Kebijakan Pemerintah Terkait Penanaman Modal Asing Pada Sektor Pertambangan di Indonesia

Penanaman Modal Dalam Negeri UUPMDN. Namun UUPM hadir dengan isyarat bahwa akan memberikan kepastian hukum yang berimbang terhadap siapa saja yang terlibat di dalam kegiatan investasi di Indonesia, baik asing maupun domestik. Segala sesuatu terkait penanaman modal asing maupun domestik diatur dengan lebih jelas dan terperinci di dalam UUPM tanpa adanya pembedaan perhatian antara kepentingan investor asing maupun investor dalam negeri. Undang-Undang Penanmaan Modal dirancang untuk mempercepat pembangunan ekonomi nasional dan mewujudkan modal untuk mengolah potensi ekonomi menjadi kekuatan ekonomi riil dengan menggunakan modal yang berasal, baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri; serta dalam menghadapi perubahan perekonomian global dan keikutsertaan Indonesia dalam berbagai kerjasama internasional perlu diciptakan iklim penanaman modal yang kondusif, promotif, memberikan kepastian hukum, keadilan, dan efisiensi dengan tetap memperhatikan kepentingan ekonomi nasional. 85

B. Kebijakan Pemerintah Terkait Penanaman Modal Asing Pada Sektor Pertambangan di Indonesia

Kondusifitas kegiatan penanaman modal asing pada sektor pertambangan di Indonesia sebagai faktor pendorong hadirnya investor asing bergantung kepada hukum yang mengatur kegiatan tersebut sebagai aturan main. Sadar akan hal itu, Pemerintah merancang sedemikian rupa kebijakan-kebijakan yang berkaitan 85 Lihat konsideran Undang-Undang Penanaman Modal butir c dan d. Universitas Sumatera Utara dengan segala hal yang akan disentuh oleh kagiatan investasi asing sektor pertambangan di Indonesia. 86 Undang-Undang Penanaman Modal sebagai salah satu kebijakan pemerintah terkait investasi asing merupakan hukum positif bagi kegiatan penanaman modal asing secara umum di Indonesia termasuk dalam kegiatan penanaman modal asing pada sektor pertambangan. Berikut adalah beberapa peraturan perundang-undangan yang sifatnya cukup kompleks, karena mencakup pengaturan yang sifatnya multidimensi. Berikut adalah beberapa peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang Penanaman Modal yang perlu diperhatikan dalam pemahaman awal mengenai kedudukan dan pengaturan penanaman modal asing di Indonesia: Mulai aspek perizinan, pertanahan, agraria, lingkungan hidup, penanaman modal, sistem kontrak dan lain sebagainya. Pengaturan tersedia sedetail mungkin sehingga setiap hal yang dilakukan di dalam kegiatan ini seyogyanya telah memiliki lintasan yang jelas. 87 86 Menurut Pasal 7 ayat 1 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, tata urutan peraturan perundang-undangan di Indonesia adalah: 1 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2 Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat; 3 Undang-UndangPeraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang; 4 Peraturan Pemerintah; 5 Peraturan Presiden; 6 Peraturan Daerah Provinsi; 7 Peraturan Daerah KabupatenKota. Dan Pasal 8 ayat 1 menyebutkan beberapa jenis peraturan yang ditetapkan oleh: 1 Majelis Permusyawatan Rakyat; 2 Dewan Perwakilan Rakyat; 3 Dewan Perwakilan Daerah; 4 Mahkamah Agung; 5 Mahkamah Konstitusi; 6 Badan Pemeriksa Keuangan; 7 Komisi Yudisial; 8 Bank Indonesia; 9 Menteri; 10 Badan, lembaga, atau komisi yang setingkat yang dibentuk dengan undang-undang; 11 Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi; 12 Gubernur; 13 Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi; 14 Gubernur; 15 Dewan Perwakilan Rakyat Daerah KabupatenKota; 14 Bupati Wali Kota; 15 Kepala Desa atau yang setingkat. 87 David Kairupan, op. cit., hlm. 14 Universitas Sumatera Utara 1. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2008 tentang Pedoman Pemberian Insentif dan Pemberian Kemudahan Penanaman Modal di Daerah; 2. Peraturan Presiden Nomor 76 Tahun 2007 tentang Kriteria dan Persyaratan Penyusunan Bidang Usaha yang tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal; 3. Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2010 tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal; 88 4. Peraturan Presiden Nomor 27 Tahun 2009 tentang Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Bidang Penanaman Modal; 5. Peraturan Kepala BKPM Nomor 6 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan, Pembinaan, dan Pelaporan Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Bidang Penanaman Modal; 89 6. Peraturan Kepala BKPM Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pedoman dan Tata Cara Permohonan Penanaman Modal; 7. Peraturan Kepala BKPM 90 88 Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2010 ini di dalam praktik sering disebut dengan Negative List Investment karena merupakan acuan dalam mengidentifikasi bidang-bidang usaha manakah yang terbuka untuk penanaman modal atau yang terbuka dengan persyaratan tertentu. Peraturan ini menggantikan Negative List Investment sebelumnya sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 77 Tahun 2007 juncto Peraturan Presiden Nomor 111 Tahun 2007. 89 Peraturan ini menggantikan Peraturan Kepala BKPM Nomor 11 Tahun 2009 tentang hal yang sama. Nomor 13 Tahun 2009 tentang Pedoman dan Tata Cara Pengendalian Pelaksanaan Penanaman Modal sebagaimana diubah dengan Peraturan Kepala BKPM Nomor 7 Tahun 2010; Universitas Sumatera Utara 8. Peraturan Kepala BKPM Nomor 14 Tahun 2009 tentang Sistem Pelayanan Informasi dan Perizinan Investasi secara Elektronik; 9. Peraturan Kepala BKPM Nomor 89SK2007 tentang Pedoman dan Tata Cara Permohonan Fasilitas Pajak Penghasilan bagi Perusahaan Penanaman Modal di Bidang-Bidang Usaha Tertentu danatau di Daerah-Daerah Tertentu; 10. Peraturan Kepala BKPM Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pedoman dan Tata Cara Pengajuan Permohonan Fasilitas Pembebasan atau Pengurangan Pajak Penghasilan Badan. Kebijakan pemerintah terkait dengan prosedur maupuan tata cara penanaman modal asing di Indonesia dipengaruhi oleh pemberlakuan otonomi daerah. Pada mulanya urusan mengenai penanaman modal asing di Indonesia berada di tangan Pemerintah. Bersama dengan diberlakukannya otonomi daerah di Indonesia, maka kewenangan terkait pengurusan penanaman modal asing di Indonesia dialihkan kepada Pemerintah Daerah baik Pemerintah Daerah Provinsi, Pemerintah Daerah Kabupaten maupun Pemerintah Daerah Kota. 91 Selain peraturan perundang-undangan yang mengatur secara langsung masalah penanaman modal sebagaimana disebutkan diatas, peraturan perundang- undangan di bidang lainnya juga perlu diperhatikan, seperti peraturan yang 90 Badan Koordinasi Penanaman Modal BKPM adalah suatu negara non kementerian negara yang dipimpin oleh seorang kepala yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden. 91 Lihat Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintah Antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah KabupatenKota. Universitas Sumatera Utara mengatur masalah kewenangan pemberian izin sehubungan dengan penanaman modal, lingkungan hidup, ketenagakerjaan, perpajakan, kepabeanan, pertanahan, alih teknologi transfer of technology, persaingan usaha yang sehat, perlindungan konsumen, hak atas kekayaan intelektual, peraturan-peraturan yang bersifat sektoral seperti telekomunikasi, perhubungan, industri, perdagangan, pertambangan, perkebunan, kehutanan, atau bahkan peraturan-peraturan yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah. Dalam konteks askpek internasional, perangkat peraturan yang meratifikasi konvensi-konvensi atau perjanjian-perjanjian internasional yang terkait dengan masalah penanaman modal juga perlu kiranya diperhatikan antara lain: 92 1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Estabilishing The World Trade Organization Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia yang di dalamnya mencakup kesepakatan- kesepakatan mengenai Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights TRIPS, Trade Related Aspects of Investment Measures TRIMS, dan the General Agreement on Trade in Services GATS; 2. Keputusan Presiden Nomor 31 Tahun 1986 tentang Pengesahan Convention Estabilishing the Mutilateral Investment Guarantee Agency; 3. Keputusan Presiden Nomor 34 Tahun 1981 tentang Pengesahan Convention on the Recognition and Enforcement of Foreign Arbital Awards; 92 David Kairupan, op. cit., hlm. 16-17. Universitas Sumatera Utara 4. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 1986 tentang Persetujuan atas Konvensi tentang Penyelesaian Perselisihan antara Negara dan Warga Negara Asing mengenai Penanaman Modal Convention on the Settlement of Investment Disputes between States and Nationals of Other States; serta, 5. Perjanjian-perjanjian internasional yang berhubungan dengan kerjasama investasi dan perdagangan internasional lainnya yang bersifat bilateral Bilateral Investment Treaty maupun multilateral Asia Pasific Economic Cooperation, Asean Free Trade Agreement, Asean China Free Trade Agreement. Terkait kebijakan pemerintah mengenai penanaman modal asing pada sektor pertambangan di Indonesia, pada tahun 1899 diundangkan Indische Mijn Wet IMW sebagai ketentuan yang mengatur penggolongan bahan galian dan perusahaan pertambangan yang mana peraturan pelaksanaannya diatur di dalam Mijnordonantie yang mengatur tentang pengawasan keselamatan kerja tercantum dalam Pasal 356 sampai dengan Pasal 612 diberlakukan mulai tanggal 1 Mei 1907. Mijnordonantie 1907 ini telah dicabut dan diperbaharui dengan Mijnordonantie 1930 sejak tanggal 1 Juli 1930. Mijnordonantie 1930 tidak lagi mengatur mengenai pengawasan keselamatan kerja pertambangan, tetapi diatur sendiri dalam Minj Politie Reglemen Stb. 1930 Nomor 341, yang masih berlaku hingga kini. 93 93 H. Salim HS., op. cit., hlm. 17. Universitas Sumatera Utara Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok- pokok Agraria UUPA memuat ketentuan-ketentuan yang menjadi landasan hukum untuk mendapatkan “hak” untuk melakukan kegiatan penggalian potensi dari dalam tanah tersebut demi kepentingan pembangunan di bidang pertambangan. Salah satu yang berkaitan dengan kegiataan eksplorasi dan eksploitasi kekayaan alam Indonesia pada sektor pertambangan ialah Pasal 1 ayat 2 yang berbunyi “Seluruh bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dalam wilayah Republik Indonesia, sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa adalah bumi, air dan ruang angkasa bangsa Indonesia dan merupakan kekayaan nasional”. Dalam Pasal ini mengisyaratkan empat objek kajian di dalam huku m agraria yaitu hak atas tanah bumi, air, ruang angkasa dan bahan galian meskipun keempat hal itu dikaji oleh disiplin ilmu hukum yang berbeda dalam proses pengembangan ilmu hukum. Kemudian Pasal 16 ayat 1 berbunyi “Hak-hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat 1 ialah: hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan dan hak pakai, hak sewa, hak membuka tanah, hak memungut hasil hutan, dan hak-hak lainnya.”. Hak milik diatur di dalam Pasal 20, hak guna usaha diatur dalam Pasal 28, hak guna bangunan diatur di dalam Pasal 35 dan hak pakai diatur di dalam Pasal 41. Semua ketentuan peraturan tersebut adalah ketentuan yang juga mengatur kepentingan pembangunan pada sektor pertambangan. Tentunya perusahaan pertambangan yang akan menggunakan hak Universitas Sumatera Utara atas tanah itu diharuskan untuk memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku. 94 Ketentuan-ketentuan Pokok Pertambangan diatur di dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 yang terdiri dari 12 bab dan 37 Pasal, pertaturan hukum ini ditetapkan pada tanggal 2 Desember 1967. Ada dua pertimbangan Pemerintah sebagai law maker dalam merancang Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 ini, yang antara lain ialah: 95 a. Bahwa guna mempercepat terlaksananya pembangunan ekonomi nasional menuju masyarakat Indonesia yang adil dan makmur materiil dan spiritual berdasarkan Pancasila, perlulah dikerahkan semua dana dan daya untuk mengelola dan membina segenap kekuatan ekonomi potensial di bidang pertambangan menjadi kekuatan ekonomi. b. Bahwa berkaitan dengan hal itu, dengan tetap berpegang pada Undang- Undang Dasar 1945, dipandang perlu untuk mencabut Undang-Undang Nomor 37 Prp Tahun 1960 tentang Pertambangan Lembaga Negara Tahun 1960 Nomor 119, serta menggantinya dengan undang-undang pokok pertambangan yang baru yang lebih sesuai dengan kenyataan yang ada, dalam rangka memperkembangkan usaha-usaha pertambangan Indonesia di masa sekarang dan kemudian hari. 94 Ibid, hlm. 19. 95 Lihat Konsideran Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan Universitas Sumatera Utara Adapun 12 bab dan 37 Pasal Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan ini terdiri dari ketentuan umum terdiri dari 2 Pasal yang mana Pasal 1 menyatakan bahwa segala bahan galian yang terdapat dalam wilayah hukum pertambangan Indonesia merupakan endapan- endapan alam sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa adalah kekayaan nasional bangsa Indonesia dan oleh karenanya dikuasai dan dipergunakan oleh negara untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. 96 96 H. Salim HS., op. cit., hlm. 23. Kemudian diikuti dengan penjelasan- penjelas mengenai istilah-istilah bahan galiran, hak atas tanah, penyelidikan umum, eksplorasi, eksploitasi, pengelolaan dan pemurnian, pengangkutan, penjualan, kuasa pertambangan, menteri, wilayah hukum pertambangan Indonesia, perusahaan negara, perusahaan daerah dan pertambangan rakyat yang dicantumkan di dalam Pasal 2 Ketentuan Umum. Pada Pasal 3 sampai dengan Pasal 4 digolongkan 3 penggolongan bahan galian yang meliputi golongan bahan galian strategis; golongan bahan galian vital; golongan bahan galian yang tidak termasuk dalam 2 golongan sebelumnya. Pasal 5 sampai Pasal 13 mengatur bentuk dan organisasi perusahaan pertambangan. Pasal 14 mengenai usaha pertambangan. Pasal 15 sampai dengan Pasal 16 mengenai kuasa pertambangan. Pasal 17 sampai dengan Pasal 19 mengenai cara dan syarat-syarat bagaimana memperoleh kuasa pertambangan. Pasal 20 sampai dengan Pasal 24 mengenai berakhirnya kuasa pertambangan. Pasal 25 sampai dengan Pasal 27 mengenai hubungan kuasa pertambangan. Pasal 28 mengenai pungutan-pungutan negara. Pasal 29 sampai Universitas Sumatera Utara dengan Pasal 30 mengenai pengawasan pertambangan. Pasal 31 sampai 34 mengenai ketentuan-ketentuan pidana. Pasal 35 sampai dengan Pasal 37 mengenai ketentuan peralihan dan penutup. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi ditetapkan pada tanggal 23 November 2001 yang terdiri dari 14 bab dan 67 Pasal yang memuat ketentuan umum pada Pasal 1, asas dan tujuan pada Pasal 2 sampai Pasal 3, Penguasaan dan pengusahaan pada Pasal 4 sampai Pasal 10, kegiatan usaha hulu pada Pasal 11 sampai 22, kegiatan usaha hilir pada Pasal 23 sampai Pasal 31, penerimaan negara pada Pasal 31 sampai 32, hubungan antara kegiatan usaha minyak dan gas bumi dengan hak atas tanah pada Pasal 33 sampai 37, pembinaan dan pengawasan pada Pasal 38 sampai 43, badan pelaksana dan badan pengatur pada Pasal 44 sampai 49, penyidikan pada Pasal 50 sampai 51, ketentuan pidana pada Pasal 52 sampai 58, ketentuan peralihan pada Pasal 59 sampai Pasal 64, ketentuan lain Pasal 65, serta ketentuan penutup pada Pasal 66 dan Pasal 67. Kemudian berkaitan dengan ketentuan hukum sebagai landasan berkegiatan, dunia investasi pertambangan juga mengenal istilah traktat. 97 97 Traktat dalam hal ini merupakan suatu perjanjian yang dibuat dua negara atau lebih dalam konteks pertambangan. Traktat merupakan produk hukum perjanjian internasional. Yurisprudensi atau putusan pengadilan merupakan produk yudikatif, yang berisi kaidah atau peraturan hukum yang mengikat pihak-pihak yang berperkara, terutama perkara dalam bidang pertambangan Segala kebijakan Pemerintah terkait kegiatan usaha pertambangan merupakan bentuk perlindungan dan kepastian hukum yang disediakan oleh Pemerintah sebagai pemangku kekuasaan pertambangan. Setiap ketentuan hukum diharapkan dapat Universitas Sumatera Utara menjadi jalan yang memudahkan setiap pihak yang hendak melakukan kegiatan eksplorasi dan ekploitasi sumber daya alam mineral nusantara tanpa melupakan kaedah hukum yang berlaku serta senantiasa menunjung tinggi kelestarian alam sebagai warisan bagi anak cucu penerus bangsa kelak. Selain itu, kebijakan- kebijakan yang dirancang oleh Pemerintah juga mengarahkan kegiatan usaha sektor pertambangan untuk memperhatikan “pendistribusian keuntungan” dari kegiatan ini agar selalu mengingat amanah dari Pasal 33 ayat 3 UUD 1945. C. Ketentuan-Ketentuan dan Persyaratan Umum Penanaman Modal Asing Pada Sektor Pertambangan di Indonesia Sebelum penanaman modal melaksanakan aplikasi penanaman modalnya di Indonesia terlebih dahulu harus membentuk badan hukum seperti yang disyaratkan prinsip yang menetapkan bahwa: 98 1 Penanaman modal dalam negeri dapat dilakukan dalam bentuk badan usaha yang berbentuk badan hukum, tidak berbadan hukum atau usaha perseorangan, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 2 Penanaman modal asing wajib dalam bentuk perseroan terbatas berdasarkan hukum Indonesia dan berkedudukan di dalam wilayah negara Republik Indonesia, kecuali ditentukan lain oleh undang- undang. 98 Lihat Pasal 5 UUPM Universitas Sumatera Utara 3 Penanam modal dalam negeri dan asing yang melakukan penanaman modal dalam bentuk perseoran terbatas dilakukan dengan: a. mengambil bagian saham pada saat pendirian perseroan terbatas; b. membeli saham; dan c. melakukan cara lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. Dengan keberadaan ketentuan-ketentuan tersebut diatas, diharapkan agar setiap penanaman modal yang akan melaksanakan usahanya harus tunduk dengan ketentuan yang dimaksud, yaitu perusahaan asing yang berdiri di Indonesia harus berbentuk badan hukum Indonesia dan berkedudukan di dalam wilayah jurisdiksi Republik Indonesia. Pada dasarnya perseroan terbatas mempunyai ciri-ciri sekurang-kurangnya sebagai berikut: 99 1 memiliki status hukum tersendiri, yaitu sebagai suatu badan hukum, yaitu subyek hukum artificial, yang sengaja diciptakan oleh hukum untuk membantu kegiatan perekonomian, yang dipersamakan dengan individu manusia, orang-perseorangan; 2 memiliki harta kekayaan sendiri yang dicatatkan atas namanya sendiri, dan pertanggungjawaban sendiri atas setiap tindakan, perbuatan, termasuk perjanjian yang dibuat. Ini berarti perseroan dapat mengikatkan dirinya dalam satu atau lebih perikatan, yang berarti 99 Gunawan Widjaja, Risiko Hukum Pemilik, Direksi Komisaris PT, Jakarta: Forum Sahabat Cetakan Pertama, 2000, hlm. 11-12. Universitas Sumatera Utara menjadikan perseroan sebagai subyek hukum mandiri persona standi in judicio yang memiliki kapasitas dan kewenangan untuk menggugat dan digugat di hadapan pengadilan; 3 tidak lagi membebankan tanggungjawabnya kepada pendiri, atau pemegang sahamnya, melainkan hanya untuk dan atas nama dirinya sendiri, untuk kerugian dan kepentingan dirinya sendiri; 4 kepemilikannya tidak digantungkan pada orang perorangan tertentu, yang merupakan pendiri atau pemegang sahamnya. Setiap saat saham perseroan dapat dialihkan kepada siapapun juga menurut ketentuan yang diatu dalam Anggaran Dasar dan undang-undang yang berlaku pada suatu waktu tertentu; 5 keberadaannya tidak dibatasi jangka waktunya dan tidak lagi dihubungkan dengan eksistensinya dari pemegang sahamnya; 6 pertanggungjawaban yang mutlak terbatas, selama dan sepanjang para pengurus direksi, dewan komisaris danatau pemegang saham tidak melakukan pelanggaran terhadap hal-hal yang tidak boleh dilakukan. Berdasarkan cirri-ciri dari perseroan terbatas sebagai badan hukum yang telah dipaparkan terdahulu, maka dapat disimpulkan bahwa antara kekayaan badan hukum dengan kekayaan pendiri badan hukum tersebut terdapat pemisahan. Sehingga apabila terjadi permasalahan hukum maka akan lebih mudah diminta Universitas Sumatera Utara pertanggungjawaban penanaman modal asing tersebut mengingat UUPT memberikan batasan terhadap pertanggungjawaban perseroan terbatas, yakni: 100 i. Perseroan tidak bertanggung jawab terhadap utang pemegang saham not liable of its shareholders sebaliknya pemegang saham tidak bertanggung jawab terhadap utang perseroan; ii. Kerugian yang ditanggung pemegang saham hanya terbatas harga yang diinvestasikan their lose is limited to their investment; iii. Pemegang saham, tidak bertanggung jawab lebih lanjut kepada kreditor perseroan atas asset pribadinya. Berkaitan dengan penanaman modal asing dalam kegiatan usaha pada sektor pertambangan, Pasal 10 ayat 2 dan 3 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan, istilah yang dipergunakan di dalam ketentuan tersebut adalah Perjanjian Karya, namun dalam praktik di lapangan, istilah yang justru lazim digunakan adalah Kontrak Karya sebagai terjemahan dari “Contract of Work”. 101 100 Lihat Pasal 3 ayat 1 UUPT. 101 Nanik Tri Hastuti, op. cit., hlm. 32. Selain itu menurut Pasal 1 huruf a Keputusan Jendral Pertambangan Umum Nomor 150.K20.01DDJP1998 tentang Tatacara, Persyaratan dan Pemrosesan permohonan Kontrak Karya, Kontrak Karya memiliki pengertian sebagai “kontrak antara Pemerintah Republik Indonesia dengan perusahaan berbadan hukum Indonesia untuk melaksanakan usaha Universitas Sumatera Utara pertambangan bahan galian, tidak termasuk minyak bumi, gas alam, panas bumi, radio aktif dan batubara”. Payung hukum dalam kegiatan kerja sama modal jenis ini berpayung hukum pada Pasal 8 ayat 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing yang memberikan ketentuan bahwa “Penanaman Modal Asing di bidang pertambangan didasarkan pada suatu kerja sama dengan Pemerintah atas dasar Kontrak Karya atau bentuk lain sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku”. Adapun pola kerja sama internasional dalam bentuk Kontrak Karya ini adalah sebagai berikut: 102 1 Menteri dapat menunjuk pihak lain sebagai kontraktor apabila diperlukan untuk melaksanakan pekerjaan-pekerjaan yang belum atau tidak dapat dilaksanakan sendiri oleh instansi Pemerintah atau Perusahaan Negara yang bersangkutan selaku pemegang Kuasa Pertambangan 2 Dalam mengadakan Perjanjian Karya dengan kontraktor seperti yang dimaksud dalam ayat 1 Pasal ini, Instansi Pemerintah atau perusahaan Negara harus berpegang pada pedoman-pedoman, petunjuk-petunjuk dan syarat-syarat yang diberikan oleh menteri 102 Pasal 10 ayat 1 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan. Universitas Sumatera Utara 3 Perjanjian Karya tersebut dalam ayat 2 Pasal ini berlaku sesudah disahkan oleh Pemerintah setelah berkonsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat apabila menyangkut eksploitasi golongan sepanjang mengenai bahan galian yang ditentukan dalam Pasal 13 undang-undang ini danatau yang perjanjian karyanya berbentuk penanaman modal asing. Sebuah perusahaan swasta dapat memperoleh ijin pengusahaan pertambangan dengan pola Kontrak Karya setelah perusahaan tersebut mengajukan permohonan sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan oleh Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral. Perlu untuk dipahami bahwa Perusahaan Kontrak Karya adalah suatu badan hukum yang didirikan berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia dan berkedudukan di Indonesia, yang memiliki kewenangan hukum atas perusahaan-perusahaan yang melakukan kegiatan usaha atau yang didirikan di dalamnya. Perusahaan harus mendirikan satu kantor pusat di Jakarta untuk menerima setiap pemberitahuan atau komuniasi resmi serta komunikasi hukum lainnya. Sebelum mengajukan permohonan Kontrak Karya 103 , pemohon yang berkepentingan terlebih dahulu harus melengkapi dokumen-dokumen tersebut dibawah ini untuk kemudian dilampirkan di dalam surat permohonan: 104 103 Lihat Pasal 1 huruf a Keputusan Direktur Jenderal Pertambangan Umum Nomor 150.K20.01DDJP1998 tentang Tatacara, Persyaratan dan Pemrosesan permohonan Kontrak Karya. 104 Lihat Nanik Tri Hastuti, op. cit., hlm 34. Universitas Sumatera Utara 1. Peta wilayah yang dimohon ke Unit Pelayanan Informasi Pencadangan Wilayah Pertambangan UPIPWP 2. Salinan tanda bukti penyetoran uang jaminan 3. Laporan Tahunan perusahaan 3 tiga tahun terakhir 4. Surat Kuasa Direksi atau Komisaris Utama Perusahaan 5. Perjanjian Kesepakatan Bersama Memorandum of Understanding sebagai perusahaan “joint venture” 6. Tanda Terima SPT tahun terakhir NPWP nasional 7. Setelah keluar ijin prinsip, harus melampirkan rencana kerja sampai tahap penyelidikan umum 8. Akta Pendirian Perusahaan 9. Joint Venture Agreement 10. Bila ada Kuasa Pertambangan, harus dilampiri persetujuan dari pemegang Kuasa Pertambangan dan salinan Kuasa Pertambangan. Prosedur ataupun tahapan yang harus dilalui pemohon untuk dapat memperoleh ijin pengusahaan pertambangan dengan pola Kontrak Karya adalah sebagai berikut: 105 1. Permohonan meminta pencadangan wilayah kepada unit Pelayanan Informasi dan Pencadangan Wilayah Pertambangan UPIPWP serta mendapatkan peta dan formulir permohonan Kontrak Karya dari UPIPWP. 105 Lihat Ibid, hlm. 76 Universitas Sumatera Utara 2. Permohonan menyetor uang jaminan kesungguhan kepada Bank Dagang Negara Sekarang Bank Mandiri dengan melampirkan bukti penyetoran pada permohonan Kontrak Karya. 3. Permohonan mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal Geologi dan Sumber Daya Mineral dengan melampirkan persyaratan yang harus dipenuhi dan disampaikan kepada Direktorat Jenderal Geologi dan Sumber Daya Mineral untuk diproses selanjutnya. 4. Direktur Jenderal Geologi dan Sumber Daya Mineral menyampaikan hasil pemrosesan Direktorat Pembinaan Pengusahaan Pertambangan DPB apakah menyetujui atau tidak kepada pemohon. 5. Direktur Jenderal Geologi dan Sumber Daya Mineral menugaskan Tim perundingan untuk mengadakan perundinganpenjelasan naskah Kontrak Karya dengan Pemohon. 6. Ketua Tim perundingan Direktur DPB menyampaikan hasil perundingan yang telah diparaf bersama pemohon kepada Direktur Geologi dan Sumber Daya Mineral. 7. Direktur Geologi dan Sumber Daya Mineral menyampaikan naskah Kontrak Karya kepada Menteri untuk pemrosesan lebih lanjut. 8. Menteri menyampaikan naskah Kontrak Karya kepada Dewan Perwakilan Rakyat DPR untuk dikonsultasikan dan kepada Badan Koordinasi Penanaman Modal BKPM untuk mendapat rekomendasi. Universitas Sumatera Utara 9. Dewan Perwakilan Rakyat DPR menyampaikan tanggapan terhadap naskah Kontrak Karya kepada Menteri dan BKPM menyampaikan rekomendasi Kontrak Karya kepada Presiden. 10. Menteri mengajukan permohonan kepada Presiden untuk mendapat persetujuan. 106 Sebelum memulai melaksanakan kegiatan penanaman modal asing pada sektor pertambangan di Indonesia tentu para Pihak yang melibatkan diri pada kegiatan foreign investment ini harus terlebih dahulu memiliki izin dari host country sebagai alas hak untuk melakukan PMA dalam kegiatan usaha pertambangan di Indonesia. Terkait akan hal itu, salah satu upaya yang telah dilakukan sejak lama untuk membuat proses perizinan usaha dapat berjalan lebih cepat, sederhana dan efisien adalah dengan membentuk One Stop Shop atau one stop investment service melalui pendirian Badan Koordinasi Penanaman Modal BKPM pada tahun 1973. Berdasarkan ketentuan yang berlaku saat ini, pemerintah melakukan koordinasi dan pelaksanaan kebijakan penanaman modal di Indonesia melalui BKPM. Koordinasi kebijakan penanaman modal tersebut dilakukan: i antar instansi pemerintah; ii antara instansi pemerintah dan pemerintah daerah; atau iii antar-pemerintah daerah. 107 Adapun tugas dan fungsi BKPM adalah sebagai berikut: 108 106 Keputusan Direktur Jenderal Pertambangan Umum Nomor 150.K20.01DDJP1998 tentang Tatacara, Persyaratan dan Pemrosesan permohonan Kontrak Karya. 107 David Kairupan, op. cit., hlm. 34. 108 Lihat Pasal 28 UUPM Universitas Sumatera Utara 1. Melaksanakan tugas dan koordinasi pelaksanaan kebijakan di bidang penanaman modal. 2. Mengkaji dan mengusulkan kebijakan pelayanan penanaman modal. 3. Menetapkan norma, standar, dan prosedur pelaksanaan kegiatan dan pelayanan penanaman modal. 4. Mengembangkan peluang dan potensi penanaman modal di daerah dengan memberdayakan badan usaha. 5. Membuat peta penanaman modal Indonesia. 6. Mempromosikan penanaman modal. 7. Mengembangkan sektor usaha penanaman modal melalui pembinaan penanaman modal, antara lain meningkatkan kemitraan, meningkatkan daya saing, menciptakan persaingan usaha yang sehat, dan menyebarkan informasi yang seluas-luasnya dalam lingkup penyelenggaraan penanaman modal. 8. Membantu penyelesaian berbagai hambatan dan konsultasi permasalahan yang dihadapi penanaman modal dalam menjalankan kegiatan penanaman modal. 9. Mengoordinasi penanam modal dalam negeri yang menjalankan kegiatan penanaman modalnya di luar wilayah Indonesia. 10. Mengoordinasi dan melaksanakan pelayanan terpadu satu pintu. Penanaman modal asing memiliki keterkaitan yang erat dengan era otonomi daerah yang dimulai sejak diterbitkannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 Universitas Sumatera Utara tentang Pemerintahan Daerah. Bidang pemerintahan yang wajib dilaksanakan oleh daerah kabupaten dan daerah kota meliputi pekerjaan umum, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan, pertanian, perhubungan, industri dan perdagangan penanaman modal, lingkungan hidup, pertanahan, koperasi, dan tenaga kerja. 109 Berkaitan dengan era otonomi daerah, muatan Undang-Undang Pemerintahan Daerah juga terefleksi dalam Undang-Undang Penanaman Modal, hal ini tercermin dengan adanya pengaturan mengenai kewenangan pemerintahan baik pusat maupun daerah terhadap pengaturan penyelenggaraan urusan penanaman modal, yaitu: Pada tahun 2004 Undang-Undang Pemerintahan Daerah diganti dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang hal yang sama. Undang-Undang ini memberikan kewenangan kepada pemerintahan terhadap urusan-urusan di bidang: i politik luar negeri; ii pertanahan; iii keamanan; iv yustisi; v moneter; dan vi fiskal nasional, sementara urusan-urusan pemerintah lainya, termasuk administrasi penanaman modal, akan dibagi antara pemerintah, pemerintah daerah provinsi dan pemerintah daerah kabupaten atau kota. 110 1. Pemerintah danatau pemerintah daerah menjamin kepastian dan keamanan berusaha bagi pelaksanaan penanaman modal. 2. Pemerintahan daerah menyelenggarakan urusan penanaman modal yang menjadi kewenangannya, kecuali urusan penyelenggaraan penanaman modal yang menjadi urusan pemerintah. 109 Lihat Pasal 11 ayat 2 Undang-Undang Pemerintah Daerah. 110 Lihat Pasal 30 UUPM. Universitas Sumatera Utara 3. Penyelenggaraan urusan pemerintahan di bidang penanaman modal yang merupakan urusan wajib pemerintah daerah didasarkan pada kriteria eksternalitas, akuntabilitas, dan efisiensi pelaksanaan kegiatan penanaman modal. 4. Penyelenggaraan penanaman modal yang ruang lingkupnya lintas provinsi menjadi urusan pemerintah. 5. Penyelenggaraan penanaman modal yang ruang lingkupnya lintas kabupatenkota menjadi urusan pemerintah provinsi. 6. Penyelenggaraan penanaman modal yang ruang lingkupnya berada dalam satu kabupatenkota menjadi urusan pemerintah kabupatenkota. 7. Dalam urusan pemerintahan di bidang penanaman modal, yang menjadi kewenangan pemerintah adalah: a. Penanaman modal terkait dengan sumber daya alam yang tidak terbarukan dengan tingkat resiko kerusakan lingkungan hidup yang tinggi; b. Penanaman modal pada bidang industri yang merupakan prioritas tinggi pada skala nasional; c. Penanaman modal yang terkait pada fungsi pemersatu dan penghubung antarwilayah atau ruang lingkupnya lintas provinsi; d. Penanaman modal yang terkait pada pelaksanaan strategi pertahanan dan keamanan nasional; Universitas Sumatera Utara e. Penamaman modal aisng dan penanam modal yang menggunakan modal asing, yang berasal dari pemerintah negara lain, yang didasarkan perjanjian yang dibuat oleh Pemerintah dan pemerintah negara lain. f. Bidang penanaman modal lain yang menjadi urusan Pemerintah menurut undang-undang 8. Dalam urusan pemerintahan di bidang penanaman modal yang menjadi kewenangan pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat 7, pemerintah menyelenggarakannya sendiri, melimpahkannya kepada gubernur selaku wakil Pemerintah, atau menugasi pemerintah kabupatenkota. 9. Ketentuan mengenai pembagian urusan pemerintahan di bidang penanaman modal diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah. Dalam konteks pola penyelenggaraan pelayanan publik public services, pelayanan terpadu dapat dikategorikan menjadi dua jenis, yaitu: 111 1. Terpadu Satu Atap Pola pelayanan terpadu yang diselenggarakan dalam satu tempat yang meliputi berbagai jenis pelayanan yang tidak mempunyai keterkaitan proses dan dilayani melalui beberapa pintu. Terhadap pelayanan yang sudah dekat dengan masyarakat tidak perlu disatu atapkan. 2. Terpadu Satu Pintu 111 Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 63KEPM.PAN72003 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik. Universitas Sumatera Utara Pola pelayanan terpadu yang diselenggarakan pada satu tempat yang meliputi berbagai jenis pelayanan yang memiliki keterkaitan proses dan dilayani melalui satu pintu. Berkaitan dengan perizinan dan kuasa pertambangan dalam kegiatan penanaman modal asing pada sektor pertambangan di Indonesia ditentukan bahwa setiap usaha pertambangan bahan galian yang termasuk dalam golongan bahan galian strategis dan golongan bahan galian vital, baru dapat dilaksanakan apabila terlebih dahulu telah mendapatkan kuasa pertambangan. Kuasa pertambangan dituangkan dalam surat keputusan kuasa pertambangan. Pejabat yang berwenang menerbitkan surat keputusan kuasa pertambangan, yaitu bupatiwalikota, gubernur, dan menteri sesuai dengan wilayah kuasa pertambangannya. 112 1. Kewenangan Bupatiwalikota Bupatiwalikota berwenang menerbitkan surat keputusan kuasa pertambangan apabila wilayah kuasa pertambangannya terletak dalam wilayah kabupatenkota danatau di wilayah laut sampai 4 mil laut. 2. Kewenangan Gubernur Gubernur berwenang menerbitkan kuasa pertambangan apabila wilayah kuasa pertambangannya terletak dalam beberapa wilayah kabupatenkota dan tidak dilakukan kerjasama antar kabupatenkota maupun antar 112 Lihat Pasal 1 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 75 Tahun 2001 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1969 tentang Pelaksanaan Undang- Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan. Universitas Sumatera Utara kabupatenkota dengan provinsi, danatau di wilayah laut yang terletak antara 4 sampai dengan 12 mil laut. 3. Kewenangan Menteri Menteri berwenang menerbitkan kuasa pertambangan apabila wilayah kuasa pertambangannya terletak dalam beberapa wilayah provinsi dan tidak dilakukan kerja sama antar provinsi, danatau di wilayah laut yang terletak di luar 12 mil laut. 113 Kegiatan Investasi asing pada sektor pertambangan erat kaitannya dengan aspek lingkungan hidup karena berhubungan langsung kepada nasib ekosistem 114 1. Menteri, gubernur, atau bupatiwalikota sesuai dengan kewenangannya wajib melakukan pengawasan terhadap ketaatan penanggung jawab usaha danatau kegiatan atas ketentuan yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. yang ada di Indonesia. Dengan didasari akan kesadaran akan hal tersebut, Pemerintah juga memiliki kewenangan untuk mengawasi dan mengelola lingkungan hidup yang menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 diatur sebagai berikut: 115 113 H. Salim. HS, op. cit., hlm. 120. 114 Ekosistem adalah tatanan unsur lingkungan hidup yang merupakan kesatuan utuh menyeluruh dan saling mempengaruhi dalam membentuk keseimbangan, stabilitas, dan produktivitas lingkungan hidup. Pasal 1 angka 5 UUPPLH. 115 Pasal 71 ayat 1 UUPPLH. Universitas Sumatera Utara 2. Menteri, gubernur, atau bupatiwalikota dapat mendelegasikan kewenangannya dalam melakukan pengawasan kepada pejabatinstansi teknis yang bertanggung jawab di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. 116 3. Dalam melaksanakan pengawasan, Menteri, gubernur, atau bupatiwalikota menetapkan pejabat pengawas lingkungan hidup yang merupakan pejabat fungsional. 117

D. Penyelesaian Sengketa Penanaman Modal Asing Pada Sektor Pertambangan di Indonesia