tangkap  yang  sama.    Komposisi  jenis  dan  jumlah  ikan  ini  terkait  erat  dengan kondisi  ekologis  Tanjung  Taolas  yang  ditumbuhi  oleh  hutan  bakau  dan  terumbu
karang.  Dengan kondisi terumbu karang dan hutan bakau yang masih baik, maka kemungkinan  besar  perairan  menjadi  lebih  subur,  sehingga  akan  membentuk
daerah  penangkapan  yang  potensial.    Dugaan  tersebut  sesuai  dengan  pendapat Suproyono 2007 yang menyatakan bahwa terumbu karang merupakan ekosistem
laut yang sangat tinggi  produktivitasnya dan merupakan habitat yang cocok untuk berbagai jenisspesies ikan.
Kondisi  ekologis  perairan  Teluk  Kao  sangat  didukung  oleh  kondisi  fisik hutan  bakau  dan  terumbu  karang  yang  masih  bagus,  khususnya  sekitar  Tanjung
Taolas  Lampiran  2.    Hal  ini  akan  menjadi  salah  satu  penentu  tingkat keberhasilan  recruitment  dan  kelimpahan  sumberdaya  ikan.  Berdasarkan
penuturan nelayan setempat, perairan Teluk Kao merupakan daerah penangkapan yang  cukup  baik  hingga  tahun  1998  dengan  hasil  tangkapan  yang  bernilai
ekonomis penting seperti ikan teri, teripang, udang, kakap merah, cumi-cumi dan sebagainya.    Namun  demikian,  dewasa  ini  nelayan  semakin  sulit  memperoleh
hasil  tangkapan  yang  banyak,  bahkan  beberapa  jenis  ikan  tertentu  jarang tertangkap.  Akibatnya sebagian nelayan Teluk Kao beralih profesi ke usaha lain
karena  mereka  beranggapan  bahwa  usaha  penangkapan  kurang  menjanjikan. Pernyataan nelayan ini ternyata sesuai dengan pengamatan di lapangan bahwa alat
tangkap  bagan  yang  telah  rusak  tidak  diperbaiki  lagi,  dan  dibiarkan  hancur  oleh nelayan sehingga bekas-bekasnya  cukup banyak  ditemukan di  sepanjang  tanjung
Taolas dan Akesone.
4.2 Kandungan Logam Berat dan Sianida di Perairan Teluk Kao
Perairan  Teluk  Kao  diduga  sangat  rentan  terhadap  pencemaran  logam berat  yang  berasal  dari  kegiatan  penambangan  emas  yang  terdapat  di  sekitar
perairan  tersebut  Desa  Tabobo.    Jika  hal  ini  terbukti,  maka  kelimpahan  ikan akan  berkurang  dan  akhirnya  dapat  mengancam  mata  pencaharian  nelayan  yang
beroperasi  di  perairan  Teluk  Kao.  Bahkan  perairan  yang  kandungan  logam beratnya  telah  melampaui  batas  ambang  threshold  yang  diperbolehkan  dapat
menyebabkan  kematian  massal  bagi  ikan  seperti  halnya  pada  berbagai  kasus  di
perairann Indonesia. Penambangan emas di sekitar perairan Teluk Kao dilakukan sejak  tahun  1998  dalam  skala  besar  oleh  perusahaan  multinasional,  yaitu  PT.
NHM dan PETI. PT. NHM melakukan ekstrasi emas dengan logam berat sianida CN,  sedangkan  PETI  menggunakan  merkuri  Hg.  Dengan  minimnya
pengolahan  limbah  yang  dilakukan  oleh  kedua  perusahaan  tersebut,  maka berbagai  lembaga  swadaya  masyarakat  LSM  telah  mulai  mempertanyakan
kualitas  perairan  Teluk  Kao.  Kekhawatiran  ini  sangat  beralasan  karena  sungai- sungai yang mengalir melewati kedua lokasi penambangan semuanya bermuara ke
Teluk Kao.  Dengan demikian, limbah berupa Hg dan CN yang digunakan untuk mengekstrak emas pada akhirnya akan bermuara ke perairan Teluk Kao.
Kajian  tentang  kandungan  logam  berat  merkuri  Hg  pernah  dilakukan oleh Edward 2006 sedangkan untuk kandungan  sianida CN di perairan Teluk
Kao belum pernah dilakukan, baik sebelum maupun sesudah PT. NHM dan PETI beroperasi.  Penelitian  ini  diharapkan  dapat  memberikan  informasi  tentang
kandungan Hg dan CN di perairan Teluk Kao, termasuk kandungan yang terdapat dalam tubuh ikan yang tertangkap dari perairan tersebut.
Berdasarkan  uji  laboratorium  terhadap  air  laut,  kadar  Hg  pada  2  stasiun pengamatan  Tanjung  Taolas  dan  Akesone  adalah  sama,  yaitu  0.0002  ppm,  dan
kadar  CN  0,001  ppm    baik  di  Tanjung  Taolas  maupun  Akesone  Lampiran  3. Konsentrasi  merkuri  Hg  dan  sianida  CN  di  Teluk  Kao  masih  dapat
dikategorikan  pada  level  rendah,  jika  dibandingkan  dengan  baku  mutu  air golongan  C  sesuai  Kep-20MENKLHI1990  Lampiran  4,  tentang  pedoman
penetapan baku mutu lingkungan untuk air golongan C yaitu 0,002 ppm untuk Hg dan 0,02 ppm untuk CN.
Kandungan  merkuri  Hg  dari  hasil  penelitian  ini  lebih  kecil  jika dibandingkan  dengan  hasil  penelitian  yang  dilakukan  oleh  Eduward  2006
sebesar 0,001 ppm. Hal  ini dimungkinkan karena waktu  pengambilan sampel air dilakukan pada musim  hujan. Dharmono 1995  menyatakan bahwa pada musim
hujan,  kandungan  logam  dalam  air  akan  lebih  kecil  karena  proses  pelarutan, sedangkan pada musim kemarau kandungan logam akan lebih tinggi karena logam
menjadi terkosentrasi.
Berdasarkan  hasil  penelitian  ini  maupun  penelitian  terdahulu  ternyata kandungan  merkuri  Hg  dalam  air  laut  masih  di  bawah  nilai  ambang  batas.
Namun menurut asumsi peneliti, apabila penambangan emas dan perak di daerah ini berjalan terus tanpa pengolahan penanganan limbah yang baik, maka bukan
tidak  mungkin  kandungan  Hg  dan  CN  pada  perairan  Teluk  Kao  akan  terus meningkat dan terakumulasi hingga melebihi nilai ambang batas.
Keberadaan  logam  berat  yang  masih  dalam  kategori  rendah  dalam  suatu perairan tidak selalu mengindikasikan bahwa kandungan logam berat dalam tubuh
ikan  juga  masih  rendah.    Bahkan  menurut  Suproyono  2007,  kadar  logam  berat dalam  tubuh  ikan  dan  tumbuhan  yang  terdapat  di  perairan  dapat  mencapai
100.000 kali lebih tinggi ibandingkan dengan kadar logam berat di dalam perairan itu sendiri.  Dari hasil penelitiaan Diniah  1995 juga  membuktikan hal ini, kadar
Hg dalam perairan Teluk  Jakarta  sebesar 0,00216 ppm, namun  dalam   daging ikan kadar  Hg mencapai  0,80448 ppm.  Hal  ini  disebabkan   bahan  kimia  di
perairan    akan    diabsorbsi    organisme    melalui      proses    biokosentrasi, bioakumulasi    dan    biomanifikasi  sehingga  kosentrasi  bahan  kimia  akan
meningkat  dalam  tubuh  organisme  dibandingkan  dengan  perairan  itu  sendiri Connell  Miller 1984 ; Rand  Petrocelli 1985.
4.3 Kandungan Logam Berat dan Sianida dalam Tubuh Ikan
4.3.1  Kandungan merkuri Hg dalam tubuh ikan
Analisis  kandungan  logam  dan  bahan  kimia  pada  biota    sangat  penting dalam  memonitor  pencemaran  dalam  perairan.  Uji    laboratorium  dilakukan
terhadap  empat  jenis  ikan  yang  dominan  tertangkap  di  dua  stasiun  pengamtan, yaitu  terhadap  ikan  kakap  merah,  belanak,  udang  putih  dan  ikan  biji  nangka.
Lampiran  5.    Hasilnya  menunjukkan  bahwa  logam  berat  merkuri  Hg ditemukan pada bagian daging ikan, baik untuk ikan yang tertangkap dari Tanjung
Taolas  maupun  dari  Tanjung  Akesone.    Kadar  merkuri  pada  daging  ikan  yang tertangkap dari Tanjung  Taolas paling tinggi  pada ikan kakap merah 0,12 ppm
dan kemudian menyusul pada ikan biji nangka 0,03 ppm dan paling rendah pada udang putih 0,002 ppm. Pola yang sama juga terlihat pada ikan biji nangka dan
udang putih yang tertangkap dari Tanjung Akesone, yang mana kadar merkurinya