Tabel 14 Persepsi responden terhadap bantuan Desa
Menerima bantuan belum
sudah Doro
17 3
Bori 18
2 Pediwang
11 9
Jumlah 46
14
4.1.2  Penangkapan ikan dengan menggunakan bom
Dalam  melakukan  operasi  penangkapan  ikan,  nelayan  pada  tiga  desa penelitian  terkadang  menggunakan  bom  sebagai  alat  penangkapannya.    Hasil
survei  yang  dilakukan  terhadap  60  responden  nelayan  yang  berasal  dari  3  desa menunjukkan  bahwa  sebagian  nelayan  tidak  melakukan  pengeboman  ikan  lagi
karena takut  kepada petugas.   Namun demikian, masih banyak di antara  nelayan yang  tetap  menggunakan  bom  dalam  penangkapan  ikan.    Nelayan  ini  hanya
mengambil ikan-ikan ukuran besar dan bernilai ekonomis tinggi, sedangkan ikan- ikan ukuran kecil yang ikut mati atau terbius akibat bom dibiarkan, lalu pergi ke
lokasi lain mencari daerah yang lebih potensial.  Ketika nelayan yang melakukan pengeboman ikan pergi, biasanya ada nelayan lain yang mengambil ikan mati atau
terbius  yang  ditinggalkan  oleh  nelayan  yang  melakukan  pengeboman  ikan. Adapun komposisi jumlah nelayan responden yang melakukan pengeboman ikan,
nelayan yang hanya sekedar mengambil ikan yang matiterbius, dan nelayan yang tidak melakukan pengeboman ikan disajikan pada Tabel 15.
Tabel 15 Persepsi responden dalam penggunaan bom ikan Desa
Penggunaan bom Melakukan
Pengumpul sisa ikan Tidak lagi
Doro Bori
Pediwang 7
8 3
4 1
3 9
11 14
Jumlah 18
8 34
Penggunaan bom di Kecamatan  Kao Utara pernah dilakukan oleh banyak nelayan  dalam  operasi  penangkapan  ikan.    Berdasarkan  Tabel  15,  sebanyak  34
responden atau sebanyak 57  yang menyatakan bahwa mereka sudah tidak  mau lagi melakukan pengeboman ikan.  Nelayan  yang masih menggunakan bom ikan
adalah  sebanyak  18  orang  atau  sekitar  30.    Sedangkan  nelayan  yang  tidak menggunakan  bom  dalam  kegiatan  penangkapan  ikan  tetapi  mereka
mengumpulkan  sisa  ikan  yang  telah  matiterbius  sebanyak  8  orang,  atau  sebesar 13.  Pengumpulan hasil tangkapan ini biasanya hanya  mengumpulkan sisa-sisa
ikan, biasanya yang berukuran kecil untuk dijadikan umpan. Tren menurunnya nelayan menggunakan bom pada ketiga desa lebih kuat
di  desa  Pediwang,  karena  tidak  ada  lagi  nelayan  responden  yang  mau  ikut  serta dalam  kegiatan penggunaan bom  ikan.  Namun  demikian,  masih  ada sebanyak 3
responden yang aktif melakukan pemboman ikan di desa tersebut dan 3 responden yang  mengumpulkan  sisa-sisa  ikan  yang  dibom.    Untuk  Desa  Bori,  terdapat  8
orang  responden  atau  40  dari  total  responden  20  orang  yang  melakukan pengeboman  ikan,  hanya  1  responden  sebagai  pengumpul  sisa  ikan,  dan  yang
lainnya tidak melakukan pengeboman ikan lagi.  Sedangkan di Desa Doro, dari 20 responden,  terdapat  7  orang  yang  masih  melakukan  pengeboman  ikan,  dan  4
orang sebagai pengumpul sisa ikan, dan 9 orang yang tidak mau melakukan lagi. Alasan  nelayan  di  3  desa  penelitian  menggunakan  alat  penangkapan  ikan
dengan bom berdasarkan hasil survei, menunjukkan bahwa dari 11 orang  nelayan yang  melakukan  pengeboman  menyatakan,  penggunaan  bom  yang  mereka
lakukan dalam penangkapan ikan disebabkan karena: 1 bahan mudah ditemukan, 2  sederhana  dalam  proses  perakitan  dan  penggunaannya,  3  memperoleh
tangkapan  lebih  banyak,    dan  4  resiko  kecelakaan  yang  timbul  terhadap  diri merupakan kelalaian nelayan itu sendiri.
Nelayan  yang  melakukan  kegiatan  pengeboman  ikan  menyatakan  bahwa sebagian besar dari mereka telah berpengalaman melakukannya lebih dari 4 tahun,
yakni  sebanyak  16  orang  88  ,  dan  sebanyak  2  orang  12    menyatakan bahwa  mereka  telah  berpengalaman  selama  1  tahun.    Responden  nelayan  yang
memiliki  pengalaman  selama  2  tahun  dan  3  tahun  tidak  ada  Tabel  16.    Hal  ini menunjukkan  bahwa  transfer  pengalaman  untuk  menggunakan  bom  dalam
penangkapan  ikan  tidak  terjadi  setiap  tahun,  namun  dapat  terjadi  sewaktu-waktu tergantung keberanian dan dorongan tertentu yang menyebabkan seorang nelayan
menggunakan bom ikan.
Tabel 16 Persepsi responden tentang lama menggunakan bom Desa
Pengalaman menggunakan bom 1 tahun
2 tahun 3 tahun
4 tahun Doro
1 6
Bori 1
7 Pediwang
3 Jumlah
2 16
Bom  yang  digunakan  oleh  nelayan  di  3  desa  penelitian  dalam  operasi penangkapan  ikan,  diperoleh  dengan  cara  merakit  sendiri,  atau  membeli  dari
nelayan  lain.    Sebagian  besar  dari  nelayan  yang  menggunakan  bom  memiliki kemampuan untuk merakit bom ikan, walaupun sebagian kecil dari mereka hanya
membeli  bom  yang  sudah  jadi  dari  nelayan  lain.    Namun  sebagian  nelayan melakukan penyelaman di dasar laut untuk mencari bom sisa waktu perang tempo
dulu Tabel 17. Tabel 17 Persepsi responden dalam memperoleh mesiu
Desa Memperoleh mesiu
beli menyelam
Doro 3
1 Bori
4 Pediwang
2 1
Jumlah 9
2 Harga 4 buah bom  yang sudah dirakit jika dijual kepada nelayan berkisar
antara  Rp.100.000.-  sampai  dengan  Rp.200.000.-    Hasil  wawancara  dengan responden,  diperoleh  informasi  bahwa,  bahan  bom  yang  berupa  bubuk  mesiu
dapat  diperoleh  dengan  cara  menyelam  ke  dasar  laut  menggunakan  bantuan  air compressor
di  sekitar  perairan  Teluk  Kao  yang  banyak  terdapat  bom-bom  bekas perang  dunia  kedua,  yang  banyak  dibuang  ke  laut  oleh  tentara  Jepang,  setelah
kalah  dari  tentara  Sekutu.    Bom  yang  telah  lama  berada  di  dasar  laut  tersebut, kemudian dibuka menggunakan gergaji besi sambil disiram air, atau bom tersebut
telah  terbuka  akibat  termakan  karat.    Berat  bom  yang  diangkat,  bisa  berkisar antara  50  kg
–  100  kg.  Isi  bom  tersebut  mesiu  adalah  bahan  utama  dari pembuatan  bom  ikan  yang  dilakukan  oleh  nelayan  di  Kecamatan  Kao  Utara.
Harga  1  kg.  bubuk  mesiu  yang  dijual  kepada  nelayan  lain  berkisar  Rp.50.000.-
sampai dengan Rp.100.000.-, dimana untuk 1 kg bubuk mesiu, dapat dirakit antara 3
– 4 bom rakitan Proses pembuatan bom sangat sederhana dan bahan-bahan pendukungnya
mudah  diperoleh.  Botol  bekas  atau  pipa  bekas  Ø  ¾  inchi  yang  dipotong sepanjang  ±  10
– 20 cm, disumbat ujung sebelahnya dengan erat  menggunakan kayu,  kemudian  dimasukkan  mesiu  di  dalamnya.    Ujung  sebelahnya  kemudian
ditutup  dengan  kayu  atau  karet  sandal  bekas  yang  telah  dilobangi  bagian tengahnya  untuk  dipasangi  sumbu.    Sumbu  konfensional  dibuat  menggunakan
pipa  sempit  Ø  2 –  3  mm  dan  dipotong  sepanjang  3  –  4  cm,  dan  diisi  dengan
bahan  kepala  korek  api  yang  digerus  dan  dipadatkan  kedalam  pipa  sempit, kemudian  dipasang  ke  dalam  lubang  yang  telah  disiapkan  pada  perangkat  bom.
Bom jenis ini adalah bom  yang dilempar dari atas perahu setelah sumbu dibakar menggunakan  bara  rokok  atau  bara  obat  nyamuk.    Sumbu  terbaru  yang  saat  ini
juga  digunakan  oleh  nelayan  di  Kecamatan  Kao  Utara  adalah  menggunakan bohlam  lampu  pijar  yang  biasanya  digunakan  untuk  senter,  dipecahkan  tanpa
merusak  fillamen  yang  berpijar  dalam  bohlam  bohlam.    Fillamen  tersebut kemudian  dimasukkan  secara  hati-hati  kedalam  lubang  sumbu  pada  perangkat
bom,  dan  direkatkan  agar  kedap  air,  dimana  pada  kutub  positif  dan  negatif bohlam  disambungkan  dengan  seutas  kabel  positif  dan  negatif  yang  cukup
panjang.  Cara kerjanya, bom yang telah siap kemudian diturunkan  ke kedalaman laut tertentu yang telah diamati oleh seorang nelayan yang melakukan penyelaman
untuk  melihat  posisi  ikan.  Setelah  bom  diturunkan  pada  kedalaman  yang diinginkan terdapat banyak ikan, ujung kabel positif dan negatif yang berada di
atas  perahu  kemudian  disambungkan  dengan  kutub  positif  dan  negatif  pada beterai atau accu sepeda motor, dan menyebabkan sumbu fillamen yang terdapat
di  dalam  mesiu  menyala  dan  memicu  bom  meledak.    Ikan-ikan  yang  telah ditangkap dengan bom  kemudian dikumpulkan dengan  cara  menyelam oleh para
nelayan  yang  ada,  mempergunakan  keranjang  tali,  ataupun  dikumpulkan  dengan tangan.
Hasil  wawancara  dengan  responden  nelayan  di  ketiga  desa  menunjukkan bahwa korban akibat penggunaan bom selama kurun waktu 5 tahun terakhir tidak
ada, baik  yang  cacat maupun meninggal.   Korban pernah terjadi pada 10 sampai
15  tahun  lalu  yang  menyebabkan  cacat  dan  kematian  pada  beberapa  nelayan Tabel  18,  seperti  Desa  Doro  korban  meninggal  1  orang,  di  Pediwang  korban
meninggal  1  orang  dan  cacat  1  orang,  sedangkan  korban  di  Desa  Bori,  2  orang cacat parmanen.
Tabel 18 Persepsi responden tentang korban penggunaan bom ikan Desa
Korban bom cacat
meninggal Doro
1 Bori
2 Pediwang
1 1
Jumlah 9
2
4.1.3  Kondisi sosial budaya masyarakat nelayan