Kandungan merkuri Hg dalam tubuh ikan

Tabel 7. Kadar merkuri yang terdapat pada bagian-bagian hati ikan belanak berkisar 0,16 – 0,36 ppm dengan rata-rata 0,25 ppm, sedangkan pada bagian daging berkisar 0,05 – 0,25 ppm dengan rata-rata 0,13 ppm. Hal ini berarti bahwa kadar merkuri yang terkandung pada bagian hati ikan belanak lebih tinggi dibandingkan dengan bagian daging, sama halnya dengan ikan kakap merah. Kadar merkuri tertinggi pada bagian hati terdapat pada B2 36, sedangkan paling rendah terdapat pada bagian B3 16. Pada bagian daging ikan belanak, kadar merkuri tertinggi terdapat pada B4 47, sedangkan paling rendah terdapat pada bagian B1 9. Tabel 6 Komposisi merkuri Hg pada bagian hati dan daging kakap merah yang tertangkap dari Tanjung Taolas Sampel Hati Daging Kosentrasi ppm Kosentrasi ppm A1 A2 A3 A4 0,20 0,22 0,13 0,38 22 24 14 41 0,06 0,15 0,19 0,06 13 33 41 13 Jumlah 0,93 100 0,46 100 Rata-rata 0,23 0,12 Ket. A1-A4 ; penomoran sampel daging ikan kakap merah Sumber : Hasil olahan data Tabel 7 Komposisi merkuri Hg pada hati dan daging ikan belanak yang tertangkap dari Tanjung Akesone Sampel Hati Daging Kosentrasi ppm Kosentrasi ppm B1 B2 B3 B4 0,27 0,36 0,16 0,20 27 36 16 20 0,05 0,09 0,14 0,25 9 17 26 47 Jumlah 0,99 100 0,53 100 Rata-rata 0,25 0,13 Ket. B1-B4 : penomoran sampel daging ikan belanak Sumber : Hasil olahan data Kadar merkuri pada bagian hati dan daging ikan biji nangka yang tertangkap dari Tanjung Taolas dan Tanjung Akesone dapat dilihat pada Tabel 8. Kandungan merkuri pada bagian hati ikan biji nangka lebih tinggi dibandingkan dengan yang ditemukan pada bagian daging. Tabel 8 Komposisi merkuri Hg pada hati dan daging ikan biji nangka yang tertangkap dari Tanjung Taolas C1 dan Akesone C2 Sampel Hati Daging Kosentrasi ppm Kosentrasi ppm C1 C2 0,51 0,45 53 47 0,04 0,03 57 43 Rata-rata 0,48 100 0,04 100 Ket. CI-C2 : Penomoran sampel daging ikan biji nangka Sumber : Hasil olahan data Kadar merkuri yang ditemukan pada bagian hati ikan kakap merah, belanak, dan biji nangka pada umumnya lebih tinggi dibandingkan dengan bagian daging ikan. Rata-rata kadar merkuri pada bagian hati ikan biji nangka lebih tinggi dibandingkan dengan ikan kakap merah dan belanak Gambar 8. Akan tetapi, kadar Hg pada bagian daging ikan biji nangka lebih rendah dibandingkan dengan ikan kakap merah dan belanak. Ikan yang tertangkap dari perairan Tanjung Taolas dan Akesone telah mengandung merkuri. Kandungan merkuri pada ikan yang tertangkap di Tanjung Akesone lebih tinggi dibandingkan dengan yang ditemukan di Tanjung Taolas. Hal ini kemungkinan besar diakibatkan karena Tanjung Akesone merupakan muara Sungai Tabobo yang pada bagian hulunya sering dilakukan ekstrasi emas oleh PETI dengan menggunakan merkuri. Konsentrasin merkuri pada kedua lokasi pengamatan ini masih di bawah batas yang diperbolehkan. WHO menetapkan nilai batas ambang merkuri dalam kondisi masih aman dalam tubuh ikan sebesar 0,5 ppm . Namun demikian, berdasarkan pengamatan terhadap bagian daging ikan, ternyata kadar merkuri masih aman dikonsumsi. Namun demikian, kadar merkuri yang terdapat pada bagian hati ikan biji nangka yang tertangkap dari Tanjung Akesone telah melampaui batas aman yang berlaku, yaitu 0,51 ppm Gambar 8. Meskipun jumlah merkuri yang diserap oleh tubuh ikan masih tergolong kategori kecil, namun logam ini ternyata sangat berbahaya. Hal ini disebabkan senyawa-senyawa merkuri dapat memberikan efek racun terhadap banyak fungsi organ yang terdapat dalam tubuh ikan. Pada penelitian ini logam merkuri pada bagian hati ikan lebih tinggi dibandingkan pada daging. Hasil ini juga sama seperti beberapa penelitian mengenai bioakumulasi merkuri dalam jaringan yang bagian hati ikan kakap merah berkisar 6,6-18,0 ppm dengan rata-rata 12,3 ppm. Hal ini berarti bahwa kadar sianida tetap lebih tinggi pada bagian hati dibandingkan dengan pada bagian daging ikan. Tabel 9 Komposisi sianida CN pada bagian hati dan daging ikan kakap merah yang tertangkap dari Tanjung Taolas Sampel Hati Daging Kosentrasi ppm Kosentrasi ppm K1 K2 18,0 6,6 73 27 5,0 6,6 43 57 Jumlah 24,6 100 11,6 100 Rata-rata 12,3 5,8 Sumber : Hasil olahan data Komposisi kadar logam berat sianida CN pada bagian hati dan daging ikan belanak yang tertangkap dari Tanjung Akesone disajikan pada Tabel 10. Kadar sianida pada bagian daging ikan belanak cukup bervariasi dari 4,2-7,2 ppm, sedangkan pada bagian hati relatif homogen, yaitu 6,0 ppm. Kadar sianida yang ditemukan pada bagian hati ikan kakap merah Tabel 9 dan belanak Tabel 10 pada umumnya lebih tinggi dibandingkan dengan bagian daging ikan. Rata-rata kadar sianida pada bagian hati ikan kakap merah yang tertangkap di Tanjung Taolas lebih tinggi dibandingkan dengan ikan belanak yang tertangkap di Tanjung Akesone. Akan tetapi, rata-rata kadar sianida pada bagian daging kedua jenis ikan tersebut hampir sama, yaitu 5,8 ppm untuk ikan kakap merah dan 5,7 ppm untuk ikan belanak Tabel 9 dan Tabel 10. Tabel 10 Komposisi sianida CN pada bagian hati dan daging ikan belanak yang tertangkap dari Tanjung Akesone Smpel Hati Daging Kosentrasi ppm Kosentrasi ppm B1 B2 6,0 6,0 50 50 4.2 7.2 37 63 Jumlah 12,0 100 11.4 100 Rata-rata 6.0 5.7 Sumber : Hasil olahan data fisik dan kimiawi dan selanjutnya disebarkan ke seluruh tubuh ikan dan sebagian disimpan sebagai cadagan energi dalam hati ikan dan sebagai organ detoksifikasi. Pada percobaan terhadap gas HCN pada tikus didapatkan kadar sianida tertinggi adalah pada paru diikuti oleh hati kemudian otak. Sebaliknya, bila sianida CN masuk melalui system pencernaan makanan maka kadar yang tertinggi adalah di hati ATSDR, 2006.

4.4 Tingkat Kelayakan Ikan Konsumsi

Kadar merkuri Hg yang ditemukan pada bagian daging ikan kakap merah berkisar 0,06 –0,19 ppm, belanak 0.05–0.25 ppm, dan biji nangka 0,03-0,04 ppm Lampiran 8a . Adapun rata-rata kandungan merkuri pada bagian daging ikan yang tertangkap dari perairan Tanjung Taolas dan Akesone dapat dilihat pada Tabel 6, Tabel 7 dan Tabel 8. Pada Tabel 6 juga disajikan rata-rata kandungan merkuri yang terdapat pada bagian hati ikan yang tertangkap dari perairan Tanjung Taolas dan Akesone. Mengacu pada standar WHO diacu dalam Darmono 2008 tentang jumlah merkuri yang boleh masuk ke tubuh manusia berdasarkan PTWI Provisional Toreable Intake, maka jumlah merkuri yang diperbolehkan masuk ke dalam tubuh manusia selama satu minggu adalah 0,3 ppm total merkuri atau 0,2 ppm metal merkuri per minggu per 70 kg berat badan atau 0,04 ppmhari. Nilai ambang threshold yang aman untuk kandungan merkuri pada tubuh ikan konsumsi yaitu sebesar 0.5 ppm. Dengan demikian, daging ikan kakap merah, belanak, biji nangka, dan udang yang tertangkap dari kedua lokasi penangkapan masih layak dikonsumsi Tabel 11. Pada bagian hati ikan kakap merah, belanak dan biji nangka ditemukan merkuri dengan konsentrasi yang lebih tinggi dibandingkan pada bagian daging. Rata-rata kadar merkuri pada bagian hati ikan yang tertangkap dari perairan Tanjung Taolas dan Akesone selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 11. Berdasarkan komposisi kadar merkuri yang terdapat pada bagian hati ikan, yang dibandingkan dengan ketentuan batas ambang yang dikeluarkan WHO, maka bagian hati ikan biji nangka tidak layak lagi dikonsumsi, sedangkan bagian hati ikan kakap merah dan belanak masih layak dikonsumsi Tabel 11. Kandungan merkuri yang ditemukan pada bagian hati ikan biji nangka telah melebihi ketentuan nilai maksimum sebagaimana disyaratkan oleh WHO. Kadar merkuri yang ditemukan pada bagian hati rata-rata sebesar 0,51 ppm, padahal batas maksimum yang diperbolehkan hanya 0,5 ppm. Hal ini mengindikasikan bahwa bagian hati ikan biji nangka sebenarnya tidak layak lagi untuk dikonsumsi. Oleh karena itu, bila warga masyarakat mengkonsumsi ikan yang tertangkap dari Teluk Kao, sebaiknya agar tidak mengkonsumsi bagian hati ikan. Dengan kata lain, ikan harus dibersihkan dan hatinya dibuang, cukup mengkonsumsi dagingnya saja. Tabel 11 Kadar merkuri Hg pada bagian daging dan hati ikan, kaitannya dengan tingkat kelayakan konsumsi No Jenis Ikan Rata-rata kadar Hg ppm pada ikan Treshold Hg ppm Tingkat kelayakan konsumsi ikan Daging Hati Daging Hati 1 2 3 4 Kakap Merah Belanak Biji Nangka Udang Putih 0,12 0,13 0,03 0,02 0,23 0,25 0,51 - 0,5 Layak Layak Layak Layak Layak Layak Tidak layak - Sumber : Hasil olahan data Sebagian besar penduduk yang bermukim di desa-desa sekitar wilayah pertambangan emas di Desa Tabobo sangat bergantung pada ikan sebagai sumber protein. Hal ini menunjukan bahwa mereka memakan ikan yang diperoleh dari perairan Teluk Kao. WHO telah menetapkan jumlah merkuri yang boleh masuk ke tubuh manusia berdasarkan PTWI Provisional Toreable Weekly Intake. Jumlah merkuri yang diperbolehkan masuk ke dalam tubuh manusia selama satu minggu adalah 0,3 ppm total merkuri atau 0,2 ppm metil merkuri per minggu per 70 kg berat badan. Berdasarkan ketentuan tersebut, maka seseorang yang berat tubuhnya sekitar 70 kg hanya diperbolehkan memakan ikan yang telah mengandung merkuri sebesar 1 ppm dengan jumlah 300 gram per minggu. Kadar sianida CN yang ditemukan pada bagian daging ikan kakap merah berkisar 5,0 –6,6 ppm, belanak 4,2–7,2 ppm, dan udang putih 6,2-9,7 ppm Lampiran 8b. Adapun rata-rata kandungan sianida pada bagian daging ikan yang tertangkap dari perairan Tanjung Taolas dan Akesone dapat dilihat pada Tabel 9 dan Tabel 10. Pada Tabel 9 juga disajikan rata-rata kandungan sianida yang terdapat pada bagian hati ikan yang tertangkap dari perairan Tanjung Taolas dan Akesone. Mengacu pada standar ATSDR 2006 tentang jumlah sianida yang boleh masuk ke tubuh manusia berdasarkan PTWI Provisional Toreable Intake, maka jumlah sianida yang diperbolehkan masuk ke dalam tubuh manusia selama satu hari adalah 0,02 ppm untuk sianida dan 0,05 ppm untuk potassium sianida. Nilai ambang threshold yang aman untuk kandungan sianida pada tubuh ikan konsumsi yaitu berkisar 1,52 ppm – 4,5 ppm WHO, 2004. Dengan demikian, daging ikan kakap merah, belanak, biji nangka, dan udang yang tertangkap dari kedua lokasi penangkapan tidak layak dikonsumsi Tabel 12. Tabel 12 Kadar sianida CN pada bagian daging dan hati ikan, kaitannya dengan tingkat kelayakan konsumsi No Jenis Ikan Rata-rata kadar CN ppm pada ikan Treshold CN ppm Tingkat kelayakan konsumsi ikan Daging Hati Daging Hati 1 2 3 Kakap Merah Belanak Udang Putih 5,8 5,7 7,3 12,3 6,0 - 4,5 Tdk layak Tdk layak Tdk layak Tdk layak Tdk layak - Sumber : Hasil olahan data Pada bagian hati ikan kakap merah, belanak dan biji nangka ditemukan sianida dengan konsentrasi yang lebih tinggi dibandingkan pada bagian daging. Rata-rata kadar sianida pada bagian hati ikan yang tertangkap dari perairan Tanjung Taolas dan Akesone selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 12. Beberapa jenis sianida yang terdapat di dalam perairan akan menjadi senyawa yang sangat berbahaya jika terakumulasi pada tumbuhan dan zooplankton. Dengan demikian, kemungkinan besar juga akan diserap oleh ikan herbivore, ikan-ikan karnivor dan pada akhirnya manusia sesuai dengan proses rantai makanan. Dampaknya selain pada biota air juga dapat berpengaruh pada manusia yang mengkonsumsi biota yang mati seperti ikan, kerang dan udang, karena senyawa racun dalam tubuh ikan akan terakumulasi dalam tubuh manusia. Hal ini juga diperkuat dengan dua hasil kajian terdahulu yang yang menyatakan bahwa dengan kosentrasi CN 0,05 mgdl atau 0,05ppm dalam darah akan menimbulkan efek keracunan bagi tubuh dan jika kosentrasi diatas 0,3mgDl akan menyebabkan kematian ATSDR, 2004. Sianida sejak lama terkenal sebagai racun karena dapat mengganggu fungsi otak, jantung, dan menghambat jaringan pernapasan, sehingga terjadi asphyxia, yaitu orang menjadi seperti tercekik dan cepat diikuti oleh kematian. Keracunan kronis menimbulkan malaise dan iritasi. Oleh karena itu, pencemaran perairan akibat limbah sianida seringkali menjadi perhatian khusus bagi banyak pihak. Walaupun efek toksik logam berat dan zat kimia sulit sekali dideteksi pada manusia karena reaksi ini tidak terjadi segera setelah logam berat atau zat kimia masuk ke tubuh. Berbagai kelainan seperti tumor, kelainan janin, kerusakan hati atau ginjal, timbul lama mungkin bertahun-tahun setelah pencemaran kronis. Pada waktu itupun hubungan kausal tidak dapat ditentukan kasus demi kasus, karena kelainan tersebut juga dapat terjadi secara spontan dan mirip penyakit. Hal ini hanya dapat dihubungkan secara asosiatif dalam studi epidemiologik. Dalam ketidakpastian seperti ini maka cara yang terbaik menghindari keracunan ialah dengan menghindari sumber-sumber air, makanan dan udara dari logam berat dan zat-zat kimia yang sangat berbahaya bagi manusia. 5 KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah : 1 Kandungan merkuri Hg dan sianida CN di perairan Teluk Kao masih tergolong rendah atau di bawah baku mutu. 2 Kandungan merkuri Hg dan Sianida CN pada ikan konsumsi yang ditangkap di sekitar Teluk Kao paling tinggi terakumulasi di organ hati dibandingkan daging. 3 Ikan kakap merah, ikan belanak, udang putih, dan hati ikan biji nangka yang tertangkap di Teluk Kao sekitar Tanjung Taolas dan Tanjung Akesone berada pada tingkat yang kritis membahayakan bila dikonsumsi dengan cara pengolahan yang kurang baik.

5.2 Saran

Berdasarkan hasil diperoleh dari penelitian ini, maka perlu disarankan beberapa hal berikut: 1 Perlu dilakukan penelitian mengenai dampak konsumsi ikan di Teluk Kao terhadap kesehatan Masyarakat 2 Perlu dilakukan kajian terhadap cara-cara penggolahan ikan sebelum dikonsumsi untuk menggurangi resiko bahaya keracunan akibat telah terkontaminasi dengan logam berat merkuri dan sianida. 3 Pemerintah harus melakukan koordinasi antara instansi terkait, termasuk dengan pihak PT. NHM dan PETI dalam pengelolaan limbah dan monitoring kualitas lingkungan. 4 Pemerintah harus segera melakukan tindakan mitigasi dan pemantauan terhadap lingkungan Teluk Kao. DAFTAR PUSTAKA Acha, D., V., Iniguez, M. Roulet, J-R. D. Guimares, R. Luna, L. Alanoca, S. Sanchez. 2004. Methylmercury and sulfate-reducing bacteria in the floating macrophyte rizohere from an Amazonian floodplain lake, Bolivia. RMZ- Materials and Geoenvironment 511. ACIGH. 2001. Hydrogen cyanide and cyanide salts In: Doumentation of the threshold values and biological exposure indices, 8 th ed. Cincinnati, OH, American Conference of Govermmental Industrial Hygienist. pp 1-6. AMDAL. 2006. Analisa Dampak Lingkungan Gosowong Selatan,P.T. Nusa Halmahera Mineral, Tobelo, Halmahera Utara. Baker, R. F., P.J. Blanchfield, M.J. Paterson, R.J. Flett, L. Wesson. 2004. Evaluation of nonlethal methods for the analysis of mercury in fish tissue. Transac. Am. Fish. Soc. 133: 568-576. Barmawidjaya, D.M., A.F.M De jong, K. Van der Borg, W.A. Van der Kaars, W.J. Zachariasse, 1989. Kao bay, Halmahera, alate guarternary palaeo Environmental Record of a poorly ventilated Net. J. Sea Res, Vol. 24 4 : 591-605 Bergeron, C. M., R. P. Mason, E. Porter, 2004. The effect of sediment resuspension on the methylation and bioaccumulation of methylmereury into benthic and pelagic organisms. RMZ-Materials and Geoenvironment 511. Bishop, K., I. Bergman, Q. Tux, W. Frech, M. Nilson. 2004. The effect of chronic sulphur deposition on the seasonal variation of peat pore water methyimercury and the vertical distribution of sulphur reducing bacteria in a boreal mire. RMZMaterials and Geoenvironment 511: 815-818. Blanchette, M.C., T.P. Hynes, Y.T.J. Kwong, M.R. Anderson, G. Veinott, J.F. Payne, C. Stirling, P.J. Sylvester. 2001. A chemical and ecotoxicological assessment of the impact of marine tailings disposal Tailings and Mine Waste 01. Balkema, Rotterdam: 323-331. Blackwood GM, E.N. Ediger. 2006. Mineralogy and trace element relative solubility patterns of shallow marine sediments affected by submarine tailings disposal and artisanal gold mining. Buyat-Ratotok district, North Sulawesi, Indonesia. Environ Geol 2006, DOI 10.1007s00254-006-0517-5 Bustamante, P., V. Lahaye, C. Durnez, C. Churlaud, F. Caurant. 2006. Total and organic Hg concentrations in cephalopods from the North Eastern Atlantic waters: Influence of geographical origin and feeding ecology. Sci. Total Environ. 368:585-596. Celo, V., S.L. Scott, D.R.S. Lean. 2004. Abiotic methylation of mercury in the aquatic environment RMZ-Materials and Geoenvironment 511: 915-918. Connell, D. W. G. J. Miller. 1984. Chemistry and ecotoxicoloy of pollution. John Wiley Sons. Curry SC., M.W. Carlton, R.A. Raschke. 1997. Prevention of fetal and maternal cyanide toxicity from nitroprusside with coinfusion of sodium thiosulfate in gravid ewes. Anesth Analg 84:1121-1126. Darmono, 2008. Lingkungan hidup dan Pencemaran Hubungannya dengan Toksikologi Senyawa Logam, Universitas Indonesia , UI-Press,Jakarta. de Lacerda L.D. 2003. Updating global Hg emissions from small-scale gold mining and assessing its environmental impacts. Enviromental Geology 43, 308-314. de Lacerda L.D., W. Salomons. 1998. Mercury from gold and silver mining: a chemical time bomb? Springer-Verlag, Berlin, 1998,146 pp Desta, Z., R. Borgstrom, B.O. Rosseland, E. Dadebo. 2007. Lower than expected mercury concentration in piscivorous African sharptooth catfish Clarias gariepinus Burchell. Sci. Total Environ. 376:134-142. Dinas Kelautan dan Perikanan Halmahera Utara. 2007. Rencana tata ruang laut, pesisir dan pulau-pulau kecil di Kabupaten Halmahera Utara, Tobelo. Dinas Kelautan dan Perikanan Halmahera Utara. Diniah. 1995. Korelasi antara kandungan logam berat Hg, Cd dan Pb pada beberapa ikan konsumsi dengan tingkat pencemaran di perairan Teluk Jakarta. Tesis, Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Edward. 2008. Pengamatan Kadar Merkuri di Perairan Teluk Kao Halmahera DAN Perairan Anggai Pulau Obi Maluku Utara, Makara Sains Volume 12, No.2, November 2008: 97-101 EPA. 1978a. U.S. Environmental Protection Agency. Code of Federal Regulations. 40 CFR 116.4. EPA. 1987a. Extremely hazardous substances list and threshold planning quantities: Emergency planning and release notification requirements. U.S. Environmental Protection Agency. Fed Regist 52:13378-13410. Edinger, EN, dan P.R. Siregar. 2006. Blackwood GM. heavy metal concentrations in shllow marine sediments affected by submarine tailings disposal and artisanal gold mining, Buyat-Ratatotok district, North Sulawesi, Indonesia. Environ Geol 2006, DO[ 10.1007s00254-006-0506-8. Fleming, L.E., S. Watkins, R. Kaderman, B. Levin, D.R. Ayyar, M. Bizzio, D. Stephens, JA. Bean. 1995. Mercury exposure in humans through food consumption from the everglades of Florida Water, Air, and Soil Pollution 80:41-48. Gonzalez, P., Y. Dominique, J.P. Bourdineaud A. Boudou. 2004. Comparative effects of dietary methylmercury on gene expression in liver, skeletal muscle and brain of the zebra fish Danio rerio. Proceeding of the 7 th International Conference on Iviercury as a Global Pollutant ICMGP, Ljubljana, Slovenia, June 27-July 2,2004. Gorski, P.R., D.E. Armstrong J.P. Hurley. 2004. A bioassay framework for the study of methylmercury bioavailability to freshwater algae. Proceeding of the 7th International Conference on Mercury as a Global Pollutant ICMGP, Ljubljana, Slovenia, June 27-July 2, 2004. Halstead, B.W. 1972. Toxicity of marine organisms caused by polutanst in marine polutanst and sea life. Mario Ruivo ed. FAO. Fising NewBook Ltd Sureey England. 584-594. Harada, M. S. Nakachi, T. Cheu, H. Hamada, Y. Ono, T. Tsuda, K. Yanagida, T. Kizaki, H. Ohno. 1999. Monitoring of mercury pollution in Tanzania: relation between head hair mercury and health. The science of the total envronment 227:249-56. Hutagalung, H.P. 1984 Logam berat dalam lingkungan laut dalam. Ocean IX No. 1 Tahun 1984. Hal. : 12-19 Ikingura, J.P. H. Akagi. 1999. Methylmercury production and distribution in aquatic systems. Sci. Total Environ. 234: 109-118 JECFA. Joint FAOWHO Expert Committee on Food Additives 53rd Meeting. 1- 10 June 1999, Rome, http:www.-who.int.pcsiecfaliecfa.htm. JPHA. 2001. Preventive measures against environmental mercury pollution and its health effects, Japan Public Health Association, Japan, 112 pp Kambey, J.L., A.P. Farrel, LI. Bendell-Young. 2001. Influence of illegal gold mining on mercury levels in fish of Nort Sulawesi ’s Minahasa Peninsula Indonesia. Environ Pollut 2001; 114: 299-302. Karouw, M. 2001. Penelitian tentang limbah merkuri di Propinsi Sulawesi Utara selang tahun 2000 sampai 2001. Bapedalda Sulut Manado. Kinghorn, A., P. Solomon, H.M. Chan. 2007. Temporal and spatial trends of mercury in fish collected hi the English-Wabigoon river system in Ontario, Canada. Sci. Total Environ. 372: 615-623. Lasut, M.T H.F. Rares. 2006. Kondisi biogeokimia sedimen dalam proses produksi merkuri metil MeHg di perairan. Unpublihsed data.