Tabel  7.    Kadar  merkuri  yang  terdapat  pada  bagian-bagian  hati  ikan  belanak berkisar  0,16
–  0,36  ppm  dengan  rata-rata  0,25  ppm,  sedangkan  pada  bagian daging berkisar 0,05
– 0,25 ppm dengan rata-rata 0,13 ppm.  Hal ini berarti bahwa kadar  merkuri  yang  terkandung  pada  bagian  hati  ikan  belanak  lebih  tinggi
dibandingkan  dengan  bagian  daging,  sama  halnya  dengan  ikan  kakap  merah. Kadar  merkuri  tertinggi  pada  bagian  hati  terdapat  pada  B2  36,  sedangkan
paling rendah terdapat pada bagian B3 16.  Pada bagian daging ikan belanak, kadar merkuri tertinggi terdapat pada B4 47, sedangkan paling rendah terdapat
pada bagian B1 9. Tabel 6  Komposisi merkuri Hg pada bagian hati dan daging kakap merah yang
tertangkap dari Tanjung Taolas Sampel
Hati Daging
Kosentrasi ppm Kosentrasi ppm
A1 A2
A3 A4
0,20 0,22
0,13 0,38
22 24
14 41
0,06 0,15
0,19 0,06
13 33
41 13
Jumlah 0,93
100 0,46
100 Rata-rata
0,23 0,12
Ket. A1-A4 ; penomoran sampel daging ikan kakap merah Sumber : Hasil olahan data
Tabel 7   Komposisi  merkuri  Hg  pada  hati  dan  daging  ikan  belanak  yang tertangkap dari Tanjung Akesone
Sampel Hati
Daging Kosentrasi ppm
Kosentrasi ppm B1
B2 B3
B4 0,27
0,36 0,16
0,20 27
36 16
20 0,05
0,09 0,14
0,25 9
17 26
47
Jumlah 0,99
100 0,53
100 Rata-rata
0,25 0,13
Ket. B1-B4 : penomoran sampel daging ikan belanak Sumber : Hasil olahan data
Kadar  merkuri  pada  bagian  hati  dan  daging  ikan  biji  nangka  yang tertangkap dari Tanjung Taolas  dan Tanjung Akesone dapat dilihat pada Tabel 8.
Kandungan  merkuri  pada  bagian  hati  ikan  biji  nangka  lebih  tinggi  dibandingkan dengan yang ditemukan pada bagian daging.
Tabel 8  Komposisi  merkuri  Hg  pada  hati  dan  daging  ikan  biji  nangka  yang tertangkap dari Tanjung Taolas C1 dan Akesone C2
Sampel Hati
Daging Kosentrasi ppm
Kosentrasi ppm C1
C2 0,51
0,45 53
47 0,04
0,03 57
43 Rata-rata
0,48 100
0,04 100
Ket. CI-C2 : Penomoran sampel daging ikan biji nangka Sumber : Hasil olahan data
Kadar  merkuri  yang  ditemukan  pada  bagian  hati  ikan  kakap  merah, belanak, dan biji nangka pada umumnya lebih tinggi dibandingkan dengan bagian
daging  ikan.    Rata-rata  kadar  merkuri  pada  bagian  hati  ikan  biji  nangka  lebih tinggi  dibandingkan  dengan  ikan  kakap  merah  dan  belanak  Gambar  8.    Akan
tetapi,  kadar Hg pada bagian daging ikan biji  nangka lebih rendah dibandingkan dengan ikan kakap merah dan belanak.
Ikan  yang  tertangkap  dari  perairan  Tanjung  Taolas  dan  Akesone  telah mengandung merkuri.  Kandungan merkuri pada ikan yang tertangkap di Tanjung
Akesone  lebih  tinggi  dibandingkan  dengan  yang  ditemukan  di  Tanjung  Taolas. Hal  ini  kemungkinan  besar  diakibatkan  karena  Tanjung  Akesone  merupakan
muara  Sungai  Tabobo  yang  pada  bagian  hulunya  sering  dilakukan  ekstrasi  emas oleh PETI dengan menggunakan merkuri.
Konsentrasin merkuri pada kedua lokasi pengamatan ini   masih di bawah batas yang diperbolehkan.  WHO menetapkan nilai batas ambang merkuri dalam
kondisi  masih  aman  dalam  tubuh  ikan  sebesar 0,5  ppm
.  Namun  demikian, berdasarkan  pengamatan  terhadap  bagian  daging    ikan,  ternyata  kadar  merkuri
masih  aman  dikonsumsi.    Namun  demikian,  kadar  merkuri  yang  terdapat  pada bagian  hati  ikan  biji  nangka  yang  tertangkap  dari  Tanjung  Akesone  telah
melampaui batas aman yang berlaku, yaitu 0,51 ppm Gambar 8. Meskipun  jumlah  merkuri  yang  diserap  oleh  tubuh  ikan  masih  tergolong
kategori  kecil,  namun  logam  ini  ternyata  sangat  berbahaya.    Hal  ini  disebabkan senyawa-senyawa merkuri dapat memberikan efek racun terhadap banyak fungsi
organ  yang  terdapat  dalam  tubuh  ikan.    Pada  penelitian  ini  logam  merkuri  pada bagian  hati  ikan  lebih  tinggi  dibandingkan  pada  daging.    Hasil  ini  juga  sama
seperti beberapa penelitian mengenai  bioakumulasi  merkuri dalam jaringan  yang
bagian  hati  ikan  kakap  merah  berkisar  6,6-18,0  ppm  dengan  rata-rata  12,3  ppm. Hal  ini  berarti  bahwa  kadar  sianida  tetap  lebih  tinggi  pada  bagian  hati
dibandingkan dengan pada bagian daging ikan. Tabel 9  Komposisi  sianida  CN  pada  bagian  hati  dan  daging  ikan  kakap  merah
yang tertangkap dari Tanjung Taolas Sampel
Hati Daging
Kosentrasi ppm Kosentrasi ppm
K1 K2
18,0 6,6
73 27
5,0 6,6
43 57
Jumlah 24,6
100 11,6
100 Rata-rata
12,3 5,8
Sumber : Hasil olahan data
Komposisi  kadar  logam  berat  sianida  CN  pada  bagian  hati  dan  daging ikan  belanak  yang  tertangkap  dari  Tanjung  Akesone  disajikan  pada  Tabel  10.
Kadar sianida pada bagian daging ikan belanak cukup bervariasi dari 4,2-7,2 ppm, sedangkan pada bagian hati relatif homogen,  yaitu 6,0 ppm.  Kadar sianida yang
ditemukan  pada  bagian  hati  ikan  kakap  merah  Tabel  9  dan  belanak  Tabel  10 pada  umumnya  lebih  tinggi  dibandingkan  dengan  bagian  daging  ikan.    Rata-rata
kadar  sianida  pada  bagian  hati  ikan  kakap  merah  yang  tertangkap  di  Tanjung Taolas lebih tinggi dibandingkan dengan ikan belanak yang tertangkap di Tanjung
Akesone.  Akan tetapi, rata-rata kadar sianida pada bagian daging kedua jenis ikan tersebut hampir sama, yaitu 5,8 ppm untuk ikan kakap merah dan 5,7 ppm untuk
ikan belanak Tabel 9 dan Tabel 10. Tabel 10   Komposisi sianida CN pada bagian hati dan daging ikan belanak yang
tertangkap dari Tanjung Akesone Smpel
Hati Daging
Kosentrasi ppm Kosentrasi ppm
B1 B2
6,0 6,0
50 50
4.2 7.2
37 63
Jumlah 12,0
100 11.4
100 Rata-rata
6.0 5.7
Sumber : Hasil olahan data
fisik dan kimiawi dan selanjutnya disebarkan ke seluruh tubuh ikan dan sebagian disimpan sebagai cadagan energi dalam hati ikan dan sebagai organ detoksifikasi.
Pada  percobaan  terhadap  gas  HCN  pada  tikus  didapatkan  kadar  sianida  tertinggi adalah pada paru diikuti oleh hati kemudian otak.   Sebaliknya, bila sianida CN
masuk melalui system pencernaan makanan maka kadar  yang tertinggi  adalah di hati ATSDR, 2006.
4.4 Tingkat Kelayakan Ikan Konsumsi
Kadar merkuri Hg yang ditemukan pada bagian daging ikan kakap merah berkisar 0,06
–0,19 ppm, belanak 0.05–0.25 ppm, dan biji nangka 0,03-0,04 ppm Lampiran  8a  .    Adapun  rata-rata  kandungan  merkuri  pada  bagian  daging  ikan
yang  tertangkap  dari  perairan  Tanjung  Taolas  dan  Akesone  dapat  dilihat  pada Tabel  6,  Tabel  7  dan  Tabel  8.    Pada  Tabel  6  juga  disajikan  rata-rata  kandungan
merkuri  yang  terdapat  pada  bagian  hati  ikan  yang  tertangkap  dari  perairan Tanjung  Taolas  dan  Akesone.    Mengacu  pada  standar  WHO  diacu  dalam
Darmono  2008  tentang  jumlah  merkuri  yang  boleh  masuk  ke  tubuh  manusia berdasarkan  PTWI  Provisional  Toreable  Intake,  maka  jumlah  merkuri  yang
diperbolehkan  masuk  ke  dalam  tubuh  manusia  selama  satu  minggu  adalah  0,3 ppm total merkuri atau 0,2 ppm metal merkuri per minggu per 70 kg berat badan
atau  0,04  ppmhari.  Nilai  ambang  threshold  yang  aman  untuk  kandungan merkuri  pada  tubuh  ikan  konsumsi  yaitu  sebesar  0.5  ppm.    Dengan  demikian,
daging  ikan  kakap  merah,  belanak,  biji  nangka,  dan  udang  yang  tertangkap  dari kedua lokasi penangkapan masih layak dikonsumsi Tabel 11.
Pada  bagian  hati  ikan  kakap  merah,  belanak  dan  biji  nangka  ditemukan merkuri  dengan  konsentrasi  yang  lebih  tinggi  dibandingkan  pada  bagian  daging.
Rata-rata  kadar  merkuri  pada  bagian  hati  ikan  yang  tertangkap  dari  perairan Tanjung  Taolas  dan  Akesone  selengkapnya  dapat  dilihat  pada  Tabel  11.
Berdasarkan komposisi  kadar merkuri  yang terdapat  pada bagian hati ikan,  yang dibandingkan  dengan  ketentuan  batas  ambang  yang  dikeluarkan  WHO,  maka
bagian  hati  ikan  biji  nangka  tidak  layak  lagi  dikonsumsi,  sedangkan  bagian  hati ikan  kakap  merah  dan  belanak  masih  layak  dikonsumsi  Tabel  11.    Kandungan
merkuri  yang  ditemukan  pada  bagian  hati  ikan  biji  nangka  telah  melebihi
ketentuan  nilai  maksimum  sebagaimana  disyaratkan  oleh  WHO.    Kadar  merkuri yang  ditemukan  pada  bagian  hati  rata-rata  sebesar  0,51  ppm,  padahal  batas
maksimum  yang diperbolehkan hanya 0,5 ppm.  Hal  ini mengindikasikan bahwa bagian hati ikan biji nangka sebenarnya tidak layak lagi untuk dikonsumsi.  Oleh
karena itu, bila warga masyarakat mengkonsumsi ikan yang tertangkap dari Teluk Kao, sebaiknya agar tidak mengkonsumsi bagian hati ikan.  Dengan kata lain, ikan
harus dibersihkan dan hatinya dibuang, cukup mengkonsumsi dagingnya saja. Tabel 11  Kadar  merkuri  Hg  pada  bagian  daging  dan  hati  ikan,  kaitannya
dengan tingkat kelayakan konsumsi
No
Jenis Ikan Rata-rata kadar
Hg ppm pada ikan
Treshold Hg
ppm Tingkat kelayakan
konsumsi ikan Daging
Hati Daging
Hati 1
2 3
4 Kakap
Merah Belanak
Biji Nangka Udang Putih
0,12 0,13
0,03 0,02
0,23 0,25
0,51
- 0,5
Layak Layak
Layak Layak
Layak Layak
Tidak layak
-
Sumber : Hasil olahan data
Sebagian  besar  penduduk  yang  bermukim  di  desa-desa  sekitar  wilayah pertambangan emas di Desa Tabobo sangat bergantung pada ikan sebagai sumber
protein.  Hal  ini  menunjukan  bahwa  mereka  memakan  ikan  yang  diperoleh  dari perairan  Teluk  Kao.  WHO  telah  menetapkan  jumlah  merkuri  yang  boleh  masuk
ke  tubuh  manusia  berdasarkan  PTWI  Provisional  Toreable  Weekly  Intake. Jumlah merkuri  yang diperbolehkan masuk ke dalam tubuh  manusia selama satu
minggu adalah 0,3 ppm total merkuri atau 0,2 ppm metil merkuri per minggu per 70  kg  berat  badan.    Berdasarkan  ketentuan  tersebut,  maka  seseorang  yang  berat
tubuhnya  sekitar  70  kg  hanya  diperbolehkan  memakan  ikan  yang  telah mengandung merkuri sebesar 1 ppm dengan jumlah 300 gram per minggu.
Kadar sianida CN yang ditemukan pada bagian daging ikan kakap merah berkisar  5,0
–6,6  ppm,  belanak  4,2–7,2  ppm,  dan  udang  putih  6,2-9,7  ppm Lampiran  8b.    Adapun  rata-rata  kandungan  sianida  pada  bagian  daging  ikan
yang  tertangkap  dari  perairan  Tanjung  Taolas  dan  Akesone  dapat  dilihat  pada Tabel  9  dan  Tabel  10.    Pada  Tabel  9  juga  disajikan  rata-rata  kandungan  sianida
yang terdapat pada bagian hati ikan yang tertangkap dari perairan Tanjung Taolas
dan Akesone.  Mengacu pada standar ATSDR 2006 tentang jumlah sianida yang boleh masuk ke tubuh manusia berdasarkan PTWI Provisional Toreable Intake,
maka jumlah sianida  yang diperbolehkan masuk ke dalam tubuh manusia selama satu  hari  adalah  0,02  ppm  untuk  sianida  dan  0,05  ppm  untuk  potassium  sianida.
Nilai  ambang  threshold  yang  aman  untuk  kandungan  sianida  pada  tubuh  ikan konsumsi  yaitu  berkisar  1,52  ppm
– 4,5 ppm WHO, 2004.  Dengan demikian, daging  ikan  kakap  merah,  belanak,  biji  nangka,  dan  udang  yang  tertangkap  dari
kedua lokasi penangkapan tidak layak dikonsumsi Tabel 12. Tabel 12   Kadar  sianida  CN  pada  bagian  daging  dan  hati  ikan,  kaitannya
dengan  tingkat kelayakan konsumsi
No
Jenis Ikan Rata-rata kadar
CN ppm pada ikan
Treshold CN
ppm Tingkat kelayakan
konsumsi ikan Daging
Hati Daging
Hati 1
2 3
Kakap Merah Belanak
Udang Putih 5,8
5,7 7,3
12,3 6,0
- 4,5
Tdk layak Tdk layak
Tdk layak Tdk layak
Tdk layak -
Sumber : Hasil olahan data
Pada  bagian  hati  ikan  kakap  merah,  belanak  dan  biji  nangka  ditemukan sianida  dengan  konsentrasi  yang  lebih  tinggi  dibandingkan  pada  bagian  daging.
Rata-rata  kadar  sianida  pada  bagian  hati  ikan  yang  tertangkap  dari  perairan Tanjung Taolas dan Akesone selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 12.
Beberapa  jenis  sianida  yang  terdapat  di  dalam  perairan  akan  menjadi senyawa  yang  sangat  berbahaya  jika  terakumulasi  pada  tumbuhan  dan
zooplankton.  Dengan demikian, kemungkinan besar juga akan diserap oleh ikan herbivore,  ikan-ikan  karnivor  dan  pada  akhirnya  manusia  sesuai  dengan  proses
rantai  makanan.    Dampaknya  selain  pada  biota  air  juga  dapat  berpengaruh  pada manusia  yang  mengkonsumsi  biota  yang  mati  seperti  ikan,  kerang  dan  udang,
karena senyawa racun dalam tubuh ikan akan terakumulasi dalam tubuh manusia. Hal ini juga diperkuat dengan dua hasil kajian terdahulu  yang  yang menyatakan
bahwa  dengan  kosentrasi  CN  0,05  mgdl  atau  0,05ppm  dalam  darah    akan menimbulkan efek keracunan bagi tubuh dan jika kosentrasi diatas 0,3mgDl akan
menyebabkan kematian ATSDR, 2004.
Sianida  sejak  lama  terkenal  sebagai  racun  karena  dapat  mengganggu fungsi  otak,  jantung,  dan  menghambat  jaringan  pernapasan,  sehingga  terjadi
asphyxia,  yaitu  orang  menjadi  seperti  tercekik  dan  cepat  diikuti  oleh  kematian. Keracunan kronis menimbulkan malaise dan iritasi.  Oleh karena itu, pencemaran
perairan  akibat  limbah  sianida  seringkali  menjadi  perhatian  khusus  bagi  banyak pihak. Walaupun efek toksik logam berat dan zat kimia sulit sekali dideteksi pada
manusia  karena  reaksi  ini  tidak  terjadi  segera  setelah  logam  berat  atau  zat  kimia masuk ke tubuh.  Berbagai kelainan seperti tumor, kelainan janin, kerusakan hati
atau  ginjal,  timbul  lama  mungkin  bertahun-tahun  setelah  pencemaran  kronis. Pada  waktu  itupun  hubungan  kausal  tidak  dapat  ditentukan  kasus  demi  kasus,
karena kelainan tersebut juga dapat terjadi secara spontan dan mirip penyakit.  Hal ini hanya dapat dihubungkan secara asosiatif dalam studi epidemiologik.   Dalam
ketidakpastian  seperti  ini  maka  cara  yang  terbaik  menghindari  keracunan  ialah dengan menghindari sumber-sumber air, makanan dan udara dari logam berat dan
zat-zat kimia yang sangat berbahaya bagi manusia.
5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah : 1
Kandungan  merkuri  Hg  dan  sianida  CN  di  perairan  Teluk  Kao  masih tergolong rendah atau di bawah baku mutu.
2 Kandungan  merkuri  Hg  dan  Sianida  CN  pada  ikan  konsumsi  yang
ditangkap  di  sekitar  Teluk  Kao  paling  tinggi  terakumulasi  di  organ  hati dibandingkan daging.
3 Ikan kakap merah, ikan belanak, udang putih, dan hati ikan biji nangka yang
tertangkap di Teluk Kao sekitar Tanjung Taolas dan Tanjung Akesone berada pada  tingkat  yang  kritis  membahayakan  bila  dikonsumsi  dengan  cara
pengolahan yang kurang baik.
5.2 Saran
Berdasarkan  hasil  diperoleh  dari  penelitian  ini,  maka  perlu  disarankan beberapa hal berikut:
1 Perlu  dilakukan  penelitian  mengenai  dampak  konsumsi  ikan  di  Teluk  Kao
terhadap kesehatan Masyarakat 2
Perlu  dilakukan  kajian  terhadap  cara-cara  penggolahan  ikan  sebelum dikonsumsi  untuk  menggurangi  resiko  bahaya  keracunan  akibat  telah
terkontaminasi dengan logam berat merkuri dan sianida. 3
Pemerintah  harus  melakukan  koordinasi  antara  instansi  terkait,  termasuk dengan pihak PT. NHM dan PETI dalam pengelolaan limbah dan monitoring
kualitas lingkungan. 4
Pemerintah  harus  segera  melakukan  tindakan  mitigasi  dan  pemantauan terhadap lingkungan Teluk Kao.
DAFTAR PUSTAKA
Acha,  D.,  V.,  Iniguez,  M.  Roulet,  J-R.  D.  Guimares,  R.  Luna,  L.  Alanoca,    S. Sanchez. 2004. Methylmercury and sulfate-reducing bacteria in the floating
macrophyte  rizohere  from  an  Amazonian  floodplain  lake,  Bolivia.  RMZ- Materials and Geoenvironment 511.
ACIGH.  2001.  Hydrogen  cyanide  and  cyanide  salts  In:  Doumentation  of  the threshold  values  and  biological  exposure  indices,  8
th
ed.  Cincinnati,  OH, American Conference of Govermmental Industrial Hygienist. pp 1-6.
AMDAL.  2006.  Analisa  Dampak  Lingkungan  Gosowong  Selatan,P.T.  Nusa Halmahera Mineral, Tobelo, Halmahera Utara.
Baker,  R.  F.,  P.J.  Blanchfield,  M.J.  Paterson,  R.J.  Flett,    L.  Wesson.  2004. Evaluation  of  nonlethal  methods  for  the  analysis  of  mercury  in  fish  tissue.
Transac. Am. Fish. Soc. 133: 568-576. Barmawidjaya, D.M., A.F.M De jong, K. Van der Borg, W.A. Van der Kaars,
W.J.  Zachariasse,  1989.  Kao  bay,  Halmahera,  alate  guarternary  palaeo Environmental Record of a poorly ventilated Net. J. Sea Res, Vol. 24 4 :
591-605
Bergeron,  C.  M.,  R.  P.  Mason,    E.  Porter,  2004.  The  effect  of  sediment resuspension  on  the  methylation  and  bioaccumulation  of  methylmereury
into  benthic  and  pelagic  organisms.  RMZ-Materials  and  Geoenvironment 511.
Bishop,  K.,  I.  Bergman,  Q.  Tux,  W.  Frech,    M.  Nilson.  2004.  The  effect  of chronic  sulphur  deposition  on  the  seasonal  variation  of  peat  pore  water
methyimercury and the vertical distribution of sulphur reducing bacteria in a boreal mire. RMZMaterials and Geoenvironment 511: 815-818.
Blanchette,  M.C.,  T.P.  Hynes,  Y.T.J.  Kwong,  M.R.  Anderson,    G.  Veinott,  J.F. Payne, C. Stirling,  P.J. Sylvester. 2001. A chemical and ecotoxicological
assessment  of  the  impact  of  marine  tailings  disposal  Tailings  and  Mine Waste 01. Balkema, Rotterdam: 323-331.
Blackwood  GM,    E.N.  Ediger.  2006.  Mineralogy  and  trace  element  relative solubility  patterns  of  shallow  marine  sediments  affected  by  submarine
tailings  disposal  and  artisanal  gold  mining.  Buyat-Ratotok  district,  North Sulawesi, Indonesia. Environ Geol 2006, DOI 10.1007s00254-006-0517-5
Bustamante,  P.,  V.  Lahaye,  C.  Durnez,    C.  Churlaud,  F.    Caurant.  2006.  Total and  organic  Hg  concentrations  in  cephalopods  from  the  North  Eastern
Atlantic waters:  Influence of  geographical  origin  and feeding  ecology. Sci. Total Environ. 368:585-596.
Celo, V., S.L. Scott,   D.R.S. Lean. 2004. Abiotic methylation of mercury in the aquatic environment RMZ-Materials and Geoenvironment 511: 915-918.
Connell,  D.  W.    G.  J.  Miller.  1984.  Chemistry  and  ecotoxicoloy  of  pollution. John Wiley  Sons.
Curry  SC.,  M.W.  Carlton,    R.A.  Raschke.  1997.  Prevention  of  fetal  and maternal  cyanide  toxicity  from  nitroprusside  with  coinfusion  of  sodium
thiosulfate in gravid ewes. Anesth Analg 84:1121-1126. Darmono,  2008.  Lingkungan  hidup  dan  Pencemaran  Hubungannya  dengan
Toksikologi Senyawa Logam, Universitas Indonesia , UI-Press,Jakarta. de  Lacerda  L.D.  2003.  Updating  global  Hg  emissions  from  small-scale  gold
mining and assessing its environmental impacts. Enviromental Geology 43, 308-314.
de  Lacerda  L.D.,  W.  Salomons.  1998.  Mercury  from  gold  and  silver  mining:  a chemical time bomb? Springer-Verlag, Berlin, 1998,146 pp
Desta,  Z.,  R.  Borgstrom,  B.O.  Rosseland,    E.  Dadebo.  2007.  Lower  than expected  mercury  concentration  in  piscivorous  African  sharptooth  catfish
Clarias gariepinus Burchell. Sci. Total Environ. 376:134-142. Dinas Kelautan dan Perikanan Halmahera Utara. 2007.  Rencana tata  ruang laut,
pesisir dan pulau-pulau kecil di Kabupaten Halmahera Utara, Tobelo. Dinas Kelautan dan Perikanan Halmahera Utara.
Diniah.  1995.  Korelasi  antara  kandungan  logam  berat  Hg,  Cd  dan  Pb  pada beberapa  ikan  konsumsi  dengan  tingkat  pencemaran  di  perairan  Teluk
Jakarta. Tesis, Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Edward.  2008.    Pengamatan  Kadar  Merkuri  di  Perairan  Teluk  Kao  Halmahera
DAN Perairan Anggai Pulau Obi Maluku Utara, Makara Sains Volume 12, No.2, November 2008: 97-101
EPA.  1978a.  U.S.  Environmental  Protection  Agency.  Code  of  Federal Regulations. 40 CFR 116.4.
EPA.  1987a.  Extremely  hazardous  substances  list  and  threshold  planning quantities:  Emergency  planning  and  release  notification  requirements.  U.S.
Environmental Protection Agency. Fed Regist 52:13378-13410. Edinger, EN, dan P.R. Siregar. 2006. Blackwood GM. heavy metal concentrations
in  shllow  marine  sediments  affected  by  submarine  tailings  disposal  and artisanal  gold  mining,  Buyat-Ratatotok  district,  North  Sulawesi,  Indonesia.
Environ Geol 2006, DO[ 10.1007s00254-006-0506-8.
Fleming,  L.E.,  S.  Watkins,  R.  Kaderman,  B.  Levin,  D.R.  Ayyar,  M.  Bizzio,  D. Stephens,    JA.  Bean.  1995.  Mercury  exposure  in  humans  through  food
consumption from  the everglades of  Florida Water, Air, and Soil Pollution 80:41-48.
Gonzalez, P., Y. Dominique, J.P. Bourdineaud  A. Boudou. 2004. Comparative effects  of  dietary  methylmercury  on  gene  expression  in  liver,  skeletal
muscle  and  brain  of  the  zebra  fish  Danio  rerio.  Proceeding  of  the  7
th
International  Conference  on  Iviercury  as  a  Global  Pollutant  ICMGP, Ljubljana, Slovenia, June 27-July 2,2004.
Gorski, P.R., D.E. Armstrong  J.P. Hurley.  2004.  A bioassay framework for the study  of  methylmercury  bioavailability  to  freshwater  algae.  Proceeding  of
the  7th  International  Conference  on  Mercury  as  a  Global  Pollutant ICMGP, Ljubljana, Slovenia, June 27-July 2, 2004.
Halstead, B.W. 1972. Toxicity of marine organisms caused by polutanst in marine polutanst  and  sea  life.  Mario  Ruivo  ed.  FAO.  Fising  NewBook  Ltd
Sureey England. 584-594. Harada, M. S. Nakachi, T. Cheu, H. Hamada, Y. Ono, T. Tsuda, K. Yanagida, T.
Kizaki,    H.  Ohno.  1999.  Monitoring  of  mercury  pollution  in  Tanzania: relation  between  head  hair  mercury  and  health.  The  science    of  the  total
envronment 227:249-56.
Hutagalung, H.P. 1984  Logam berat dalam lingkungan laut dalam. Ocean IX No. 1 Tahun 1984. Hal. : 12-19
Ikingura,  J.P.    H.  Akagi.  1999.  Methylmercury  production  and  distribution  in aquatic systems. Sci. Total Environ. 234: 109-118
JECFA. Joint FAOWHO Expert Committee on Food Additives 53rd Meeting. 1- 10 June 1999, Rome, http:www.-who.int.pcsiecfaliecfa.htm.
JPHA.  2001.  Preventive  measures  against  environmental  mercury  pollution  and its health effects, Japan Public Health Association, Japan, 112 pp
Kambey,  J.L.,  A.P.  Farrel,  LI.  Bendell-Young.  2001.  Influence  of  illegal  gold mining  on  mercury  levels  in  fish  of  Nort  Sulawesi
’s  Minahasa  Peninsula Indonesia. Environ Pollut 2001; 114: 299-302.
Karouw, M. 2001.  Penelitian tentang limbah  merkuri di  Propinsi  Sulawesi  Utara selang tahun 2000 sampai 2001. Bapedalda Sulut Manado.
Kinghorn,  A.,  P.  Solomon,    H.M.  Chan.  2007.  Temporal  and  spatial  trends  of mercury in fish collected hi the English-Wabigoon river system in Ontario,
Canada. Sci. Total Environ. 372: 615-623. Lasut,  M.T    H.F.  Rares.  2006.  Kondisi  biogeokimia  sedimen  dalam  proses
produksi merkuri metil MeHg di perairan. Unpublihsed data.