Latar Belakang Pemilihan Judul

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Pemilihan Judul

Bumi nusantara menyimpan beragam kekayaan alam berupa bahan galian tambang yang meliputi emas, perak, tembaga, minyak dan gas bumi, batu bara, dan lain sebagainya. Kesadaran akan hal itu menimbulkan semangat semua pihak untuk menggali sedalam-dalamnya potensi sumber daya alam yang terkandung di bumi nusantara. Semangat ini juga terpatri di dalam arah dan tujuan pertambangan dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional PROPENAS untuk mencapai tujuan dan sasaran pembangunan nasional yang didasarkan pada visi dan misi yang diamanatkan oleh GBHN 1999-2004 untuk terwujudkan masyarakat Indonesia yang damai, demokratis, berkeadilan, berdaya saing, maju dan sejahtera, dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang didukung oleh manusia Indonesia yang sehat, mandiri, beriman, bertakwa, berakhlak mulia, cinta tanah air, berkesadaran hukum dan lingkungan, menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, serta memiliki etos kerja yang tinggi dan berdisiplin. 1 1 Pendahuluan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional PROPENAS. Universitas Sumatera Utara Perwujudan masyarakat adil dan makmur dilakukan melalui berbagai bidang, satu diantaranya ialah bidang ekonomi yang identik dengan pembangunan pada sektor-sektor ekonomi itu sendiri dengan memberdayakan kekayaan alam yang terdapat di Indonesia seperti sektor pertanian, kehutanan, perikanan, peternakan, pertambangan, industri, perdagangan, jasa-jasa, dan lain-lain. 2 Cita-cita senada terformulasi secara juridis dalam Pasal 33 ayat 3 Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi bahwa bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, dan sebagaimana ayat 2 Pasal 33 UUD 1945 juga mengamanatkan bahwa cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak maka usaha pertambangan di Indonesia hanya dikuasai dan dilaksanakan oleh Negara. Negara diberi tugas untuk mengatur dan mengusahakan sumber daya alam yang wajib ditaati oleh seluruh rakyat Indonesia, juga membebankan kewajiban kepada negara untuk menggunakan sumber daya alam untuk kemakmuran rakyat. 3 Apabila hal ini merupakan kewajiban negara, maka pada sisi lain merupakan hak rakyat Indonesia untuk mendapatkan kemakmuran melalui pemanfaatan sumber daya alam yang diamanatkan secara konstitusi, dan sebagai perwujudan tanggungjawab sosial dari negara sebagai konsekuensi dari hak penguasaan negara tersebut. 4 2 Aminuddin Ilmar, Hukum Penanaman Modal di Indonesia, Jakarta: Kencana, 2004, hlm. 1. 3 Nanik Trihastuti, Hukum Kontrak Karya, Pola Kerjasama Pengusahaan Pertambangan Di Indonesia, Semarang: Setara Press, 2013, hlm. 2. 4 Ibid. Universitas Sumatera Utara Adapun pihak Pemerintah yang mengurusi bidang pertambangan adalah Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral. Untuk tingkat daerah penguasaan dilakukan oleh Pemerintah Daerah. Untuk kepentingan nasional, Pemerintah dapat menetapkan kepentingan dalam negeri setelah berkonsultasi dengan DPR. 5 Semakin hari semakin terasa besarnya kontribusi ekplorasi dan ekspolitasi sumber daya alam sektor pertambangan terhadap pembangunan ekonomi nasional serta kepentingan kesejahteraan masyarakat Indonesia. Dalam kurun waktu 10 tahun dari tahun 2005 hingga 2012 rata-rata penerimaan negara dari sektor minyak dan gas bumi ialah sekitar Rp 225, 71 Triliun sementara dari sektor pertambangan umum rata-rata Rp 60,42 Triliun. Penerimaan negara rata-rata dalam tahun 2005- 2012 ialah sebesar Rp 904,47 Triliun. 6 Sementara di tahun 2013, kontribusi sektor migas dan pertambangan dalam APBN mencapai 23, yakni senilai 398,4 Triliun Rupiah dari total 1726 Triliun Rupiah dalam Total APBN-P 2013. Sedangkan kontribusi sektor pertambangan dan penggalian terhadap Produk Domestik Bruto tercatat sebesar 10,43 dari Total PDB Nasional dengan Migas di Tahun 2013. 7 5 Gatot Supramono, Hukum Pertambangan Mineral dan Batubara di Indonesia, Jakarta: Rineka Cipta, 2012, hlm. 8. 6 Laporan Komaidi Notonegoro, Wakil Direktur Reforminer Institute sebagaimana diakses dari http:m.indonesiafinancetoday.comread55406Kontribusi -Pertambangan-Umum-Masih- Minim pada tanggal 15 Februari 2014 pukul 15:04 WIB Bersama dengan meningkatnya kebutuhan akan hasil potensi sumber daya alam mineral yang masih sangat melimpah, timbul kendala-kendala dalam pengembangan kekayaan alam ini. Berbagai kendala tersebut disebabkan karena 7 Laporan Kementrian ESDM, 27 Desember 2013, sebagaimana diakses dari http:111.slideshare.netpwyindonesiacatatan-akhir-tahun-tata-kelola-sektor-migastambang-pwyp- indonesia pada tanggal 21 Februari 2014 pukul 05:54 WIB Universitas Sumatera Utara kegiatan di sektor ini sarat akan modal, teknologi tinggi, kemampuan manajerial yang baik, sumber daya manusia yang memiliki keahlian teknis yang tinggi, serta membutuhkan waktu yang lama untuk menghasilkan produksi bahan galian. 8 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan memberikan izin kepada Pemerintah untuk melaksanakan pengusahaan bahan galian tambang baik secara langsung terlibat dalam kegiatan usaha maupun menunjuk kontraktor untuk melaksanakan pengusahaan bahan galian tambang apabila instansi pemerintahan tersebut tidak atau belum mampu untuk melaksanakan pengusahaan bahan galian tambang secara langsung. Apabila usaha pertambangan dilaksanakan oleh kontraktor, kedudukan Pemerintah adalah memberikan izin kepada kontraktor yang bersangkutan. Kuasa pertambangan merupakan wewenang yang diberikan kepada badanperorangan untuk melaksanakan usaha pertambangan. Kuasa pertambangan dapat dibedakan menjadi lima macam, yaitu: 9 Pengelolaan bahan galian tambang emas, perak maupun tembaga yang bekerjasama dengan investor asing umumnya menggunakan sistem kerja sama modal kontrak karya yang mulai dikenal pada tahun 1967 bersama dengan 1 kuasa pertambangan penyelidikan umum; 2 kuasa pertambangan eksplorasi; 3 kuasa pertambangan ekploitasi; 4 kuasa pertambangan pengolahan dan pemurnian; dan 5 kuasa pertambangan pengangkutan dan penjualan. 8 Nanik Trihastuti, op.cit., hlm. 3. 9 H. Salim HS., Hukum Pertambangan Di Indonesia, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2012, hlm. 1 Universitas Sumatera Utara diundangkannya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing serta Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan. Contoh perusahaan tambang yang menganut sistem kontrak karya dalam kerjasama modalnya adalah PT Freeport Indonesia 10 Perjanjian karya pengusahaan pertambangan memiliki pola yang berbeda antara pola perpajakan dengan pola pembagian hasil produksinya. Pola perpajakan perjanjian karya pertambangan menggunakan pola kontrak karya sementara pola pembagian hasil tambang menggunakan pola production sharing. Berdasarkan skema Kontrak Karya, perusahaan diwajibkan untuk membayar sejumlah pajak mineral, diantaranya royalti , PT Inco Indonesia dan PT Kaltim Prima Coal KPC. 11 yang nilainya berbeda-beda berdasarkan jenis mineral, sewa tanah 12 10 PT Freeport Ind. Inc. yang berkedudukan di Irian Jaya merupakan perusahaaan penanaman modal asing yang pertama kali mengusahakan pertambangan mineral dengan menggunakan pola kontrak karya. 11 Royalti adalah pajak yang dibayarkan oleh perusahaan untuk hak ekploitasi kekayaan tambang, yang didasarkan pada jumlah tertentu dari jenis bahan galian per ton atau presentase tertentu dari total produksi atau keuntungan. Secara umum, terdapat 3 jenis royalti: 1. Royalti kotor gross royalty yaitu royalti yang ditentukan berdasarkan volume produksi atau penerimaan kotor Indonesia menganut royalti jenis ini; 2. Royalty Smelter Return NSR, yaitu royalti yang dihitung berdasarkan presentase NSR perusahaan. NSR adalah gross revenues dikurangi biaya pengapalan, peleburan, pemurnian, pemasaran; 3. Royalty Net Profit Interest NPI, dimana royalti dihitung berdasarkan presentase dari net profit. 12 Sewa tanah adalah pajak yang dibayarkan oleh perusahaan untuk wilayah Kontrak Karya, dimana pembayaran didasarkan pada satuan hektar KK per tahun. dan berbagai jenis pajak berdasarkan tahapan setiap kegiatan Kontrak Karya, seperti pajak perusahaan yang sejak model Kontrak Karya KK diperkenalkan berkisar antara 35-48. Saat ini pajak perusahaan adalah 30 yang apabila dibandingkan dengan negara-negara lain, seperti Philipina 32 dan Universitas Sumatera Utara China 33 sangat kompetitif. 13 Untuk menciptakan keadaan balance seimbang antara kepentingan investor dengan negara penerima modal dalam hal ini Indonesia harus disadari Kegiatan penaman modal asing pada sektor pertambangan merupakan upaya untuk menggali sedalam-dalamnya potensi sumber daya alam Indonesia untuk memberikan keuntungan ekonomis bagi setiap pihak yang melibatkan diri di dalam kegiatan usaha tersebut dengan mengutamakan pemberian sumbangsih dari kegiatan usaha pertambangan kepada kesejahteraan dan kemakmuran rakyat Indonesia sesuai dengan amanat konstitusi. Pengelolaan bahan galian tambang Indonesia membutuhkan modal besar baik dari segi materi maupun dari segi instrumen-instrumen penunjang lainnya yang belum mampu dipenuhi oleh Pemerintah Indonesia sebagia pemegang kekuasaan pertambangan. Keadaan demikian membuat Indonesia mau tidak mau harus memanfaatkan bantuan diluar sumber dana Pemerintah karena akan sangat sulit untuk mencapai tujuan pembangunan ekonomi nasional apabila hanya bersandar pada sumber dana dalam negeri. Secara sederhana dapat disimpulkan bahwa Indonesia membutuhkan investor asing yang memiliki potensi untuk memenuhi kebutuhan dalam kegiatan usaha pertambangan demi menggali sedalam- dalamnya manfaat sumber daya alam pada sektor pertambangan untuk Indonesia yang lebih sejahtera dan makmur. Investor asing yang akan hadir dan masuk ke Indonesia menjadikan kepastian hukum sebagai salah satu pertimbangan yang sangat menentukan keputusannya untuk menanamkan modal di Indonesia. 13 Nanik Trihastuti, op. cit., hlm. 5 Universitas Sumatera Utara tidak mudah. Artinya apabila Indonesia sebagai negara penerima modal terlalu ketat dalam menentukan syarat dan ketentuan dalam penanaman modal, investor mungkin tidak akan datang untuk berinvestasi dan tidak tertutup kemungkinan para investor yang telah menanamkan modalnya di Indonesia akan merelokasi proyeknya ke negara negara lain. Kemungkinan-kemungkinan tersebut dapat saja terjadi mengingat pada era globalisasi ini para pemilik modal sangat leluasa dalam mencari tempat berinvestasi yang tidak perlu dibatasi ruang dan waktu. Oleh karena itulah perlu adanya sikap untuk menghadapi arus globalisasi yang telah merambah ke berbagai bidang, peraturan perundang-undangan yang investasi asing di berbagai negara pun terus diperbarui sesuai dengan perkembangan dunia bisnis yang semakin mengglobal. Satu hal yang pasti bahwa transformasi, penetrasi, modernisasi, dan investasi merupakan bagian dari banyak hal yang akan memberikan ciri dunia global yang tidak lagi mengenal batas-batas teritorial. 14 Implikasi globalisasi ekonomi itu terhadap hukum juga tidak dapat dihindari, sebab globalisasi hukum mengikuti globalisasi ekonomi tersebut, dalam arti berbagai substansi undang-undang dan perjanjian-perjanjian menyebar melewati batas-batas negara. 15 14 Sentosa Sembiring, Hukum Investasi, Bandung: Nuansa Aulia, 2010, hlm. 2. 15 Bismar Nasution, “Implikasi AFTA terhadap kegiatan investasi dan hukum investasi Indonesia” dalam Jurnal Hukum Bisnis Volume 22, edisi Januari-Februari 2003 hlm. 48. Dengan demikian maka cukup beralasan jika setiap negara saling bersaing dalam berbagai hal, terutama dalam hal membenahi pranata hukum demi menarik investor domestik maupun asing untuk bersedia menanamkan modal di negaranya yang antara lain dengan menyederhanakan prosedur untuk Universitas Sumatera Utara berinvestasi. Artinya, dengan semakin mengglobalnya dunia bisnis dengan ditandai kemudahan mendapatkan informasi tanpa mengenal jarak dan waktu, maka aliran modal pun akan cepat berpindah dari satu tempat ke tempat lain sehingga semakin sederhana dan mudah birokrasi berinvestasi di suatu Negara maka semakin tertariklah investor untuk menanamkan modalnya di Negara tersebut. 16 Modal akan berhenti atau tepatnya investor akan menanamkan modalnya pada tempat yang peluang investasinya kondusif. Salah satu faktor yang dijadikan parameter untuk menilai apakah tempat berinvestasi kondusif atau tidak, adalah keberadaan kepastian hukum. Kepastian hukum dalam hal ini berarti bahwa pelaku usaha mendapatkan jaminan dan rasa aman dalam menjalankan usahanya oleh peraturan perundang-undangan yang jelas karena keputusan investor untuk menanamkan modalnya pada suatu negara tidak terlepas dari perhitungan bisnis yang identik dengan untung dan rugi. Disinilah diperlukan pembaruan hukum penanaman modal sebagai perangkat aturan untuk mengantisipasi kegiatan investasi di Indonesia agar dapat berkompetisi dalam menarik investor berbagai ketentuan hukum yang terkait dengan investasi di Indonesia perlu diperbarui sesuai dengan “ritme” era globalisasi guna menampung tuntutan ASEAN Free Trade Area Perdagangan bebas di wilayah Negara ASEAN yang selanjutnya disingkat AFTA. 17 16 Sentosa Sembiring, op. cit, hlm. 17. 17 Lihat Bismar Nasution¸op. cit, hlm. 48. Universitas Sumatera Utara Keseriusan Pemerintah Indonesia dalam memberikan perlindungan hukum terhadap Investasi baik domestik maupun internasional ditunjukkan dengan lahirnya peraturan perundang-undangan yang diramu sedemikian rupa untuk menjamin kepastian hukum bagi setiap pihak yang terlibat di dalam investasi. Diawali dengan Undang-Undang Nomor 1 tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing PMA dan Undang-Undang Nomor 6 tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri PMDN, yang kemudian dicabut dan diganti dengan Undang- Undang Nomor 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal UUPM yang mulai berlaku efektif pada tanggal 26 April 2007. Lahirnya peraturan perundang-undangan penanaman modal tentu merupakan harapan baru bagi para investor sebagai penanam modal maupun Indonesia sebagai negara tujuan. Peningkatan penanaman modal khususnya Penanaman Modal Asing PMA di Indonesia mengalami peningkatan yang cukup pesat hingga dewasa ini. Investor yakin akan keamanan dan kepastian hukum yang diberikan Indonesia sebagai host country oleh karena adanya perundang-undangan yang mengatur secara jelas mengenai hak dan kewajiban setiap pihak yang terlibat di dalam kegiatan penanaman modal di asing Indonesia. Pengaturan yang dimuat di dalam UUPM tidak hanya meliputi tata cara ataupun regulasi penanaman modal asing langsung direct investment saja, melainkan mengatur hal-hal yang berkaitan dengan kegiatan penanaman modal itu sendiri yang antara lain mengenai bentuk-bentuk kerja sama penanaman modal, nasionalisasi, hak transfer dan repatriasi, tenaga kerja, bidang usaha, hak dan Universitas Sumatera Utara kewajiban investor, fasilitas penanaman modal, hak atas tanah, perizinan, penyelesaian sengketa serta sanksi yang timbul akibat adanya pelanggaran hukum yang dilakukan para pihak yang sepakat untuk melakukan kegiatan penanaman modal asing. Muatan-muatan tersebut akan menjadi jawaban atas pertanyaan- pertanyaan investor sebelum melakukan kegiatan penanaman modal yang kemudian jawaban-jawaban itu dapat dikatakan menjadi pendorong jatuhnya keputusan investor untuk menanamkan modalnya ke Indonesia. Kehadiran peraturan perundang-undangan penanaman modal sebagai umbrella act payung hukum bukan satu-satunya hal dibutuhkan untuk berhasil menarik dan mempertahankan investor menanamkan modalnya di Indonesia, tetapi juga keseriusan semua pihak terkait dalam implementasi setiap butir dari hukum itu sendiri. Implementasi yang baik terhadap peraturan perundang-undangan investasi di Indonesia serta birokrasi yang relatif sederhana dan tidak berbelit-belit akan menjadikan Indonesia sebagai negara yang atraktif bagi para investor asing. Dengan kata lain, ketersediaan peraturan perundang-undangan yang komprehensif tidak serta merta membuat suatu negara menjadi atraktif bagi penanaman modal asing. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah apakah peraturan perundang- undangan yang ada berlaku secara efektif dan apakah penerapannya berlangsung secara konsisten. 18 18 David Kairupan, Aspek Hukum Penanaman Modal Asing Di Indonesia, Jakarta: PT. Kharisma Putra Utama, 2013, hlm. 6. Universitas Sumatera Utara Berhasilnya implementasi pranata hukum penanaman modal untuk membawa masuk investor asing ke Indonesia untuk turut andil dalam melakukan pembangunan ekonomi nasional melalui kegiatan penanaman modal akan memberikan akibat baik positif maupun negatif bagi kedua belah pihak. Semua pihak yang terlibat dalam kegiatan kerja sama modal berupaya sebaik mungkin untuk menciptakan akibat positif lebih besar daripada akibat negatif yang ditimbulkannya. Indonesia mendapatkan keuntungan yang relatif banyak dengan menerima modal untuk mengembangkan sektor pertambangan. Benefit yang diterima Indonesia dari hadirnya investor asing pada sektor pertambangan cukup luas multiplier effect sebagaimana manfaat investasi asing secara umum yang antara lain kehadiran investor asing dapat menyerap tenaga kerja di negara penerima modal; dapat menciptakan demand bagi produk dalam negeri sebagai bahan baku; menambah devisa apalagi investor asing yang berorientasi ekspor; dapat menambah penghasilan negara dari sektor pajak; adanya alihh teknologi transfer of technology maupun alih pengetahuan transfer of know how. 19 19 Sentosa Sembiring, op. cit., hlm. 8. Sementara pihak investor asing yang mengekstrakan modalnya di Indonesia akan mendapat keuntungan ekonomis melalui kegiatan penanaman modal, seperti mengekspor alat teknologi ke negara tujuan investasi tanpa dikenai biaya pajak yang akan dibebankan apabila alat teknologi tersebut masuk bukan dalam rangka penanaman modal asing melainkan dalam rangka ekspor serta menemukan lokasi bisnis yang Universitas Sumatera Utara dekat dengan tenaga kerja dan bahan mentah serta hal-hal menguntungkan lainnya. Sama layaknya dengan kegaitan investasi secara umum yang juga telah dipaparkan sebelumnya, kegiatan investasi asing sektor pertambangan juga memiliki resiko ataupun dampak negatif, sehingga tidak hanya dampak positif yang diakibatkan oleh keikutsertaan setiap pihak dalam kegiatan penanaman modal asing, tetapi juga terdapat resiko-resiko atau dampak negatif dapat terjadi bagi kedua belah pihak yang lebih lanjut akan dibahas dalam BAB IV. Dasar pemikiran yang dipaparkan tersebut di atas telah melatarbelakangi penulis untuk merasa perlu melakukan penelitian dan penulisan hukum dengan menyajikan persoalan tersebut ke dalam skripsi dengan judul: “KAJIAN YURIDIS TERHADAP INVESTASI ASING PADA SEKTOR PERTAMBANGAN DI INDONESIA” .

B. Perumusan Masalah