ini sangat mendasar, karena banyak kerusakan lingkungan pesisir misalnya penambangan batu karang, penebangan mangrove, penambangan pasir pantai dan
penangkapan ikan dengan menggunakan bahan peledak, berakar pada kemiskinan dan tingkat pengetahuanyang rendah dari para pelakunya.
Faktor-faktor sosial budaya masyarakat nelayan yang berpengaruh terhadap pelestarian kemampuan sumber daya perikanan laut antara lain adalah
sikap menyatu dengan alam atau pasrah, hal ini menyebabkan perkembangan sumber daya perikanan tidak seimbang dengan pemanfaatan perikanan oleh
nelayan yang sebagian besar masih menggunakan alat tangkap bom ikan. Sedangkan apabila menggunakan alat tangkap moderen dan sikap ingin
memanfaatkan sumber daya perikanan semaksimal mungkin, hal ini mungkin akan menurunkan kemampuan sumber daya perikanan yang ada. Tindakan atau
kebijakan Pemerintah Daerah yang dibutuhkan oleh nelayan dan petani kecil guna meningkatkan taraf hidup mereka tanpa merusak kemampuan dan kelestarian
sumber daya perikanan dan sumber daya alam lainnya di wilayah pantai adalah melalui izin usaha perikanan yang diberikan kepada para pengusaha. Langkah
operasional Pemerintah Daerah untuk meningkatkan taraf hidup dan kualitas sumber daya manusia dan untuk perlindungan dan pelestarian lingkungan hidup
serta pemahaman nelayan dalam bidang usahanya adalah dilakukan dengan penyuluhan-penyuluhan melalui tenaga lapangan yang ada PPL Perikanan. Di
samping hal tersebut juga para nelayan disarankan untuk masuk menjadi anggota Koperasi Unit Desa Perikanan. Keuntungannya adalah demi kelancaran
pemasaran dan stabilnya harga serta yang tak kalah pentingnya adalah para nelayan dapat menikmati SHU sisa hasil usaha dalam bentuk uang yaitu pada
masa nelayan dalam keadaan paceklik.
5.1.3 Ekonomi masyarakat nelayan
Pendapatan masyarakat nelayan pada tiga desa lokasi penelitian tergantung pada sistem perekonomian yang ada di Kecamatan Kao Utara. Keberadaan pasar
yang masih tradisional dan hanya dibuka 2 kali dalam satu minggu, menyebabkan aktivitas jual beli masyarakat nelayan untuk menjual hasil tangkapan terbatas, dan
paling banyak terjual pada pedagang pengumpul dibo-dibo dengan harga yang rendah. Dari hasil penelitian yang dilakukan pada responden nelayan di 3 desa,
diperoleh gambaran bahwa pendapatan nelayan responden mayoritas Rp.300.000.- sampai dengan Rp.600.000.- per bulan, yang diperoleh dari hasil penangkapan
ikan. Pendapatan ini juga ditunjang dengan pendapatan yang berasal dari hasil- hasil perkebunan yang berkisar Rp.500.000.- sampai Rp.750.000.- per bulan. Jika
dijumlahkan, maka pendapatan masyarakat nelayan yang ada di ketiga desa penelitian adalah sekitar Rp.800.000 - Rp.1.350.000.- per bulan. Besar
penghasilan masyarakat nelayan ini tergolong cukup apabila dihitung jumlah pengeluaran nelayan per hari yaitu rata-rata sebanyak Rp.40.000.-. Sehingga total
pengeluaran masyarakat nelayan dapat berkisar Rp.1.200.000.-. Menghitung
pendapatan nelayan dan pengeluaran yang dilakukan oleh seorang nelayan, terdapat selisih sebesar Rp.150.000.- per bulan. Jumlah kelebihan tersebut tidak
digunakan untuk ditabung, namun digunakan untuk membeli kebutuhan alat tangkap pancing ulur, seperti senar atau kait, dan kebutuhan keluarga lainnya,
serta biaya transportasi ke toko peralatan tangkap yang ada di ibukota kabupaten. Lembaga-lembaga keuangan seperti bank yang belum ada di Kecamatan
Kao Utara, menyebabkan perputaran ekonomi di kecamatan ini lambat. Rangsangan lembaga keuangan seperti koperasi-koperasi simpan pinjam, hanya
dilakukan untuk mencari keuntungan semata, tanpa keberpihakan kepada masyarakat kecil, dengan menetapkan suku bunga pinjaman yang besar dan
memberatkan masyarakat nelayan, menyebabkan pendapatan masyarakat nelayan tidak cukup untuk membiayai kebutuhan yang ada. Hal ini merupakan tanggung
jawab pemerintah yang harus diperhatikan sehingga kesejahteraan masyarakat nelayan akan terpenuhi.
Peran lembaga perbankan dalam penyaluran kredit komersial untuk membantu pemgembangan perikanan tangkap di Kecamatan Kao Utara mutlak
diperlukan. Namun demikian, akses nelayan terhadap perbankan di lokasi penelitian ini masih terbatas karena mereka pada umumnya belum mengetahui
proses untuk memperoleh pinjaman, di samping agunan yang tidak ada sesuai dengan yang disyaratkan oleh lembaga keuangan. Saleh 2004 mengemukakan
bahwa kecenderungan bank-bank umum mendanai sektor-sektor usaha yang bergerak dalam bidang industri pengolahan hasil laut, serta pedagang besar hasil
laut, dan belum menyentuh pada nelayan secara individu. Hal ini disebabkan oleh
kebijakan prudential banking serta persyaratan pada pemberian kredit yang ditetapkan oleh otoritas moneter, yang memberikan batasan gerak bagi perbankan
umum, untuk dapat menjangkau masyarakat miskin, khususnya masyarakat miskin yang ada di daerah pesisir Saleh, 2004.
Pembangunan wilayah pesisir pada umumnya dikaitkan dengan upaya pengentasan kemiskinan nelayan yang kehidupannya tergantung pada usaha
perikanan. Sektor perikanan pada hakekatnya dapat dikembangkan sebagai alternatif bagi perbaikan ekonomi masyarakat nelayan. Masyarakat nelayan
merupakan salah satu dari sekian banyak golongan ekonomi lemah. Persoalan tersebut harus diatasi dengan mendayagunakan segala potensi atau sumberdaya
yang tersedia yang ditunjang dengan penerapan strategi yang efektif. Strategi yang efektif dapat dicapai melalui penggunaan teknologi, tenaga kerja intensif,
modal dan
keterampilan serta
pemberdayaan kelembagaan
untuk meningkatkan tingkat pendapatan masyarakat miskin. Peraturan pemerintah
berisi tentang ketentuan-ketentuan dalam pengelolaan kawasan konservasi laut daerah yang dilakukan secara terpadu, termasuk hal yang bersifat dilarang dan
diperbolehkan untuk dilakukan sanksidenda, serta hal-hal khusus yang menyangkut kawasan konservasi laut daerah.
5.2 Penggunaan bom dalam penangkapan ikan