pendapatan tidak memberikan pengaruh yang signifikan. Hal ini bisa dipahami, tingkat pendidikan akan membuka wawasan dalam berpikir dan menganalisis
resiko tinggi dari penggunaan bom. Sedangkan umur yang lebih tua memberikan kemampuan bagi seorang nelayan untuk lebih berpengalaman menggunakan bom
dalam kegiatan penangkapan yang dilakukan, dan tingkat pendapatan yang rendah untuk memenuhi kebutuhan hidup, dapat menyebabkan seorang nelayan
menggunakan bom dalam penangkapan ikan. Program lain yang berhubungan dengan konservasi dan rehabilitasi lingkungan hidup adalah pembuatan karang
buatan, penanaman kembali bakau, konservasi kawasan laut dengan jenis ikan tertentu serta penegakan hukum terhadap kegiatan penangkapan ikan dengan
menggunakan bom, racun, dan alat tangkap lainnya yang bersifat destruktif adalah program-program pembangunan yang secara tidak langsung akan mempengaruhi
kesejahteraan nelayan. Faktor yang dapat mempengaruhi tingkat aktivitas penggunaan bom ikan
pada penelitian ini adalah tingkat pendidikan. Dalam arti bahwa tingkat pendidikan yang semakin tinggi ternyata dapat mengurangi kegiatan pengeboman
ikan. Oleh karena itu, Pemerintah Daerah perlu menggalakkan wajib belajar 9 tahun, bahkan mendorong agar masyarakat nelayan khususnya dapat memperoleh
tingkat pendidikan yang lebih tinggi. Hal ini tidak hanya dimaksudkan untuk meningkatkan kesadaran dan menambah wawasan masyarakat terhadap bahaya
yang ditimbulkan pengeboman ikan dan praktek-praktek penangkapan ikan yang destruktif lainnya. Namun, dengan tingkat pendidikan yang lebih baik, maka
mereka dapat turut serta berperan aktif dalam pengelolaan potensi sumberdaya lokal, termasuk perikanan.
5.4 Pengelolaan Perikanan Berkelanjutan
Praktek penangkapan ikan tidak ramah lingkungan yang menggunakan bahan peledak bom dan racun bius makin marak dilakukan di perairan
Indonesia. Praktek semacam ini selain menimbulkan dampak kerugian ekologi, juga menimbulkan dampak social ekonomi yang memprihatinkan terutama akibat
menurunnya produktifitas terumbu karang. Jika hal ini berlangsung lama maka akan berpengaruh terhadap biota laut.
Agar keberlanjutan sumberdaya dapat dipertahankan, maka aktivitas manusia antrophogenic causes yang baik secara langsung maupun tidak
langsung berpotensi merusak keberlanjutan sumberdaya ekosistem terumbu karang mestinya diminimalisasi, salah satunya adalah penanggulangan
penangkapan ikan dengan menggunakan bahan peledak. Penggunaan bom dalam kegiatan penangkapan ikan di Kecamatan Kao
Utara adalah kegiatan yang destruktif dan dapat merusak lingkungan perairan yang ada. Keberadaan potensi sumberdaya ikan yang menjadi aset Kabupaten
Halmahera Utara dapat hancur dan punah. Oleh karena itu, penggunaan bom dalam kegiatan penangkapan ikan di perairan Kecamatan Kao utara harus perlu
untuk ditangani secara serius, agar potensi potensi sumberdaya ikan yang ada dapat lestari dan dapat dimanfaatkan oleh generasi selanjutnya. Dalam upaya
meminimalisasi penangkapan ikan yang tidak ramah lingkungan dengan menggunakan bahan peledak bom dan racun sianida khususnya adalah
Indrapramana, 2010: 1
Pengembangan mata pencaharian Masyarakat pesisir nelayan dikategorikan masih miskin memiliki tingkat
pendidikan yang sangat rendah. Perilaku masyarakat yang cenderung destruktif sangat dipengaruhi oleh faktor ekonomi kemiskinan dalam
memenuhi kebutuhannya dan diperparah dengan sifat keserakahan dalam mendapatkan hasil yang maksimal walaupun ditempuh dengan cara-cara
yang merugikan karena bukan saja merusak lingkungan, akan tetapi memutuskan rantai mata pencaharian anak cucu. Faktor rendahnya tingkat
pendidikan juga mempengaruhi perilaku masyarakat tersebut. Dengan adanya alternatif mata pencaharian tambahan diharapkan dapat
memberikan nilai tambah sehingga masyarakat nelayan destruktif akan berkurang.
2 Penegakkan hukum
Beberapa kasus penggunaan bom dalam penangkapan ikan yang tidak dapat diselesaikan dengan baik, tuntas, dan transparan memicu perobahan
perilaku masyarakat nelayan. Ketidakpuasan masyarakat akibat
penanganan pelanggaran tersebut semestinya diperbaiki dimulai dari aparat penegak hukum yang terkait dalam masalah ini.
3 Pendidikan dan penyadaran tentang lingkungan
Masyarakat nelayan yang terindikasi sebagai pelaku penangkapan ikan dengan merusak lingkungan memiliki tingkat pendidikan yang rendah
sehingga pengetahuan tentang pentingnya ekosistem terumbu karang terbatas. Dengan pendidikan dan penyadaran tentang lingkungan tersebut
dapat dilakukan melalui seminar, lokakarya, workshop, studi banding dapat lebih ditingkatkan sehingga masyarakat dapat memahami pentingnya
ekosistim lingkungan bagi kesejahteraan manusia. 4
Pengaturan waktu, jumlah ukuran, dan wilayah tangkap Dibeberapa daerah lokasi pengaturan waktu, jumlah, ukuran, dan wilayah
tangkap sudah dikembangkan. Namun, di beberapa daerah lain mengalami kesulitan. Hal ini disebabkan karena terbatasnya penelitiankajian aspek
dari terumbu karang dan komunitas masyarakat pesisir nelayan serta sumberdaya manusia pelaksana maupun pelaku kebijakan yang masih
terbatas. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan Willkinson dan
Buddemeier, diacu dalam Hartati 2005, besarnya kerusakkan terumbu karang berdampak buruk terhadap kehidupan sosial, ekonomi, dan budaya dari orang-
orang yang hidup secara harmonis dan bergantung pada ekosistem tersebut untuk kebutuhan rekreasi, pengamanan, material dan pendapatan. Hal ini menunjukkan
bahwa, kegiatan-kegiatan yang sifatnya merusak lingkungan perairan seperti penggunaan bom akan mengancam kelestarian sumberdaya ikan.
Penggunaan bom ikan melanggar undang-undang khususnya pasal 84 UU No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan. Faktor undang-undang bersifat mendukung
dengan adanya UU No. 311 tahun 2004. Faktor sarana dan prasarana bersifat menghambat karena terbatasnya sarana dan prasarana yang ada. Faktor penegak
hukum menjadi penghambat karena adanya laporan mengenai keterlibatan anggota dalam menampung ikan hasil dari tangkapan dengan menggunakan bom
ikan. Faktor masyarakat bersifat menghambat karena masih menempuh jalan pintas yang melanggar hukum, sedangkan masyarakat non pelaku kurang
diberdayakan oleh jajaran kepolisian Faktor budaya menjadi pendukung karena tidak membenarkan adanya upaya pengrusakan lingkungan yang diakibatkan
penggunaan bom ikan. http:125.161.190.253lontarfile?file=digitalskripsi47- 07-142.pdf
Sangat ironis, bahwa sebagian besar nelayan kita masih hidup dalam kemiskinan. Sementara itu stok ikan semakin menipis, penangkapan ikan dengan
cara-cara destruktif seperti penggunaan bom dan racun sianida masih banyak terjadi dimana-mana, ekosistem terumbu karang, padang lamun dan mangrove
telah banyak yang mengalami kerusakan, dan pencemaran telah melanda perairan pesisir yang mengancam keberlanjutan usaha perikanan. Perikanan liar atau
pencurian ikan oleh nelayan asing juga belum dapat dikendalikan secukupnya. Selain itu, aspek hukum dan penegakan hukum di laut juga masih menghadapi
berbagai kendala. Kesemua ini mengindikasikan diperlukannya pola perikanan yang kuat. Marhaeni.R.S, 2010.
Aktivitas penangkapan ikan dengan menggunakan bahan peledak bom dan racun cyanida sangat jarang dilaporkan oleh masyarakat kepada instansi
terkait mengingat kegiatan tersebut dilakukan di area laut yang jarang dilalui oleh transportasi laut, sedangkan nelayan sendiri sangat kecil kemungkinannya untuk
melaporkan kepada sesama nelayan. Luasnya area laut yang harus diawasi dan terbatasnya sarana dan prasarana dalam pengelolaan penanggulangan penggunaan
bom ikan. Oleh sebab itu dalam penanggulangan masalah ini, penyidik sebagai salah satu garda terdepan harus bertindak proaktif dengan tidak hanya menunggu
laporan dari masyarakat atau hanya melakukan patroli secara terbatas tetapi dengan menerapkan teknik-teknik penyelidikan yang efektif dan murah. Langkah-
langkah efektif dimaksud meliputi: 1
Melakukan identifikasi terhadap karakteristik ciri khas perahukapal yang digunakan dalam pengeboman ikan. Kapal yang digunakan untuk
kegiatan ini umumnya mempunyai wadah tertutup yang kedap air dan diisi dengan es dalam jumlah banyak yang fungsinya untuk mengawetkan ikan
hasil tangkapan; 2
Melakukan identifikasi terhadap alat-alat pendukung yang biasa dibawa oleh kapalperahu pelaku pengeboman ikan. Selain menggunakan
kapalperahu dengan rancangan khusus, para pelaku juga membawa peralatan tambahan seperti: jarring, pancing dan lain-lain untuk
penyamaran. Kapal ini juga dilengkapi dengan kompresor tabung udara yang natinya digunakan untuk penyelaman untuk mengumpulkan hasil
tangkapan; 3
Melakukan pemeriksaansampling berkala trehadap hasil tangkapan Sampling ikan mati dapat dilakukan di perahukapal nelayan yang
sementara menangkap atau membawa ikan pada tempat-tempat ikan didaratkan seperti tempat pendaratan ikan TPI, atau pelabuhan
pendaratan ikan PPI; 4
Menelusuri jaringan pelaku pengeboman ikan dan jaringan pengedar bahan berbahaya. Apabila terbukti ikan-ikan yang disampling tersebut
terbukti ditangkap dengan menggunakan bom ikan maka penyidik dapat menelusuri jaringan pelaku dengan melakukan pengusutan secara berantai
mulai dari pemilik terakhir ikan yang disita oleh penyidik ikan yang disampling.
Mengembangkan mata pencaharian alternatif di Kecamatan Kao Utara merupakan hal yang perlu dilaksanakan dengan pertimbangan bahwa sumberdaya
pesisir secara umum dan sumberdaya perikanan tangkap secara khusus telah banyak mengalami tekanan dan degradasi. Namun salah satu alasan yang
mendasar dan perlu dikaji yaitu status sumberdaya perikanan yang bersifat akses terbuka. Menanggapi hal ini maka pengembangan mata pencaharian alternatif
bagi nelayan merupakan suatu keharusan yang perlu dilakukan. Pengembangan mata pencaharian bukan saja dalam bidang perikanan seperti pengolahan,
pemasaran, budidaya perikanan tetapi patut diarahkan ke bidang non perikanan Nikijuluw V.P.H, 2007. Selanjutnya ditambahkan oleh Smith 1983
beragumentasi bahwa bila kondisi akses terbuka masih terjadi maka apapun kesejahteraan yang dilakukan baik pada kegiatan penangkapan ikan maupun pada
kegiatan yang berkaitan seperti pengolahan dan pemasaran ikan tidak akan memberikan hasil peningkatan kesejahteraan nelayan
Degradasi terumbu karang di perairan pesisir disebabkan oleh berbagai aktivitas manusia, di antaranya pemanfaatan ekosistem terumbu karang sebagai
sumber pangan ikan-ikan karang, sumber bahan bangunan galian karang, komoditas perdagangan ikan hias, dan obyek wisata keindahan dan
keanekaragaman hayati. Degradasi terumbu karang akibat pemanfaatannya sebagai sumber pangan maupun ikan hias sebagian besar dikarenakan oleh
penggunaan bahan peledak, tablet potas dan sianida. Kenyataan ini dapat dijumpai di banyak lokasi terumbu karang, berupa karang-karang yang rusak secara fisik
dalam formasi berbentuk cekungan. Selain itu degradasi terumbu karang terjadi sebagai
akibat kegiatan penambanganpenggalian karang untuk kepentingan konstruksi jalan atau bangunan
Selanjutnya ditambahkan oleh Monintja 2001 bahwa pengelolaan perikanan tangkap yang sukses haruslah menunjukkan karakteristik usaha
penangkapan yang berkelanjutan : 1 Proses penangkapan ramah lingkungan, yaitu : hasil tangkapan sampingan
by catch minimum, hasil tangkapan terbuang minim, tidak membahayakan keanekaragaman hayati, tidak menangkap jenis ikan yang dilindungi, tidak
membahayakan habitat, tidak membahayakan kelestarian sumberdaya ikan target, tidak membahayakan keselamatan dan kesehatan nelayan, dan
memenuhi ketentuan Code of Conduct for Responsible Fisheries 2 Volume produksi tidak berfluktuasi drastis suplai tetap
3 Pasar buyers tetapterjamin 4 Usaha penangkapan masih menguntungkan
5 Tidak menimbulkan friksi sosial 6 Memenuhi persyaratan legal.
6 KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan