Penyelesaian Sengketa Penanaman Modal Asing Pada Sektor Pertambangan di Indonesia

2. Menteri, gubernur, atau bupatiwalikota dapat mendelegasikan kewenangannya dalam melakukan pengawasan kepada pejabatinstansi teknis yang bertanggung jawab di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. 116 3. Dalam melaksanakan pengawasan, Menteri, gubernur, atau bupatiwalikota menetapkan pejabat pengawas lingkungan hidup yang merupakan pejabat fungsional. 117

D. Penyelesaian Sengketa Penanaman Modal Asing Pada Sektor Pertambangan di Indonesia

Pada prinsipnya Indonesia sebagai negara yang mewarisi hukum dari Eropa, khususnya dalam konteks hukum keperdataan, senantiasa menganjurkan mediasi 118 ataupun alternatif penyelesaian sengekta di luar pengadilan sebelum benar-benar bertikai di meja hijau. 119 116 Pasal 71 ayat 2 UUPPLH. 117 Pasal 71 ayat 2 UUPPLH. 118 Mediasi adalah cara penyelesaian sengekta melalui proses perundingan untuk memperoleh kesepakatan para pihak dengan dibantu oleh mediator, Pasal 1 ayat 7 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2008 tentang Mediasi di Pengadilan Perma Mediasi. 119 Pasal 130 ayat 1 HIR dan Pasal 154 ayat 1 RBg memberikan ketentuan bahwa jika para Pihak hadir pada hari pertama jadwal yang telah ditentukan maka hakim memberikan waktu kepada para Pihak untuk mencoba berdamai terlebih dahulu dengan cara mediasi sebelum proses persidangan dilanjutkan. Dan pada ayat 2 memberikan ketentuan bahwa mediasi berhasil maka keputusan dari mediasi tersebut akan menjadi keputusan yang berkekuatan hukum tetap final and binding sesuai dengan prosedur, sehingga proses persidangan tidak perlu dilanjutkan. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal memberikan ketentuan penyelesaian sengketa dalam kegiatan investasi yang pada prinsipnya mengarahkan pihak-pihak yang bersengketa untuk menyelesaikan perkara dengan jalan damai atau non litigasi. Dalam hal terjadi Universitas Sumatera Utara sengketa di bidang penanaman modal antara Pemerintah dengan penanaman modal, para pihak terlebih dahulu menyelesaikan sengketa tersebut melalui musyawarah dan mufakat. 120 Dalam hal penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat 1 tidak tercapai, penyelesaian sengketa tersebut dapat dilakukan melalui arbitrase atau alternatif penyelesaian sengketa atau sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 121 Dalam hal terjadi sengketa di bidang penanaman modal antara Pemerintah dengan penanam modal dalam negeri, para pihak dapat menyelesaikan sengketa tersebut melalui arbitrase berdasarkan kesepakatan para pihak, dan jika penyelesaian sengketa melalui arbitrase tidak disepakati, penyelesaian sengketa tersebut akan dilakukan di pengadilan. 122 Dalam hal terjadi sengketa di bidang penanam modal antara Pemerintah dengan penanam modal asing, para pihak akan menyelesaikan sengketa tersebut melalui arbitrase internasional yang harus disepakati oleh para pihak. 123 Selain karena dorongan peraturan perundang-undangan, para pihak yang berkecimpung di dunia bisnis dan investasi cenderung memilih penyelesaian sengketa di luar pengadilan dengan cara menunjuk arbitrase 124 120 Pasal 32 ayat 1 UUPM 121 Pasal 32 ayat 2 UUPM 122 Pasal 32 ayat 3 UUPM 123 Pasal 32 ayat 4 UUPM 124 Berdasarkan Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata diluar peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa. sebagai lembaga yang memeriksa, mengadili dan memutus perkaranya. Hal ini dikarenakan terdapat berbagai keunggulan lembaga artbitrase apabila dibandingkan dengan proses Universitas Sumatera Utara pemeriksaan dan putusan di lembaga peradilan yang secara sederhana dapat didasarkan atas pengecilan beban pengeluaran, efisiensi waktu dan menghindari konflik berkepanjangan. Terkait kelebihan-kelebihan yang dimiliki lembaga arbitrase, Erman Rajagukguk berpendapat ada beberapa keunggulan lembaga arbitrase, diantaranya: 125 karena pengusaha asing menganggap sistem hukum dan pengadilan setempat asing bagi mereka; pengusaha-pengusaha negara maju beranggapan hakim-hakim dari negara berkembang tidak menguasai sengketa- sengketa dagang yang melibatkan hubungan-hubungan niaga dan keuangan internasional yang rumit; pengusaha negara maju beranggapan penyelesaian sengketa melalui pengadilan akan memakan waktu yang lama dan ongkos yang besar karena proses pengadilan yang panjang dari tingkat pertama sampai dengan tingkat Mahkamah Agung; adanya anggapan bahwa pengadilan Indonesia akan bersikap subjektif kepada mereka karena hakim yang memeriksa dan memutus sengketa bukan dari negara mereka; penyelesaian sengketa di pengadilan akan mencari siapa yang salah dan siapa yang benar, dan hasilnya akan merenggangkan hubungan dagang diantara para Pihak yang bersengketa; penyelesaian sengketa melalui lembaga arbitrase dianggap dapat melahirkan keputusan yang kompromistis, yang dapat diterima oleh kedua belah pihak yang bersengketa. 126 Penyelesaian sengketa penanaman modal asing pada sektor pertambangan tunduk kepada ketentuan UUPM mengenai penyelesaian sengketa investasi secara 125 Erman Rajagukguk, Arbitrase dan Putusan Pengadilan, Jakarta: Chandra Pratama, 2000, hlm. 1-2 126 Ibid, hlm. 2 Universitas Sumatera Utara general seperti yang telah dijelaskan terdahulu cenderung melalui jalur penyelesaian sengketa diluar pengadilan dengan cara menunjuk arbitrase baik nasional maupun internasional sebagai lembaga penyelesaian sengekta investasi. Hal ini terlihat dari adanya kesepakatan atau perjanjian arbitrase 127 diantara para pihak yang melakukan kerja sama modal internsional untuk menjalankan industri pada sektor pertambangan yang tertuang di dalam klausula arbitrase di dalam perjanjian kerja sama modal internasionalnya. Klausula arbitrase tersebut dianggap sah apabila memenuhi empat syarat sahnya suatu perjanjian, yang antara lain kesepakatan para Pihak yang mengikatkan dirinya, kecakapan untuk melakukan suatu perbuatan hukum dalam hal ini membuat suatu perikatan, suatu hal tertentu, serta adanya sebab yang halal. 128 Dimana syarat sahnya perjanjian dibedakan ke dalam dua kelompok, yaitu syarat yang bersifat subjektif dan syarat yang bersifat objektif. 129 Mengacu pada konvensi-konvensi internasional, seperti Convention of the Settlement of Investment Disputes Between State and National Other States atau Convention on the Recognation and Enforcement of Foreign Arbitral Award ataupun berdasarkan ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam UNICITRAL Syarat subjektif menyangkut para Pihak yang melakukan perjanjian tersebut sedangkan syarat objektif menyangkut objek yang diperjanjikan. 127 Perjanjian arbitrase adalah suatu kesepakatan berupa klausula arbitrase yang tercantum dalam suatu perjanjian yang tertulis yang dibuat para Pihak sebelum timbulnya sengketa, atau suatu perjanjian arbitrase yang dibuat tersendiri yang dibuat para Pihak setelah timbulnya sengketa, Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa Pasal 1Butir 3 128 Pasal 1320 KUHPerdata 129 R. Subekti, Hukum Perjanjian, Cet. Ke-18, Jakarta: Intermasa, 2001, hlm. 17 Universitas Sumatera Utara Arbitration Rules, maka jenis-jenis arbitrase dapat diklasifikasikan sebagai berikut: 130 i Arbitrase Ad Hoc Volunter Gunawan Wijaya memberikan defenisi arbitrase ad hoc volunteer ini sebagai berikut; Suatu arbitrase yang dibentuk khusus untuk menyelesaikan atau memutus perselisihan sengketa tertentu, arbitrase ini bersifat insidental dan jangka waktunya tertentu, yaitu sampai sengketa tersebut diputuskan. 131 ii Arbitrase Institusional Institutional Arbitration; Dalam arbitrase jenis ad hoc volunter dapat dibentuk setelah maupun sebelum timbulnya suatu sengketa disputes yang diistilahkan dengan sifat insidental. Dalam arbitrase jenis ini para pihak diberikan kebebasan lebih dalam hal penentuan tata cara pemilihan arbiter, kerangka kerja, prosedur arbitrase, dan aparatur administratif dari arbitrase. Dengan kata lain para pihak yang bersengketa merupakan pemegang kendali dari setiap formalitas dan prosedur dalam proses arbitrase. Gunawan Wijaya memberikan defenisi arbitrase internasional Institutional Arbitration sebagai berikut: 130 Sulaman Batubara, Orinton Purba, Arbitrase Internasional Penyelesaian Sengketa Investasi Asing Melalui ICSID, UNCITRAL, dan SIAC, Jakarta: Raih Asa Sukses, 2013, hlm.10 131 Gunawan Wijaya, Ahmad Yani, Hukum Arbitrase, Jakarta: Rajawali Press, 2000, hlm. 52. Universitas Sumatera Utara Arbitrase institusional adalah lembaga atau badan arbitrase yang bersifat tetap. Lembaga ini sengaja didirikan oleh suatu organisasi tertentu dan bertujuan untuk menyelesaikan perselisihan atau sengketa yang timbul dari suatu perjanjian. 132 Suatu arbitrase dikatakan bersifat nasional apabila unsur-unsur yang terdapat di dalam perjanjian arbitrase tersebut hanya mengandung unsur- unsur yang bersifat nasional serta hanya berskala nasional berdasarkan kawasan atau wilayah tertorialnya, sedangkan arbitrase internasional adalah suatu arbitrase yang di dalam perjanjian arbitrasenya terdapat unsur-unsur asing. Beberapa contoh arbitrase institusional nasional, antara lain: Sifat yang membedakan institutional arbitration dengan ad hoc adalah sifat institutional arbitration yang permanen dan tetap yaitu telah ada barangkali sejak sebelum timbulnya suatu sengketa sedangkan arbitrase ad hoc bersifat sementara dan tidak tetap. Arbitrase ad hoc umumnya didirikan secara khusus ketika sudah timbul suatu sengketa untuk diselesaikan melalui arbitrase ad hoc. Adapun arbitrase Institusional Nasional National Arbitration yang terbagi atas Arbitrase Institusional Nasional Nation Arbitration dan Arbitrase Insititusional Internasional International Arbitration. 133 132 Ibid, hlm. 11. 133 Sulaiman Batubara, Orinton Purba, op. cit, hlm. 16 Universitas Sumatera Utara 1. Badan Arbitrase Nasional Indonesia, merupakan badan arbitrase nasional Negara Indonesia yang didirikan oleh Kamar Dagang dan Industri Indonesia KADIN. 2. The Netherlands Arbitration Institude, yaitu pusat arbitrase nasional negara Belanda. 3. The Japanese Commercial Arbitration Association, sebagai pusat arbitrase nasional Jepang dalam lingkupan KADIN Jepang. Adapun contoh-contoh dari lembaga international arbitration antara lain; 134 1. Court Of Arbitration of the International Chamber of Commerce ICC. Merupakan pusat arbitrase internasional yang didirikan di Paris pada 1919. 2. The International Center For Settlement of Investment Disputes ICSID. Arbitrase ini adalah badan arbitrase bersifat internasional yang mengatur sengketa investasi berskala internasional. Arbitrase ICDIS sebagai alternatif penyelesaian sengketa penanaman modal asing didirikan atas prakarsa Bank Duni Washington DC. Terbentuknya ICSID convention sebagai akibat dari situasi perekonomian dunia pada waktu itu khususnya di kala beberapa negara berkembang melakukan tindakan sepihak terhadap investor asing dalam wilayahnya yang mengakibatkan sengketa ekonomi yang dapat berubah-ubah menjadi sengketa politik bahkan perang. 135 134 Ibid, hlm. 14 135 Huala Adolf, Arbitrase Komersial Internasional, Jakarta: PT Raja Grafindo, 2002, hlm. 36. Untuk menghindari adanya konflik yang melebar dan berkepanjangan, Universitas Sumatera Utara dewasa ini para Pihak yang bersengketa menunjuk lembaga arbitrase ICSID sebagai lembaga penyelesaian sengketa. Apabila bila telah ada kesepakatan dari para Pihak untuk menunjuk ICSID sebagai lembaga alternatif penyelesaian sengketa maka tidak ada satupun Pihak yang dapat menarik diri dari Arbitrase ICSID dalam proses penyelesaian sengketa sebagaimana yang telah disepakati bersama. Segala prosedur penyelesaian sengketa melalui Arbitrase ICSID diatur didalam konvensi ICSID itu sendiri mulai dari konsiliasi 136 dengan terlebih dahulu penyerahan permohonan secara tertulis dari para Pihak kepada Sekretaris Jendral ICSID yang kemudian akan diproses secara bertahap oleh Sekretaris Jendral ICSID tersebut dengan kewenangan memutuskan apakah permohonan para pihak dapat diterima atau ditolak berada di tangan Sekretaris Jendral ICSID itu sendiri. 137 136 Konvensi International Centre for Settlement of Investment Disputes. Chapter III, Article 28, Section 1, Paragraph 1. 137 Konvensi International Centre for Settlement of Investment Disputes. Chapter III, Article 28, Section 1 Paragraph 3. Pengaturan mengenai prosedur pengangkatan dan jumlah komisaris konsiliasi, tugas dan kewajiban komisi, keterkaitan para Pihak terhadap konsiliasi, tata cara pengangkatan Dewan Arbitrase Tribunal Arbitral, prinsip pengambilan keputusan Arbitrase ICSID, kekuatan hukum putusan Arbitrase ICSID, hingga upaya hukum atas putusan arbitrase diatur di dalam konvensi International Centre for Sttlement of Investment Disputes ICSID. Universitas Sumatera Utara Dalam hal para Pihak tidak menemukan kesepakatan mengenai jumlah Dewan Arbitrase atau mereka tidak dapat menerima tata cara penunjukan yang dilakukan oleh Centre, maka cara penunjukan harus dilakukan sesuai dengan ketentuan konvensi ICSID, yaitu: 138 Putusan Arbitrase ICSID dijatuhkan dengan didasari oleh prinsip voting atau berdasarkan suatu terbanyak. a Anggota Dewan Arbitrase harus terdiri atas tiga orang; b Masing-masing Pihak menunjuk satu orang arbiter; c Arbiter ketiga ditunjuk atas kesepakatan para pihak; dan d Arbiter ketiga mutlak menjadi ketua Dewan Arbitrase. 139 Dalam hal kekuatan hukum putusan Arbitrase ICSID yang dijatuhkan oleh Dewan Arbitrase bersifat final and binding. 140 Konvensi ICSID memberikan hak kepada para Pihak untuk mengajukan revisi atau perbaikan terhadap putusan yang dijatuhkan. 141 Pengajuan revisi atau perbaikan putusan tersebut harus dibuat secara tertulis yang ditujukan kepada Sekertaris Jendral ICSID, 142 dan jangka waktu yang diberikan adalah 90 hari sejak tanggal pengiriman keputusan. 143 138 Konvensi International Centre for Settlement of Investment Disputes. Chapter IV, Section 2, Article 37, Paragraph 2, Point b. 139 Konvensi International Centre for Settlement of Investment Disputes. Chapter IV, Section 4, Article 48, Paragraph 1. 140 Konvensi International Centre for Settlement of Investment Disputes. Chapter IV, Section 6, Article 53, Paragraph 1. 141 Konvensi International Centre for Settlement of Investment Disputes. Chapter IV, Section 6, Article 51, Paragraph 1. 142 Konvensi International Centre for Settlement of Investment Disputes. Chapter IV, Section 6, Article 51, Paragraph 1. 143 Konvensi International Centre for Settlement of Investment Disputes. Chapter IV, Section 6, Article 51, Paragraph 3. Apabila dianggap penting, selama permasalahan revisi belum selesai dilakukan, pelaksanaan putusan arbitrase dapat ditangguhkan. Universitas Sumatera Utara Adapun ICSID memberikan kesempatan para Pihak untuk mengajukan pembatalan putusan Arbitrase ICSID adalah 120 hari terhitung mulai tanggal pengiriman salinan keputusan. 144 Pemerintah Indonesia telah meratifikasi konvensi ICSID International Centre for Settlement of Investment Disputes 1958 melalui Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1968 tentang Penyelesaian Perselelisihan Antara Negara Dan Warga Negara Asing Mengenai Penanaman Modal sebagai salah satu upaya untuk menyelesaikan kemungkinan timbulnya sengketa antara penanaman modal asing dan pihak Indonesia baik oleh Pemerintah sendiri maupun swasta. 145 Pemerintah Indonesia mempunyai wewenang untuk memberikan persetujuan bahwa sesuatu perselisihan tentang penanaman modal antara Republik Indonesia dan Warga Negara Asing diputuskan menurut Konvensi ICSID dan untuk mewakili Republik Indonesia dalam perselisihan tersebut dengan hak substusi. 146 144 Konvensi International Centre for Settlement of Investment Disputes. Chapter IV, Section 6, Article 52, Paragraph 2. 145 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1968 diterbitkan pada tanggal 29 Juni 1968 untuk mendorong dan membina penanaman modal asing di Indonesia dan sesuai dengan ketetapan- ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara Nomor XIIMPRS1966 dan Nomor XXIIIMPRS1966, maka dianggap perlu agar Pemerintah Republik Indonesia ikut serta dalam Konvensi tentang Penyelesaian Sengketa Perselisihan antara Negara dan Warga Negara Asing mengenai Penanaman Modal Convention on the Settlement of Investment Disputes between States and Nationals of other States sebagaimana tertuang dalam konsideran UU No. 5 Tahun 1968. 146 Lihat Pasal 2 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1968. Pelaksanaan putusan Mahkamah Arbitrase sebagaimana dimaksud dalam Konvensi ICSID mengenai perselisihan antara Republik Indonesia dan Warga Negara Asing di wilayah Universitas Sumatera Utara Indonesia dilakukan ketika surat pernyataan Mahkamah Agung RI bahwa putusan tersebut dapat dilaksanakan telah terbit. 147 3. United Nation Commission on International Trade Law UNCITRAL iii Arbitrase Institusional Regional Regional Arbitration Arbitrase jenis ini merupakan sebuah lembaga arbitrase yang lingkup keberadaan dan yurisdiksinya berwawasan regional, seperti Regional Center for Arbitration yang didirikan oleh Asia-Afrika Legal Consultative Committee AAALC. Tujuan PBB membentuk UNCITRAL Arbitrase Rules adalah untuk menginternasionalisasikan nilai-nilai dan tata cara arbitrase dalam menyelesaikan sengketa-sengketa antarnegara dalam transaksi perdagangan internasional. 148 Dari penjelasan tersebut diatas dapatlah dilihat berbagai jenis lembaga arbitrase baik yang bersifat nasional maupun internasional. Lembaga-lembaga tersebut tersedia sebagai pilihan bagi para Pihak yang mengalami sengketa di bidang investasi asing pada sektor petambangan menyelesaikan sengketa melalui jalan damai. Pilihan kembali kepada para Pihak yang bersengketa untuk menunjuk lembaga arbitrase yang akan dipakai untuk menjembatani jarak antara para pihak yang dalam hal ini timbul akibat persengketaan penanaman modal asing. 147 Lihat Pasal 3 ayat 1 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1968. 148 Suleman Batubara, Orinton Purba, op. cit., hlm. 66. Universitas Sumatera Utara BAB IV AKIBAT INVESTASI ASING PADA SEKTOR PERTAMBANGAN DI INDONESIA

D. Akibat Negatif Hadirnya Investor Asing Pada Sektor Pertambangan di Indonesia