1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kawasan  pesisir  Kabupaten  Halmahera  Utara  terutama  kawasan  pesisir Teluk  Kao  memiliki  kekayaan  sumberdaya  hayati  dan  non-hayati  yang  cukup
tinggi.    Keanekaragaman  dan  kekayaan  sumberdaya  tersebut    memberikan manfaat  ekologis  dan  ekonomi  yang  sangat  besar  bagi  kesejahteraan  masyarakat
dan  keberlanjutan  usaha.    Berbagai  biota  laut  berkembang  di  kawasan  tersebut, antara lain: mangrove, terumbu karang,  lamun, dan potensi beberapa sumberdaya
ikan  ekonomis  penting,  seperti  ikan  teri,  teripang,  dan  cumi-cumi.  Potensi sumberdaya ikan yang terdapat di wilayah perairan Teluk Kao merupakan sumber
matapencarian utama bagi masyarakat  nelayan yang menetap di sepanjang Teluk Kao.    Kawasan  tersebut  menjadi  wilayah  penangkapan  dan  budidaya  ikan  yang
cukup potensial bagi masyarakat yang ada di sekitar.
Selain  sumberdaya  hayati  laut,  kawasan  Teluk  Kao  juga  memiliki kekayaan  sumberdaya  non  hayati  yang    terdiri  dari  berbagai  jenis  mineral  bahan
tambang, yang memiliki nilai ekonomi tinggi, terutama emas dan perak.  Besarnya potensi  emas  di  kawasan  tersebut  menjadi  daya  tarik  berbagai  pihak  untuk
mengeksploitasi  baik  secara  legal  maupun  ilegal.    Mineral  tersebut  telah dieksploitasi  sejak  tahun  1998  oleh  PT.  Nusa  Halmahera  Mineral      PT.NHM
dengan  luas  wilayah  tambang  1.672.968  ha.    Disamping  itu  juga  ada penambangan  emas  ilegal  yang  dilakukan  oleh  masyarakat  penambangan  emas
tanpa izin PETI.
Besarnya  manfaat  ekonomi  dari  eksploitasi  bahan  mineral  tersebut kemungkinan besar tidak akan dapat menutupi dampak negatif  yang ditimbulkan
bagi  lingkungan  dan  kesehatan  masyarakat  sekitarnya  jika  tidak  dikelola  dengan baik.  Proses  penambangan  dan  ekstraksi  mineral  terutama  emas  yang
menggunakan berbagai bahan kimia berupa merkuri Hg dan sianida CN dapat merusak    lingkungan  dan  berbahaya  bagi  kesehatan  manusia.    Dalam  proses
ekstrasi  emas  dan  perak  dari  batuan,  PT.NHM    pada  bagian  hulu  Desa  Kobok menggunakan  CN,  sedangkan  pada  bagian  hulu  desa  Tabobo  terdapat
penambangan  emas  tanpa  izin  PETI  yang  menggunakan  Hg  dalam  pengolahan emas  dan  perak.    Kedua  bahan  kimia  tersebut  akan  menjadi  limbah  bersama
dengan  lumpur  dan  dibuang  di  sepanjang  sungai  kemudian  bermuara  perairan Teluk Kao.
Randu dari Media Relation  Communication Wahana Lingkungan Hidup Indonesia  WALHI  melalui  siaran  persnya  pada  tanggal  3  Maret  2007
mengemukakan  bahwa  sumber  penghidupan  masyarakat  nelayan  di  Teluk  Kao semakin  sulit  karena  adanya  pencemaran  bahan-bahan  kimia  Hg  dan  CN  yang
berasal  dari  proses  penambangan  emas  di  sekitarnya.  Sebelum  beroperasi P.T.NHM  setidaknya terdapat 150 unit bangan yang beroperasi di Teluk Kao dan
menghasilkan  sekitar  3-6  ton  ikan  teri  per  unit  bagan  setiap  hari.    Setiap    unit bagan di  Teluk  Kao dapat  memperkerjakan sekitar 15 orang dengan penghasilan
Rp  200.000  per  oranghari.    Dengan  tidak  beroperasinya  bagan  akibat  hilangnya ikan  teri  di  Teluk  Kao  dewasa  ini,  maka  semakin  berkurangnya  hasil  tangkapan
nelayan  setempat  sampai  75  dan  diperkirakan  sekitar    2.250  nelayan  tidak melakukan aktivitas melaut lagi.
Berdasarkan  laporan Dinas Kelautan dan Perikanan 2007, sedimen yang masuk  ke  Teluk  Kao  diduga  mengandung  bahan  pencemar  logam  berat  Hg  dan
CN  yang  telah  melebihi  ambang  batas  yang  diperbolehkan,  sehingga  daerah tersebut semakin sulit untuk dikembangkan sebagai daerah penangkapan ikan dan
kegiatan budidaya ikan.  Pemasalahan dari bahan kimia toksik ialah karena tidak dapat  didegradasi  secara  alamiah,  sehingga  dapat  menyebabkan  toksik  terhadap
ikan  dan  organisme  laut  lainnya.  Halsted  1972  menyatakan  kehidupan organisme  pada  lokasi  laut  yang  tercemar  oleh  bahan  kimia  toksik  ini  biasanya
semakin sedikit berkurang.  Lebih lanjut dilaporkan bahwa ikan yang tertangkap di  daerah  yang  tercemar  tersebut  ditemukan  memiliki  tumor  pada  bagian
badannya  dan  juga  luka-luka  erosi  yang  disebabkan  oleh  bahan  kimia  toksik. Hutagalung 1984, menyatakan bahwa logam berat  yang terkonsumsi oleh biota
laut  termasuk  ikan  konsumsi  akan  mengalami  bioakumulasi  di  dalam  tubuhnya. Jika  biota  atau  ikan  tersebut  dikonsumsi  oleh  manusia,  maka  akumulasi  logam
yang cukup tinggi dapat menyebabkan berbagai jenis penyakit dan kematian.
Isu pencemaran oleh logam berat di Teluk Kao semakin banyak mendapat perhatian  masyarakat.    Hal  ini  menimbulkan  keresahan  masyarakat  akan  terjadi
kasus-kasus  seperti  terjadi  pada  masyarakat  Teluk  Buyat  di  Sulawesi  Utara. Kegiatan  pertambangan  emas  akan  selalu  dihadapkan  pada  permasalahan  sosial
ekonomi  akibat  dampak  yang  ditimbulkan  bahan  pencemar  logam  berat  Hg  dan CN,  karena  akan  berpengaruh  terhadap  produksi  perikanan  dan  juga  dapat
mempengaruhi kesehatan manusia.  Tingginya kandungan kedua logam   berat Hg dan  CN  dapat  menimbulkan  dampak  biologi  yang  serus  karena  logam  berat
tersebut  terkontaminasi  dan  terakumulasi  pada  tubuh  biota  laut  melalui  rantai makanan.   Bahaya yang besar bagi manusia dalam bentuk methyl merkuri  akan
masuk  ke  tubuh  lewat  air  ,  ikan,  susu  dan  bahan  makanan  yang  terkontaminasi. Senyawa  beracun ini bisa juga menyebabkan berbagai penyakit termasuk kanker
hingga  mengakibatkan  kecacatan  dan  kematian,  karena  tingkat  penyerapannya
tinggi ke dalam tubuh.
Berdasarkan  uraian  di  atas,  maka  penulis  tertarik  untuk  melakukan  suatu studi  yang  sistematis  melalui  kegiatan  penelitian  untuk  mengetahui  kandungan
logam  berat  Hg  dan  CN  di  perairan  Teluk  Kao  dan  dalam  tubuh  ikan  hasil tangkapan  nelayan  Teluk  Kao.    Dengan  demikian,  masyarakat,  pemerintah  dan
stekeholders lainnya memperoleh informasi yang lengkap dan akurat apakah  hasil tangkapan nelayan  dari Teluk Kao masih layak dikonsumsi atau tidak.
1.2 Perumusan Masalah