9
muka, telinga, dan bagian dalam dari kaki terlihat eritema Van Oirschot et al. 1999. Pada penyakit yang berjalan akut kematian babi biasanya memakan waktu 10-20 hari.
Sedangkan penyakit yang berjalan subakut proses kematian berlangsung selama 1 bulan.
Gomez Villamandos et al. 2001 membedakan manifestasi klinis HC kronik
kedalam 3 fase, yaitu 1. fase l atau akut di tandai dengan gejala anoreksia, depresi, suhu badan meningkat dan leukopenia, fase ini berlangsung dalam beberapa minggu.
2. fase 2, atau kronik, di tandai dengan membaiknya kondisi, nafsu makan, suhu tubuh normal atau sedikit meningkat dan leukopenia, dan 3. fase 3, hewan kembali tampak
menderita, anoreksia, depresi, suhu meningkat, dan akhirnya mati. Kasus hog cholera yang berjalan secara perakut kronik dapat bertahan sampai lebih kurang 3 bulan.
Infeksi virus hog cholera yang terjadi pada masa kebuntingan, di kenal sebagai late-onset HC,
kematian dapat terjadi di antara bulan ke-2 sampai dengan bulan ke-11. Gejala klinis pada kolera late-onset ini meliputi depresi dan anoreksia yang terjadi
secara lambat, suhu tubuh normal, konjungtivitis, dermatitis dan gangguan saat berjalan Liess et al. 1992.
2.6 Perubahan patologi anatomi PA
Kasus hog cholera yang berjalan secara perakut sering tidak di temukan adanya lesio, sedangkan yang berjalan secara akut dan subakut, di temukan gambaran sepsis
berupa perdarahan multifokus. Hal tersebut terkait dengan kerusakan buluh darah Edwards et al. 2000. Reaksi radang yang bersifat katar, fibrinous dan hemoragi dapat
di temukan pada berbagai organ pencernaan, pernafasan dan saluran urogenital. Lesio yang terlihat pada kelenjar limfe adalah bengkak, udema, hemoragi dan berwarna
merah kehitaman Gomez Villamandos et al. 2001. Organ ginjal terutama pada korteks, jantung, mukosa usus dan kulit mengalami perdarahan titik ptekhi sampai
ekhimosa Van Oirschot et al.1990. Perubahan patologi berupa infark pada limpa bersifat khas patognomonik pada
kasus hog cholera Gering et al. 1995. Infark juga di temukan pada berbagai organ, antara lain kantong kemih dan tonsil. Infark yang meluas di buluh darah submukosa
usus besar, sekum, dan kolon, memicu terbentuknya lesi yang berbentuk seperti kancing baju, bundar, menonjol di kenal sebagai button ulcer. Lesio button ulcer
pada usus besar tersebut memiliki arti diagnostik yang sangat penting dalam diagnosa
babi penderita HC. Pada kasus hog cholera akut dan subakut paru-paru mengalami
10
infark dan perdarahan, yang selanjutnya terbentuk proses radang paru-paru dan pleura. Jantung terlihat pucat di sertai kongesti miokard.
2.7 Perubahan Histopatologi HP
Kasus hog cholera yang terjadi di Kalimantan Barat memperlihatkan adanya variasi perubahan histopatologi seperti nekrosis akut tubuli ginjal, enteritis ringan,
kongesti pada hati, bronkhopneumonia sub akut, hemoragi pada korteks limfoglandula dan nekrosis pada pusat folikel limfoid limpa Sulaxono et al. 2003. Pada infeksi
bentuk persisten virus hog cholera menginduksi terjadinya hipoplasia korteks adrenal yang di tandai dengan peningkatan luas zona fasciculata dan zona glomerulosa
sementara zona reticulata mengalami atrofi Van Oirschot et al. 1999. Infeksi buatan virus hog cholera isolat Quillota yang di lakukan oleh Quezada et al. 2000,
menunjukkan lesio antara lain: hemoragi alveolar, deskuamasi sel epitel bronkhi dan bronkhioli, leukosit terlihat di sekitar area deskuamasi dan adanya peningkatan jumlah
sel-sel mononuklear terutama makrofag di lumen buluh darah. Lesio histopatologi jantung pada kasus hog cholera timbul sebagai akibat adanya infeksi sekunder dari
bakteri, lesio yang terjdi antara lain: kongesti miokardium, hemoragi perikardium dan endokardium Van Oirschot et al. 1999. Penelitian yang dilakukan oleh Ruiz-Villamor
et al. 2001 menggunakan virus hog cholera isolat Quillota membuktikan bahwa
akibat infeksi virus hog cholera menyebabkan timbulnya lesio glomerulitis. 2.8 Diagnosis
Diagnosis hog cholera di lapangan dapat di tentukan berdasarkan anamnesa, gambaran klinis, dan pemeriksaan pasca mati. Carbery et al. 1984 menyatakan bahwa
pada pemeriksaan pasca mati perlu di perhatikan adanya gambaran terutama perdarahan kelenjar limfe, ginjal dan infark limpa yang patognomonik serta adanya button ulcer
di berbagai bagian usus besar. Sebagai diagnosis banding perlu di perhatikan African swine fever
ASF, salmonellosis septik, pasteurellosis septisemia epizootika, SE, streptokokosis dan erisipelas. Pemeriksaan laboratorium yang perlu di lakukan meliputi
deteksi antigen virus, isolasi virus. Antigen virus salah satunya dapat di ketahui dengan teknik antibodi fluoresent metode langsung direct FAT Sasahara 1970.
11
2.9 Pencegahan Negara yang bebas hog cholera tidak boleh mengimpor babi, daging babi dan