Merkuri Hg Analisis merkuri (Hg) dan sianida (CN) pada beberapa ikan hasil tangkapan nelayan di Teluk Kao, Halmahera Utara

bagian hatiperut ikan sebanyak 0,002-0,103 ppb dan pada moluska sebanyak 103-173 ppb Supriharyono, 2007. Sumber : Rompas 1991 Gambar 3 Ekotoksikologi merkuri Pencemaran merkuri Hg Sifat kimia-fisika Lintasan dan Flux Biogeokimia Air Sedimen Udara Substansi Lingkungan ORGANISME Sifat Fisika dan Kimia Bahan Pencemar Sifat Pencemar Biogeokimia Toksisitas atau Kondisi Lethal dan Kondisi Sublethal Biotransformasi Bioakumulasi Transfer Rantai Makanan Perubahan Sifat dan Dinamika Populasi Reproduksi, Imigrasi, Mortalitas Perubahan Struktur dan Fungsi Ekosistem Keanekaan Spesies, Hubungan Mangsa dan Pemangsa PERUBAHAN FUNGSI EKOSISTEM Perbandingan, Respirasi, Terhadap Fotosintetis, Laju Siklus Nutrisi, Pola Arus Nutrisi Masuknya merkuri ke laut oleh kegiatan manusia menyebabkan peningkatan konsentrasi merkuri secara luas, seperti yang terjadi pada kasus Minamata Yasuda, 2000. Tambang emas rakyat yang menggunakan sistem amalgamasi menggunakan merkuri yang disebabkan oleh manusia, ditambah dengan pembakaran fosil dan industri alkali de Lacerda, 2003 ; Pacyna et al., 2006, dan pabrik asetaldehida Yasuda et al., 2004. Saat ini, pertambangan emas skala kecil tersebar di Negara-negara yang sedang berkembang, seperti di Guyana, Brazil, Tanzania, Kenya Veiga, 1998 ; Malm, 1998 ; Harada et al., 1999; Ogola et al., 2002, termasuk Indonesia Kambey et al., 2001 ; de Lacerda, 2003 ; Limbong et al., 2003. Pertambangan rakyat di Sulawesi Utara berada bersama-sama dengan industri pertambangan besar Limbong et al., 2003. Masalah lingkungan berkembang karena kurang lebih 200 ton Hg setiap tahun digunakan di Indonesia dalam pertambangan rakyat Kambey et al., 2001 dimana, pada umumnya, 40 –50 Hg terbuang ke sungai selama amalgamasi tanpa menggunakan retrot sebagai merkuri metil metillic mercury dan 5 –10 Hg terbuang ke sungai selama proses pergantian recuperation Hg yang digunakan, Selanjutnya, perkiraan Hg yang terlepas adalah berkisar 1,32 kg untuk 1 kg emas Au yang diperoleh de Lacerda dan Salomons, 1998. Industri pertambangan besar dan pertambangan biji cinnabar, yang mengekstrak cinnabar yang mengandung Hg HgS juga adalah sumber Hg dari manusia anthropogenic karena hasil kegiatan tersebut membuang tailingnya yang mengandung Hg ke lingkungan Blackwood and Edinger, 2006 ; Edinger et al., 2006 . Sedimen berperan penting dalam mengontrol konsentrasi logam berat yang terakumulasi dalam jaringan tubuh biota perairan Blanchette et al., 2001. Setelah merkuri masuk le lingkungan, maka merkuri yang berbentuk inorganic akan termetilasi oleh mikroorganisme, terbioakumulasi dalam jaringan tubuh organisme dan terbiomaknifikasi dalam jaringan makanan di perairan Ikingura dan Akagi, 1999 ; Bustamante et al., 2006 ; Yamaguchi et al., 2007. Mikroorganisme dipercaya berperan penting dalam penentu keberadaan merkuri di lingkungan Yamaguchi et al., 2007. Hasil dari proses metilasi yang terjadi adalah merkuri metil MeHg, yang merupakan merkuri yang paling stabil dan paling beracun terhadap organisme termasuk manusia JPHA, 2001. Sebaliknya, beberapa mikroorganisme dapat melakukan proses demetilasi dari MeHg menjadi merkuri inorganik WHO, 2000. Merkuri yang termetilasi pada umumnya memiliki daya racun toxicity yang meningkat karena kemampuannya meningkat untuk menembus dinding membran lipida sel Bustamante et al., 2006 dari organisme perairan dan manusia. Melalui jaringan makanan dimana proses bioakumulais terjadi, konsentrasi dari merkuri yang termetilasi meningkat dan termaknifikasi. Pada akhirnya dimana manusia yang menempati jaringan makanan tertinggi akan mengakumulasi merkuri dan dampak intoxication terjadi. Hal seperti itu terjadi seperti pada kasus Penyakit Minamata di Jepang JPHA, 2001. Banyak faktor yang menyebabkan proses metilasi terjadi, di antaranya adalah faktor biogeokimia sedimen Celo et al., 2004 ; Lasut Rares, 2006. Kemudian, MeHg diakumulasi oleh organisme perairan, misalnya ikan Ikingura Akagi, 1999, kerang- kerangan Bergeron et al., 2004, dan oraginsme lainnya lasut et al., 2005. Akumulasi merkuri dalam organisme perairan sangat berhubungan dengan posisinya dalam rantai makanan Desta et al., 2007 dan cara hidupnya Bustamante et al., 2006 dimana pemangsa memperlihatkan tingkat konsentrasi yang tinggi dalam jaringan tubuhnya dari pada yang dimangsa Bustamante et al., 2006. Sistem perairan sangat sensitif terhadap input Hg karena laju bioakumalsi logam berat ini lebih tinggi dari logam berat lainnya. Bioakumulasi Hg dapat terjadi dalam rantai makanan perairan sehingga konsentrasi Hg, dapat meningkat seiring dengan tingkatan rantai makanan Baker et al., 2004. Hal ini disebut sebagai proses “biomaknifikasi”. Menurut Lasut et al. 2005, konsentrasi Hg meningkat dari fitoplankton yang berperan sebagai kelompok produser di perairan ke ikan karnivore melalui ikan herbivore, atau dengan kata lain bahwa konsentrasi Hg di fitoplankton lebih kecil dibandingkan ikan karnivora. Selain itu, apabila input terjadi, maka Hg mengalami proses transformasi menjadi bentuk yang lebih beracun, misalnya melalui proses metilasi yang terjadi di sedimen perairan dimana Hg inorganik dirubah menjadi bentuk Hg organik Ikingura Akagi, 1999 ; Acha et al., 2004 ; Bishop et al., 2004 ; Lasut Reres, 2006, Hg organik umumnya dikenal sebagai Hg metil MeHg. Pengaruh Hg pada organisme perairan bermacam-macam, di antaranya adalah menghambat kerja acethylcholine esterase Gill et al., 1990, menghambat ekspresi gen dan perubahan morfologi permukaan filament insang pada kerang laut Gonzales et al., 2004. Merkuri inorganik HgCl 2 dapat terdistribusi ke dalam jaringanorgan vital tubuh organisme ikan Lasut, 1997. Merkuri organik MeHg dapat terakumulasi ke dalam mitokondria dan dapat merusak rantai mitokondria yang menyebabkan pembentukan radikal bebas dan peroxidasi lipida Gonzales et al., 2004. Selanjutnya, kontaminasi akut terhadap MeHg dapat menyebabkan mortalitas Yole et al., 2007 dan pada tingkatan yang rendah dan kronis dapat menyebabkan kerusakan organ dalam tubuh ikan, khususnya pada sistem saraf pusat dan sistem kekebalan tubuh. Pengaruh MeHg dengan konsentrasi rendah pada manusia adalah dapat menyebabkan gangguan neurofisiologis pada manusia dewasa dimana pada umumnya disebabkan oleh karena konsumsi ikan yang terkontaminasi Baker et al., 2004. Walaupun telah banyak penelitian yang mengkaji tentang peningkatan Hg di perairan, namun masih sedikit yang dipahami tentang dampak potensial dari logam berat tersebut terhadap biota di perairan, apalagi terhadap komunitas hewan invertebrata parairan laut. Jalur yang penting masuknya Hg ke dalam rantai makanan dapat melalui cacing, selain alga Gorski et al., 2004; Lasut et al., 2005. Merkuri dapat masuk ke tubuh manusia dengan 3 tiga cara, yaitu melalui : 1 Pencemaran, yaitu dengan mengkonsumsi bahan makanan ikan, kerang, cumi dan biota laut lainnya yang mengandung metil merkuri H 3 Hg, 2 Pernapasan, yaitu dengan menghirup merkuri Hg yang diperoleh dari berbagai sumber, seperti uap merkuri dari hasil pembakaran amalgam, amalgam gigi dan udara ambient, dan 3 Penyerapan melalui kulit dan ini belum banyak diketahui. Tubuh kita lebih beradaptasi untuk mengurangi pengaruh keracunan potensial dari uap merkuri, sehingga pengaruh terhadap kesehatan dari sumber ini relatif kurang atau langka. Sebaliknya senyawa yang berbentuk metil-merkuri ini sangat beracun dan berbahaya. Senyawa ini bukan hanya karsinogenik menyebabkan kanker melainkan juga menyebabkan cacat bawaan mutagenic. Dengan kadar 0,05 mg merkuri, dapat meracuni manusia WHO diacu dalam Darmono, 2008. Keracunan metil-merkuri dapat menyebabkan : 1 gangguan pada sistem pusat saraf, 2 gangguan pada pendengaran, pengucapan, pandangan dapat menyebabkan kebutaan dan cara berjalan, 3 gerakan-gerakan otot tak disengaja, 4 rusaknya selaput lender dan kulit, dan 5 kematian. Dalam setiap kasus, ratusan orang meninggal dan ribuan lainnya terpengaruh dengan kerusakan permanen. Pada kasus keracunan merkuri yang lebih ringan, orang dewasa mengeluh menurunnya kemampuan bergerak, menurunkan sensifitas indra raba, rasa dan pandangan. Efek-efek yang lebih ringan ini, secara umum dapat kembali pada keadaan semula jika pemakaian merkuri dihentikan. Bayi gagal lahir adalah resiko terbesar dari pemaparan metil- merkuri tingkat rendah Karouw, 2001.

2.3 Sianida CN

Sianida CN merupakan senyawa kimia carbon-nitrogen yang terdiri dari sianida sederhana dan sianida kompleks. Beberapa sianida sederhana yang larut dalam air seperti natrium sianida NaCl, potasium sianida KAgCN 2 dan kalsium sianida KCN, sedangkan yang memiliki tingkat kelarutan rendah dalam air yaitu kopper sianida CuCN. Menurut EPA 1978a, ada beberapa sianida yang berbentuk gas yang larut dalam air dan sangat beracun antara lain hidrogen sianida HCN, sianogen CN 2 dan klorida sianogen CNCl. Sianida kompleks membentuk banyak ikatan dengan logam yang sangat beracun bagi lingkungan. Sianida banyak digunakan dalam industri baja, industri kimia dan dalam pertambangan Curry, 1992. Dalam pertambangan, CN digunakan untuk ekstrasi biji emas dan perak dari batuan yang dikenal dengan nama cyanida heap leaching. Pada kalangan nelayan, CN dikenal sebagai potas dalam pemboman ikan. Pelaku-pelaku pertambangan kerap mepromosikan CN sebagai bahan kimia yang aman, sehingga warga sekitar tambang tidak perlu kuatir terhadap bahan kimia ini. Padahal CN seukuran biji beras saja bisa berakibat fatal bagi manusia, sepersejuta gramnya dalam seliter air dapat berakibat fatal bagi ikan. Banyak pengalaman menunjukan bahwa tak ada perusahan yang berhasil menghindari kebocorann air dan limbah yang mengandung CN ke ekosistem Wahli, 2007. Pada bulan Januari 2000, ditambang emas Baia Mare Romania, bendungan tailingnya runtuh dan melepaskan lebih dari 100 ribu ton limbah mengandung CN dan logam berat menuju sungai Tisza. Bahan bercun tersebut mengalir menuju Danube, dan membunuh 1.240 ton ikan serta mencemari air minum 2,5 juta orang. Bahkan kabarnya, pencemaran ini meluas ke negara tetanga Hungaria. Penduduk dan pemerintah Romania harus menanggung bencana. Pada 9 Agustus 2000, Senat Cekoslovakia secara resmi melarang penambangan yang menggunakan sianida cyanide heap leaching technology melalui penetapan undang-undang. Bahkan, banyak pakar negara itu menilai implementasi UU tersebut merupakan akhir dari pertambangan emas di negara tersebut Czechs Ban, Cyanide Mining 2000 diacu dalam Walhi, 2007 . Sianida yang terdapat di perairan terutama yang berasal dari limbah industri, misalnya industri pelapisan logam, industri besi baja dan pertambangan emas. Kadar sianida yang digunakan dalam pertambangan emas dan perak dapat mencapai 250 mgliter EPA, 1987. Dari studi AMDAL, ternyata P.T. NHM, menggunakan beberapa jenis sianida dalam mengekstrasi emas dan perak dari batuan antara lain: natrium sianida NaCN serta beberapa sianida kompleks yang sangat berbahaya bagi lingkungan dan makluk hidup lainnya. Pelindingan biji emas dilakukan dengan penggunaan sianida berkosentrasi relatif tinggi yaitu mencapai 1200 ppm NaCN untuk memisahkan emas dan perak dari batuan dengan berbagai proses dan kemudian sebelum limahnya dibuang ke Sungai Kobok dilakukan proses detoksifikasi Amdal PT.NHM, 2006. Belum banyak penelitian yang mengkaji tentang peningkatan CN di perairan, dan masih sedikit yang dipahami tentang dampak potensial dari CN tersebut terhadap biota di perairan ACGIH, 2001, sehingga informasi jalur masuknya CN ke dalam rantai makanan di perairan laut belum tersedia dengan baik. Menurut EPA 1978b, beberapa sianida dalam air akan berubah menjadi senyawa yang sangat beracun jika sianida tersebut terakumulasi dalam tubuh tumbuhan maupun zooplanton. Waktu paruh sianida dalam perairan belum diketahui dengan pasti. Sianida akan lebih cepat masuk ke dalam tubuh melalui pernapasan dan makanan jika dibandingkan dengan melalui kulit dan dapat dideteksi dengan sangat cepat di dalam paru-paru dan darah. Badan Perlindungan Lingkungan Amerika telah menentukan batas minimal kosentrasi sianida yang diperbolehkan sianida yang masuk ke dalam tubuh. Natrium sianida jika terkena pada kulit dapat menyebabkan iritasi dan luka.

2.4 Kondisi Umum Perikanan Tangkap di Kabupaten Halmahera Utara

2.4.1 Potensi sumberdaya ikan Kabupaten Halmahera Utara Luas perairan Halmahera Utara adalah 19.536,02 Km 2 atau 76 dari luas wilayah keseluruhan mengandung berbagai sumber daya perikanan yang bernilai ekonomis penting. Berdasarkan data standing stock perikanan Halmahera Utara sebesar 89.865,69 tontahun, maka potensi lestari Maksimum Sustainable Yield, MSY yang dapat dimanfaatkan setiap tahun diperkirakan sebesar 26.946,41 tontahun dengan perincian sebagai berikut : 1 perikanan pelagis sebesar 17.986,44 tontahun, dan 2 perikanan demersel sebesar 71.879,25 tontahun. Perikanan laut di Halmahera Utara merupakan daerah sebaran jenis ikan pelagis dan demersel yang mempunyai nilai ekonomis penting. Beberapa Kecamatan seperti Kecamatan Galela, Loloda Utara, Tobelo dan Tobelo Selatan. merupakan daerah penangkapan jenis ikan komersial, seperti cakalang, tuna, kerapu, kakap merah, baronang. Potensi perikanan di wilayah Kabupaten Halmahera Utara diperkirakan sebesar 89.865,69 tontahun. Pada tahun 2008 produksi perikanan laut dapat mencapai sebesar 14.686,581 ton. Secara keseluruhan jenis ikan ekonomis penting yang terdapat dalam sumber daya alam laut di Kabupaten Halmahera Utara yang ekonomis penting yaitu : cakalang Katsuwonus pelamis, tatihumadidihang Thunnus albacores, mata besar Thunnus abesus, albacore Thunnus alalunga, layang Decapterus spp, kembung Rastreliger sp, lemuru Clupea spp, Puri Stolephorus spp, komo Auxis spp, bubara Caranx spp, julung Hanirhampus sp,ikan terbang Cypsilerus sp peperek Leiognathus sp, beleso Sameda sp, biji nangka Upeneus spp, gerot-gerot Prada tyas spp, ikan merah Lutjanus spp, kerapu Ephynephelus sp, suwangi Priocathus sp, kakap Lotes spp, cucut Hemigalerus sp, pari Trygen sp, bawal hitam Pormia niger, bawal putih Panpus argentus, alu-alu Siganus sp, jenis – jenis bukan ikan won fish, krustasea, moluska, echinodermata dan rumput laut, serta terumbu karang.