Bidang Politik Dampak Perkembangan Lekra di Bidang Politik dan Sosial
Komunis Indonesia merupakan salah satu partai besar dan paling dekat dengan Presiden Soekarno. Hal ini tentu menguntungkan bagi Lekra untuk menghadapi
seterunya. Sementara itu, PKI membutuhkan Lekra untuk menjaga hubungan baiknya dengan massa. PKI sadar bahwa kebudayaan dan kesenian merupakan
langkah yang efektif untuk menarik perhatian rakyat.
153
Prinsip Lekra yang serupa dengan PKI ialah adanya larangan selingkuh dan poligami. Hal ini terjadi pada November 1958, Dharta dipecat dari jabatan sebagai
sekretaris umum dan anggota Lekra karena diketahui berselingkuh. Pemecatannya diumumkan di Harian Rakyat dan Dharta sempat ditahan di pencaran Kebonwaru,
Bandung, dan dibebaskan pada tahun 1978.
154
Lekra sebagai lembaga yang memiliki banyak massa membutuhkan sarana untuk memberitakan berbagai kegiatannya, yaitu koran. Koran-koran yang
memuat lembaran Lekra tiap minggunya adalah Zaman Baru, Republik, Sunday Courier, Rakyat, Warta Bhakti, Bintang Timur, dan Harian Rakyat. Beberapa
Koran yang pro-Lekra dan PKI ialah Pendorong, Sin PO edisi bahasa Cina dan bahasa Indonesia, dan Terompet Masyarakat yang menjelang tahun 1965 lebih
condong ke Lekra.
155
Harian Rakyat pertama kali terbit pada tanggal 31 Januari 1951. Kantor Harian Rakyat terletak di Pintu Besar Selatan No. 93 dengan Dewan Redaksi
ialah Njoto dan reksipenanggung jawab adalah Naibabo serta dibantu Supeno.
156
Jurnalisme yang diusung oleh Harian Rakyat adalah jurnalisme konfrontasi
153
Rhoma Dwi Aria Yulianti, op.cit, hlm. 64.
154
Tempo, op.cit., hlm. 22-23.
155
Rangkaian Peristiwa Pemberontakan komunis di Indonesia, Jakarta, Lembaga Studi Ilmu-Ilmu Kemasyarakatan,1988, hlm. 45.
156
Rhoma Dwi Aria Yulianti, op.cit., hlm. 77.
dengan bahasa yang meledak, tembak langsung, jambak, sikat, dan pukul di tempat. Garis politik redaksi Harian Rakyat yang keras tidak jarang membuatnya
mendapatkan protes dari surat kabar lain, salah satunya ialah Harian Merdeka milik BM Diah. Polemik yang terjadi diantara keduanya yakni memperdebatkan
soal politik dalam negeri, partai tunggal, watak-watak pendukung Soekarnoisme, politik agraria, dan Manipol-Usdek.
Kedua koran di atas memiliki prinsip yang saling bertolak belakang. Harian Merdeka yang merupakan Badan Pendukung soekarnoisme dan menentang PKI,
sedangkan Harian Rakyat yang berkoalisi dengan Harian Bintang Timur milik Amuanto menuntut pembubaran BPS. Konflik yang terjadi pada tanggal 2-9 Juni
1964 ini berhenti dengan keputusan Jaksa Agung karena dapat membahayakan persatuan para masyarakat yang revolusioner dan mengganggu keamanan
politik.
157
Harian Rakyat tidak hanya memberitakan isu-isu politik, tetapi juga menampung berita kebudayaan seperti seni musik, patung, lukis, film, seni
pertunjukan ketoprak, tari, wudruk, karikatur, dan lainnya. Misalnya, dalam pemberitaan Harian Rakyat terdapat karikatur yang menceritakan peristiwa politik
sehari-hari dengan gaya bahasa yang lucu, cerdas, inspiratif, unik, dan menusuk langsung ke sasaran.
158
Menggunakan bahasa yang tidak berbelit-belit, membuatnya mudah dipahami oleh semua kalangan.
Harian Rakyatmulai berkembang dengan mengeluarkan rubrikasi kepala karangan yang lain seperti HR Muda, HR Sport, dan Film. HR Muda yang
157
Ibid., hlm. 78.
158
Idem.
dipegang oleh Kak Embun dengan tujuan memberi dorongan langsung bagi pertumbuhan bakat dan kemauan anak-anak. Begitu pula dengan HR Sport dan
Film yang dipegang oleh Soejono dan Joebar Ajoeb bertujuan untuk memberi sumbangan kepada usaha pembinaan olehraga dan film nasioanal karena
kemajuan olahraga dan film nasional juga kemajuan bagi kebudayaan.
159
Harian Rakyat memiliki prinsip, yaitu tidak akan mencetak lembaran yang bertentangan dengan semangat revolusi. Koran yang dikendalikan baik oleh
orang-orang Lekra maupun PKI ini berpihak kepada sosialisme, demokrasi terpimpin, anti imperialisme, dan feodalisme. Hal ini terlihat dari pemberitaannya
dalam konflik Kashmir di India. Pemberitaan yang dimuat justru membela Pakistan dan menyudutkan India yang memiliki hubungan dengan Inggris sebagai
negara imperialis.
160
Kedekatan Lekra dengan PKI menjadinya lembaga kebudayaan yang cukup diperhitungkan baik oleh para lembaga kebudayaan lainnya maupun dengan
partai-partai politik. Dalam usaha mengimbangi perkembangan Lekra yang begitu pesat, lahirlah Manifes Kebudayaan dengan aliran humanisme universal. Aliran
humanisme universal merupakanpemikiran yang berfokuspada solusi umum atas masalah-masalah atau isu-isu yang berhubungan dengan manusia.Manifes
dideklarasikan pada tanggal 17 Agustus 1963 dengan ditandatangani 20 seniman yaitu 16 penulis, 3 pelukis, dan seorang komponis.
161
Pada tahun 1960an, para budayawan, penulis, intelektual, dan seniman dengan paham lain memainkan peranan penting dalam menciptakan pondasi
159
Ibid., hlm. 79.
160
Ibid., hlm. 78-79
161
Tempo, op.cit., hlm. 100.
wacana anti komunis. Para intelektual pro-Barat yang berideologi liberal dan humanisme universal berusaha melawan kaum paham dan komunis di Indonesia.
Perdebatan pada masa ini menjadi manifestasi perang dingin di bidang kebudayaan antara ideologi kiri Lekra dan para pendukung ideologi Manikebu.
Dengan dukungan sayap kanan, seperti partai-partai politik anti komunis, militer, dan intitusi-institusi kebudayaan menggunakan paham manikebu untuk
menyingkirkan komunis berserta aktivitas kebudayaannya. Dalam konteks inilah, para pendukung humanisme universal mendirikan Manifes Kebudayaan.
162
Pada tahun 1960an, salah satu pengurus Manifes Kebudayaan Goenawan Mohamad mengatakan bahwa tujuan dibentuknya Manifes Kebudayaan ialah
sebuah ikhtiar untuk memperoleh ruang yang lebih longgar bagi ekspresi kesenian yang mandiri dan independen dari desakan politik serta berbagai tata cara
revolusioner. Hal ini berkaitan dengan kebijakan Presiden Soekarno terhadap Slogan Manipol Usdek, Manifesto Politik, UUD 1945, Sosialisme Indonesia,
Demokrasi Terpimpin, Ekonomi Terpimpin, dan Kepribadian Indonesia yang menjadi rambu bagi proses penciptaan karya seni. Para seniman pula ikut serta
dalam menjalankan kebijakan tersebut sehingga suasana berkesenian pada masa itu tidak begitu baik untuk seniman yang enggan berpolitik.
163
Lekra menolak paham humanisme universal yang dianggap abstrak dan tidak memihak pada rakyat, buruh, dan tani.Lekra berpendapat bahwa manikebu
adalah kelompok yang dapat melemahkan dan terus-menerus merongrong
162
Wijaya Herlambang, Kekerasan Budaya Pasca 1965: Bagaimana Orde Baru Melegitimasi Anti- Komunisme Melalui Sastra dan Film, 2013, Tangerang Selatan, CV Marjin Kiri, hlm. 7-8.
163
Tempo, op.cit., hlm. 101-102.
revolusi.
164
Hal ini tentu berbahaya bagi semangat dan jalannya revolusi. Pemahaman yang berbeda pada keduanya, dimana Lekra berpegang teguh dengan
prinsip “seni untuk rakyat” dan paham “realisme sosialis”, sedangkan Manikebu dengan “seni untuk seni” dan “humanisme universal”.
Lembaga Kebudayaan Rakyat menolak pemisahan seni dari masyarakat. Bagi Lekra, seni harus berpihak, bertendensi, dan menerima metode Realisme
Sosialis dengan pegangan politik sebagai panglima serta mengabdi kepada rakyat pekerja.
165
Prinsip inilah yang ditolak oleh Manikebu. Bagi Manikebu, politik tidak boleh menjadi panglima yang menguasai segala bidang kehidupan.
Manikebu membela nilai-nilai kemanusiaan universal yang diinjak-injak oleh kaum totaliter. Para pendiri Manikebu berpendapat bahwa prinsip dan sikap
kebudayaan yang baik saat itu adalah non-commitment dari pengaruh politik maupun militer.
166
Seni yang tidak memihak, bersifat universal, kosmopolitan, dan tanpa kelas.
Realisme sosialis dan humanisme universal sebenarnya merupakan dua segi tuntunan dari suatu subyek yang sama, yaitu manusia. Kedua lembaga
kebudayaan ini sama-sama menerima revolusi Indonesia, Manipol sebagai haluan, dan Pancasila sebagai dasar negara. Cara pandang yang berbeda-beda membuat
keduanya merasa lebih revolusioner, Manipolis, dan Pancasilais dengan berpegang pada paham serta prinsip masing-masing. Realisme sosialis
164
D.S. Moeljanto, Prahara Budaya: Kilas-Balik LekraPKI DKK Kumpulan Dokumen Pergolakan Sejarah, 1995, Bandung, Mizan, hlm. 39.
165
Alexander Supartono, Lekra vs Manikebu: Perdebatan Kebudayaan Indonesia 1950-1965, 2000, Jakarta, Wacana Sosialis, hlm. 30.
166
Soegiarso Soerojo, Siapa Menabur Angin Akan Menuai Badai G30SPKI dan Apa Peran Bung Karno, Jakarta, Soegiarso Soerojo, 1988, hlm. 134.
menampilkan aspirasi-aspirasi sosial secara realistik, sementara humanisme universal menampilkan sisi kemanusiaan yang menyeruh tanpa batas.
167
Manifes Kebudayaan mendapat dukungan dari berbagai organisasi kebudayaan lain seperti Lesbumi, Ikatan Sarjana Pancasila, Lembaga Kebudayaan
Kristen Indonesia, Badan Pembina Teater Nasional Indonesia Sumatra Selatan, dan Teater Muslimin Wilayah Palembang. Menurut Arif Budiman seorang
anggota Manifes mengatakan terus bertambahnya pendukung Manifes membuat Lekra dan Presiden Soekarno gerah. Oleh karena itu, mulailah terjadi intimidasi
terhadap para pendukung Manifes.
168
Selain itu juga, beberapa media cetak ikut mendukung Manifes Kebudayaan seperti Harian Republik, Majalah Sastera,
Semesta, Duta Masyarakat, Glora, Pos Minggu, Mingguan Surakarta, Majalah Basis, Waspada Teruna, dan Indonesia Baru.
169
Peristiwa sastra yang tidak kalah penting terjadi diantara Lekra dengan Manifes Kebudayaan ialah persoalan novel Hamka yang berjudul Tenggelamnya
Kapal Van Der Wijck. Novel ini dianggap plagiat dari karya pengarang Arab, yaitu Manfaluthi. Pramoedya Ananta Toer dari Lekra lewat majalah Lentera mulai
bersitegang dengan Jassin pimpinan majalah Sastra yang membela Hamka.
170
Dalam majalah Lentera dimuat tulisan Abdullah S.P atau Said Patmadji berjudul “Aku Mendakwa Hamka, Plagiat” ini semakin membuat persoalan ini kian
panas.
171
167
Alexander Supartono, op.cit., hlm. 21.
168
Tempo, op.cit., hlm. 103.
169
Rangkaian Peristiwa Pemberontakan komunis di Indonesia, op.cit., hlm. 50.
170
Tempo, op.cit., hlm. 109.
171
D.S. Moeljanto, op.cit., hlm. 49.
Hebohnya peristiwa tunduhan plagiat atas buku Tenggelamnya Kapal Van Der Wijk Hamka ini menimbulkan polemik berkepanjangan. Orang-orang PKI
dengan paham realisme sosialis menjuluki pengikut Manifes Kebudayaan dengan Menikebuis. Aksi saling serang diantara kedua lembaga kebudayaan ini semakin
meramaikan dunia perpolitikan. Hebohnya perseteruan diantara Lekra dan Manikebu berujung dengan dilarangnya Manikebu pada tanggal 8 Mei 1964.
172
Pergerakan Lekra bersama PKI semakin membuat cemas bagi mereka yang tidak sepaham. Hal ini ditambah dengan D.N. Aidit yang dianugrahi Bintang
Mahaputra kelas III oleh Bung Karno atas contoh kepahlawanan dan tauladan dalam political leader pada tanggal 13 September 1965. Melihat hal ini, para
pegawai perusahaan-perusahaan yang dikelola oleh pemerintah mendirikan perserikatan dengan tujuan mendapatkan kesejahteraan yang lebih baik.
Perserikatan ini bernama Sentral Organisasi Karyawan Sosialis Indonesia Soksi, yang di dalamnya para perwira Angkatan Darat banyak pula aktif bergabung.
173
Sebagai organisasi politik non partai, Soksi memiliki ormas-ormas bawahan seperti P3I, Konkarbu, Gerwasi, Gertasi, Kartasi, Perkapen, Lekri, Pelmasi,
Pelpasi, dan PBKA. Tujuan didirikannya berbagai ormas ini ialah untuk mengimbangi pergerakan Lekra dan PKI. Namun, hal ini mendapat sambutan dari
PKI dengan dibentuknya PanitiaRetooling Aparatur Negara Paran. Retooling atau pembersihan ini bernuansa politik untuk menyingkirkan birokrat yang tidak
sejalan dengan kebijakan pemerintah republik. Paran sendiri dipimpin langsung
172
Rangkaian Peristiwa Pemberontakan komunis di Indonesia, op.cit., hlm. 50.
173
Ibid., hlm. 70.
oleh Soekarno. Pada perkembangan selanjutnya, PKI menuntut untuk membubarkan Soksi yang dianggap sebagai ancaman.
174
Pada tanggal 30 Juli 1959, Lekra terlibat dalam pembentukan Dewan Pertimbangan Agung yang kebanyakan tokoh-tokoh kiri diikutsertakan, antara
lain D.N Aidit, Njoto, Siau Giok Tjan, Sujono Atmo dan diimbangi orang-orang Murba seperti Adam malik, Iwa Kusumasumantri, Moh. Padang, Ny. Rasuna
Said, dan lainnya. Selain itu juga dibentuk Depernas yang meliputi wakil-wakil berbagai organisasi, salah satunya Lekra.
175
Pertarungan politik yang masuk ke dalam ranah kebudayaan membuat permasalahan kian kompleks. Masalah-masalah yang terjadi seperti sikap
kebudayaan dan kesenian terhadap kondisi politik nasional pada saat itu. Dominasi Lekra dalam perjalanan kebudayaan Indonesia setelah merdeka
mendapatkan perlawanan politik dari militer, khususnya Angkatan Darat melalui kelompok Manifes Kebudayaan.
176
Politik AD yang berusaha membendung dominasi PKI dalam politik nasional dengan mendukung gerakan Manifes
Kebudayaan. Gerakan politik PKI mendapatkan dukungan penuh dengan aksi-aksi kebudayaan Lekra.
Perkembangan politik Indonesia awal tahun 1965, perubahan terjadi dalam dunia pergerakan nasional. Hampir semua organisasi massa pada saat itu memiliki
kepentingan dan kedekatan politik dengan salah satu partai. Mereka mendekatkan diri pada partai-partai besar yang berjalan di atas kebijakan paham Naskom, tetapi
174
Idem.
175
Soegiarso Soerojo, op.cit., hlm. 134.
176
Alexander Supartono, op.cit., hlm. 40-41.
ada juga ormas yang memilih berada di golongan netral.
177
Tiga kekuatan politik besar pada masa itu, antara Soekarno, Militer, dan PKI ikut berubah setelah front
nasional nasakom berhasil terbentuk dengan meninggalkan militer sendirian. Kesendirian ini mendorong militer untuk bergabung dengan kelompok seniman
dan budayawan yang tidak mempunyai afiliasi atau kedekatan dengan kekuatan politik dominan.
178
Dalam lingkaran politik, setiap individu maupun kelompok memiliki ataupun dekat lembaga kecil dibawah naungannya. Hal ini pula terjadi pada
Presiden Soekarno dan PNI memiliki Lembaga Kebudayaan Nasional, PKI yang dekat dengan Lekra, dan Militer memiliki kelompok Manikebu. Pada tahun 1960-
an, tiga kekuatan politik dominan saling tarik menarik antara Soekarno, AD, dan PKI. Dengan terbentuknya Front Nasional, lewat Nasakom Nasionalis, Agama,
dan Komunis, Soekarno berhasil menyatukan kekuatan partai-partai politik.
179
Soekarno sebagai
presiden mampu
membentuk jaringan
sistem kelembagaan imaginer, memiliki gagasan-gagasan hebat, dan sebagai ideolog
mampu merumuskan
good society
yang ingin
dicapai serta
cara mewujudkannya.
180
Soekarno terlibat sangat intens dalam berbagai konflik dan koalisi dengan kekuatan politik. Kedekatannya dengan Partai komunis Indonesia
tidak kalah sengitnya. Pada posisi yang berusaha meredam dua kekuatan politik antara Partai
Komunis Indonesia dan Angkatan Darat, Soekarno sebagai presiden yang dikenal
177
Hikmah Diniah, op.cit., hlm. 162.
178
Alexander Suparnoto, op.cit., hlm. 96.
179
Alexander Supartono, op.cit., hlm. 87-88.
180
Peter Kasenda, Soekarno Marxisme dan Leninisme: Akar Pemikiran Kiri Dan Revolusi Indonesia, 2014, Depok, Komunitas Bambu, hlm. 57.
garang terhadap negara kolonial akhirnya diam tidak berdaya. Pada malam 30 September 1965, sekelompok tentara yang sebagian besar anggota pasukan
pengawal presiden Cakrabirawa pimpinan Kolonel Untung melancarkan operasi militer untuk menculik tujuh pemimpin senior Angkatan Darat. Para Jenderal
yang menjadi target penculikan tersebut antara lain Nasution, Ahmad Yani, Suprapto, Soetoyo, Haryono, Panjaitan, dan S. Parman.
181
Pada pagi 1 Oktober 1965, Jendral Soeharto membuat pernyataan bahwa PKI di bawah pimpinan D.N. Aidit berada di belakang operasi Untung. Dengan
tuduhan ini, Soeharto segera mengambil alih pimpinan Angkatan Darat. Keesokan harinya, Soeharto memimpin AD melancarkan kampanye kekerasan yang
dilakukan PKI dan para pengikutnya.
182
Hal ini ditambah dengan ditetapkannya Tap. MPRS No. XXVMPRS1966 tentang pembubaran Partai Komunis
Indonesia. Ketetapan ini menjadikan PKI sebagai organisasi terlarang di seluruh wilayah NKRI dan larangan setiap kegiatan untuk menyebarkan dan
mengembangkan paham atau ajaran KomunismeMarxismeLeninisme.
183
Sikap kontra revolusi yang dilancarkan oleh Soeharto pada Oktober 1965 merupakan penindasan massal terhadap organisasi-organisasi kiri dan revolusi
sosial. Teror, penangkapan, dan pembunuhan dalam skala besar merupakan tahap pertama untuk mengakhiri politik mobilisasi terbuka. Terjadi pemusnahan secara
fisik dan penghancuran psikologi gerakan tersebut hingga ke akar-akarnya. Kekerasan ini juga ditujukan pada kelas bawah. Pabrik-pabrik dengan reputasi
militan tinggi hampir seluruh buruhnya dibabat habis. Kekerasan dilakukan
181
Wijaya Herlambang, op.cit., hlm. 1-2.
182
Ibid., hlm. 2.
183
UUD 1945: P-4 GBHN Kewaspadaan Nasional, hlm. 362.
dengan membabat habis para aktivis, meneror jutaan simpatisan PKI, termasuk Lekra, dan sayap kiri PNI, dan semua organisasi massa yang berafiiasi atau
mereka yang merupakan pro-Soekarno.
184