Analisis Yuridis Kewajiban Alih Teknologi Dalam Investasi Asing Di Indonesia

(1)

ANALISIS YURIDIS KEWAJIBAN ALIH TEKNOLOGI DALAM INVESTASI ASING DI INDONESIA

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Hukum (SH)

Oleh:

Endah Sulastri NIM: 1110048000016

KONSENTRASI HUKUM BISNIS PROGRAM STUDI ILMU HUKUM FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(2)

i

ANALISIS YURIDIS KEWAJIBAN ALIH TEKNOLOGI DALAM INVESTASI ASING DI INDONESIA

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Hukum (SH) Oleh:

Endah Sulastri NIM: 1110048000016

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Alfitra, S.H.,M.Hum. H. M.Yasir, S.H.,M.H.

NIP: 197202032007011034 NIP: 194407091966041003

KONSENTRASI HUKUM BISNIS PROGRAM STUDI ILMU HUKUM FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 1435H/2014M


(3)

ii

PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI

Skripsi yang berjudul “ANALISIS YURIDIS KEWAJIBAN ALIH TEKNOLOGI DALAM INVESTASI ASING DI INDONESIA” telah diajukan dalam sidang munaqasyah Fakultas Syariah dan Hukum Program Studi Hukum Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 7 Mei 2014 Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Program Strata Satu (S-1) pada Program Studi Ilmu Hukum.

Jakarta, 7 Mei 2014 Dekan Fakultas Syariah dan Hukum

Dr. H. JM Muslimin, M.A. NIP. 196808121999031014

PANITIA UJIAN

1. Ketua : Dr. Djawahir Hejazziey, S.H. M.A. (...) NIP. 195510151979031002

2. Sekretaris : Drs. Abu Thamrin, S.H. M.Hum. (...) NIP. 196509081995031001

3. Pembimbing I : Dr. Alfitra, S.H. M.Hum. (...) NIP. 197202032007011034

4. Pembimbing II : H.M. Yasir, S.H. M.H. (...) NIP. 194407091966041003

5. Penguji I : Prof. Dr Abdullah Sulaiman, S.H, M.H. (...) NIP. 195912311986091003

6. Penguji II : Feni Arifiani, S.Ag, M.H. (...) NIP. 197608072002121009


(4)

iii Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Sarjana Hukum (S.H) di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Sumber-sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 22 April 2014


(5)

iv

ABSTRAK

Endah Sulastri, NIM 1110048000016, “ANALISIS YURIDIS

KEWAJIBAN ALIH TEKNOLOGI DALAM INVESTASI ASING DI INDONESIA”, Konsentrasi Hukum Bisnis, Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, 1435 H/2014 M. ix + 74 halaman+halaman lampiran. Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui pengaturan kewajiban alih teknologi dalam proses investasi asing di Indonesia. Latar belakang penelitian ini adalah fungsi teknologi dalam upaya kemandirian ekonomi nasional. Hukum investasi atau penanaman modal di Indonesia sebagai legalitas alih teknologi melalui investasi asing tidak memberikan sebuah kerangka kepastian sekaligus kemanfaatan bagi perkembangan teknologi nasional. Penelitian ini menggunakan tipe penelitian library research, yang mengkaji berbagai dokumen yang terkait dengan penelitian. Metode yang digunakan penulis adalah metode penulisan yuridis normatif dengan menggunakan pendekatan undang-undang (statute approach) dan pendekatan historis (historical approach). Selanjutnya ada tiga bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini, yakni bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan non-hukum. Hasil penelitian menunjukkan bahwa regulasi terkait dengan alih teknologi dalam investasi asing di Indonesia belum memiliki kerangka hukum yang jelas. Hal ini dibuktikan dengan tidak adanya peraturan teknis dari Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal mengenai alih teknologi. Selain itu sifat dari alih teknologi sebagai sarana mewujudkan kedaulatan teknologi nasional hanya bersifat opsional bukan sebuah kewajiban yang mengikat bagi investor asing.

Kata Kunci : Alih Teknologi, Investasi Asing, Undang-Undang. Pembimbing : Dr. Alfitra, S.H. M.Hum.

H.M. Yasir, S.H. M.H. Daftar Pustaka : Tahun1989 s.d. Tahun 2013


(6)

v

KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim...

Segala puji dan syukur hanya untuk Allah SWT, karena berkat rahmat,nikmat serta anugerah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “ANALISIS YURIDIS KEWAJIBAN ALIH TEKNOLOGI DALAM INVESTASI ASING DI

INDONESIA”. Sholawat serta salam penulis sampaikan kepada junjungan alam

semesta Nabi Muhammad SAW, yang telah membawa umat manusia dari zaman kegelapan ke zaman yang terang benderang ini. Untuk dapat terselesainya penulisan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bantuan, arahan dan bimbingan dari berbagai pihak, sehingga dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada:

1. Dr. H. JM Muslimin, M.A. selaku Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Dr. Djawahir Hejazziey, SH., MA., selaku ketua Program Studi Ilmu Hukum dan Drs. Abu Tamrin, SH., M.Hum., selaku sekretaris Program Studi Ilmu Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Dr. Alfitra, S. H., M. Hum. dan H. M. Yasir, SH., MH., selaku Dosen Pembimbing yang telah bersedia menjadi pembimbing dalam penulisan skripsi ini dengan penuh kesabaran, perhatian dan ketelitian memberikan masukan serta meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan kepada penulis hingga skripsi ini selesai.


(7)

vi

4. Segenap staff Perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, staff Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dan staff Perpustakaan Universitas Indonesia yang telah memberikan fasilitas untuk mengadakan studi kepustakaan guna menyelesaikan skripsi ini. 5. Segenap dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta khususnya dosen program studi ilmu hukum yang telah memberikan ilmu pengetahuan dengan tulus ikhlas, semoga ilmu pengetahuan yang diajarkan dapat bermanfaat dan menjadi keberkahan bagi penulis dan semoga Allah SWT senantiasa membalas jasa-jasa beliau serta menjadikan semua kebaikan ini sebagai amal jariyah untuk beliau semua.

6. Kedua orang tua tercinta yaitu ayahanda Tarwo Puspoatmojo dan Ibunda Warti, terima kasih atas nyala semangat yang tidak pernah padam serta do’a, motivasi, kasih sayang, perhatian, dan bantuan (moril, materiil, dan spiritual) yang telah diberikan dengan tulus, sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan pada jenjang Perguruan Tinggi Negeri. Begitu juga untuk kakak-kakak tercinta, Bibit Lestari dan Yuni Ati, terima kasih atas support dan semua proses pendewasaan yang kalian ajarkan.

7. Sahabat-sahabatku tercinta di kampus especially Cantika Nurdiani dan Kendri Wahyuningsih, terima kasih untuk kebersamaannya dalam suka dan duka, terima kasih setiap perjuangan, kesabaran, dan pengorbanan yang kita lewati bersama, kalian sahabat hebatku.


(8)

vii

semangat di saat-saat sulit thank’s a lot for Kak Riri, Kak Arief, Kak hilda, dan Kak Fuji.

9. Nodera dan Zara, adik-adik hebat yang mengajarkan saya tentang arti kebersamaan, kekeluargaan, dan semangat juang. Terima kasih atas kado manis di masa-masa akhir di kampus.

10.Teman-teman ilmu hukum angkatan 2010 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, baik kelas hukum bisnis maupun kelas hukum kelembagaan negara.

11.Teman-teman Kuliah Kerja Nyata Merdika 2013.

12. Keluarga besarku Mootcourt Community Fakultas Syariah dan Hukum periode 2013-2014 terima kasih atas kekompakan, konsistensi dan kebersamaannya untuk saling berbagi. Jaga keluarga besar ini tetap kokoh ya. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak, khususnya bagi penulis dan umumnya bagi pembaca. Sekian terima kasih.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb

Jakarta, 22 April 2014


(9)

viii

DAFTAR ISI

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... i

LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI. ... ii

LEMBAR PERNYATAAN ... iii

ABSTRAK ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... viii

BAB I: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Identifikasi Masalah ... 6

C. Pembatasan dan Rumusan Masalah ... 6

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 7

E. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu ... 8

F. Metode Penelitian ... 9

G. Sistematika Penulisan ... 12

BAB II : INVESTASI ASING DI INDONESIA A. Latar Belakang Adanya Investasi Asing di Indonesia ... 15

B. Pengertian dan Asas-Asas dalam Investasi ... 20

C. Tujuan dan Fungsi Investasi ... 25

D. Kebijakan-Kebijakan dalam Investasi Asing di Indonesia ... 26

BAB III: KONSEP ALIH TEKNOLOGI A. Pengertian dan Ruang Lingkup Alih Teknologi ... 31

B. Mekanisme Alih Teknologi ... 38


(10)

ix

KEMANDIRIAN TEKNOLOGI NASIONAL

A. Pengaturan Alih Teknologi dalam Hukum Investasi di Indonesia ... 49 B. Analisis Alih Teknologi dalam Kerangka Hukum Nasional dan Hukum

Internasional ... 57 C. Peluang dan Hambatan Pelaksanaan Alih Teknologi dalam Investasi Asing di

Indonesia ... 65 D. Hukum sebagai Pendorong Alih Teknologi ... 68

BAB V: PENUTUP

A. Kesimpulan ... 72 B. Saran ... 73

DAFTAR PUSTAKA ... 75

LAMPIRAN-LAMPIRAN

1. Lampiran Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal

2. Lampiran Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing


(11)

1

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Dunia saat ini tengah berada pada era global, yang menyebabkan semua kawasan di seluruh dunia saling terkait dan terintegrasi. Globalisasi tersebut terjadi di berbagai aspek salah satunya pada aspek ekonomi. Proses globalisasi ekonomi adalah perubahan perekonomian dunia yang bersifat mendasar, dan proses ini akan berlangsung terus dengan laju yang semakin cepat mengikuti perubahan teknologi yang juga semakin cepat.1

Sebagai negara dengan prinsip ekonomi terbuka, Indonesia tidak dapat menghindar dari era perdagangan bebas2 yang merupakan bagian dari penerapan globalisasi. Pada era global ini hampir tidak dapat dilihat adanya batas-batas negara dan besarnya bumi. Hal ini disebabkan lalu lintas modal, perdagangan, dan informasi teknologi berjalan dengan sangat cepat. Era globalisasi ini sangat erat kaitannya dengan era liberalisasi perdagangan.

Pada dasarnya negara maju adalah pihak yang paling diuntungkan dalam era liberalisasi perdagangan seperti saat ini, sebab negara maju memiliki keunggulan dalam berbagai hal yang tidak dimiliki oleh negara

1

Tulus TH. Tambunan, Globalisasi dan Perdagangan Internasional, (Bogor; Ghalia Indonesia 2004), h. 1.

2

Dalam era perdagangan bebas, hakikat persaingan menjadi lebih luas sehingga meliputi persaingan di antara negara-negara industri maju, persaingan antara negara-negara industri maju dengan negara-negara berkembang dan persaingan di antara negara-negara berkembang” dikutip dari Ranti Fauza Mayana, Perlindungan Desain Industri Di Indonesia dalam Era Perdagangan Bebas, (Jakarta; Grasindo, 2004), h. 2.


(12)

berkembang seperti kestabilan perekonomian, teknologi tinggi, industri yang produktif, dan lain sebagainya. Sangat jelas, bahwa negara berkembang adalah pihak yang lemah dalam liberalisasi perdagangan ini. Negara maju umumnya memiliki kepiawaian dalam menerapkan cara-cara sehingga negara berkembang terikat dengan sistem perdagangan bebas. Cara yang sering digunakan adalah permintaan banyak insentif antara lain seperti permintaan pengurangan tarif impor bea masuk atas produk dan jasa dari negara maju di negara berkembang.3

Investasi di era globalisasi ini semakin giat dilakukan oleh negara-negara maju. Beberapa pertimbangan adalah berkaitan dengan ketersediaan bahan baku, tenaga kerja yang murah serta dalam rangka ekspansi pasar. Keberadaan investasi asing bagi negara berkembang terbagi atas 2 teori yang memandangnya, yakni dari sudut pandang teori klasik (classic theory)4,

keberadaan investasi ini memberikan manfaat bagi negara-negara berkembang karena melalui investasi ini negara-negara tersebut dapat melakukan pembangunan infrastruktur, mengurangi angka pengangguran dengan menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar, dan yang paling pokok di sini ialah adanya alih atau transfer teknologi dari tenaga expert yang bekerja di Indonesia kepada tenaga kerja nasional.

3

http://www.bphn.go.id/data/documents/pkj_2012_-_8.pdf, diakses pada tanggal 17 Oktober 2013.

4


(13)

3

Berbeda dengan pemikiran teori klasik (classic theory, teori ketergantungan (dependency theory) memandang bahwa keberadaan investasi hanya membawa sifat konsumtif dan ketergantungan saja bagi negara-negara berkembang. Hal ini tentunya sangat bertentangan dengan apa yang menjadi cita-cita luhur para founding fathers kita yang menginginkan adanya kedaulatan serta kemandirian di semua aspek kehidupan nasional termasuk di sini adalah dalam aspek perekonomian.

Keberadaan investasi asing memiliki karakteristik dan kelebihan berupa:5

a. Sifatnya permanen atau jangka panjang; b. Memberi andil alih teknologi;

c. Memberi andil dalam alih keterampilan; d. Membuka lapangaan kerja baru.

Keberadaan investasi asing di Indonesia mendapatkan legalitas secara konstitusional dalam pasal 33 ayat (4) Undang-Undang Dasar 1945: “perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian serta dengan menjaga kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional”. Salah satu asas yang menjadi dasar pelaksanaan

5


(14)

investasi asing di Indonesia adalah asas kemandirian.6 Asas kemandirian ini dapat tercipta ketika melalui investasi asing ini kita mendapat transfer teknologi dari negara-negara maju yang nantinya dapat kita terapkan dan dikembangkan untuk mengembangkan potensi ekonomi nasional.

Kewajiban alih teknologi merupakan bagian dari asas dan tujuan dalam investasi yang tertuang dalam pasal 3 Undang-Undang No 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Namun secara das sein tujuan investasi asing yang berkaitan dengan adanya alih teknologi belum nampak secara riil dalam perkembangan kemampuan sumber daya manusia nasional. Dalam aturan yang terpisah alih teknologi ini juga diatur dalam beberapa peraturan perundang-undangan, seperti Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2002 tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan, dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi.7

Berbicara dalam konteks teknologi maka hal tersebut sangat berkaitan dengan hak kekayaan intelektual. Ikut sertanya Indonesia sebagai anggota

World Trade Organization (WTO) dan turut serta dalam menandatangani Perjanjian Multilateral General Agreement on Tariff and Trade (GATT)

6

Asas kemandirian ini dalam penjelasan pasal 3 UU No. 25 Tahun 2007 dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan asas kemandirian adalah asas penanaman modal yang dilakukan dengan tetap mengedepankan potensi bangsa dan negara dengan tidak menutup diri pada masuknya modal asing demi terwujudnya pertumbuhan ekonomi.

7

Sabartua Tampubolon, Politik Hukum Iptek di Indonesia, Cetakan I, (Yogyakarta; Kepel Press, 2013), h. 258.


(15)

5

putaran Uruguay8 serta meratifikasinya dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia, mengakibatkan Indonesia harus membentuk peraturan nasional yang sesuai dengan ketentuan-ketentuan tentang Hak Kekayaan Intelektual (HKI) dalam GATT.

Teknologi merupakan pengembangan ilmu pengetahuan. Negara maju melakukan investasi di negara berkembang memiliki tujuan untuk melakukan ekspansi pasar, sedangkan bagi negara berkembang adalah mengharapkan adanya transfer teknologi. Di sini terdapat benturan kepentingan antara host country dengan investor asing. Di Indonesia sendiri berkaitan dengan alih teknologi dalam Undang-Undang Penanaman Modal tidak tercantum secara rinci pengaturannya. Hal ini yang kemudian secara hukum transfer teknologi tidak berjalan di lapangan.

Berdasarkan latar belakang masalah yang ada tersebut maka penulis merasa perlu melakukan penelitian lebih jauh mengenai alih teknologi dan selanjutnya dituangkan dalam bentuk skripsi dengan judul:

8

Ranti Fauza Mayana, Perlindungan Desain Industri Di Indonesia dalam Era Perdagangan Bebas, (Jakarta; Grasindo, 2004), h. 1.


(16)

“ANALISIS YURIDIS KEWAJIBAN ALIH TEKNOLOGI DALAM INVESTASI ASING DI INDONESIA”

B. Identifikasi Masalah

Identifikasi masalah dalam penelitian skripsi ini adalah sebagai berikut: 1. Pemanfaatan Investasi asing sebagai mekanisme alih teknologi di

Indonesia belum maksimal.

2. Kwalitas Sumber Daya manusia Indonesia masih rendah dalam hal penguasaan teknologi.

3. Peraturan teknis dari Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 terkait alih teknologi belum ada.

C. Pembatasan dan Rumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Mengingat luasnya cakupan investasi atau penanaman modal, maka di sini penelitian akan difokuskan pada investasi asing di bidang pengembangan teknologi dilihat dari sudut pandang Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal.

2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah dan pembatasan masalah yang telah diuraikan diatas, maka rumusan masalah dalam penulisan ini adalah sebagai berikut:

a. Bagaimana konsep alih teknologi dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal?


(17)

7

b. Bagaimana urgensi pengaturan alih teknologi dalam investasi asing di Indonesia?

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengetahui tentang Pengaturan kewajiban alih teknologi dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Sedangkan secara khusus penelitian ini bertujuan:

a. Untuk mengetahui konsep alih teknologi dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal;

b. Untuk mengetahui urgensi pengaturan alih teknologi dalam kerangka hukum investasi asing di Indonesia.

2. Manfaat Penelitian a. Manfaat Teoritis

Secara teoritis diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan dibidang hukum penanaman modal asing khususnya berkaitan dengan alih teknologi.

b. Manfaat Praktis

Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan sebagai berikut:


(18)

1) Memberi saran bagi pemerintah dalam mengambil kebijakan-kebijakan yang mendukung berjalannya alih teknologi dalam hukum investasi di Indonesia;

2) Memberi saran berkaitan dengan perkembangan teknologi nasional melalui peningkatan mutu sumber daya manusia melalui alih teknologi;

3) Mengembangkan teknologi nasional.

E. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu

Pernah ada skripsi yang membahas mengenai alih teknologi dalam hukum investasi di Indonesia di antaranya ialah:

1. Judul; “Analisis Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Kaitannya dengan Kontrak Alih teknologi

Dalam Rangka Pengembangan Industri” yang disusun oleh Wiwi

Dwi Astuti, Fakultas Hukum Universitas Negeri Sebelas Maret Tahun 2009, yang membahas mengenai kontrak dalam alih teknologi dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 dalam bidang industri. Skripsi ini membahas mengenai potensi masalah alih teknologi dalam hukum investasi dari berbagai aspek seperti ekonomi, sosial, hukum, dan budaya, termasuk potensi masalah yang ditimbulkan oleh munculnya Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Yang membedakan skripsi ini dengan penelitian yang akan diangkat oleh penulis adalah


(19)

9

mengenai fokus masalah di mana dalam penelitian ini akan lebih ditekankan pada alih teknologi dalam kerangka investasi asing dan ditinjau dari aspek yuridis perangkat hukum alih teknologi di Indonesia dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007.

2. Judul “Politik Hukum Iptek di Indonesia”, yang merupakan disertasi disusun oleh Sabartua Tampubolon, S. H. M.H. Program Pascasarjana Universitas Padjadjaran. Penilitian ini membahas mengenai Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2002 tentang Sistem Nasional Penelitian Pengembangan, dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi yang dikaitkan aspek politik yang berpengaruh dalam pelaksanaan alih teknologi di Indonesia. Yang membedakan dengan penelitian yang akan diangkat oleh penulis adalah cakupan pembahasan skripsi ini akan lebih fokus mengenai tinjauan yuridis bagi pelaksanaan alih teknologi dalam Undang-Undang Nomor 25 tahun 2007 dan Undang-Undang-Undang-Undang terkait yang relevan dalam pelaksanaan alih teknologi.

F. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan analisa dan konstruksi, yang dilakukan secara metodologis, sistematis dan konsisten. Metodologis berarti sesuai dengan metode atau cara tertentu;


(20)

sistematis adalah berdasarkan suatu sistem, sedangkan konsisten berarti tidak adanya hal-hal yang bertentangan dalam suatu kerangka tertentu.9

Sedangkan penelitian hukum merupakan kegiatan ilmiah, yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu, dengan jalan menganalisanya, untuk kemudian mengusahakan suatu pemecahan atas permasalahan-permasalahan yang timbul dalam gejala yang bersangkutan. Tipe penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah library research dengan metode penelitian yuridis normatif, yaitu penelitian yang dilakukan mengacu pada norma hukum yang terdapat pada peraturan perundang-undangan dan peraturan internasional yang terkait dengan alih teknologi.

2. Teknik Pengumpulan Data

Sehubungan dengan penelitian dalam skripsi ini merupakan penilitian normatif maka penulis menggunakan pendekatan undang-undang (statute approach) dan pendekatan historis (historical approach). Pendekatan perundang-undangan dilakukan untuk meneliti aturan-aturan yang berkaitan dengan alih teknologi dan investasi asing di Indonesia. Pendekatan historis dilakukan untuk mengetahui sejarah investasi asing di Indonesia dari berlakunya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang

9

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, cet.III, (Jakarta: Universitas Indonesia Press, 1986), h. 42.


(21)

11

Penanaman Modal Asing hingga kini diatur dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal.

3. Bahan Hukum

a. Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat autoritatif artinya mempunyai otoritas. Bahan-bahan hukum primer meliputi perundangan-undangan, catatan-catatan resmi atau risalah dalam pembuatan perundang-undangan, dan putusan-putusan hakim.10 Dalam penelitian ini yang termasuk dalam bahan hukum primer adalah Undang- Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing, Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2002 tentang Sistem Nasional Penelitian Pengembangan, dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten.

b. Bahan Hukum Sekunder berupa semua publikasi tentang hukum yang bukan merupakan dokumen-dokumen resmi. Publikasi tentang hukum meliputi buku-buku teks, kamus hukum, jurnal hukum, dan komentar-komentar atas putusan pengadilan.11

c. Bahan non-hukum adalah bahan diluar bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder yang dipandang perlu12 seperti buku-buku investasi .

4. Analisis Data

10

Peter Mahmud Marzuki. Penelitian Hukum. cet.VI (Jakarta : kencana, 2010), h. 141.

11

Ibid

12


(22)

Adapun bahan hukum, baik bahan hukum primer, bahan hukum sekunder maupun bahan non-hukum diuraikan dan dihubungkan sedemikian rupa, sehingga ditampilkan dalam penulisan yang lebih sistematis untuk menjawab permasalah yang telah dirumuskan. Cara pengolahan bahan hukum dilakukan secara deduktif yakni menarik kesimpulan dari suatu permasalahan yang bersifat umum terhadap permasalahan konkret yang dihadapi.13 Selanjutnya setelah bahan hukum diolah, dilakukan analisis terhadap bahan hukum dengan melakukan analisis secara kritis dan mendalam mengenai konsep alih teknologi dalam hukum investasi serta melakukan studi komparatif terhadap penerapan kebijakan serupa di negara yan lain.

5. Sistematika Penulisan

Skripsi ini disusun berdasarkan buku “Petunjuk Penulisan Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2012” dengan sistematika yang terbagi dalam lima bab. Masing-masing bab terdiri atas beberapa subbab sesuai pembahasan dan materi yang diteliti. Adapun perinciannya sebagai berikut:

13

Johnny Ibrahim. Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif. Cet-II, (Malang : Bayumedia Publishing. 2006), h. 393.


(23)

13

BAB I: Pendahuluan, memuat: Latar Belakang Masalah, dilanjutkan dengan Identifikasi Masalah, Pembatasan dan Rumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Tinjauan (Review)

Kajian Terdahulu, Metode Penelitian, dan Sistematika Penulisan.

BAB II: Tinjauan pustaka mengenai investasi asing di Indonesia. Pada bab ini penulis akan menguraikan mengenai sejarah investasi asing di Indoneisa, asas-asas investasi, kebijakan-kebijakan pemerintah dalam investasi asing serta tujuan serta manfaat adanya investasi asing di Indonesia.

BAB III: Tinjauan umum mengenai konsep alih teknologi. Dalam bab ini penulis akan membahas mengenai pengertian teknologi, perlindungan hak kekayaan intelektual atas teknologi, cara-cara alih teknologi.

BAB IV: Tinjauan yuridis pelaksanaan alih teknologi dalam hukum investasi asing di Indonesia. Dalam bab ini penulis akan membahas mengenai konsep teknologi dalam kerangka Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007, Undang-Undang No 8 Tahun 2002 tentang Sistem Nasional Penelitian Pengembangan, dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, dan Undang-Undang yang berkaitan dengan perlindungan hak paten, pengaturan alih teknologi dalam


(24)

kerangka peraturan perundang-undangan Indonesia dan peraturan Internasional terkait, serta mengemukakan mengenai hambatan-hambatan eksekusi alih teknologi dalam investasi asing di Indonesia.

BAB V: Penutup yang berisi Kesimpulan dan Saran. Bab ini merupakan bab terakhir dari penulisan skripsi ini, untuk itu penulis menarik beberapa kesimpulan dari hasil penelitian, disamping itu penulis menengahkan beberapa saran yang dianggap perlu.


(25)

15

BAB II

INVESTASI ASING DI INDONESIA A. Latar Belakang Adanya Investasi Di Indonesia

Tujuan dan arah pembangunan nasional sebagaimana ditetapkan dalam Program Pembangunan Nasional (Propenas) yakni, berusaha mewujudkan masyarakat adil dan makmur, di mana masyarakat yang adil dan makmur itu akan diwujudkan melalui pembangunan di berbagai bidang, salah satunya adalah bidang ekonomi.

Pembangunan di bidang ekonomi identik dengan pembangunan sektor-sektor ekonomi yang terdapat di negara kita ini, seperti; sektor pertanian, kehutanan, perikanan, peternakan, pertambangan, industri, perdagangan, jasa-jasa, dan lain-lain.1

Pelaksanaan pembangunan seperti diketahui membutuhkan modal dalam jumlah yang besar dan harus tersedia pada waktu yang tepat. Modal ini dapat disediakan oleh pemerintah, masyarakat, atau pihak swasta nasional. Dalam keadaan yang ideal modal tersebut dapat dipenuhi dengan kemampuan modal dalam negeri sendiri. Namun dalam kenyataannya tidaklah demikian, sebab pada umumnya negara-negara berkembang mengalami hambatan dalam hal ketersediaan modal dalam negeri.2

1

Aminuddin Ilmar, Hukum Penanaman Modal di Indonesia. Cet-III, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2007), h. 1.

2


(26)

Demikian pula yang terjadi di Indonesia setelah mengalami masa-masa kolonialisasi yang cukup panjang, pada awal kemerdekaan negeri ini mencoba untuk memulai melaksanakan pembangunan di semua sektor. Namun kenyataan lain menunjukkan bahwa tingkat ketersediaan modal dalam negeri sangat tidak mencukupi untuk dapat melaksanakan pembangunan nasional.

Pasca proklamasi, kebijakan penanaman modal asing (PMA) di Indonesia mengalami pasang surut mengikuti perkembangan politik dan ekonomi. PMA pertama kali diatur dengan Undang-Undang Nomor 78 Tahun 1958 tentang Penanaman Modal yang kemudian diubah dengan UU Nomor 15 Prp. Tahun 1960 dan kemudian dicabut dengan UU Nomor 16 Tahun 1965.3

Pasang-surut iklim PMA di Indonesias tak lepas dari pengaruh perekonomian pada masa Orde Lama yang memburuk karena keadaan politik dalam negeri yang mengalami kekacauan, puncaknya dengan adanya Gerakan 30 S/PKI pada tahun 1965, yang menjadi momentum beralihnya pemerintahan rezim Orde Lama ke rezim Orde Baru.4 Berkat kemampuan rezim Orde Baru dalam meyakinkan negara-negara donor, Indonesia memperoleh pinjaman luar negeri serta berimbas pada meningkatnya kepercayaan negara-negara

3

Rustanto, Hukum Nasionalisasi Modal Asing. Cet-I, (Jakarta: Kuwais, 2012), h. 52.

4

Pada tahun 1965 berlaku Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1965 tentang Pencabutan Undang-Undang No. 78 Tahun 1958 tentang Penanaman Modal Sebagaimana Telah Diubah Dan Ditambah Dengan Undang-Undang No. 15 Prp. Tahun 1960. Alasan pencabutan Undang-Undang ini adalah untuk melaksanakan prinsip berdiri di atas kaki sendiri di bidang ekonomi dan prinsip Dekon (Deklarasi Ekonomi). Ibid. h. 56.


(27)

17

maju yang tergabung baik dalam Intergovernmental Group on Indonesia

(IGGI) maupun World Bank.

Persoalan baru mulai timbul manakala perekonomian dunia mengalami resesi5. Dalam proses tersebut kebanyakan negara-negara maju menjadi lebih tertutup, sehingga menimbulkan kesulitan bagi negara-negara berkembang yang mendapat bantuan aliran dana dari luar negeri. Keadaan tersebut memaksa negara-negara berkembang tak terkecuali Indonesia untuk mencari alternatif lain selain dalam bentuk pinjaman luar negeri yakni dengan menggalakkan penanaman modal khususnya penanaman modal asing (foreign direct investment).

Indonesia dibandingkan dengan negara lain khususnya negara-negara maju dapat dikatakan memiliki sejarah investasi yang belum berapa lama. Sedangkan dalam kerangka universal munculnya penanaman modal asing pertama kali diawali dengan meletusnya revolusi industri di Eropa pada tahun 1760 khususnya di Inggris, dan kemudian menjalar ke Amerika pada tahun 1860.6

Di Indonesia sendiri sejarah investasi asing tidak dapat dilepaskan dari pengaruh kolonialisme Belanda atas tanah Nusantara, yang kemudian disebut

5

Seperti krisis yang bersumber pada pasar surat utang subprime mortgage di AS pada 2007-2008 yang menghantui terjadinya resesi ekonomi global. Begitu pula yang terjadi di negara-negara Asia, termasuk Indonesia, yang memiliki relevansi dalam konteks krisis tahun 1997-1998 lalu. Krisis finansial yang terjadi bahkan merembet menjadi krisis ekonomi, krisis politik, bahkan krisis sosial budaya. Lihat Prasetyantoko, Bencana Finansial, (Jakarta:Kompas, 2008), h. 21.

6

Aminuddin Ilmar, Hukum Penanaman Modal di Indonesia. Cet-III, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2007), h. 4.


(28)

sebagai Hindia Belanda. Pada awalnya Belanda hanyalah salah satu dari pedagang-pedagang yang berniaga di nusantara, termasuk Cina, Gujarat, Portugis, Arab, dan lain-lain. Tindak lanjut monopoli perdagangan Bangsa Belanda dilakukan dengan mendirikan perusahaan dagang Hindia Timur (Verenigde Oost Indie Compagnie) yang tujuannya memperluas kekuasaannya di atas para penguasa lokal melalui penaklukan secara militer, persekutuan politik, dan pengaturan keuangan, pemaksaan terhadap para penguasa lokal untuk menyerahkan hasil produksi, monopoli perdagangan dalam negeri dan hak atas tanah, tenaga kerja, serta hasil produksi.7

Investasi asing berdasarkan sumber lain memiliki tahapan periodesasi dalam perkembangannya. Periodesasi perkembangan investasi ini terbagi atas 3 gelombang, yaitu periode kolonialisme kuno, periode imperialisme baru, dan periode yahin 1960-an.8 Ketiga periode tersebut diuraikan sebagai berikut:

1. Periode Kolonialisme Kuno

Periode ini dimulai pada abad ke-17 dan abad ke-18. Periode ini ditandai dengan pendirian perusahaan-perusahaan oleh Spanyol, Belanda, dan Inggris yang mendirikan tambang-tambang dan perkebunan di beberapa negara jajahan di Asia dengan cara merampas dan

7

Rustanto, Hukum Nasionalisasi Modal Asing. Cet-I, (Jakarta: Kuwais, 2012), h. 50.

8


(29)

19

mengeksploitasi baik Sumber Daya Alam maupun Sumber Daya Manusianya.9

2. Periode Imperialisme Baru

Periode imperialisme baru dimulai pada abad ke-19. Negara-negara di Afrika, Asia Tenggara, dan beberapa Negara-negara lainnya berada di bawah bayang-bayang penjajah. Investasi negara-negara penjajah di beberapa fasilitas perkebunan, jalan-jalan, dan pusat-pusat kota pada waktu itu telah menciptkan suatu infrastruktur yang penting bagi negara-negara jajahan tersebut.

3. Periode Investasi Tahun 1960-an

Periode investasi tahun 1960-an dimulai ketika negara-negara sedang berkembang memperkenalkan strategi substitusi impor sebagai cara yang dianggap sebagai cara tercepat untuk menuju industrialisasi. Melalui penerapan hambatan perdagangan (trade barrier), memaksa negara-negara maju seperti Amerika serikat dan negara-negara maju lain untuk membentuk cabang perusahaan manufaktur di negara-negara berkembang tersebut. Selain cabang perusahaan, negara-negara maju itu juga melakukan pembentukan industri baru yang memproduksi komponen-komponen dalam rangka pemenuhan ekspor ke negara-negara maju.

9

Salim dan Budi Sutrisno, Hukum Investasi di Indonesia, (Jakarta: Rajawali Press, 2008), h. 33.


(30)

Arus investasi asing di negara-negara berkembang sekarang kian meningkat. Peningkatan arus investasi asing ini juga dipengaruhi dengan adanya kesepakatan Agreement on Trade Investment Measures (TRIMS) dalam General Agreement on Tariffs and Trade (GATT)putaran Uruguay (1994). Faktor utama derasnya arus investasi paska kesepakatan ini ialah adanya perlakuan yang sama bagi modal dalam negeri maupun modal asing, sehingga seakan tidak ada hambatan lagi bagi PMA untuk ikut dalam direct investment di negara negara berkembang. Meskipun sebenarnya tetap saja ada pembatasan bagi sektor-sektor yang tertutup bagi PMA.10

B. Pengertian dan Asas-Asas dalam Investasi 1. Pengertian Investasi

Keberadaan investasi di negara-negara berkembang tumbuh pesat, salah satu faktor yang menyebabkan hal ini terjadi adalah karena adanya ekspansi pasar yang dilakukan oleh negara-negara maju. Konsep investasi sendiri memiliki pengertian yang luas. Kata investasi di Indonesia lebih dikenal dengan istilah penanaman modal. Hal ini lebih mempermudah pemahaman karena dalam konteks investasi kita mengenal istilah direct

10

Dalam Keputusan Presiden Nomor 96 Tahun 2000 tentang Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan Tertentu Bagi Penanam Modal, telah ditentukan 4 klasifikasi bidang usaha, meliputi: (1) daftar bidang usaha yang tertutup mutlak untuk penanaman modal; (2) daftar bidang usaha yang tertututp untuk penanaman yang dalam modal perusahaan ada pemilikan warga negara asing dan atau badan hukum asing; (3) daftar bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan patungan antara modal asing dan modal dalam negeri; (4) daftar bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan tertentu.


(31)

21

investment yakni penanaman modal itu sendiri dan indirect investment

yakni investasi dalam bentuk surat-surat berharga (negotiable instrument)11 yang diperjualbelikan di pasar modal. Dalam konteks karya tulis ini, investasi yang dimaksud adalah direct investment atau penanaman modal.

Pengertian investasi yang diberikan oleh Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) yaitu : ”direct

investment, is mean acquisition of sufficient interest in an undertaking to

insure its controle by the investor”.12 Dalam kerangka hukum nasional,

pengertian investasi atau penanaman modal dalam pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal adalah “Penanaman modal adalah segala bentuk kegiatan menanam modal, baik oleh penanam modal dalam negeri maupun penanam modal asing untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia”.

Pengertian investasi yang diberikan di atas merupakan bentuk pengertian investasi secara umum baik investasi dalam negeri maupun investasi asing. Pengertian investasi asing secara khusus dapat dilihat

11

Surat berharga adalah surat yang oleh penerbitnya sengaja diterbitkan sebagaipelaksanaan pemenuhan suatu prestasi, yang berupa pembayaran sejumlah uang. Lihat Abdulkadir Muhammad, Hukum Dagang tentang Surat-Surat Berharga, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2007), h. 5.

12

Aminuddin Ilmar, Hukum Penanaman Modal di Indonesia. Cet-III, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2007), h. 44.


(32)

dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal yang menyebutkan bahwa:13

“Penanaman Modal Asing adalah kegiatan menanam modal untuk

melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal asing, baik yang menggunakan modal asing sepenuhnya maupun yang berpatungan dengan penanam modal dalam negeri”.

Pengertian lain dapat dilihat dalam pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing:

“Pengertian penanaman modal asing di dalam Undang-Undang ini

hanyalah meliputi penanaman modal asing secara langsung yang dilakukan menurut atas berdasarkan ketentuan-ketentuan undang-undang ini dan yang digunakan untuk menjalankan perusahaan di Indonesia, dalam arti bahwa pemilik modal secara langsung menanggung risiko dari

penanaman modal tersebut”14

.

Di samping istilah penanaman modal asing, kita juga menggunakan istilah modal asing dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 dan Pasal 1 angka 8 Undang-Undang Nomor 25 tahun 2007. Ketika kita menganalisis perbedaan definisi modal asing dari kedua Undang-Undang tersebut maka perbedaan antara keduanya adalah:15

a. Pasal 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967

Definisi dari pasal ini sangat luas karena modal asing tidak hanya dalam bentuk uang, tetap juga dalam bentuk alat-alat perusahaan

13

Pasal 1 ayat 3 dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal

14

Dikutip dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing.

15

Salim, H. S. dan Budi Sutrisno, Hukum Investasi di Indonesia, (Jakarta: Rajagrafindo Perrsada, 2008), h. 152.


(33)

23

dan penemuan baru milik orang asing dan bahan-bahan, yang dimasukkan dari luar ke dalam wilayah Indonesia, selama tidak dibiayai dengan kekayaan devisa Indonesia.

b. Pasal 1 angka 8 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007

Definisi modal dalam Undang-Undang ini adalah aset dalam bentuk uang atau bentuk lain yang bukan uang yang dimiliki penanaman modal yang mempunyai nilai ekonomis.16 Konstruksi modal asing dalam ketentuan ini difokuskan kepada kepemilikan modal. Kepemilikan modal asing ini dikategorikan menjadi lima macam, yaitu:

1) Negara asing;

2) Perseorangan warga negara asing; 3) Badan usaha asing;

4) Badan hukum asing, dan/atau;

5) Badan hukum Indonesia yang sebagian atau seluruh modalnya dimiliki oleh pihak asing.

Sedangkan pengertian penanaman modal asing menurut pakar diberikan oleh Prof. M. Sornarajah yang memberikan definisi penanaman modal asing sebagai berikut: “transfer of tangible or intangible assets

from one country to another for the purpose of use in the country to

16


(34)

generate wealth under the total or partial control of the owner of the assets”.17

2. Asas-Asas Investasi

Dalam investasi asing di Indonesia terdapat asas asas yang menjadi dasar penyelenggaraannya. Asas-asas ini menjadi hal yang penting karena asas merupakan dasar dari sebuah hukum. Dalam bahasa Belanda asas dikenal dengan istilah Rechtbeginselen, yang berarti asas umum hukum yang diakui oleh bangsa beradab dan dilakukan oleh pengadilan internasional sebagai kaidah hukum.18

Asas-asas hukum investasi ini yang menjadi acuan dalam melaksanakan hal-hal yang berkaitan dengan penyelenggaraan kebijakan investasi di Indonesia. Asas dalam hukum investasi meliputi; kepastian, keterbukaan, akuntabilitas, perlakuan yang sama dan tidak membedakan asal negara, kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.19

17

Salim, H. S. dan Budi Sutrisno, Hukum Investasi di Indonesia, (Jakarta: Rajagrafindo Perrsada, 2008), h. 149.

18

Muchsin, Ikhtisar Ilmu Hukum, (Jakarta: Badan Penerbit Iblam, 2006), h. 43.

19

Asas dan tujuan investasi di Indonesia dapat dilihat dalam Pasal 3 Undang-Undang No.25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal.


(35)

25

C. Tujuan dan Fungsi Investasi

Keberadaan investasi khususnya investasi asing seperti yang disebutkan di awal adalah menutupi modal pembangunan yang tidak dapat disediakan oleh modal dalam negeri baik oleh pemerintah, masyarakat maupun swasta nasional. Jika dilihat dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal maka uraian tujuan adanya investasi sendiri adalah:

1. Meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional; 2. Menciptakan lapangan kerja;

3. Meningkatkan pembangunan ekonomi berkelanjutan; 4. Meningkatkan kemampuan daya saing dunia usaha nasional; 5. Meningkatkan kapasitas dan kemampuan teknologi nasional; 6. Mendorong pengembangan ekonomi kerakyatan;

7. Mengolah ekonomi potensial menjadi kekuatan ekonomi riil dengan menggunakan dana yang berasal, dari dalam negeri maupun luar negeri; dan

8. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing keberadaan modal asing ini ditujukan untuk mengubah potensi ekonomi, yakni sumber daya alam dan sumber daya manusia, menjadi kekuatan ekonomi riil. Tujuan akhirnya adalah untuk menciptakan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila. Tujuan investasi asing ini tidak tercantum dalam pasal melainkan dalam konsideran.20

Selama ini dalam banyak kasus, kita belum melihat kegigihan pemerintah memperjuangkan kepentingan domestik. Negara cenderung

20


(36)

menyerahkan semua pada pasar dan membuka pasar tanpa melihat kesiapan di dalam negeri. Akibatnya kita hanya menjadi pasar. Bahkan investasi asing yang masuk lebih banyak terkonsentrasi pada kegiatan produksi untuk memenuhi kebutuhan pasar domestik yang sangat besar atau eksploitasi sumber daya alam, bukan pada produksi barang manufaktur untuk ekspor.21

Keberadaan investasi asing ini bisa menjadi sebuah momentum yang berfungsi sebagai sarana peningkatan kemampuan Sumber Daya Manusia Nasional untuk kemudian dapat diterapkan pada pada sektor riil yang untuk mengolah semua potensi dan Sumber Daya Alam yang di miliki oleh Indonesia.

D. Kebijakan-Kebijakan dalam Investasi Asing di Indonesia

Permasalahan-permasalahan nasional pada suatu negara pada era global ini tidak hanya berdampak pada kehidupan negara tersebut tetapi juga pada negara-negara yang memiliki hubungan perbatasan maupun kepentingan bilateral bahkan secara global.22 Hal ini senada dengan pernyataan Erman Rajagukguk yang menyebutkan bahwa terdapat 3 syarat masuknya modal asing ke suatu negara yakni economic opportunity, political stability, dan

legal certainty.23 Sehingga bisa dikatakan bahwa ketiga faktor ini pula yang

21Sri Hartati Samhadi, “Indonesia dan Tantangan Global”, dalam

Rindu Pancasila, (Jakarta: Kompas, 2010), h. 170.

22

Jamin Ginting. “Ketentuan Hukum Global yang Berdampak Nasional: Bagaimana Menghadapinya?” Law Review. Vol. XII. No. 2. (November 2012): h. 271-290.

23


(37)

27

kemudian menentukan kepercayaan asing dalam menanamkan modalnya di Indonesia.

Hal-hal yang terjadi dalam suatu negara saat ini memiliki efek domino bagi negara lain. Istilah-Istilah yang dilontarkan oleh para futurist seperti Josua Meirowithz, Keinichi Ohmahe, John Naisbitt, dan bahkan Alfin Toffler tidak cukup membuat orang tersadar bahwa dunia telah mengglobal (the world was to be global). Keinichi Ohmahe menyebutkan bahwa dunia menjadi the global village, sedangkan John Naisbitt menyebutnya the real economy of an interlinked world yang menjadi single economy dalam global economy one market place24 telah menjadi kenyataan pada saat ini.

Ekonomi global ini yang pada akhirnya memaksa negara-negara untuk membuat kebijakan-kebijakan yang sesuai dengan pasar global. Pembuatan kebijakan yang sesuai dengan pasar ini juga bertujuan untuk menarik investor asing datang dan mau menanamkan modalnya.

Pelaksanaan kebijakan dan pelayanan investasi baik asing maupun dalam negeri di Indonesia dilakukan oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), yang dipimpin oleh seorang kepala dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden. Dalam penyelenggaraan koordinasi pelaksanaan kebijakan dan pelayanan penanaman modal pemerintah melakukan koordinasi antar instansi pemerintah, antar instansi pemerintah dengan Bank Indonesia

24Artikel Utama, “Dampak Globalisasi Terhadap Hukum, Bisnis, dan Sosial Budaya.”

Jurnal Keadilan. Vol. 1. No. 4 (2001): h. 1.


(38)

antar instansi pemerintah dengan pemerintah daerah, maupun antar pemerintah daerah.

Kebijakan-kebijakan dalam investasi di Indonesia diantaranya berkaitan dengan pemberian insentif atau fasilitas bagi investasi yang melakukan penanaman modal baru atau melakukan perluasan usaha. Penanaman modal yang mendapatkan insentif ini sekurang-kurangnya memenuhi salah satu kriteria berikut ini:25

1. Menyerap banyak tenaga kerja; 2. Termasuk skala prioritas tinggi; 3. Termasuk pembangunan infrastruktur; 4. Melakukan alih teknologi;

5. Melakukan industri pionir;

6. Berada di daerah terpencil, daerah tertinggal, daerah pebatasan, atau daerah lain yang dianggap perlu;

7. Menjaga kelestarian lingkungan hidup;

8. Melaksanakan kegiatan penelitian, pengembangan, dan inovasi; 9. Bermitra dengan usaha mikro, kecil, menengah atau koperasi; atau 10.Industri yang menggunakan barang modal atau mesin atau

peralatan yang diproduksi di dalam negeri.

Kebijakan dasar dalam penanaman modal ini termaktub dalam Pasal 4 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 ada 3 hal yang dilakukan oleh Pemerintah meliputi:

1. Memberikan perlakuan yang sama bagi penanam modal dalam negeri dan penanam modal asing dengan tetap memperhatikan kepentingan nasional; 2. Menjamin kepastian hukum, kepastian berusaha, dan keamanan berusaha

bagi penanam modal sejak proses pengurusan perizinan sampai dengan berakhirnya kegiatan penanam modal sesuai dengan ketentuan perundang-undangan; dan

3. Membuka kesempatan bagi perkembangan dan memberikan

perlindungann kepada usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi.

25


(39)

29

Segala kebijakan yang dikeluarkan oleh BKPM ini tidak semata-mata hanya menarik penanam modal asing untuk menanamkan modalnya di Indonesia, jauh dari hal ini terdapat tujuan lain yang ingin dicapai yakni tentang bagaimana melindungi kepentingan nasional demi terwujudnya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Keberadaan kebijakan-kebijakan ini membatasi tindakan-tindakan investor untuk tidak hanya berorientasi pada profit semata, hal ini senada dengan dengan larangan dalam firman Alla dalam Q. S (26) Asy Syu’araa’ ayat 183 berikut:





















Artinya:

“dan janganlah kamu merugikan manusia pada hak-haknya dan janganlah

kamu merajalela di muka bumi dengan membuat kerusakan” (QS. Asy Syu’araa’: 183).


(40)

30

BAB III

KONSEP ALIH TEKNOLOGI

Indonesia adalah negara ironi, kalimat tersebut memulai sebuah essai yang

ditulis oleh Doty Damayanti dalam essainya yang berjudul “Negara Bersumber Daya

yang Tidak Berdaya”. Hal ini senada dengan pernyataan Jonathan Pincus, peneliti

dari Harvard Kennedy School, menyebut Indonesia gagal memanfaatkan peluang yang terbuka dari era globalisasi. Hal ini ditandai dengan ekspor Indonesia yang masih didominasi sumber daya alam dalam bentuk mentah1, Indonesia tidak masuk dalam produksi global, dan investasi asing hanya berkonsentrasi pada sektor eksploitasi sumber daya alam.2

Di satu sisi Indonesia merupakan negara yang beruntung dengan Sumber Daya Alam (SDA) yang lengkap, mulai dari minyak bumi, batu bara, gas, hingga mineral lainnya. Seluruh potensi energi itu tidak hanya bisa mengumpulkan devisa, melainkan juga menghasilkan efek bergulir yang menggerakkan ekonomi nasional.

Poin permasalahan di sini adalah semua SDA tersebut merupakan SDA yang tidak terbarukan, eksploitasi secara terus-menerus maka akan mengurangi ketersediaanya di alam bahkan menghabiskannya. Bertolak dari SDA yang tidak terbarukan tersebut seharusnya Indonesia tidak hanya mempertahankan orientasi pada sektor primer saja melainkan harus mulai merubah paradigma untuk juga

1

Mengenai ekspor larangan barang mentah Indonesia mengeluarkan Peraturan Pemerintah No. 1 Tahun 2014 Perubahan kedua atas PP No. 23 Tahun 2010 tentang Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara atau biasa yang dikenal dengan Larangan Ekspor Mineral Mentah.

2

Doty Damayanti, Negara Bersumber Daya yang Tidak Berdaya. Dalam Mulyawan Karim, ed. Rindu Pancasila, (Jakarta: Kompas Media Nusantara, 2010), h. 189.


(41)

31

berorintasi pada sektor sekunder dan tersier.3 Perubahan paradigma ini tentunya juga harus dibarengi dengan peningkatan standar mutu Sumber Daya Manusia (SDM) sendiri berkaitan dengan penguasaan teknologi yang berguna dalam mendukung pengolahan potensi dalam negeri. Dalam hal ini beberapa negara berkembang lainnya telah telah melakukan dalam tataran praktis apa yang dikenal dengan alih teknologi.

A. Pengertian dan Ruang Lingkup Teknologi

Pengertian alih teknologi ini ditemukan dalam dokumen-dokumen yang terdapat dari berbagai lembaga. Berikut ini merupakan beberapa pengertian mengenai alih teknologi:

1. Menurut United Nations Centre on Transnational Corporations (UNCTC)

Dalam referensi mengenai alih teknologi, para peneliti biasanya selalu mengacu pada definisi alih teknologi yang terdapat dalam dokumen

Transnatioal Coorporations and Technology Transfer: Effects and Policy Issues. Dalam dokumen tersebut definisi alih teknologi secara lengkap disebutkan sebagai berikut:

“the word “technology” itself used in at least two senses. In the first, it means technical knowledge related or know-how-that is, knowledge, the methods and techniques of production of goods and services. In the sense it may include the human skills required for the apllication of techniques, since

3

Sektor industri terbagi atas 3 kategori, yakni industri primer (pertanian, pertambangan, dan ekstraksi minyak bumi), industri sekunder (manufaktur serta jenis-jenis produksi lain), dan industri tertier (jasa dan real estate). Lihat Rustanto, Hukum Nasionalisasi Modal Asing. Cet-I, (Jakarta: Kuwais, 2012), h. 62.


(42)

it is difficult to separate such application from a knowledge of the techniques

themselves. In the second, broader sense, “technology” also encompasses

capital themselves the embodiment of technical knowledge. In some instance,

the term “embodied technology” is used to distinguish capital goods from

technical knowledge proper”4

(kata teknologi sendiri setidaknya digunakan dalam 2 sudut pandang, pertama, ini berarti berhubungan pengetahuan teknis atau tentang bagaimana, pengetahuan, metode dan teknik produksi barang-barang dan jasa. Pengertian lain juga termasuk persyaratan kemampuan manusia untuk menerapkan teknik, karena sulit dipisahkan penerapan pengetahuan dari teknik itu sendiri. Kedua, pemikiran secara luas teknologi juga meliputi modal sendiri perwujudan dari teknik pengetahuan. Dalam beberapa contoh, istilah perwujudan teknologi, digunakan membedakan modal berupa barang dengan teknologi tepat guna)

2. Menurut United Nations Conference on Trade and Development

Dalam International Code on the Transfer of Technology yang disusun oleh United Nations Conference on Trade and Development (UNCTAD, alih teknologi didefinisikan sebagai “the process by which commercial

technology is disseminated”.5

Selain itu rumusan yang diperoleh dari hasil pertemuan UNCTAD

menyebutkan tentang alih teknologi itu: “Meliputi setiap cara pengalihan hak

4

UNCTC, Transnational Corporations and Technology Transfer: Effects and Policy Issues, United Nation, 1987, h. 1.

5


(43)

33

hak teknologi baik yang berbentuk hak milik maupun tidak, tidak mempersoalkan bentuk hukum cara pengalihannya termasuk transaksi teknologi yang dilakukan oleh subsidiary afilisiasi yang sebagian atau seluruhnya dimiliki perusahaan transnasional dan perusahaan asing lainnya serta perusahaan patungan (joint venture) yang bagian saham-sahamnya

dimiliki oleh orang asing.”6

3. Menurut OECD Global Forum on International Investment

Dalam forum OECD Global Forum on International Investment yang diselenggarakan di Mexico City memang tidak terdapat definisi yang secara eksplisit mengenai alih teknologi. Namun demikian, disebutkan bahwa alih teknologi merupakan ikutan yang terdapat dalam penanaman modal asing langsung (foreign direct investment), sebagai salah satu cara perusahaan multinasional (multinational corporation) beroperasi.7

4. Menurut Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights

Dapat dikatakan bahwa TRIPs tidak mengatur secara komprehensif mengenai alih teknologi, meskipun mengakui pentingnya hal tersebut. Hal ini

6

Rancangan Undang-Undang ALih Teknologi Perbandingan Perspektif, Prisma, Nomor 4 Tahun ke-XVI, April, 1987, h. 40. Dalam buku OK. Saidin, Aspek Hukum Kekayaan Intelektual, (Jakarta: Rajawali Pers, 2007), h. 307.

7

Marea Maher and Hans Christiansen, Growth, Technology Transfer And Foreign Direct Investment, OECD Paper, dipresentasikan pada OECD Global Forum of International Investment, New Horizons, And Policy Challenges For Roreign Direct Investment In The 21st Century, Mexico City, 26-27 November 2001, h. 15-17.


(44)

dapat dilihat dari bagian pembukaan TRIPs yang menyatakan bahwa negara anggota TRIPs: “recognizing the underlying public policy objectives of

national systems for the protection of intellectual properly, including development and technological objectives.”8. (Mengakui tujuan kebijakan publik yang mendasari sistem nasional untuk perlindungan intelektual dengan baik, termasuk pengembangan dan tujuan teknologi)

Elemen utama dari pengakuan tersebut dijelaskan pada ketentuan mengenai “objectives”, yaitu:9“the protection and enforcement of intellectual

property rights should contribute to the promotion of technological innovation and to the transfer and dissemination of technology, to the mutual advantage of producers and users of technological knowledge and in a manner conducive to social and economic welfare, and to a balance of rights

and obligations”. (perlindungan dan penegakan hak kekayaan intelektual

harus memberikan kontribusi untuk promosi inovasi teknologi dan pengalihan serta penyebaran teknologi, untuk keuntungan bersama produsen dan pengguna pengetahuan teknologi dan dengan cara yang kondusif untuk kesejahteraan sosial dan ekonomi, dan untuk keseimbangan hak dan kewajiban)

Oleh karena itu, apabila klausul di atas dicermati, maka pengelolaan hak kekayaan intelektual memiliki unsur utama, yaitu peningkatan inovasi

8

Lihat bagian pembukaan TRIPs

9

Article 7 TRIPs


(45)

35

teknologi dan pengalihan serta penyebaran teknologi, pemanfaatan bersama (penghasil dan pengguna) pengetahuan teknis dan pelaksanaan dengan kondusif untuk kesejahteraan sosial ekonomi serta keseimbangan antara hak dan kewajiban.10

Ketentuan lain mengenai alih teknologi dalam TRIPs dapat dilihat dalam ketentuan tentang pengendalian praktik-praktik persaingan curang dalam perjanjian lisensi.11

5. Dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2002

Dalam Pasal 1 angka 11 disebutkan bahwa: “Alih teknologi adalah pengalihan kemampuan memanfaatkan dan menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi antar lembaga, badan, atau orang, baik yang berada di lingkungan dalam negeri maupun yang berasal dari luar negeri ke dalam negeri dan sebaliknya”.

Objek dari alih teknologi sendiri merupakan teknologi. Teknologi-teknologi yang dimiliki negara maju cenderung menarik perhatian negara berkembang untuk dapat diambil alih, sedangkan di sisi lain negara-negara maju berusaha untuk menjaga rahasia teknologi-teknologi mereka. Oleh karena itu penting mengetahui ruang lingkup dari alih teknologi sendiri.

10

Achmad Zen Umar Purba, Perjanjian TRIPs dan Beberapa Isu Strategis, Jakarta-Bandung; Badan Penerbit F. H. Universitas Indonesia dan PT. Alumni, 2011, h. 106.

11


(46)

Ruang lingkup teknologi dalam International Code on the Transfer of Technology yang disusun oleh United Nations Conference on Trade and Development (UNCTAD) teknologi tidak hanya mencakup pengetahuan atau metode yang penting untuk menjalankan atau untuk mengembangkan produksi dan distribusi dari barang dan jasa, atau untuk mengembangkan produk atau proses yang benar-benar baru, tetapi juga mencakup keahlian berwirausaha dan pengetahuan profesional (profesional know-how).12

Dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2002 tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan, dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Pasal 1 angka 2 bahwa “teknologi adalah cara atau metode serta proses atau produk yang dihasilkan dari penerapan dan pemanfaatan berbagai disiplin ilmu pengetahuan yang menghasilkan nilai bagi pemenuhan kebutuhan, kelangsungan, dan peningkatan mutu kehidupan.13

Pengertian lain tentang teknologi dari para sarjana memiliki pengertian yang berbeda-beda, diantaranya menurut Dr. Alhamra, “Teknologi adalah ilmu untuk menerapkan ilmu pengetahuan yang disusun dengan cara-cara sistematika tertentu dari suatu pengamatan, studi pemeriksaan atau

percobaan-percobaan”.14

Sedangkan Ibrahim Idham memberikan rumusan sebagai berikut: “teknologi diartikan suatu komposisi cara terdiri atas keterampilan

12

UNCTAD, Technology Transfer, UNCTAD Series on Issues in International Investment Agreements, 2001, h. 7.

13

Dikutip Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2002, dalam Sabartua Tampubolon, Politik Hukum Iptek di Indonesia, (Yogyakarta; Kepel Press, 2013), h. 325.

14


(47)

37

merancang dan melaksanakan (mengelas, membentuk, dan merakit), terutama memerlukan panca indera, keterampilan yang berencana (pengetahuan dan informasi) seperti mengerjakan data, rancang bangun dan rekayasa, konstruksi, produksi dan pemeliharaannya.15 Dalam batasan pengertian alih teknologi yang dikemukakan oleh Ibrahim Idham tesebut di dalamnya tersirat makna perlindungan hukum hak atas kekayaan intelektual.16

Dalam naskah Akademis Rancangan Undang-Undang Pelimpahan Teknologi, Teknologi diartikan sebagai berikut:17

a. Seluruh know how, pengetahuan (knowledge), pengalaman dan keterampilan yang dibutuhkan untuk membuat (manufacturing),

suatu produk atau produk-produk dan untuk pendirian perusahaan untuk tujuan tersebut;

b. Dapat diartikan sebagai kumpulan atau gabungan unsur-unsur yang mencakup peralatan mesin-mesin, proses paten dan juga pengetahuan dan keterampilan dalam menggunakan peralatan, mesin proses dan sebagainya untuk mendapatkan hasil tertentu baik berupa barang-barang maupun berupa jasa;

15

Ibrahim Idham, Peranan Paten Dalam Alih Teknologi, Hukum dan Pembangunan No. 3 Tahun XIX, Juni 1989, h. 250.

16

OK. Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual (Intellectual Property Rights), (Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2004), h. 306.

17


(48)

c. Penggunaan ilmu pengetahuan untuk sesuai dengan kebutuhan manusia;

d. Ilmu tentang penerapan ilmu pengetahuan.

B. Mekanisme Alih Teknologi

Dalam pengertian transfer of technology yang disampaikan oleh

Hilman Surawiguna:”Proses mentransfer dari suatu unit produksi kepada unit

lainnya dari persyaratan-persyaratan pengetahuan (know-how) untuk memungkinkan penggunaan teknologi tersebut.18

Dalam International Code on the Transfer of Technology yang disusun oleh United Nations Conference on Trade and Development (UNCTAD tipe pengalihan teknologi diklasifikasikan, antara lain:19

1. penyerahan, penjualan, dan lisensi dalam bentuk benda-benda industri, kecuali untuk penjualan merek, pelayanan merek, dan penjualan nama ketika mereka bukan bagian dari kontrak alih teknologi;

2. peralihan pengetahuan dan teknik keahlian melalui pembelajaran, perencanaan, diagram, model, instruksi, petunjuk, formula, dasar atau desain detail mesin, spesifikasi, dan alat-alat untuk pelatihan, pelayanan termasuk di dalamnya melibatkan penasehat teknik, manajerial, dan pelatihan personal;

3. perlunya peralihan ilmu pengetahuan tentang instalasi, operasi, dan pemanfaatan tanaman dan alat-alat, serta turnkey projects;

4. pengalihan teknologi untuk keahlian, install dan penggunaan mesin, alat-alat, benda-benda setengah jadi dan/ atau material mentah yang telah diperoleh dari pembelian, peminjaman atau lainnya;

5. pengalihan teknologi industri dan teknik pengaturan kerja sama ”transfer

teknologi” merupakan proses alih teknologi.

18

Hilman Surawiguna , Beberapa Masalah Pokok Perusahaan Multinasional, Sebuah Tinjauan Pustaka, Manajemen Dan Usahawan Indonesia, (Jakarta: Tanpa penerbit, 1981), h. 41.

19


(49)

39

Dalam daftar metode pengalihan teknologi di atas, tidak termasuk alih teknologi yang bersifat non komersial, seperti alih teknologi yang terdapat dalam perjanjian kerjasama internasional antara negara-negara maju dan negara berkembang. Perjanjian semacam itu, ,misalnya terkait dengan pengembangan infrastruktur atau sektor pertanian atau perjanjian internasional dalam bidang riset, pendidikan, ketenagakerjaan, atau transportasi.20

Proses alih teknologi dari luar negeri dapat ditafsirkan menjadi 3 tahap:

1. Transfer teknologi yang ada untuk menghasilkan barang atau jasa tertentu;

2. Perpaduan teknologi di negara-negara berkembang;

3. Perkembangan kemampuan Sumber Daya Manusia dalam hal inovasi.21

Selanjutnya, cara atau sarana melakukan alih teknologi diuraikan sebagai berikut:

1. Foreign direct investment

Foreign direct investment adalah bentuk mekanisme alih teknologi seperti yang telah dijabarkan dalam BAB II bahwa dengan adanya foreign direct investment maka akan terjadi ekspansi pasar. Ekspansi pasar ini melalui pembentukan perusahaan-perusahaan PT PMA di Indonesia telah membawa

20

Ibid.

21

Sabartua Tampubolon, Politik Hukum Iptek di Indonesia, (Yogyakarta: Kepel Press, 2013), h. 218.


(50)

masuk teknologi asing. PT PMA membuat kontrak dan melalui kontrak inilah teknologi masuk ke Indonesia di samping juga melalui pembelian mesin-mesin dan berbagai lokakarya.22

2. Joint venture

Joint venture adalah bentuk yang telah lama berkembang cukup pesat dan luas. Suatu kontrak joint venture atau kontrak usaha patungan adalah suatu upaya dari suatu kegiatan komersial (dengan resiko) oleh dua orang atau lebih pihak (yang bertindak) melalui suatu atau lembaga atau organisasi yang dibentuk untuk melaksanakan tujuan bersama.23 Dalam Islam joint venture memiliki pengertian yang disamakan dengan mudharabah. Kata mudharabah24 sendiri memiliki arti bepergian untuk berdagang. Akad Mudharabah dibolehkan dalam Islam, karena bertujuan untuk saling membantu antara pemilik modal dengan seorang pakar dalam memutarkan uang.25

Alasan yang dikemukakan para ulama fiqh tentang kebolehan bentuk kerjasama ini adalah firman Allah Q. S Al-Muzzammil (73) ayat 20:

22

T. Mulya Lubis dan M. Richard Bukbaum, Peranan Hukum Perekonomian di Negara-Negara Berkembang, (Yayasan Obor Indonesia: Jakarta, 1986), h. 128.

23

Huala Adolf, Dasar-Dasar Hukum Kontrak Internasional, (Bandung, Refika Aditama, 2007), h. 117.

24

M. Ali Hasan, Masail Fiqhiyah, Zakat, Pajak, Asuransi, dan Lembaga Keuangan, (Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2003), h. 117.

25


(51)

41

























Artinya:

Dan sebagian dari mereka orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari

sebagian karunia Allah … (Q. S Al-Muzzammil: 20)

Dan Q. S Al-Baqarah (2) ayat 198 berikut:



















Artinya:

Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezeki hasil perdagangan) dari

Tuhanmu … (Q. S Al-Baqarah: 198)

Sunarayati Hartono memberi batasan joint venture secara luas sebagai berikut: “setiap usaha bersama antara modal Indonesia dan modal asing, baik ia merupakan usaha bersama antara swasta dan swasta, pemerintah, dan swasta, ataupun pemerintah dan pemerintah. Juga tidak dibedakan apakah

joint venture itu dianggap sebagai Penanaman Modal Asing ataupun Penanaman Modal dalam Negeri.

3. Licensing

Lisensi adalah suatu perizinan yang diberikan oleh pemberi lisensi kepada pihak penerima lisensi untuk melaksanakan suatu kegiatan atau suatu


(52)

hak yang dilindungi. Dengan adanya perizinan ini pihak kedua memungkinkan untuk menikmati penggunaan suatu hak atas kekayaan intelektual di bidang industri. Dengan adanya izin penggunaan ini, pihak pertama mendapatkan pembayaran. Ada tiga macam lisensi yang sering ditemui dalam praktik, yakni lisensi eksklusif, lisensi tunggal, dan lisensi non-eksklusif.26

4. Franchising

Dalam Peraturan Menteri Perdagangan No. 12/M-Dag/Per/3/2006 tentang Ketentuan dan Tata Cara Penerbitan Surat Tanda Pendaftaran Usaha

Waralaba, ditegaskan bahwa “Waralaba (franchise) adalah perikatan antara

pemberi waralaba dengan penerima waralaba di mana penerima waralaba diberikan hak untuk menjalankan usaha dengan memanfaatkan dan/ atau menggunakan hak atas kekayaan intelektual atau penemuan atau ciri khas usaha yang dimiliki pemberi waralaba dengan imbalan berdasarkan persyaratan yang ditetapkan oleh pemberi waralaba dengan sejumlah kewajiban menyediakan dukungan konsultasi operasional yang berkesinambungan oleh pemberi waralaba kepada penerima waralaba”

Beberapa mekanisme alih teknnologi di atas merupakan tipe kegiatan yang telah banyak dikenal sedangkan mekanisme pengalihan teknologi yang lain juga terdapat beberapa seperti: Management contracts, Marketing

26

Tim Lindsay, Hak Kekayaan Intelektual, Suatu Pengantar, (Bandung: Alumni, 2011), h. 200.


(53)

43

contracts, Tehnical service contracts, Turnkey contracts, International sub-contracting.

C. Pengaturan Terkait Alih Teknologi

Hukum dipandang sebagai nilai yang mengandung arti bahwa kehadirannya adalah untuk melindungi dan memajukan nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh masyarakat. Hukum sebagai nilai di sini perlu pendekatan sistem. Menurut Lawrence Mere Friedman bawa sistem hukum itu harus memenuhi: struktur (structure), substansi (substance), dan Kultur Hukum (legal culture).27

Keberadaan substansi ini menjadi pijakan dalam menegakkan hukum.

Hal ini senada dengan teori Roscoe Pound yang menyatakan bahwa “law as a

tool of social engineering”. Berangkat dari pemikiran ini aturan hukum yang jelas tentang alih teknologi menjadi dasar pijakan bagi pelaksanaannya. Berikut beberapa peraturan yang terkait dengan alih teknologi:

1. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2002 tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembanga, dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

Undang-Undang ini sesuai dalam pertimbangannya disebutkan bahwa penguasaan, pemanfaatan, dan pemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara

27

Yesmil Anwar dan Adang, Hukum Tak Pernah Tidur, (Bandung: Asosiasi Ilmu Poitik Indonesia, 2009), h. 166.


(54)

merupakan amanat dari Undang-Undang Dasar 1945. Untuk menumbuhkembangkan penguasaan, pemanfaatan, dan pemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi ini diperlukan sistem nasional penelitian, pengembangan, dan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi yang terbentuk melalui keterkaitan antara unsur-unsur kelembagaan, sumber daya, serta jaring ilmu pengetahuan dan teknologi di Indonesia.

Undang-Undang ini berusaha untuk meningkatkan kemitraan badan usaha dengan pergururan tinggi dan badan litbang. Sedangkan peran yang lain dimainkan oleh pemerintah dan pemerintah daerah melalui instrumen kebijakannya yang berfungsi untuk memotivasi badan usaha asing untuk melakukan alih teknologi kepada produsen domestik; memacu badan usaha domestik meningkatkan investasi di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi ; mendorong kemitraan antara badan usaha, lembaga litbang, dan perguruan tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa dalam proses alih teknologi, 3 (tiga) aktor, yaitu akademisi, pelaku usaha, dan pemerintah, harus bekerjasama dengan baik sesuai dengan konsep triple helix yang banyak dipakai sebagai model pengembangan sistem inovasi nasional di banyak negara.28

28

Sabartua Tampubolon, Politik Hukum Iptek di Indonesia, (Yogyakarta: Kepel Press, 2013), h. 241.


(55)

45

2. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 dan Paket Undang-Undang HKI Lainnya

Alih teknologi memiliki hubungan yang sangat erat dengan paten. Paten merupakan sutau hak khusus berdasarkan Undang-Undang diberikan kepada si penemu (uitvinder) atau menurut hukum pihak yang berhak memperolehnya, atas permintaannya yang diajukan kepada pihak penguasa, bagi temuan baru di bidang teknologi, perbaikan atas temuan yang sudah ada, cara kerja baru, atau menemukan suatu perbaikan baru dalam cara kerja, untuk selama jangka waktu tertentu yang dapat diterapkan dalam bidang industri.29

Perkembangan hukum paten di Indonesia dapat dibagi menjadi 3 periode, yaitu: kepentingan umum vs tekanan internasional (1989-1996), periode tunduk terhadap standar internasional perjanjian TRIPS (1997-2000), periode meningkatkan kualitas penegakan hukum (2001-2005).

Pada fase awal pembentukan hukum paten merupakan fase yang sulit bagi Indonesia. Hal ini disebabkan karena pada masa itu Indonesia membutuhkan alih teknologi dari negara-negara maju untk mengembangkan pembangunan nasional. Perlindungan HKI (termasuk

29


(56)

paten) yang sangat ketat akan menghambat alih teknologi yang sedang dijalankan oleh pemerintah.30

Kriteria pemberian hak paten dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 meliputi: (a) Penemuan baru, hanya untuk satu penemuan saja, kriteria sifat barunya suatu penemuan dianggap baru, jikalau pada saat pengajuan permintaan paten penemuan tersebut tidak merupakan penemuan terdahulu, (b) mengandung langkah inventif, dalam hal ini penemuan tersebut tidak diduga sebelumya, (c) dapat diterapkan dalam bidang industri.31

Dalam skala internasional paten ini juga diatur dalam PCT (Patent Cooperation Treaty) yakni traktat internasional kerja sama paten yang bertujuan untuk melaksanakan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, perlindungan hukum terhadap setiap invensi, memberikan proteksi dari invensi yang diinginkan dilindungi oleh suatu negara, dan dalam rangka mempercepat pembangunan ekonomi dari negara-negara berkembang, Indonesia sejak tahun 1995 telah menjadi angggota PCT dan dengan Keputusan Presiden No. 16 Tahun 1997 telah mengesahkan PCT, dengan demikian setiap inventor Indonesia dapat mengajukan permohonan PCT tersebut.

30

Tomi Suryo Utomo, Hak Kekayaan Intelektual (HKI) di Era Global, Sebuah Kajian Kontemporer, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010), h. 100.

31

Abdul R. Salman, Hukum Bisnis untuk Perusahaan, Teori dan Contoh Kasus, (Jakarta: Kencana, 2011), h. 148.


(1)

modal asing untuk mendapatkan berbagai insentif dan kemudahan dalam berinvestasi di Indonesia. Selain itu dengan regulasi yang jelas maka tujuan investasi asing di Indonesia sesuai dengan asas kemandirian dapat tercapai, yakni meningkatkan daya saing dan kemandirian teknologi nasional.

B. Saran

Berdasarkan informasi dan data yang penulis dapatkan serta analisis penulis skripsi ini, maka ada beberapa hal yang ingin disarankan penulis, diantaranya adalah:

1. Pembentukan regulasi jelas yang menjadi peraturan teknis dari Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal berkaitan dengan bagaimana persyaratan dan pelaksanaan alih teknologi. Seperti dalam pasal 10 ayat 3 disebutkan bahwa “Perusahaan penanaman modal wajib meningkatkan kompetensi tenaga kerja warga negara Indonesia melalui pelatihan kerja sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan”. Dan ayat 4 “Perusahaan penanaman modal yang

mempekerjakan tenaga kerja asing diwajibkan menyelenggarakan pelatihan dan melakukan alih teknologi kepada tenaga kerja warga negara Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”. Sehingga dengan adanya peraturan teknis yang jelas ini maka alih teknologi ini benar-benar dapat diimplementasikan dan bukan sebuah opsionaldan formalitas semata.


(2)

74

2. Berkaitan dengan teknologi yang dilindungi paten maka mekanisme yang digunakan adalah perjanjian lisensi. Penting bagi Indonesia untuk membentuk sebuah badan seperti di Jepang. Setiap perjanjian internasional di Jepang harus memberitahukan Kosei Torihiki linkai/ Fair Trade Commission. Dalam Undang-Undang Anti Monopoli Jepang Pasal 6 dan 23 mewajibkan pendaftaran lisensi agar dapat diketahui apakah perjanjian tersebut mengandung unsur monopoli atau tidak. Selain itu dengan mendaftarkan akan dapat diketahui bentuk atau macam teknologi serta royalti yang dikeluarkan. Jadi di Jepang satu badan juga turut berperan dalam pendaftaran perjanjian lisensi yaitu sebagai Bank teknologi.

3. Penguatan Badan Koordinasi Penanaman Modal berkaitan regulasi terkait dengan pemberian insentif-insentif bagi investasi asing. Di sini seharusnya BKPM menjadi gerbang awal untuk terciptanya alih teknologi dalam investasi asing di Indonesia. Selain itu perlu koordinasi yang baik dengan lembaga lain yang terkait dengan penguasaan teknologi seperti Lembaga Pengembangan dan Penelitian.


(3)

75

DAFTAR PUSTAKA Buku-Buku:

Adolf, Huala. Dasar-Dasar Hukum Kontrak Internasional. Bandung, Refika Aditama, 2007.

Anwar, Yesmil., Adang. Hukum Tak Pernah Tidur. Bandung: Asosiasi Ilmu Poitik Indonesia, 2009.

Artikel Utama, “Dampak Globalisasi Terhadap Hukum, Bisnis, dan Sosial

Budaya.” Jurnal Keadilan. Vol. 1. No. 4. 2001.

BPHN. Binacipta. Aspek-Aspek Hukum dan Pengalihan Teknologi, 1981.

Gazda, Istvan Transfer of Technology. London: The Hague Kluwer Law International, 1996.

Ginting, Jamin “Ketentuan Hukum Global yang Berdampak Nasional: Bagaimana

Menghadapinya?” Law Review. Vol. XII. No. 2. (November 2012).

H.S, Salim, Budi Sutrisno. Hukum Investasi. Jakarta; Rajagrafindo Persada, 2008. Hasan, M. Ali. Masail Fiqhiyah, Zakat, Pajak, Asuransi, dan Lembaga Keuangan.

Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2003.

Haroen, Nasrun. Fiqh Muamalah. Jakarta: Gaya Media Utama, 2007.

Ibrahim, Johnny. Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif. Malang: Bayumedia Publishing. 2006.

Idham, Ibrahim. Peranan Paten Dalam Alih Teknologi, Hukum dan Pembangunan No. 3 Tahun XIX, Juni 1989.

Ilmar, Aminuddin. Hukum Penanaman Modal di Indonesia. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2007.

Juni, Efran Helmi. Filsafat Hukum. Bandung: Pustaka Setia Bandung, 2012. Karim, Mulyawan. Rindu Pancasila. Jakarta: Kompas Media Nusantara, 2010.


(4)

76

Kusumaatmadja, Muchtar. Hukum, Masyarakat dan Pembinaan Hukum Nasional. Jakarta: Bina Cipta, 1976.

Kusumah, Mulyana W. Peranan dan Pendayagunaan Hukum dalam Pembangunan. Bandung: Alumni, 1982.

Lindsay, Tim. Hak Kekayaan Intelektual Suatu Pengantar. Bandung: Alumni, 2011.

Lubis, T. Mulya, Bukbaum, M. Richard. Peranan Hukum Perekonomian di Negara-Negara Berkembang. Yayasan Obor Indonesia: Jakarta, 1986.

Mayana, Ranti Fauza. Perlindungan Desain Industri Di Indonesia dalam Era Perdagangan Bebas. Jakarta: Grasindo, 2004.

Muchsin, Ikhtisar Ilmu Hukum. Jakarta: Badan Penerbit Iblam, 2006.

Muhammad, Abdulkadir. Hukum Perusahaan Indonesia. Bandung: Citra Aditya Bakti, 2006.

Muhammad, Abdulkadir. Hukum Dagang tentang Surat-Surat Berharga. Bandung: Citra Aditya Bakti, 2007.

Perrott, David L. Current Issues in International Business Law. 1988. Prasetyantoko, Bencana Finansial. Jakarta:Kompas, 2008.

Purba, Achmad Zen Umar. Perjanjian TRIPs dan Beberapa Isu Strategis, Jakarta-Bandung; Badan Penerbit F. H. Universitas Indonesia dan PT. Alumni.

Putra, Ida Bagus Wyasa. Aspek Hukum Perdata Internasional: Dalam Transaksi Bisnis Internasional. Bandung: Refika Aditama, 2000), h. 47.

Rajagukguk, Erman. Hukum Investasi (Bahan Kuliah). Jakarta: UI Press, 1995. Rakhmawati, Rosyidah. Hukum Penanaman Modal di Indonesia. Malang:

Bayumedia, 2004.

Rokhmatussa’diyyah, Ana., Suratman. Hukum Investasi dan Pasar Modal. Jakarta:

Sinar Grafika, 2011.


(5)

Saidin, OK. Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual (Intellectual Property Rights). Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2004.

Saidin, OK. Aspek Hukum Kekayaan Intelektual. Jakarta: Rajawali Pers, 2007. Salim. Hukum Divestasi di Indonesia. Jakarta: Erlangga, 2010.

Salman, Abdul R . Hukum Bisnis untuk Perusahaan, Teori dan Contoh Kasus. Jakarta: Kencana, 2011.

Sri Hartati. “Indonesia dan Tantangan Global”, dalam Rindu Pancasila. Jakarta: Kompas, 2010.

Sari, Elsi Kartika., Simanunsang, Advendi. Hukum Dalam Ekonomi. Jakarta: Grasindo, 2008.

Soekanto, Soerjono. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: Universitas Sugondo, Frida. Ikhtisar Ketentuan Penanaman Modal. Jakarta: NLRP, 2010. Sumantoro. Masalah Pengaturan Alih Teknologi. Bandung: Alumni, 1993.

Surawiguna, Hilman. Beberapa Masalah Pokok Perusahaan Multinasional, Sebuah

Tinjauan Pustaka, Manajemen Dan Usahawan Indonesia. Jakarta: Tanpa

penerbit, 1981.

Tambunan, Tulus TH. Globalisasi dan Perdagangan Internasional. Bogor; Ghalia Indonesia 2004.

Tampubolon, Sabartua, Politik Hukum Iptek di Indonesia. Yogyakarta: Kepel Press, 2013.

UNCTAD. Technology Transfer, UNCTAD Series on Issues in International Investment Agreements, 2001.

UNCTC. Transnational Corporations and Technology Transfer: Effects and Policy Issues. United Nation, 1987.

Utomo, Tomi Suryo. Hak Kekayaan Intelektual (HKI) di Era Global, Sebuah Kajian Kontemporer. Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010.


(6)

78

Widjaja, Gunawan., Yani, Ahmad. Seri Hukum Bisnis Transaksi Bisnis Internasional: Ekspor-Impor dan Imbal-Beli. Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2001.

Departemen Agama RI. Al-Quran dan Terjemahannya. Jakarta: Pena Pundi Aksara, 2002

Perundang-Undangan:

Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2002 tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembanga, dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten

Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian Internet

http://www.bphn.go.id/data/documents/pkj_2012_-_8.pdf, diakses pada tanggal 17 Oktober 2013.

http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt50759704ac972/mengapa-penanaman-modal asing-harus-dalam-bentuk-pt diakses pada tanggal 9 Mei 2014.