Risiko Kekeringan Mitigasi Bencana Kekeringan

5.3. Risiko Kekeringan

Penentuan tingkat risiko kekeringan ini dianalisis berdasarkan persamaan umum dimana nilai bahaya dikalikan dengan nilai kerentanan sehingga menghasilkan tingkat risiko kekeringan Agro-Hidrologi di lokasi penelitian. Dari hasil analisis risiko dikategorikan menjadi kelas rendah, sedang dan tinggi. Sebaran risiko disajikan pada Gambar 26. Berdasarkan analisis yang dilakukan di Das Kariango dengan kelas tertinggi seluas 12.442,71 ha disajikan pada Tabel 17. Tabel 17. Kelas Risiko Kekeringan dan luasannya di lokasi penelitian Nilai Interval Kelas Risiko Luas ha Persen 1.18 – 3.94 Rendah 25.853,93 40.56 3.94 – 5.28 Sedang 25.449,39 39.92 5.28 – 8.86 Tinggi 12.442,71 19.52 Jumlah 63.746,03 100.00 Gambar 27. Luasan Risiko Tinggi pada Penggunaan Lahan DAS Kariango Berdasarkan hasil analisis risiko tinggi DAS Kariango, penggunaan lahan yang memiliki luasan yang tinggi adalah penggunaan lahan sawah dengan luas 5.087,04 ha atau sekitar 40.98 Gambar 27. Dari gambaran luasan tersebut menggambarkan bahwasanya DAS Kariango sangat perlu dilakukan upaya mitigasi sedini mungkin, dikarenakan lahan sawah lokasi penelitian termasuk sentral produksi beras di Sulawesi Selatan. 463.31 998.41 2540.79 1456.98 41.49 1452.69 371.60 5087.04 Luasan Penggunaan Lahan Risiko TInggi Hutan Tambak Kebun Campuran Pertanian lahan keringTegalan Mangrove SemakBelukar Permukiman Sawah 53 Gambar 27. Peta Sebaran Risiko Bencana Kekeringan DAS Kariango 54

5.4. Mitigasi Bencana Kekeringan

Berdasarkan hasil analisis risiko, ketiga kabupaten di Das Kariango dalam melakukan mitigasi harus saling berinteraksi dan bersinergis karena Das merupakan satu kesatuan ekologis. Dalam merumuskan mitigasi bencana prinsip yang mendasar dalam parameter bahaya adalah nilai teknis yang menggambarkan wilayah yang bahaya tinggi, sedangkan kerentanan lebih terkait pada elemen masyarakat dan kelembagaan yang meningkatkan kerawanan wilayah terhadap bencana. Maka dari itu mitigasi bencana kekeringan dirumuskan sesuai dengan prinsip diatas yang difokuskan pada wilayah yang berisiko tinggi. Berikut ini merupakan rekomendasi yang ditawarkan dalam mitigasi bencana kekeringan yaitu :  Kesiapan stok air, pangan dan penyesuaian pola tanam.  Upaya untuk penyediaan air sumur dalam, tangki air, penampungan air hujan, pengolahan air laut menjadi tawar, irigasi desa, pompanisasi, pipanisasi, borisasi.  Pengolahan air laut menjadi air tawar.  Pemberian bahan organikpupuk dan vegetasi adaptif kekeringan.  Penyuluhan kepada masyarakat sebagai kawasan berisiko kekeringan.  Peningkatan kapasitas kelembagaan dalam tanggap darurat.  Mekanisme pengadaan dan penyaluran bantuan yang merata. Rekomendasi di atas berdasarkan parameter teknis bahaya dan elemen masyarakat yang rentan Tabel 18. Rekomendasi mitigasi dengan tekknis bahaya yang meningkatkan ancaman bahaya yaitu wilayah yang jumlah hujan kurang diperlukan stok air dan penyesuaian pola tanam. Sumber air dan lapisan kedalam air tanah jauh diperlukan upaya untuk penyediaan air sumur dalam, tangki air, penampungan air hujan, pengolahan air laut menjadi tawar, irigasi desa, pompanisasi, pipanisasi, borisasi, sedangkan untuk karakteristik tanah diperlukan peningkatan kemampuan menyerap air seperti pemberian bahan organik dan vegetasi yang buruk tergantung di ganti dan ditanami dengan tanaman adaptif terhadap kekeringan. Rekomendasi mitigasi dengan elemen masyarakat rentan yaitu banyaknya keluarga miskin dan jumlah penduduk diperlukan stok air dan pangan. Kurangnya kelembagaan terlibat dan rendahnya kemampuan masyarakat diperlukan penyuluhan dan peningkatan kapasitas masyarakat. Untuk wilayah yang tidak mendapatkan bantuan diperlukan rumusan ulang mengenai mekanisme standarisasi penerima bantuan yang tepat dan merata. Dari beberapa desa di kecamatan lokasi penelitian beberapa desa yang direkomendasikan prioritas dilakukan mitigasi adalah desa Lero, Maccorawalie, Penrang, Baranti, Bulo Watang dan Mengkawani dengan pertimbangan tingginya kepadatan penduduk dan petani di desa tersebut. Kepadatan penduduk dan petani menjadi pertimbangan prioritas utama dilakukan mitigasi karena bencana berdampak sangat merugikan jika berefek langsung kepada masyarakat setempat. 56 Tabel 18. Mitigasi bencana kekeringan di lokasi penelitian yang berisiko tinggi Wilayah Parameter Risiko Rekomendasi Bahaya H Kerentanan V Kecamatan Maiwa Desa Bonto Malangga, Mengkawani, Pariwang, Palakka, Limbuang, Batu Mila, Kaluppang  Jauh dari sungai  Lapisan air tanah jauh dari permukaan tanah  Karakteristik tanah menyimpan air buruk  Banyaknya keluarga miskin  Kemampuan dan kelembagaan masyarakat yang rendah  Bantuan dari pemerintah tidak ada  Upaya untuk penyediaan air sumur dalam, tangki air, penampungan air hujan, pipanisasi  Kesiapan stok pangan bagi keluarga miskin  Pemberian bahan organikpupuk  Penyuluhan kepada masyarakat sebagai kawasan berisiko kekeringan dan Peningkatan kapasitas kelembagaan dalam tanggap darurat  Mekanisme pengadaan dan penyaluran bantuan yang merata Kecamatan Patampanua Desa Macirina, Padangloang  Jauh dari sungai  Karakteristik tanah menyimpain air buruk  Vegetasi penutup kurang dan buruk  Kemampuan masyarakat yang rendah  Bantuan dari pemerintah tidak ada  Upaya untuk penyediaan air sumur dalam, tangki air, penampungan air hujan, pompanisasiborisasi  Penyuluhan kepada masyarakat sebagai kawasan berisiko kekeringan  Pemberian bahan organikpupuk dan penanaman vegetasi adaptif kekeringan  Mekanisme pengadaan dan penyaluran bantuan yang merata Kecamatan Paleteang Desa Mamminasae, Pacongang  Jauh dari sungai  Karakteristik tanah menyimpain air buruk  Vegetasi penutup kurang dan buruk  Kemampuan dan kelembagaan masyarakat yang rendah  Bantuan dari pemerintah tidak ada  Upaya untuk penyediaan air sumur dalam, tangki air, penampungan air hujan, pompanisasiborisasi  Kesiapan stok pangan bagi keluarga miskin  Pemberian bahan organikpupuk dan penanaman vegetasi adaptif kekeringan  Penyuluhan kepada masyarakat sebagai kawasan berisiko kekeringan dan peningkatan kapasitas kelembagaan dalam tanggap darurat  Mekanisme pengadaan dan penyaluran bantuan yang merata 57 Lanjutan Wilayah Parameter Risiko Rekomendasi Bahaya Kerentanan Kecamatan Mattiro Bulu Desa Padakkalawa, Bunga, Maranu, Pananrang, Makkawaru, Alitta  Jumlah hujan kurang  Jauh dari sumber air  Karakteristik tanah menyimpain air buruk  Vegetasi penutup kurang dan buruk  Keluarga miskin banyak  Kelembagaan masyarakat rendah  Upaya untuk penyediaan air sumur dalam, tangki air, penampungan air hujan, pipanisasi, pompanisasi dan borisasi  Kesiapan stok pangan bagi keluarga miskin  Pemberian bahan organikpupuk dan penanaman vegetasi adaptif kekeringan  Peningkatan kapasitas kelembagaan dalam tanggap darurat  Mekanisme pengadaan dan penyaluran bantuan yang merata Kecamatan Watang Sawitto Penrang, Sawitto, Maccorawalie  Jauh dari sungai  Karakteristik tanah menyimpain air buruk  Konsumen dan keluarga miskin banyak  Bantuan tidak ada  Upaya untuk penyediaan air sumur dalam, tangki air, penampungan air hujan, pipanisasi dan pompanisasi  Pemberian bahan organikpupuk  Kesiapan stok pangan bagi keluarga miskin  Penyuluhan kepada masyarakat sebagai kawasan berisiko kekeringan Kecamatan Lanrisang Desa Barangpalie, Samaulue, Ammassangeng, Malongilongi  Jumlah hujan kurang  Jauh dari sumber air  Karakteristik tanah menyimpain air buruk  Vegetasi penutup kurang dan buruk  Konsumen dan keluarga miskin banyak  Kemampuan masyarakat yang rendah  Bantuan tidak ada  Upaya untuk penyediaan air sumur dalam, tangki air, penampungan air hujan, pipanisasi, perbaikan jaringan irigasi  Pemberian bahan organikpupuk dan penanaman vegetasi adaptif kekeringan  Pengolahan air laut menjadi air tawar  Kesiapan stok pangan bagi keluarga miskin  Penyuluhan kepada masyarakat sebagai kawasan berisiko kekeringan dan 58 Lanjutan Wilayah Parameter Risiko Rekomendasi Bahaya Kerentanan Kecamatan Watang Pulu Desa Uluale, Bangkai, Arawa,Lainungan  Lapisan air tanah jauh dari permukaan tanah  Jauh dari sumber air  Karakteristik tanah menyimpain air buruk  Vegetasi penutup kurang dan buruk  Konsumen dan keluarga miskin banyak  Kemampuan masyarakat yang rendah  Bantuan tidak ada  Upaya untuk penyediaan air sumur dalam, tangki air, penampungan air hujan, pipanisasi, borisasi  Pemberian bahan organikpupuk dan penanaman vegetasi adaptif kekeringan  Kesiapan stok pangan bagi keluarga miskin  Penyuluhan kepada masyarakat sebagai kawasan berisiko kekeringan  Mekanisme pengadaan dan penyaluran bantuan yang merata Kecamatan Baranti Desa Paseno, Manisa, Panreng, Tonronge, Baranti,  Jauh dari sumber air  Lapisan air tanah jauh dari permukaan tanah  Karakteristik tanah menyimpain air buruk  Vegetasi penutup kurang dan buruk  Konsumen dan keluarga miskin banyak  Kelembagaan masyarakat yang rendah  Bantuan tidak merata  Upaya untuk penyediaan air sumur dalam, tangki air, penampungan air hujan, pompanisasi, borisasi  Pemberian bahan organikpupuk dan penanaman vegetasi adaptif kekeringan  Pengolahan air laut menjadi air tawar  Kesiapan stok pangan bagi keluarga miskin  Peningkatan kapasitas kelembagaan dalam tanggap darurat Kecamatan Pancarijang Desa Lalebata, Rappang, Macorawalie, Cipotakari, Bulo watang  Jauh dari sumber air  Lapisan air tanah jauh dari permukaan tanah  Karakteristik tanah menyimpain air sangat buruk  Vegetasi penutup kurang dan buruk  Konsumen dan keluarga miskin banyak  Kelembagaan masyarakat yang rendah  Bantuan tidak ada  Upaya untuk penyediaan air sumur dalam, tangki air, penampungan air hujan, pompanisasi, borisasi  Pemberian bahan organikpupuk dan penanaman vegetasi adaptif kekeringan  Kesiapan stok pangan bagi keluarga miskin  Peningkatan kapasitas kelembagaan dalam tanggap darurat  Mekanisme pengadaan dan penyaluran bantuan yang merata 59 Lanjutan Wilayah Parameter Risiko Rekomendasi Bahaya Kerentanan Kecamatan Kulo Desa Bina Baru, Madendra, Abbokongeng, Kulo  Jauh dari sumber air  Lapisan air tanah jauh dari permukaan tanah  Karakteristik tanah menyimpain air buruk  Konsumen dan keluarga miskin banyak  Kelembagaan masyarakat yang rendah  Bantuan tidak merata  Kesiapan stok pangan dan penyesuaian pola tanam  Upaya untuk penyediaan air sumur dalam, tangki air, penampungan air hujan, pipanisasi, borisasi  Peningkatan kapasitas kelembagaan dalam tanggap darurat  Mekanisme pengadaan penyaluran bantuan merata Kecamatan Suppa Desa Lotangsalo, Polewali, Wt.Pulu, Wt.Suppa, Tasiwalie, Wiringtasi, Ujunglabuang, Lero  Jumlah hujan kurang  Jauh dari sumber air  Karakteristik tanah menyimpain air buruk  Vegetasi penutup kurang dan buruk  Keluarga miskin banyak  Kemampuan masyarakat yang rendah  Bantuan tidak ada  Upaya untuk penyediaan air sumur dalam, tangki air, penampungan air hujan, pipanisasi  Pengolahan air laut menjadi air tawar  Kesiapan stok pangan bagi keluarga miskin  Penyuluhan kepada masyarakat sebagai kawasan berisiko kekeringan  Mekanisme pengadaan penyaluran bantuan merata 60

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

1. Indeks Bahaya Kekeringan Agro-Hidrologi di DAS Kariango adalah Ibk = 0.33CH + 0.27KAT + 0.20SA + 0.13T + 0.06 WSVI yang menggambarkan kemiripan di lapangan dengan validasi titik di lapangan Hal ini menunjukkan konsep rumusan Effendy yang dijadikan rujukan dalam perumusan indeks bahaya Agro-Hidrologi dapat digunakan dalam analisis sebaran bahaya kekeringan. 2. Wilayah yang mempunyai kelas kerentanan tinggi terdapat di 5 Kecamatan antara lain Kecamatan Suppa, Watang Pulu, Kulo, Patampanua dan Maiwa. Kerentanan kekeringan beberapa desa di 5 Kecamatan tersebut menggambarkan pemicu dalam menaikkan risiko kekeringan. 3. Sebaran risiko kekeringan di DAS Kariango memiliki nilai risiko tinggi dengan luasan 12.442,71 ha. Dari sebaran risiko tinggi penggunaan lahan sawah di lokasi penelitian yang paling luas dengan 5.087,04 ha atau sekitar 40.98 . Hal ini menunjukkan perlu perhatian khusus dalam merumuskan mitigasi sedini mungkin, karena lahan sawah tersebut terdapat di daerah sentral produksi beras di Sulawesi Selatan. 4. Rumusan mitigasi bencana kekeringan didasarkan pada nilai teknis bahaya dan kerentanan elemen dan kelembagaan masyarakat. Desa Lero, Maccorawalie, Penrang, Baranti, Bulo Watang, dan Mengkawani merupakan desa yang memiliki kepadatan penduduk dan petani yang tinggi. Hal ini menjadi pertimbangan bahwa desa tersebut menjadi prioritas dilakukan mitigasi bencana kekeringan.

6.2. Saran

1 Indeks agro-hidrologi yang dirumuskan dapat digunakan sebagai zonasi bahaya kekeringan di DAS sejenisnya. 2 Perlu kajian nilai standar kelas bahaya kekeringan yang sesuai dengan persepsi masyarakat, petani, pemerintah dan kajian kerentanan spasial yang detail terkait parameter dan nilai kerentanannya.