.
Iktikad baik mutlak yaitu penilaiannya terletak pada akal sehat dan keadilan, dibuat ukuran yang objektif untuk menilai keadaan menurut
norma-norma yang objektif. e.
Asas kepribadian Asas kepribadian merupakan asas yang menentukan bahwa seseorang
yang akan melakukan dan atau membuat kontrak hanya untuk kepentingan perorangan saja. Hal ini dapat dilihat pada Pasal 1315 dan Pasal 1340
KUH Perdata. Pasal 1315 KUH Perdata berbunyi: “Pada umumnya seseorang tidak dapat mengadakan perikatan atau perjanjian selain untuk
dirinya sendiri.” Inti ketentuan ini bahwa seseorang yang mengadakan perjanjian hanya untuk kepentingan dirinya sendiri. Pasal 1340 KUH
Perdata berbunyi: “Perjanjian hanya berlaku antar pihak yang membuatnya.” Inti ketentuan ini bahwa perjanjian yang dibuat oleh para
pihak hanya berlaku bagi mereka yang membuatnya. Namun ketentuan ini
Universitas Sumatera Utara
ada pengecualiannya sebagaimana yang di jelaskan dalam Pasal 1317 KUH Perdata. Pasal ini mengkonstruksikan bahwa seseorang dapat
mengadakan perjanjian untuk kepentingan pihak ketiga. Jika dibandingkan kedua pasal itu maka dalam Pasal 1317 KUH Perdata
mengatur tentang perjanjian untuk pihak ketiga, sedangkan dalam pasal 1318 KUH Perdata untuk kepentingan dirinya sendiri, ahli warisnya dan
orang-orang yang memperoleh hak daripadanya. Sedangkan Pasal 1317 KUH Perdata mengatur tentang pengecualiannya, sedangkan Pasal 1318
KUH Perdata memiliki ruang lingkup luas.
18
B. Syarat – Syarat Sahnya Perjanjian
1.
Kesepakatan
Syarat sahnya perjanjian yang pertama adalah kesepakatan para pihak, kesepakatan diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata. Kesepakatan adalah
persesuaian pernyataan kehendak antara satu orang atau lebih dengan pihak lainnya. Yang sesuai itu adalah pernyataannya, karena kehendak itu tidak
dapat dilihat atau diketahui orang lain. Ada lima cara terjadinya persesuaian pernyataan kehendak, yaitu:
a.
Bahasa yang sempurna dan tertulis;
b.
Bahasa yang sempurna dan lisan;
c. Bahasa yang tidak sempurna asal dapat diterima oleh pihak lawan.
Karena dalam kenyataannya sering kali seseorang menyampaikan
18
Ibid, hal 13
Universitas Sumatera Utara
dengan bahasa yang tidak sempurna tetapi di mengerti oleh pihak
lawannya;
d.
Bahwa syarat asal dapat diterima oleh pihak lawannya;
e. Diam atau membisu tetapi asal dipahami atau diterima pihak lawan.
19
2.
Kecakapan Bertindak
Kecakapan bertindak adalah kecakapan atau kemampuan untuk melakukan perbuatan hukum. Perbuatan hukum adalah perbuatan yang akan
menimbulkan akibat hukum. Orang-orang yang akan mengadakan perjanjian haruslah orang-orang yang cakap dam mempunyai wewenang
untuk melakukan perbuatan hukum, sebagaimana yang ditentukan oleh undang-undang. Orang yang cakap atau mempunyai wewenang untuk
melakukan perbuatan hukum adalah orang yang sudah dewasa. Ukuran kedewasaan adalah telah berumur 21 tahun dan atau sudah kawin. Orang
yang tidak berwenang untuk melakukan perbuatan hukum adalah; a.
Orang yang belum dewasa
Menurut Pasal 330 KUH Perdata, belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur genap 21 tahun dan belum pernah kawin. Apabila
perkawinan itu dibubarkan sebelum mereka genap 21 tahun maka tidak
berarti mereka kembali lagi dalam keadaan belum dewasa.
b.
Orang yang ditaruh di bawah pengampuan
Menurut hukum tidak dapat berbuat bebas dengan harta kekayaannya. Seseorang yang berada di bawah pengawasan pengampuan,
19
Ibid, hal 23
Universitas Sumatera Utara
kedudukannya sama dengan seorang anak yang belum dewasa. Jika seorang anak yang belum dewasa harus diwakili orang tua atau walinya,
maka seseorang dewasa yang berada di bawah pengampuan harus diwakili oleh pengampu atau kuratornya. Dalam Pasal 433 KUH
Perdata disebutkan bahwa setiap orang dewasa yang selalu berada dalam keadaan dungu, sakit otak, atau mata gelap, harus di bawah
pengampuan jika ia kadang-kadang cakap menggunakan pikirannya. Seseorang yang telah dewasa dapat juga berada di bawah pengampuan
karena keborosannya.
c. Istri dalam Pasal 1330 KUH Perdata. Namun dalam perkembangannya
istri dapat melakukan perbuatan hukum, sebagaimana yang diatur dalam
Pasal 31 UU Nomor 1 Tahun 1974 jo SEMA Nomor. 3 Tahun 1993.
3.
Adanya Objek Perjanjian
Di dalam berbagai literatur disebutkan bahwa yang menjadi objek perjanjian adalah pokok perjanjian. Pokok perjanjian adalah apa yang
menjadi kewajiban debitur dan apa yang menjadi hak kreditur. Pokok perjanjian ini terdiri dari perbuatan positif dan negatif. Yang menjadi pokok
perjanjian adalah memberikan sesuatu, berbuat sesuatu dan tidak berbuat sesuatu, misalnya adalah jual beli dimana menyerahkan hak milik atas
rumah itu dan menyerahkan uang harga dari pembelian rumah itu. Pokok perjanjian itu harus ditentukan, dibolehkan, dimungkinkan, dan dapat
dinilai dengan uang. dapat ditentukan artinya, dalam mengadakan
Universitas Sumatera Utara
perjanjian, isi perjanjian harus dipastikan dalam arti dapat ditentukan secara cukup.
4.
Adanya sebab yang halal
Undang-undang tidak menyebutkan pengertian mengenai sebab. yang dimaksud dengan sebab bukanlah sesuatu yang mendorong para pihak
untuk mengadakan perjanjian, karena alasan yang menyebabkan para pihak untuk membuat perjanjian itu tidak menjadi perhatian umum. Adapun sebab
yang tidak diperbolehkan ialah jika isi perjanjian bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan dan ketertiban umum.
20
Perjanjian sah dan mengikat adalah perjanjian yang memenuhi unsur-unsur dan syarat-syarat yang ditetapkan oleh undang-undang. Perjanjian yang sah dan
mengikat diakui dan memiliki akibat hukum. Menurut ketentuan Pasal 1320 KUH Syarat yang pertama dan kedua disebut syarat subjektif, karena menyangkut
pihak-pihak yang mengadakan perjanjian. Sedangkan syarat ketiga keempat disebut syarat objektif, karena menyangkut objek perjanjian.
Dari uraian di atas, apabila syarat subjektif tidak terpenuhi, maka salah satu pihak dapat meminta supaya perjanjian itu dibatalkan, namunapabila para pihak tidak
ada yang keberatan, maka perjanjian itu dianggap sah. Sementara itu apabila syarat objektif tidak terpenuhi, maka perjanjian itu batal demi hukum.
20
http:lib.ui.ac.idfile?file=digital20309071-S42539-Tinjauan20yuridis.pdf diakses pada tanggal 8 April 2015
Universitas Sumatera Utara
Perdata setiap perjanjian selalu memiliki empat unsur dan pada setiap unsur melekat syarat-syarat yang ditentukan undang-undang.
Perjanjian yang tidak memenuhi unsur-unsur dan syarat-syarat seperti yang ditentukan di atas tidak akan diakui oleh hukum walaupun diakui oleh pihak-pihak
yang membuatnya, tetapi tidak mengikat, artinya tidak wajib dilaksanakan. Apabila dilaksanakan juga, sampai suatu ketika ada pihak yang tidak mengakuinya dan
menimbulkan sengketa. Perjanjian yang tidak memenuhi unsur-unsur dapat merupakan konsekuensi
hukum dari tidak terpenuhinya salah satu atau lebih syarat-syarat sahnya kontrak bervariasi mengikuti syarat mana yang dilanggar. Konsekuensi hukum tersebut
adalah sebagai berikut: a.
Batal demi hukum
Dimana dalam hal dilanggarnya syarat objektif dalam Pasal 1320 KUH Perdata syarat objektif adalah perihal tertentu dan kausa yang legal.
b.
Dapat dibatalkan
Dalam hal tidak terpenuhinya syarat subjektif dalam Pasal 1320 KUH Perdata syarat subjektif tersebut adalah kesepakatan kehendak dan kecakapan berbuat.
c.
Kontrak itu dapat dilaksanakan
Kontrak yang tidak dapat dilaksanakan adalah kontrak tidak begitu saja batal tetapi tidak dapat dilaksanakan, melainkan masih mempunyai status hukum
tertentu. Bedanya dengan kontrak yang batal demi hukum adalah bahwa
Universitas Sumatera Utara
kontrak tidak dapat dilaksanakan masih mungkin dikonvensi menjadi kontrak yang sah. Sedangkan bedanya dengan kontrak yang dapat dibatalkan adalah
bahwa dengan kontrak yang dapat dibatalkan, kontrak tersebut sudah sah, mengikat dan dapat dilaksanakan sampai dengan dibatalkan kontrak tersebut,
sementara kontrak yang tidak dapat dilaksanakan belum mempunyai kekuatan hukum sebelum dikonversi menjadi kontrak yang sah.
d.
Sanksi administratif
Ada juga syarat kontrak yang apabila tidak dipenuhi hanya mengakibatkan dikenakan sanksi administratif saja terhadap salah satu pihak atau kedua belah
pihak dalam kontrak tersebut.
21
1 Perjanjian mengikat para pihak
Dimana telah diuraikan di atas bahwa perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Perjanjian tidak
dapat ditarik kembali selain sepakat kedua belah pihak. Atau karena alasan-alasan yang cukup menurut undand-undang dan harus dilaksanakan dengan itikad baik. Hal
ini merupakan, akibat hukum yang timbul dalam perjanjian. Akibat dari suatu perjanjian menurut Pasal 1338 KUH Perdata, adalah:
Yang dimaksud dengan para pihak adalah para pihak yang membuatnya yang terdapat dalam ketentuan Pasal 1340 KUH Perdata, ahli waris
berdasarkan alas hak umum karena mereka itu memperoleh segala hak
21
Munir Fuady, Hukum Kontrak Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2007, hal 35
Universitas Sumatera Utara
dari seseorang secara tidak terperinci, serta yang dimaksud dengan para pihak juga dimaksudkan pada pihak ketiga yang diuntungkan dari
perjanjian yang dibuat berdasarkan alas hak khusus karena mereka memperoleh segala hak dari seseorang secara terperinci atau khusus.
2 Perjanjian tidak dapat ditarik kembali secara sepihak karena Pasal 1338
ayat 2 KUH Perdata merupakan kesepakatan diantara kedua belah pihak dan alasan- alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu.
3 Perjanjian harus dilaksanakan dengan iktikad baik yang ditentukan dalam
Pasal 1338 ayat 3 KUH Perdata. Melaksanakan apa yang menjadi hak di satu pihak dan kewajiban di pihak yang lain dari yang membuat
perjanjian. Hakim berkuasa menyimpangi isi perjanjian bila bertentangan dengan rasa keadilan. Sehingga ada suatu perjanjian dapat dilaksanakan
harus dilandasi dengan prinsip iktikad baik, prinsip kepatutan, kebiasaan dan sesuai dengan undang-undang. Dimasukkannya itikad baik dalam
pelaksanaan perjanjian berarti kita harus menafsirkan perjanjian itu berdasarkan keadilan dan kepatutan.
22
Dengan adanya akibat hukum yang timbul dalam perjanjian maka perjanjian itu menimbulkan akibat hukum yang sah dan mengikat berlaku sebagai undang-
undang bagi pihak-pihak yang membuatnya tidak dapat dibatalkan tanpa persetujuan kedua belah pihak dan harus dilaksanakan dengan iktikad baik. Dimana akibat hukum
yang timbul di dalam perjanjian yang sah.
22
Handri Raharjo, Op. Cit, hal 59
Universitas Sumatera Utara
a Berlaku sebagai undang-undang
Dikatakan berlaku sebagai undang-undang artinya perjanjian mempunyai kekuatan mengikat dan memaksa serta memberi kepastian hukum kepada
pihak-pihak yang membuatnya. Pihak-pihak wajib menaati perjanjian itu sama dengan menaati undang-undang. Apabila ada pihak yang melanggar
undang-undang sehingga diberi akibat hukum tertentu, yaitu sanksi hukum. Jadi, siapa yang melanggar perjanjian dia dapat dituntut dan diberi
hukuman seperti yang telah ditetapkan dalam undang-undang. b
Tidak dapat dibatalkan sepihak Perjanjian adalah persetujuan kedua belah pihak, jika akan dibatalkan
harus dengan persetujuan kedua belah pihak juga. Namun, jika ada alasan yang cukup menurut undang-undang perjanjian dapat dibatalkan secara
sepihak. c
Pelaksanaan dengan iktikad baik Pada Pasal 1338 ayat 3 KUH Perdata iktikad baik adalah ukuran objektif
untuk menilai pelaksanaan perjanjian, apakah pelaksanaan perjanjian itu mengindahkan norma-norma kepatutan dan kesusilaan serta apakah
pelaksanaan perjanjian itu telah berjalan dengan benar. Apabila terjadi selisih pendapat antara pelaksanaan perjanjian dengan
iktikad baik, pengadilan diberi wewenang oleh undang-undang untuk
Universitas Sumatera Utara
mengawasi dan menilai pelaksanaan, apakah ada pelanggaran terhadap norma-norma kepatutan dan kesusilaan itu.
23
C. Berakhirnya Suatu Perjanjian
Tentang hapusnya perjanjian yang mengakibatkan berakhirnya suatu perjanjian diatur dalam buku III KUH Perdata, hapusnya persetujuan berarti
menghapuskan semua pernyataan kehendak yang telah dituangkan dalam persetujuan dengan sendirinya menghapuskan seluruh perjanjian, tetapi belum
tentu dengan hapusnya perjanjian akan menghapuskan persetujuan hanya saja persetujuan itu tidak akan mempunyai kekuatan, maka pelaksanaan suatu
perjanjian itu telah dipenuhi debitur. Adapun macam-macam penghapusan perjanjian dalam Pasal 1381 KUH
Perdata adalah, sebagai berikut: 1.
Karena pembayaran 2.
Karena penawaran pembayaran tunai, diikuti dengan penyimpanan 3.
Karena pembaharuan hutang 4.
Karena perjumpaan hutang atau kompensasi 5.
Karena pencampuran hutang 6.
Karena pembebasan hutang 7.
Karena musnahnya barang yang terhutang 8.
Karena kebatalan atau pembatalan 9.
Karena kadaluwarsa.
24
23
Ibid, hal 61
Universitas Sumatera Utara
Ad. 1. Pembayaran Hal ini adalah yang paling penting karena mengenai betul-betul
pelaksanaan perjanjian. Hal pembayaran ini diatur dalam Pasal 1382 sampai Pasal 1403 KUH Perdata.
Pembayaran disini adalah pembayaran dalam arti luas, tidak saja pembayaran berupa uang juga penyerahan barang yang dijual oleh penjualnya.
Pembayaran itu sah apabila pemilik berkuasa memindahkannya, pembayaran itu harus dilakukan kepada si berhutang atau seseorang yang dikuasakan
untuk menerima. Tiap-tiap perikatan dapat dipenuhi oleh siapa saja yang berkepentingan
seperti seseorang yang merupakan si berhutang atau seseorang penanggung hutang. Suatu perikatan dapat dipenuhi juga oleh seorang pihak ketiga yang
tidak mempunyai kepentingan asal saja pihak ketiga itu bertindak atas nama dan untuk melunasi hutangnya si berhutang atau bertindak atas namanya
sendiri asal tidak menggantikan hak-hak si berpiutang. Ad. 2. Penawaran pembayaran tunai diikuti dengan perjanjian
Hal ini diatur dalam Pasal 1404 sampai 1412 KUH Perdata. Usaha ini adalah perlu, oleh karena biasanya dianggap bahwa pihak-pihak tidak ada
kewajiban untuk menerima pelaksanaan perjanjian.
24
R. Wirjono Prodjodikoro, Azas-Asas Hukum Perjanjian, Mandar Maju, Bandung, 2000, hal 190
Universitas Sumatera Utara
Namun adakalanya kreditur menolak pembayaran yang dilakukan debitur. Hal ini dimana kreditur berada dalam keadaan wanprestasi, apabila terjadi
debitur dapat menuntut pemutusan dan pembatalan perjanjian ataupun ganti rugi.
Hal ini kemungkinan bahwa perjanjian yang telah dibuat oleh kreditur dan debitur akan memberatkan debitur apabila pembayaran tidak segera
dilakukan seperti pada perjanjian untuk menyerahkan barang atau uang yang memakai bunga tinggi maka dalam hal ini debitur dapat melakukan
penawaran pembayaran, namun apabila debitur segera membayar dengan suatu penitipan barang yang ditetapkan pula oleh undang-undang maka
bebaslah debitur dari kewajibannya dan dianggap telah terjadi suatu pembayaran yang sah.
25
25
Ibid, hal 193
Ad. 3 Pembaharuan hutang Pembaharuan hutang lahir atas dasar persetujuan para pihak untuk
membuat persetujuan dengan jalan menghapuskan perjanjian yang lama dengan perjanjian yang baru.
Pembaharuan hutang diatur dalam Pasal 1413 KUH Perdata yang terdiri dari tiga macam jalan untuk melaksanakan suatu pembaharuan hutang yaitu:
Universitas Sumatera Utara
1. Apabila seseorang yang berhutang membuat suatu perikatan-hutang
baru guna orang yang menghutangkan kepadanya, yang menggantikan hutang yang lama, yang dihapuskan karena disebut novasi objektif.
2. Apabila seorang berhutang baru ditunjuk untuk menggantikan orang
yang berhutang lama, yang oleh si berpiutang dibebaskan dari perikatannya, disebut novasi subjektif.
3. Apabila sebagai akibat suatu persetujuan baru, seorang berpiutang
baru ditunjuk untuk menggantikan orang berpiutang lama, terhadap siapa si berhutang dibebaskan dari perikatannya, disebut novasi
subjektif aktif. Dalam Pasal 1414 KUH Perdata diterangkan bahwa “pembaharuan
hutang hanya dapat terlaksana antara orang-orang yang cakap untuk mengadakan perikatan-perikatan”. Dalam Pasal 1415 KUH Perdata
ditegaskan bahwa “tiada pembaharuan hutang yang dipersangkakan, kehendak seseorang untuk mengadakan harus dengan tegas ternyata dari
perbuatannya”.
26
Perjumpaan hutang adalah suatu cara penghapusan hutang dengan jalan memperjumpakan atau memperhitungkan hutang piutang secara timbal
balik antara kreditur dengan debitur dimana perjumpaan hutang diatur dalam Pasal 1424 KUH Perdata.
Ad. 4 Perjumpaan Hutang atau Kompensasi
26
Ibid, hal
Universitas Sumatera Utara
Dalam Pasal 1426 KUH Perdata menyatakan “ perjumpaan terjadi demi hukum, bahkan dengan tidak setahunya orang-orang yang berhutang, dan
kedua hutang itu yang satu menghapuskan yang lain dan sebaliknya, pada saat hutang-hutang itu bersama-sama ada, bertimbal balik untuk
diperjumpakan kecuali dalam tiga hal yang disebutkan dalam Pasal 1429 KUH Perdata:
a. Apabila dituntut pengembalian suatu barang yang secara berlawanan
dengan hukum dirampas dari pemiliknya. b.
Apabila dituntutnya pengembalian barang sesuatu yang dititipkan atau dipinjamkan.
c. Terhadap suatu hutang yang bersumber pada tunjangan-nafkah telah
dinyatakan tidak dapat disita. Ad. 5 Pencampuran Hutang
Dalam Pasal 1436 KUH Perdata pencampuran hutang ini terjadi apabila kedudukan-kedudukan sebagai orang berpiutang dan orang berhutang
berkumpul pada satu orang, maka terjadilah demi hukum suatu pencampuran hutang, dengan mana piutang dihapuskan.
Mariam Darus Badrulzaman, “mengatakan bahwa percampurqan hutang adalah percampuran kedudukan dari partai yang mengadakan
perjanjian sehingga kualitas dari debitur menjadi satu dengan kualitas dari
Universitas Sumatera Utara
kreditur. Dalam hal ini demi hukum perikatan yang semula ada diantara kedua belah pihak”.
Hal yang menyebabkan terjadinya percampuran hutang adalah: a.
Perkawinan, dengan pencampuran harta antara si berpiutang dengan si berhutang.
b. Apabila si berhutang menggantikan hak si berpiutang karena
warisan.
27
Ad. 6. Pembebasan hutang Pembebasan hutang terjadi apabila dengan tegas menyatakan tidak
menghendaki lagi prestasi dari kreditur dan melepaskan hak atas pembayaran. Hal ini yang dibutuhkan adalah adanya kehendak kreditur disertai dengan
menggugurkan perjanjian itu sendiri. Dan yang dapat dikatagorikan sebagai pembebasan hutang apabila pembebasan itu merupakan pelepasan hak oleh
kreditur terhadap debitur. Pembebasan hutang ini diatur dalam Pasal 1438 KUH Perdata.
Akibat dari pembebasan hutang ini tidak ada di atur dalam undang- undang secara khusus, tetapi dengan pembebasan hutang ini maka perikatan
akan dianggap telah selesai atau hapus.
27
Ibid, hal
Universitas Sumatera Utara
Ad. 7. Musnahnya barang yang terhutang Musnahnya barang yang terhutang diatur dalam Pasal 1444 KUH Perdata
yang menyatakan “apabila tertentu yang menjadi bahan persetujuan, musnah, tak lagi dapat diperdagangkan atau hilang, sedemikian hingga sama sekali
tidak diketahui apakah barang itu masih ada, maka hapuslah perikatannya, asal barang itu musnah atau hilang diluar salahnya si berhutang dan sebelum
ia lalai menyerahkannya”. Ad. 8. Kebatalan atau Pembatalan
Apabila suatu perjanjian harus dianggap batal meskipun tidak diminta oleh suatu pihak. Maka perjanjian seperti itu dianggap tidak ada sejak semula,
batal mutlak adalah suatu perjanjian yang diadakan tanpa mengindahkan cara yang secara mutlak dikehendaki oleh undang-undang. Pembatalan lain adalah
pembatalan tidak mutlak yaitu hanya terjadi jika diminta oleh orang-orang tertentu dan hanya berlaku terhadap orang-orang tertentu.
Pembatalan perjanjian yang berdasarkan atas hal merugikan suatu pihak, maka pembatalan tersebut dapat diminta untuk melakukan pembatalan
perjanjian. Ad. 9. Daluwarsa atau Lampau waktu
Daluwarsa diatur dalam Pasal 1946 KUH Perdata yaitu adalah sesuatu atau untuk dibebaskan dari sesuatu perikatan dengan lewatnya suatu waktu
tertentu dan atas syarat-syarat yang ditentukan undang-undang.
Universitas Sumatera Utara
Suatu perikatan dapat hapus karena lewatnya waktu tetapi daluwarsa yang dimaksud adalah daluwarsa yang batas waktunya telah ditetapkan oleh
undang-undang. Apabila dengan lampaunya jangka waktu tertentu maka dianggap perjanjian telah hapus, sehingga debitur bebas dari kewajiban
memenuhi perjanjian dan dianggap seseorang telah memperoleh hak milik atas sesuatu setelah jangka waktu tertentu lewat.
Universitas Sumatera Utara
BAB III PERJANJIAN PEMBORONGAN DAN PENGATURANNYA