Faktor Indeks Bahaya Kekeringan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Indeks Bahaya Kekeringan Agro-Hidrologi

5.1.1. Faktor Indeks Bahaya Kekeringan

Kekeringan Agro-Hidrologi dapat diartikan kurangnya pasokan air permukaan dan air tanah sehingga tidak mampu memenuhimempengaruhi kebutuhan tanaman dan masyarakat diperiode waktu tertentu. Dalam perumusan indeks bahaya ini, faktor yang terpilih yang dapat dipetakan di DAS Kariango dipengaruhi oleh lima faktor yaitu, curah hujan di musim kering, jarak sumber air, kedalaman air tanah, tektur tanah dan vegetasi. 1. Indeks Ketersediaan Air Tanaman WSVI Kawasan tanpa penutup akan lebih rawan kekeringan, vegetasi dengan penutup yang rendah juga rawan kekeringan, ada vegetasi penutup tetapi memiliki karakteristik buruk mudah kering menjadi lebih rentan terhadap kering, vegetasi pada lahan tadah hujan lebih rentan terhadap kekeringan. Jenis tanaman, kerapatan penutupan dan penutupan tanaman berpengaruh langsung terhadap jumlah air pada permuakaan tanah di dalam DAS Indarto, 2010. Ketika vegetasi mengalami kekeringan, NDVI menurun dan suhu kanopi meningkat, WSVI menurun. Oleh karena itu, WSVI dapat mencerminkan kekeringan efektif Zhao et al. 2005 dalam Sivakumar et al. 2005. Peta Indeks ketersediaan air tanaman WSVI diperoleh dari indeks kecerahan vegetasi NDVI dibagi dengan nilai temperatur permukaan T s . Peta NDVI dan T s Lampiran 6 diekstrak dari citra Landsat musim kering Juli - September 2011. Nilai awan pada penggabungan NDVI dan T s dilakukan refill dengan nilai dominan tetangganya. Indeks ketersediaan air tanaman mempertimbangkan nilai kecerahan vegetasi yang membedakan vegetasi yang sehat maupun layu, selain itu juga mempertimbangkan nilai suhu permukaan yang mencakup gambaran tingginya penguapan di lokasi penelitian. Peta Indeks ketersediaan air tanaman disajikan pada Gambar 9 yang distandarisasi menjadi lima kelas yang dikelaskan sesuai dengan pola data alami natural breaks nilai ketersediaan air tanaman, hal ini dikarenakan nilai indeks ini belum terdapat ketetapan baku dalam pengkelasannya. Gambar 9. Peta Indeks ketersediaan air tanaman WSVI 2. Curah Hujan Curah hujan yang kurang dengan deret hari kering yang panjang merupakan indikator awal lokasi tersebut sangat rawan terjadi kekeringan khusus di daerah Indonesia bagian timur. Data yang diperoleh dari BMKG Maros menunjukkan di lokasi penelitian dengan deret hari kering yang panjang dimulai dari bulan Juli sampai September 2011 dengan 7 titik stasiun Lampiran 7. Tabel 10. Stasiun curah hujan dan jumlah curah hujan bulanan 2011 Stasiun Bulan Jan Feb Mar Apr Mei Juni Juli Agus Sept Okt Nov Des Enrekang 96 43 252 329 159 30 23 8 58 159 296 335 Cendana 90 59 234 255 181 61 92 8 38 150 130 239 Lawawoi 124 95 93 205 163 158 34 16 165 452 202 Patampanua 317 171 231 145 346 43 38 10 17 264 310 276 Mattiro Bulu 208 56 204 171 252 146 2 46 239 369 274 Tiroang 75 34 60 183 129 44 31 30 147 276 220 Lanrisang 152 54 258 263 60 22 9 72 175 207 Sumber : BMKG Maros Sulsel Intensitas hujan yang rendah pada musim kemarau sangat mempengaruhi terjadinya kekeringan, setiap penyimpangan curah hujan secara langsung akan mempengaruhi tingkat kedalaman air tanah Dileep et al. 2007. Sebaran curah hujan musim kering Juli – September 2011 di lokasi penelitian disajikan pada Gambar 10, yang menunjukkan kurangnya jumlah hujan di bulan kering tersebar di bagian hilir DAS Kariango. Peta curah hujan diperoleh dari interpolasi kriging dengan standarisasi ukuran pixel mengikuti resolusi citra Landasat 30 x 30 yang dikelaskan menjadi lima kelas sesuai dengan metode Schmit-Ferguson bahwa jumlah hujan 60 mm merupakan kriteria kering. Gambar 10. Peta curah hujan musim kering Juli – September, 2011 3. Kedalaman Air Tanah Karakteristik sumber air yang menyebabkan lokasi tertentu rawan kekeringan yaitu 1 tanpa sumber air mata air, sungai, danau waduk dan air tanah, 2 semakin jauh dari sumber air maka semakin rawan kekeringan, 3 ada sumber air namun karakteristik sumber air buruk, 4 kerusakan kawasan tangkapan air dan sumber-sumber air akibat perbuatan manusia. Jika kedalaman air tanah cukup dalam, maka kapasitas akuifernya relatif kecil, sehingga daerah tersebut akan mudah mengalami kekeringan, demikian pula sebaliknya. Kedalaman air tanah mencerminkan kapasitas akuifer untuk menyimpan air dan mengalirkan ke sungai. Peta kedalaman air tanah diperoleh dari pengukuran dan wawancara langsung dari masyarakat di lokasi penelitian yang kemudian dilakukan interpolasi kriging dengan standarisasi reolusi 30 x 30. Kelas kedalaman air tanah dibagi menjadi lima kelas berdasarkan natural breaks. Peta kedalaman air tanah disajikan pada Gambar 11. Gambar 11. Peta kedalaman air tanah di lokasi penelitian 4. Jaringan Sungai Buffer Sungai mempunyai peranan yang sangat penting dalam fungsinya sebagai tempat mengalirkan air. Semakin dekat dengan sumber air maka daerah tersebut kecil kemungkinan mengalami kejadian kekeringan. Air permukaan tanah dan air tanah yang mengalir ke sungai berhubungan langsung dengan tekstur tanah dalam pola gerakan air Indarto, 2010. Peta jaringan sungai di peroleh dari peta RBI skala 1:50.000 yang dikelaskan menjadi lima kelas dengan buffer 100 m, kemudian dilakukan rasterisasi dengan resolusi 30 x 30. Peta jaringan sungai disajikan pada Gambar 12. Gambar 12. Peta buffer jaringan sungai di lokasi penelitian 5. Tekstur Tanah Tanah karakteristik buruk, tekstur tanah yang berpasir. Tekstur tanah dapat meningkatkan atau mengurangi efek kekeringan, karena perbedaan dalam aerase memegang air Berger et al. 2012. Tekstur tanah menentukan jumlah air yang dapat diikat pada berbagai kondisi kadar lengas tanah, semakin baik daya ikat air tanah akan semakin baik untuk kebutuhan dan ketersediaan air bagi masyarakat dan tanaman air tanah dipompa oleh perakaran tanaman. Peta tekstur tanah diperoleh dari karakteristik jenis tanah di lokasi penelitian dari peta tanah skala 1: 250.000. Tabel 11 menyajikan jenis tanah dan tekstur di lokasi penelitian. Pengkelasan parameter ini didasarkan kapasitas air tersedia pada tekstur tanah tertentu USDA Natural Resources Conservation Service, 2008 yang dikelaskan menjadi lima kelas. Kelas kapasitas air tersedia berdasarkan kelas tekstur tanah di sajikan pada Tabel 12. Peta tekstur tanah berikut dilakukan rasterisasi dengan resolusi 30 x 30 yang disajikan pada Gambar 13. Parameter ini merupakan parameter yang sangat lemah yaitu basis datanya diperoleh dari skala keciltidak detil dan kelas teksturnya tidak berdasarkan dengan tekstur di lapangan. Tabel 11. Jenis Tanah dan Tekstur Tanah di lokasi penelitian Jenis tanah Tekstur tanah Aluvial kelabu olif Lempung berliat Aluvial kelabu tua Lempung liat berpasir Grumusol kelabu tua Pasir berlempung Kompleks podsolik coklat kekelabuan dan regosol Lempung berpasir Mediteran coklat kekelabuan Lempung berliat Podsolik coklat Liat berpasir Podsolik merah kekuningan Lempung berpasir Podsolik violet Lempung berpasir Regosol coklat kekelabuan Lempung berdebu Regosol kelabu kekuningan Lempung berdebu Aluvial kelabu kekuningan Liat berpasir Grumusol kelabu Lempung berliat Regosol coklat Lempung berpasir Regosol kelabu Lempung berpasir Aluvial hidromorf Liat Tabel 12. Kelas kapasitas air tersedia pada kelas tekstur Texture Class Available Water Capacity Class Silt loam, Silty clay loam 1 Clay loam, Loam 2 Fine Sandy loam, Silty clay 3 Sandy loam, clay 4 Sand, Loamy sand 5 Gambar 13. Peta Tekstur Tanah di lokasi Penelitian

5.1.2. Pembobotan Faktor Indeks Bahaya Kekeringan