BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan dan kemajuan masyarakat dalam masa pembangunan sekarang ini menimbulkan pengaruh yang besar terhadap perkembangan hukum.
Perkembangan hukum yang dimaksud ialah dengan adanya perjanjian – perjanjian yang di pergunakan sehari – hari. Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu
orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.
1
Menurut ketentuan Pasal 1338 KUH Perdata, perjanjian yang dibuat dengan sah “berlaku sebagai undang-undang” untuk mereka yang membuatnya. Kalimat ini
dimaksudkan, tidak lain, bahwa suatu perjanjian yang dibuat secara sah artinya tidak bertentangan dengan undang-undang mengikat kedua belah pihak. Perjanjian itu pada
umumnya tidak dapat ditarik kembali, kecuali dengan persetujuan kedua belah pihak atau berdasarkan alasan-alasan yang ditetapkan oleh undang-undang.
2
Pelaksanaan perjanjian adalah perbuatan merealisasikan atau memenuhi kewajiban dan memperoleh hak yang telah disepakati oleh pihak – pihak sehingga
1
Handri Rahardjo, Hukum Perjanjian di Indonesia, Pustaka Yustisia, Yogyakarta, 2009, hal 41
2
R. Subekti I, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Intermasa, Jakarta, 2009 hal 193
Universitas Sumatera Utara
tercapai tujuan mereka. Masing – masing pihak melaksanakan perjanjian dengan sempurna dan itikad baik sesuai dengan persetujuan yang telah dicapai.
3
Pembangunan adalah usaha untuk menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Oleh karena itu hasil – hasil pembangunan harus dapat
dinikmati seluruh rakyat sebagai peningkatan kesejahteraan lahir dan batin secara adil dan merata. Sebaliknya, berhasilnya pembangunan tergantung partisipasi seluruh
rakyat, yang berarti pembangunan harus dilaksanakan secara merata oleh segenap lapisan masyarakat.
Untuk mencapai kesejahteraan di Indonesia diperlukan pembangunan, dimana kesejahteraan masyarakat itu sangat erat sekali kaitannya dengan masalah
pembangunan. Dalam era reformasi saat ini pembangunan tidak hanya dilakukan dalam bidang sosial, ekonomi, politik dan budaya saja, tetapi pembangunan juga
diatur dalam bidang hukum.
4
Perjanjian pemborongan pekerjaan adalah suatu perjanjian antara pihak yang memborongkan pekerjaan dengan pihak yang memborong pekerjaan, dimana pihak
pertama menghendaki sesuatu hasil pekerjaan yang disanggupi oleh pihak lawan, atas pembayaran suatu jumlah uang sebagai harga pemborongan.
5
3
Abdulkadir Muhammad, Hukum Perdata Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2011, hal 307
4
Fx. Djumialji, Perjanjian Pemborongan, PT. Rineka Cipta, Jakarta, 1995, hal
5
R. Subekti, Aneka Perjanjian, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1995, hal
Universitas Sumatera Utara
Dari definisi tersebut dapat dikatakan: a.
Bahwa yang membuat perjanjian pemborongan atau dengan kata lain yang terkait dalam perjanjian pemborongan adalah dua pihak
saja yaitu: Pihak kesatu disebut yang memborongkan dan pihak kedua disebut pemborong.
b. Bahwa objek dari perjanjian pemborongan adalah pembuatan suatu
karya.
6
Perbedaan perjanjian kerja dengan perjanjian pemborongan yaitu bahwa dengan perjanjian kerja terdapat unsur subordinasi, sedangkan pada perjanjian
pemborongan menunaikan jasa ada koordinasi. Peraturan – peraturan mengenai perjanjian pemborongan pekerja yang bersifat
perdataprivat dan berlaku di Indonesia adalah sebagai berikut: a.
Ketentuan – ketentuan ynag terdapat dalam Bab 7A Buku III KUH Perdata yang berjudul “Perjanjian untuk melakukan pekerjaan”, Pasal
1601 huruf b, Pasal 1604 sampai Pasal 1616. Ketentuan – ketentuan perjanjian pemborongan pekerjaan yang diatur dalam KUH Perdata ini
berlaku sebagai hukum pelengkap. b.
Ketentuan – ketentuan dalam A.V.1941 yang merupakan singkatan dari “Algemene Voorwaarden voorde unitvoering bij aannemig van openbare
werken in Indonesia”, yang terjemahannya adalah syarat – syarat umum
6
Fx. Djumialdji, Hukum Bangunan, dasar-dasar Hukum dalam Proyek dan Sumber Daya Manusia, Rineka Cipta, Jakarta, 1996, hal 5
Universitas Sumatera Utara
untuk pelaksanaan pemborongan pekerja umum di Indonesia. A.V.1941 merupakan peraturan yang dibuat oleh pemerintah Hindia Belanda, yang
merupakan peraturan standar atau baku bagi perjanjian pemborongan di Indonesia khususnya untuk proyek – proyek pemerintah tetapi isinya
banyak yang sudah tidak sesuai dengan zaman sekarang.
7
c. Undang-undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang jasa Konstruksi beserta
peraturan pelaksanaannya, yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2000 tentang Usaha dan Peran Masyarakat Jasa Konstruksi, Peraturan
Pemerintah Nomor 29 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi, dan Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2000 tentang
Penyelenggaraan Pembinaan Jasa Konstruksi, Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2015 tentang Pengadaan BarangJasa Pemerintah.
d. Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2015 beserta perubahannya yang
merupakan penyempurnaan Keputusan Presiden 54 tahun 2010 yang merupakan penyempurnaan Keputusan Presiden Nomor 80 tahun 2003
dari Keputusan Presiden Nomor 18 Tahun 2000 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Instansi Pemerintah Undang – undang, Peraturan
Pemerintah dan Keputusan Presiden Nomor 4 Tahun 2015 tersebut diatas merupakan peraturan baru yang berlaku bagi kegiatan pekerjaan
konstruksi yang mengakibatkan ketentuan dalam A.V.1941 hanya berlaku sepanjang tidak diatur dalam peraturan yang baru.
7
Ibid, hal 6
Universitas Sumatera Utara
Perjanjian pemborongan bersifat konsensuil yaitu perjanjian pemborongan itu ada atau lahir sejak adanya kata sepakat antara kedua belah pihak yaitu pihak yang
memborongkan dengan pihak pemborong mengenai pembuatan suatu karya dan harga borongan atau kontrak.
Dengan adanya kata sepakat tersebut, perjanjian pemborongan mengikat kedua belah pihak artinya para pihak tidak dapat membatalkan perjanjian
pemborongan tanpa persetujuan pihak lainnya. Jika perjanjian pemborongan dibatalkan atau diputuskan secara sepihak maka pihak lainnya dapat menuntutnya.
8
“ Aspek hukum perjanjian pemborongan pemeliharaan tanaman kelapa sawit antara Hutagodang Estate dengan PT Sari Sawit Kencana LabuhanBatu”
Perjanjian pemborongan pemeliharaan tanaman kelapa sawit merupakan salah satu bidang usaha pemborongan pekerjaan yang berkembang, dan untuk mencapai
keefektifan pelaksanaan pemeliharaan tanaman kelapa sawit tersebut, para pihak yang terlibat tidak boleh mengabaikan akta pentingnya perjanjian, dimana pemborong
dalam melakukan pekerjaannya harus selalu berpatokan pada isi perjanjian yang disepakati bersama antara pemborongan dengan yang memborongkan karena apabila
terjadi penyimpangan bisa dijadikan alasan untuk menyatakan telah terjadi wanprestasi.
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dianggap penting untuk mengangkat topic penulisan skripsi dengan judul:
8
Ibid, hal 8
Universitas Sumatera Utara
B. Permasalahan